Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan memanjatkan syukur kehadirat-
Nya karena hanya perkenan-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan segala bentuk kesederhaannya.

Dalam proses penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan. Hal ini di sebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan literatur yang penulis
miliki. Namun demikian berkat adanya bantuan serta sumbangan tenaga dan pikiran dari
berbagai pihak maka makalah ini dapat terwujud. Perlu diketahui bahwa makalah ini berjudul
“Aliran Empirisme” yang penulis buat untuk memenuhi tugas dari Pak Dodi Hartanto, M.Pd.
untuk mata kuliah Introduction to Education pada semester 2.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan penulisan. Semoga
amal kebajikan yang telah di berikan kepada penulis dapat bernilai ibadah di sisi-Nya dan
mendapat pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca, khususnya kepada penulis sendiri.

Yogyakarta, 13 Mei 2014

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

I. PENDAHULUAN 3
A. LATAR BELAKANG 3
B. RUMUSAN MASALAH 3
C. TUJUAN 3

II. PEMBAHASAN 4
A. PENGERTIAN ALIRAN EMPIRISME 4
B. TOKOH PERINTIS ALIRAN EMPIRISME 8
C. POKOK-POKOK ALIRAN EMPIRISME 12

D. PENERAPAN ALIRAN EMPIRISME DALAM

DUNIA PENDIDIKAN 13

III. PENUTUP 15
A. KESIMPULAN 15
B. SARAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

2
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai pada zaman Yunani Kuno, dan
dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya, akhirnya berkembang pesat di Eropa dan
Amerika Serikat. Oleh karena itu, baik aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru
dalam pendidikan pada umumnya berasal dari kedua kawasan itu. Pemikiran-pemikiran itu
tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Salah satu dari berbagai aliran klasik pendidikan yakni Aliran Empirisme. Aliran ini
mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan
anak yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting. Aliran ini dikemukakan oleh
beberapa pakar filsafat diantaranya John Locke.

Dalam perkembangannya, aliran ini dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan
peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Walaupun begitu, pokok-pokok dari
Aliran Empirisme ini dapat dikembangkan sehingga dapat diterapkan dalam dunia pendidikan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Aliran Empirisme ?
2. Siapa tokoh perintis Aliran Empirisme ?
3. Apa saja pokok-pokok dari Aliran Empirisme ?
4. Bagaimana penerapan Aliran Empirisme dalam dunia pendidikan ?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Menjelaskan pengertian Aliran Empirisme berserta tokoh-tokoh perintisnya.
2. Menjelaskan pokok-pokok dari Aliran Empirisme
3. Menjelaskan penerapan pokok-pokok Aliran Empirisme dalam dunia pendidikan

3
II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ALIRAN EMPIRISME

1. Aliran Empirisme

Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal
dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung
kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh
anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-
stimulan. Stimulan ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam
bentuk program pendidikan.

Menurut salah satu tokoh perintis aliran ini, John Locke (1704-1932) yang
mengemukakan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dinia bagaikan kertas putih yang
bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam
menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut
environmentalisme), pendidik memiliki peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat
menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai
pengalaman-pengalaman yang tentunya sesuai dengan tujuan pendidikan.

Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan


pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak
sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari
terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak
mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam
diri yang berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan
yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun
demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang
manusia sebagai makhluk yang pasif yang dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi
tingkah laku. Hal iu tercermin pada pandangan scientific psychology ataupun pandangan
behavioral (behaviorisme) lainnya.

4
2. Pandangan Psikologi Behavioristik

Psikologi behavioristik menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai


sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar
semata-mata. Meskipun demikian, pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam
menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu.

a) Teori-teori yang mengawali perkembangan Psikologi Behavioristik

Psikologi aliran behaviorisktik mulai berkembang sejak lahirnya teori-teori tantang


belajar yang dipelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Guthrie. Mereka masing-masing
telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga
mengenai hal belajar.

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat didominasi oleh


pengaruh dari Thorndike (1874 sampai 1949). Teori belajar Thorndike disebut
‘connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara
stimulun dan respon. Teori ini sering pula disebut “trial-and-error learning”, individu yang
belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial-and-error” dalam rangka respon yang tepat
bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya
terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang
dewasa.

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu objek
mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi
sesuatu reaksi dengan stimulannya. Ciri-ciri belajar dengan “trial-and-error” yaitu:

(1) Ada motif pendorong aktivitas


(2) Ada berbagai respon terhadap situasi
(3) Ada eliminasi respon-respon yang gagal/salah; dan
(4) Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan

Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum:


a. “Law of readiness” : Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk
bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan

5
b. “Law of exercise” : Makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan
stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”
c. “Law of effect” : Bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi
dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat.
Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan
hubungan menjadi berkurang.

Sementara Thorndike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga


menghasilkan teori belajar yang disebut “classical conditioning” atau “stimulus substitution”.
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini,
anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.

John B. Watson (1878-1958) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang


mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Warson berpendapat,
“bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat
melalui stimulus pengganti”. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks
dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya
terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus respon baru melalui conditioning”.

E.R. Guhtrie (1886-1959) memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia


mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi: suatu
kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan
gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda
mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan
mengerjakan hal serupa lagi.

b) Skinner’s Operant Conditioning

Skinner menganggap reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses
belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah
laku.

Skinner membagi dua jenis respon dalam belajar, yakni :

1) Respondents : respon yang terjadi karena stimulus khusus, misalnya Pavlov.


2) Operants : respon yang terjadi karena situasi random.
6
Perbedaan penting antara Pavlov’s classical conditioning dan Skinner’s operant
conditioning ialah dalam classical conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu.
Reinforcement tidak diperlukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang
diinginkan.

Dalam pengajaran, operant conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus.


Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin
dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di
dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya
tujuan yang telah dirumuskan.

Jenis-jenis stimulus :

1) Positive reinforcement : penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu


respon.
2) Negative reinforcement : pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika
dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon.
3) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya “contradiction or
reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan
(“removing a pleasant or reinforcing stimulus”)
4) Primary reinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
5) Secondary or learned reinforcement.
6) Modifikasi tingkah laku guru: perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan
minat kesenangan mereka.

Penjadwalan reinforcement:

Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat.
Ada empat cara penjadwalan reinforcement:

1) “Fixed ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana
pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah
tertentu dari respon.
2) “Variable ratio schedule”; yang didasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan
penguat setelah sejumlah rata-rata respon.

7
3) “Fixed interval schedule”; yang atas satuan waktu tetap di antara “reinforcements”.
4) “Variable interval schedule”; pemberian reinforcement menurut respon betul yang
pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.

B. TOKOH PERINTIS ALIRAN EMPIRISME

1. John Locke 1632-1704

a) Riwayat hidup

Sarjana Inggris ini dilahirkan dalamt ahun 1632, anak seorang ahli
hukum.Kesehatannya tidak baik. Ia belajar kedokteran di Universitas Oxford. Di samping itu
ia mempelajari ilmu alam dan filsafat. Sebagai dokter ia menjadi dokter pribadi Lord
Shaftesbury dan menjadi pengasuh anaknya yang sakitan. Bersama dengan Shaftesbury ia
mengadakan beberapa kali perjalanan keluar Inggris. Karena persengketaan politik ia
mengikuti Shaftesbury mengungsi ke Negeri Belanda. Akhirnya dalam situasi kemenangan
politik ia kembali ke Inggris bersama dengan raja Willem III. Padanya diserahi jabatan tinggi,
tetapi karena buruknya kesehatannya, ia akhirnya mengundurkandiri dan meninggalkan
London. Ia hidup dalam satu pasanggrahan, yang dipinjamkan kepadanya oleh seorang teman.
Ia berdiam di situ sampai meninggalnya dalam tahun 1704.

b) Karyanya

Sesuai dengan zamannya ia adalah seorang rasionalis. Pelajarannya dalam ilmu alam
membawanya ke dalam pengaruh Bakovon Verulam. Aliran rasionalisme dalam ilmu alam
tidak mau menerima pengetahuan, yang ditetapkan terlebih dulu tanpa melalui penginderaan.
Jalan pemikiran deduktif dipandang sebagai kekangan pikiran manusia. Jalan itu ditinggalkan
dan diganti dengan jalan pemikiran dan penyelidikan secara induktif; tidak ada pengetahuan
tanpa melalui penginderaan dan pengalaman. Rasio atau piker adalah hakim dan pemimpin
tertinggi yang bekerja bebas.

J. Locke menerapkan pendapat dari ilmu alam ini ke dalam ilmu kerohanian. Ia
menulis dalam tahun 1690: Essay concerning human understanding = Penyelidikan tentang
pikir manusia. Buku ini berisi falsafahnya atau pandangan hidupnya. Dalam buku itu ia

8
berkata; “Tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indra”. Dengan kata
lain: Tak ada sesuatu dalam jiwa, tanpa melalui indra.

Tak ada pengertian dalam pikiran yang masuk tanpa melalui penginderaan. Locke mengenal
pengetahuan yang dibentuk oleh gagasan (ide), berasal dari “sensation”, yaitu penginderaan
dunia luar. Ia mengenal juga pengetahuan yang dibentuk oleh gagasan, berasal dari
“Reflexion”, yaitu pengalaman dari dalam jiwa karena pengolahan ‘sensation”. Kesimpulan
lebih lanjut: jiwa adalah kosong yang menunggu isinya berupa pengalaman, bagaikan kertas
putih atau tabula rasa, (meja berlapis lilin) yang menungguisinya berupa tulisan dan
perkembangan jiwa tak ada batasnya (optimisme). Jadi tak ada sesuatu dalam jiwa yang
dibawa sejak lahir. Timbul ejekan: ilmu jiwa tanpa jiwa, karena adanya jiwa tidak dapat
diajarkan secara deduktif, melainkan harus dibuktikan secara induktif. Dasar pemikiran
sebagai hasil penyelidikannya tersebut adalah pandangan hidupnya, yang ia terapkan secara
konsekuen dalam berbagai bidang kehidupan.

c) Dalam bidang agama

Ia tidak bisa mengakui adanya Tuhan berdasarkan pemberitahuan yang harus dipercaya
manusia. Adanya Tuhan wajibdi capai dengan jalan rasio, pemikiran yang logis, melalui alam
yang nyata (aliran intelektualisme).

d) Dalam bidang etika, kesusilaan

Ia tidak bisa menerima norma etika melalui Alkitab karena dengan jalan itu norma
diberikan secara deduktif. Secara perintah. itu tidak sesuai dengan jalan pikiran manusia.
Terutama bagi anak, Alkitab adalah diatas kemampuan tangkap pikiran luhur dan hina wajib
nyata dalam kegunaan (utilitarisme, pragmatisme). Karena itu, luhur (baik) adalah segala
sesuatu yang nyata menambahkan kebahagiaan hidup. Hina (buruk) adalah sesuatu yang nyata
yang menimbulkan kesedihan. Jelas J. Locke mengutamakan keduniawian (materialisme)
dalam bidang kesusilaan.

e) Dalam bidang kenegaraan

Manusia bukannya makhluk terkekang, melainkan bebas, merdeka, sederajat satu sama
lain. Timbulnya negara karena perjanjian bersama, bukan secara deduktif ditentukan oleh
Tuhan.

f) Dalam bidang pendidikan


9
Pandangannya tentang pendidikan ia letakkan dalam bukunya pada tahun 1693: Some
thoughts concerning education of children = Beberapa pemikiran tentang pendidikan kanak-
kanak. Pangkal pemikirannya adalah penerapan falsafahnya terhadap anak. Pada waktu lahir
anak manusia adalah kosong seperti kertas putih belum tertulisi. Pengisiannya bergantung
pada pengalamannya. Ini adalah aliran empirisme dalam pendidikan; disebut juga aliran
tabula rasa. Pendidikan atau pengalaman mempunyai peranan mutlak. Karena itu pendidikan
memegang peranan yang sangat penting sesuai dengan aliran optimisme dalam pendidikan.

Jenis pendidikannya yaitu pendidikan yang harmonis antara rohani dan jasmani. Ini
ternyata dari kalimat permulaan dalam bukunya berupa ucapan Juvenalis: Menssana in
corporesano ( jiwa sehat berada dalam jasmani sehat).

Tujuan pendidikannya yaitu membentuk anak manusia menjadi seseorang dengan


kepribadian tangguh yang mengutamakan kepribadian daripada pengetahuan. Pendidikan
jasmani. Iamementingkan kesehatanjasmani karena telah merasakan akibat yang tidak baik
berhubungan dengan kesehatan badan pribadinya yang buruk. Untuk penjagaan kesehatan
wajib ada pendidikan jasmani teratur dan keras; ada cara hidup baik untuk menguatkan badan
dengan berbagai pantangan.

Dalam pendidikan rohani ia mengutamakan manusia berkepribadian, berwatak


berdasarkan pikirannya. Ini sesuai dengan anggapannya bahwa pikir berada di atas segalanya
dan merupakan hakim tertinggi baginya (rasionalisme). Pendirian ini menentang pendidikan
pada zaman itu.

Pada waktu itu pendidikan mengutamakan manusia yang pandai mengabdi dengan
perbuatan semu untuk meyenangkan atasan dan orang lain. Motif perbuatan manusia
berwatak adalah harga diri. Norma kesusilaan tidak boleh ditanamkan berdasarkan agama,
melainkan berdasarkan pemikiran (rasio). Berpegangan pada pemikiran sehat orang
memperoleh watak dan keberanian yang baik. Watak dihargai lebih tinggi daripada
pengetahuan. Pendidikan formil lebih diutamakan daripada pendidikan material. Oleh karena
itu pendidikan dalam keluarga oleh orang tua dan pengasuh di rumah (gouverneur) lebih
diutamakan daripada pendidikan di sekolah.

Pengajaran di sekolah yaitu pengajaran wajib berdasarkan pengalaman dengan cara


indukif melalui indera, sambil bermain-main. Dengan permainan anak-anak tetap memiliki
sifat gembiranya serta kekuatan dan kesehatan dipertinggi dengannya. Adapun dengan
10
permainan anak akan mampu memperoleh berbagai pengalaman. Pelajaran bahasa asing
tidak secara deduktif dengan melalui tata bahasa, melainkan dengan latihan praktis, dengan
jalan terjemahan interlinier, yaitu terjemahan diantara baris-baris bahasa asingnya.

Membaca permulaan diajarkan dengan memakai balok-balok permainan (dadu berhuruf).


Pekerjaan tangan amat dianjurkan behubungan dengan tinggi frekuensi penggunaaannya
dalam hidup, begitu pula ilmu alam dan ilmu bumi. Ilmu pasti berguna untuk memepertinggi
kemampuan membentuk pendapat dan berhitung untuk nilai praktisnya.Ilu sejarah diajarkan
demi nilainya dalam pendidikan formal. Perlu diketahui bahwa Locke menginginkan agar
mata pelajaran diajarkan berurutan.Misalnya membaca dulu hingga dapat, kemudian menulis
sampai dapat, lalu berhitung dan seterusnya.

Untuk ketertiban di sekolah, ia tidak menyetujui ketertiban keras berdasarkan paksaan,


yang menimbulkan perbuatan semu, melainkan ketertiban yang lebih lunak, yaitu ketertiban
batin berdasarkan daya tangkap anak akan kegunaannya. Hukuman badan dan hadiah juga
tidak disetujuinya.

Pandangan Locke dalam falsafah dan pendidikan mempunyai pengaruh pada masa
selanjutnya, bahkan masih membeks sampai sekarang.Falsafahnya tentang jiwa sebagai tabula
rasa menimbulkan optimisme dalam pendidikan, karena pendidikan menjadi faktor yang
sangat penting.Hasil pendidikan hanya bergantung pada faktor luar, pendidik dan situasi
lingkungan.

Dalam ilmu jiwa pandangan tersebut menumbuhkan aliran empirisme.Pengalaman


(empiri) meupakan unsur utama dalam kehidupan, watak dan semua pengetahuan.
Pandangannya mengenai utilitarisme sekarang masih hidup dan berkembang dengan nama
pragmatisme. Jangan mengajarkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.

Ia mengutamakan rasio, bukan dogma. Ia menganjurkan pendidikan dalam keluarga


agar pendidikan dapat disesuaikan dengan pribadi anak. Ia tidak menyetujui sarana
pendidikan yang keras dan menolak hukum badan. Ia menganggap bahwa dalam
kedudukannya, watak yang didasarkan atas pemikiran (intelek) adalah terpenting. Ia
mengharapkan jiwa sehat bersemayam dalam badan yang sehat.

Kritik terhadap pandangan maupun teori Locke terutama dating dari kalangan agama,
karena Locke menentang pengajaran buku injil, tidak menyetujui dogma.Utilitarisme adalah

11
materialistis, hanya mementingkan kehidupan di dunia fana ini. Teori empiris tidak sesuai
dengan kenyataan bahwa anak mempunyai pembawaan dan bakat. Pendidikan anak oleh
keluarga sekarang dipandang meremehkan pendidikan dan pengaruh ibu terhadap anak
kandungnya.

C. POKOK-POKOK ALIRAN EMPIRISME

Berdasarkan pembahasan pada point A dan B, berikut ini merupakan pokok-pokok aliran
empirisme :

a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung
dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.

Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan


memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup
banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu:
1)      Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan
kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2)      Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan
dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3)      Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat
menimbulkan pengetahuan inderawi salah.

12
4)      Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi
meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak
dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan.

D. PENERAPAN ALIRAN EMPIRISME DALAM DUNIA


PENDIDIKAN

Berikut ini merupakan peneran aliran empirisme dalam dunia pendidikan ditinjau dari
komoponen-komponen pendidikan.

1. Tujuan pembelajaran

Langkah pertama proses belajar mengajar ialah tujuan. Tujuan pembelajaran adalah
sesuatu yang ingin dicapai siswa setelah menyelesaikan suatu konsep pembelajaran umum
telah ditulis dalam garis –garis besar program pengajaran. Komponen tujuan pembelajaran
adalah suatu tahap kegiatan belajar mengajar yang turut memecahkan problem pengajaran.

2. Murid

Murid adalah orang yang melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan


pembelajaran. Murid dalam suatu kelompok harus memiliki karakteristik yang sama.
Untuk penentuan karakteristik lazim digunakan empat teknik penentuan karakteristik
siswa,mengkaji dokumen,tes,wawancara dan observasi.

3. Guru

Guru adalah orang yang menggerakkan suatu proses belajar . Tanpa profesionalisme
proses belajar mengajar tidak akan mencapai hasil yang baik. Keberadaan guru yang
professional mutlak menjaji proses pengembangan system pembelajaran.

4. Konsep pembelajaran

Konsep pembelajaran mengandung berbagai materi pembelajaran yang harus dikaji warga
belajar.Dengan menguasai sejumlah  konsep pembelajaran berarti siswa memiliki modal
untuk mencapai rumusan tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran harus dikembangkan

13
jadi bahan pembelajaran  yang memungkinkan warga belajar macam-macam materi
pembelajaran yakni fakta,konsep,prosedur,dan prinsip. Dengan adanya pengembangan
bahan pembelajaran yang teruji yang memungkinkan proses belajar mengajar dapat
dilaksanakan dengan baik.

5. Pendekatan

Pendekatan berupa suatu pendapat tentang pengajaran bahasa yang didasari falsafah
tentang bahasa dan pengajaran bahasa,seperti pendekatan komunikatif dan pendekatan
alamiah.Teknik pembelajaran digunakan untuk mengurutkan setiap langkah
kegiatan.Teknik yang dapat digunakan seperti pemberian,penjelesan,diskusi.Pendekatan
dan metode maupun teknik merupakan sub system yang digunakan dalam pembelajaran.

6. Media atau alat peraga

Penyampaian materi pembelajaran memerlukan media suatu alat.Alat yang digunakan


untuk pembelajaran disebut  media belajar (alat peraga).Alat ini hanya digunakan hanya
untuk membantu memperjelas siswa kepada hal yang memeng belum jelas.Media
membentuk warga belajar terhindar dari verbalisme karena sesuatu yang dikatakan
ditunjukkan dendan bendanya atau tiruanya.

14
III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam


perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak
tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak
lahir tidak dianggap penting.

2. Tokoh utama aliran ini adalah John Locke seorang filsuf dari Inggris. Teori aliran ini
mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih
yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a
blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh
karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang
memberikan warna pendidikannya.
3. Ajaran-ajaran pokok Aliran Empirisme diantaranya adalah mengakui bahwa
pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
4. Penerapan Aliran Pendidikan dalam dunia pendidikan diantaranya Guru sebagai
orang yang menggerakkan suatu proses belajar. Tanpa profesionalisme proses
belajar mengajar tidak akan mencapai hasil yang baik.

B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepanya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang masalah diatas dengan seumber-
sumber yang bisa pertanggungjawabkan. Apabila ada kritik dan saran silahkan
sampaikan kepada penulis.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta


 La Sulo, Sulo Lipu. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
 Pengantar Pendidikan. (2013, 17 November). Penerapan Aliran Empirisme
dalam Pembelajaran. Di peroleh 10 Mei 2014, dari
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/19/penerapan-aliran-empirisme-
dalam-pembelajaran-3/
 Soedjono, AJ. 1978. Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bandung: CV Ilmu

16

Anda mungkin juga menyukai