Anda di halaman 1dari 14

Tugas

ILMU SOSIAL DAN PERILAKU


Penerapan Konsep Determinan Sosial Kesehatan
( Obat Traditional efek pada ibu dan Anak)

Dosen: Dr. Shrimarti R. Devy, dra, MKes

Oleh:

Nardeen Adel Mekhail (102014153005)

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan tema Penerapan Konsep Determnen
Sosial kesehatan ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Ilmu Sosial dan Prelaku.

Dalam kesempatan ini Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada


pihak yang sudah memberikan kesempatan untuk menyusun makalah ini, yaitu
kepada Dr. Shrimarti R. Devy, dra, MKes selaku dosen Mata Kuliah Ilmu Sosial dan
Preilaku yang sudah banyak membantu selama perkuliahan matrikulasi. Sehingga,
makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas dari kerjasama semuanya.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
Penyusun harapkan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.

Surabaya, 18 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Ilmu Sosial dan Prelaku i


KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Manfaat 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Definisi Determinen Sosial Kesehatan 2
2.2 The Policy Rainbow 2
2.3 The Health Field Concept 3
2.4 Determinen Sosial kesehatan menurut WHO 4
BAB III PEMBAHASAN 7
3.1 Judul Jurnal 7
3.2 Kata Kunci 7
3.3 Penulis Jurnal 7
3.4 Latar Belakang Masalah 7
3.5 Tujuan Penelitian 7
3.6 Metodologi Penelitian 7
3.7 Hasil Penelitian 7
3.8 Manfaat Penelitian yang di dapat pada Jurnal Bagi Kesehatan 8
3.9 Pengaplikasian Konsep Policy Rainbow pada Kasus Obat tradisional 8
BAB IV PENUTUP 9
4.1 Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat
dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter
umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal
tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan
India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem
pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk
meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai
khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. (Pramono,
2002).
Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang
lebih dikenal dengan nama Jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat
yang berasal dari tanaman. Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah
berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan
dipasarkan. (Pringgoutomo , 2007).
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern. ( Oktora , 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Determinan Sosial kesehatan?
2. Apakah yang dimaksud dengan “ the Policy Rainbow”?
3. Apakah yang dimaksud konsept “ the Health Field”?
4. Apakah determinan Sosial Kesehatan Menurut WHO?
5. Bagaimana pengaplikasian konsep Policy Rainbow pada kasus Obat
traditional?
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Determinan Sosial Kesehatan
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “ the Policy Rainbow”
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “ the Health Field:”
4. Untuk mengetahui apa determinan Sosial Kesehatan Menurut WHO.
5. Untuk mengetahui pengaplikasian konsep Policy Rainbow pada kasus Obat
tradisional.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Determinan Sosial Kesehatan.

WHO (2011) mendefinisikan pengeran Determinan Sosial Kesehatan sebagai


berikut:
“Determinan sosial kesehatan adalah sebuah kondisi di mana orang dilahirkan,
tumbuh, hidup, bekerja, dan tua, termasuk di dalamnya kondisi sistem kesehatan.
Kondisi ini dibentuk oleh distribusi uang, kekuasaan, dan sumber daya di ngkat
global, nasional dan lokal. Determinan sosial kesehatan sebagian besar
bertanggung jawab atas kedakadilan dalam kesehatan-perbedaan yang dak adil
dan seharusnya dihindari dalam status kesehatan, baik dilihat dalam suatu negara
maupun antar negara.”

2.2 The Policy Rainbow:

Dahlgren dan Whitehead (1991) mengemukakan sebuah “Policy Rainbow


Model” atau “Model Pelangi Determinan Sosial Kesehatan”, yang berbicara tentang
beberapa lapisan pengaruh pada kesehatan.

Gambar 2.1 Policy Rainbow Model

Sumber: Dahlgren & Whitehead, 1991

2
3

Mereka berusaha untuk memetakan hubungan antara individu, lingkungan, dan


penyakit. Individu berada di pusat dengan satu set gen tetap. Sementara, di sekitar
individ adalah faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan yang dapat
dimodifikasi:

1. Age, sex dan Hereditary Factors:


Lapisan pertama adalah usia, jenis kelamin dan warisan atau genatik,
misalnya pria atau wanita, anak atau dewasa.
2. Individual Lifestyle Factors:
Lapisan kedua adalah perilaku pribadi dan cara hidup yang dapat
meningkatkan atau merusak kesehatan, misalnya pilihan untuk merokok
atau dak. Individu dipengaruhi oleh pola persahabatan dan norma-norma
masyarakat mereka.
3. Social and Community infuluance:
Lapisan ketiga adalah pengaruh sosial dan masyarakat, yang memberikan
dukungan mbal balik bagi anggota masyarakat dalam kondisi yang dak
menguntungkan. Namun, mereka juga dapat memberikan dukungan atau
dak memiliki efek negaf.
4. Living and Working Conditions:
Lapisan ketiga meliputi faktor struktural: perumahan, kondisi kerja, akses
ke fasilitas pelayanan, dan penyediaan fasilitas penting.
5. General socioeconomic, cultural and environmental Conditions:
Lapisan terakhir adalah jaringan sosial dan komunitas serta kondisi
sosial-ekonomi budaya dan lingkungannya secara umum.

2.3 The Health Field Concept :

Dalam The Health Field Concept atau konsep bidang kesehatan ini memiliki 4
elemen besar yaitu:
1. Human Biology

Elemen Human Biology mencakup semua aspek kesehatan, baik fisik atau mental
yang ada dalam tubuh manusia . Elemen ini termasuk warisan genetik individu,
proses pertumbuhan dan penuaan dan organ dalam tubuh lainnya. Tubuh manusia
4

memiliki system organisme yang rumit. Masalah kesehatan yang berasal dari
dalam tubuh manusia akan memakan biaya yang banyak dalam berbagai jenis
perawatan dan pengobatan.

2. Environment

Elemen lingkungan mencakup semua hal yang berhubungan dengan kesehatan


eksternal tubuh manusia . Individu memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki
kontrol terhadap lingkungan eksternalnya. Individu tidak dapat dengan sendirinya
memastikan bahwa makanan, minuman, obat-obatan, persediaan air dll aman dan
tidak terkontaminasi. Bahaya kesehatan yang berasal dari lingkungan eksternal
individu yang dapat dikendalikan yaitu air, polusi udara dan kebisingan
Penyebaran penyakit dapat dicegah

3. Lifestyle

Elemen lifestyle terdiri dari keputusan individu yang memengaruhi kesehatan


diri mereka pribadi. Individu dapat mengontrol risiko-risiko terjadi penyakit
seperti mengatur pola makan dalam kehidupan sehari- hari. Jika kontrol lifestyle
tidak dilakukan oleh individu maka, lifestyle akan berkonstribusi pada terjadinya
penyakit bahkan kematian.

4. Health Care Organization


Elemen ini terdiri dari kuantitas, kualitas, pengaturan, sifat serta hubungan
manusia dengan sumber daya penyedia layanan kesehatan. Pengeluaran kesehatan
sebagian besar ditujukan kepada organisasi perawatan kesehatan. Kecacatan
kesehatan seorang manusia dipengaruhi oleh tiga elemen sebelumnya. Hal ini
dibuktikan di Kanada bahwa penyebab kematian terbesar yaitu berasal dari
human biology, environment dan lifestyle.

Karakteristik konsep “Health Field” adalah konsekuensi nyata, komprehensif


(Masalah kesehatan apa pun dapat ditelusuri ke satu, atau kombinasi dari empat
elemen.), memungkinkan sistem analisis (yang dengannya setiap pertanyaan
5

dapat diperiksa di bawah empat elemen untuk menilai signifikansi relatif dan
interaksinya), memungkinkan pembagian lebih lanjut dari faktor, memberikan
perspektif baru tentang kesehatan. (Lalonde, 1975)

2.4 Determinen Sosial kesehatan menurut WHO

Dalam kesempatan yang berbeda WHO merekomendasikan sepuluh faktor yang


harus kita perhakan apabila kita hendak melakukan kajian atau penilaian tentang
determinan sosial kesehatan (Wilkinson &Marmot, 2003):

1. Social Gradient ( health inequities):

Keadaan sosial dan ekonomi yang buruk mempengaruhi kesehatan sepanjang


hidup. Orang yang menuruni tangga sosial biasanya berisiko dua kali lipat
terkena penyakit serius dan kematian dini daripada mereka yang berada di
puncak.

2. Stress ( tekanan psikologis pada individu):

Keadaan sosial dan psikologis dapat menyebabkan stres jangka panjang.


Kecemasan yang terus-menerus, rasa tidak aman, harga diri rendah, isolasi
sosial dan kurangnya kendali atas pekerjaan dan kehidupan rumah tangga,
memiliki efek yang kuat pada kesehatan.

3. Early Life (kondisi awal kehidupan):

Penelitian observasional dan studi intervensi menunjukkan bahwa dasar


kesehatan orang dewasa diletakkan pada anak usia dini dan sebelum
kelahiran. Pertumbuhan yang lambat dan dukungan emosional yang buruk
meningkatkan risiko seumur hidup dari kesehatan fisik yang buruk dan
mengurangi fungsi fisik, kognitif dan emosional di masa dewasa.

4. Social Exclusion ( kondisi individu atau kelompok yg tersingkir dari


masyarakat/ kelompok marginal):
6

Kemiskinan, deprivasi relatif, dan pengucilan sosial memiliki dampak besar


pada kesehatan dan kematian dini, dan peluang hidup dalam kemiskinan
sangat membebani beberapa kelompok sosial.

5. Work ( masalah pada pekerjaan)

Secara umum, memiliki pekerjaan lebih baik untuk kesehatan daripada tidak
memiliki pekerjaan. Tetapi bukti menunjukkan bahwa stres di tempat kerja
memainkan peran penting dalam berkontribusi pada perbedaan status sosial
yang besar dalam kesehatan, ketidakhadiran karena sakit, dan kematian dini.

6. Unemployment ( pengangguran)

Pengangguran membahayakan kesehatan, dan risikonya lebih tinggi di daerah-


daerah di mana pengangguran tersebar luas. Para pengangguran dan keluarga
mereka mengalami peningkatan risiko kematian dini yang substansial.
Dampak kesehatan dari pengangguran terkait dengan konsekuensi psikologis
dan masalah keuangan.

7. Social support ( dukungan social)

Dukungan sosial dan hubungan sosial yang baik memberikan kontribusi


penting bagi kesehatan. Dukungan sosial membantu memberi orang sumber
daya emosional dan praktis yang mereka butuhkan. Hubungan yang
mendukung juga dapat mendorong pola perilaku yang lebih sehat.

8. Addiction ( kecanduan yang dialami individu)

Penggunaan narkoba merupakan respons terhadap gangguan sosial dan


merupakan faktor penting dalam memperburuk ketidaksetaraan kesehatan. Ini
menawarkan kepada pengguna fatamorgana untuk melarikan diri dari
kesulitan dan stres, tetapi hanya memperburuk masalah mereka.

9. Food ( makanan yg dikonsumsi)


7

Pola makan yang baik dan persediaan makanan yang cukup sangat penting
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Kekurangan makanan dan
kurangnya variasi menyebabkan penyakit kekurangan gizi dan defisiensi.
Kemiskinan pangan terjadi berdampingan dengan kelimpahan pangan.

10. Transport ( transportasi yang dimanfaatkan individu)


Bersepeda, berjalan kaki, dan penggunaan transportasi umum meningkatkan
kesehatan dalam beberapa cara. Mereka memberikan latihan; mengurangi
kecelakaan fatal, meningkatkan kontak sosial dan mengurangi polusi udara.
8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Judul Jurnal

Konsumsi Jamu Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko Asfiksia Bayi Baru Lahir
3.2 Kata Kunci

Obat tradisional, jamu, asfiksia, kehamilan


3.3 Penulis Jurnal

Dewi Purnamawati - Iwan Ariawan


3.4 Latar Belakang Masalah

Jamu merupakan obat tradisional yang dibuat dengan cara mengolah bahan
alamiah yang mempunyai khasiat obat dengan beberapa bahan campuran. Efektivitas
dan efek samping pengobatan tradisional sebagai upaya pelayanan kesehatan masih
perlu dibuktikan, khususnya jika digunakan oleh ibu yang sedang hamil.
3.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi jamu pada ibu
hamil terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Bekasi tahun 2008.
3.6 Metodologi Penelitian

Desain penelitian adalah kasus control dengan metode kuantitatif dan kualitatif.
3.7 Hasil Penelitian

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 25% bayi lahir dengan diagnosa
asfiksia dan 75% adalah bayi baru lahir tanpa asfiksia. Sebanyak 22,6% responden
yang mengonsumsi jamu, sebesar 61,7% mengatakan rutin mengonsumsi jamu
selama hamil dan 60,64% responden mengonsumsi jamu pada usia kehamilan
trimester ketiga. Demikian pula untuk variabel frekuensi ANC 4 _ 8 kali yang
memiliki nilai OR = 1,68, ibu hamil dengan frekuensi ANC 4 _ 8 kali mempunyai
risiko 1,68 kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu hamil dengan
frekuensi ANC lebih dari 8 kali. Ibu hamil dengan frekuensi ANC kurang dari 4 kali
mempunyai risiko 3 kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu dengan
9

frekuensi ANC lebih dari 8 kali. Menurut para informan, seorang ibu hamil biasanya
mengonsumsi jamu karena faktor kebiasaan dalam keluarga dan budaya, khususnya
masyarakat suku Jawa, serta faktor sosial ekonomi dan pengetahuan. Menurut
informan, sebaiknya minum jamu pada usia kehamilan 5 bulan sampai lahir, namun
informan tidak memberikan alasan kenapa harus pada usia kehamilan tersebut dan
menurutnya jamu yang dibuat bebas dari efek samping.
3.8 Manfaat Penelitian yang di dapat pada Jurnal Bagi Kesehatan

Ibu yang mengonsumsi jamu selama hamil mempunyai risiko 7 kali lebih besar
untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu yang tidak mengonsumsi jamu
selama kehamilan setelah dikontrol oleh variabel frekuensi ANC. Ibu hamil dengan
frekuensi ANC kurang dari 4 kali selama kehamilan mempunyai risiko 3 kali untuk
melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu dengan frekuensi ANC lebih dari 8 kali.
Demikian juga untuk ibu dengan frekuensi ANC 4 _ 8 kali mempunyai risiko 1,68
kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu dengan frekuensi ANC lebih
dari 8 kali. Ibu hamil perlu standardisasi penggunaan jamu untuk ibu hamil,
khususnya jamu berbungkus (jamu dari produsen obat tradisional yang sudah
teregistrasi), mengingat animo masyarakat yang cukup besar dalam pemanfaatan
jamu khususnya yang biasa dikonsumsi oleh ibu hamil.

3.9 Pengaplikasian Konsep Policy Rainbow pada Kasus Tradisional obat

i. Age, sex dan Hereditary Factors:


Dewasa , ibu hamil , wanita .

ii. Individual Lifestyle Factors:


Tingkat pendidikan dan pengetahuan faktor utama pada menggunakan Jamu atau
obat tradisonal. Simakin tinggi pengtahuan dan pendidikan, Simakin frekuansi
menggunakan Jamu dangan baik dan benar tinggi.

iii. Social and Community infuluance:


Ibu hamil biasanya mengonsumsi jamu karena faktor kebiasaan dalam keluarga
dan budaya, khususnya masyarakat suku Jawa.

iv. Living and Working Conditions:


Kondisi pekerja dan hidup berhebungan dengan tingkat pendidikan.

v. General socioeconomic, cultural and environmental


Conditions:
Jamu atau traditional obat murah, mudah diambil tanpa dokter resip, prevanci di
setiap toko atau tempat penjualan. Juga waktu tempuh yang dibutuhkan dari
rumah ke tempat pengobatan tradisional.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Faktor – faktor determinan sosial sehatan terhadap menggunakan obat tradisional


adalah :jenis kelamin, usia , pekerjaan , waktu tempuh , pengetahuan tentang
pengobatan tradisional, tarif pengobatan tradisional dan pandangan subjektif
responden. Hal ini berarti faktor yang berhubungan pada pemilihan pengobatan
tradisional adalah faktor predisposisi (jenis kelamin, umur, pekerjaan, pengetahuan,
waktu tempuh), faktor pendukung (tarif), dan faktor kebutuhan (pandangan subjektif).
Juga factor sosial (dampak keluarga dan budaya). Itu biasanya ikuti Dahlgren dan
Whitehead “Policy Rainbow Model” atau “Model Pelangi Determinan Sosial
Kesehatan”,

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Dahlgren G, Whitehead M. (1991). Policies and Strategies to Promote Social


Equity in Health. Stockholm, Sweden: Institute for Futures Studies.

Lalonde.M (1975) "A New Perspective on the Health of Canadians: a Working


Document." Ottawa, Canada, Information Canada.

Oktora. L. (2006). “Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat


dan Keamananya”. Journal Ilmu Kefarmasian. Vol. 3. No.1. PP: 1-7.

Pramono E. (2002).The Commercial Use of Traditional Knowledge and Medicinal


Plants in Indonesia. Submitted for multi-stakeholder dialoque on trade,
intellectual property and biological resources in Asia.

Pringgoutomo S.( 2007). Riwayat Perkembangan Pengobatan Dengan Tanaman


Obat di Dunia Timur dan Barat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

WHO (2011)., World Conference on Social Determinants of Health di Rio de


Janeiro, Brazil. 19-21 Oktober 2011.

Wilkinson. R, Marmot .M, (2003). Social Determinants of Health: The Solid


Facts. WHO, 2nd edition: Denmark.

Anda mungkin juga menyukai