PENDAHULUAN
Etnis melayu merupakan salah satu kelompok masyarakat terbesar di Indonesia.
Masyarakat melayu sangat menjunjung tinggi nilai kearifan budaya dalam menjaga
lingkungan yang diekspresikan di dalam tradisinya. Sebuah tradisi dari suatu suku dapat
dilihat dari makanan tradisionalnya, contohnya bubur pedas. Bubur pedas merupakan
makanan khas suku melayu khususnya di Sumatera Utara. Bubur ini merupakan makanan
tradisional yang biasanya dimasak saat Ramadhan. Keragaman dan keunikan makanan
atau masakan setiap ras dan komunitas erat kaitannya pada lingkungan alam, serta
kondisi sosial di masyarakat. begitu pula bubur pedas yang hadir sebagai identitas yang
melambangkan pola adat dan budaya masyarakat melayu baik dari segi proses
memasaknya, bahan yang digunakan maupun makna yang terkandung di dalamnya.
Bahan pembuat bubur pedas amatlah kompleks namun juga bergizi. Alasan
dibalik pemilihan bahan – bahan tersebut selain agar menciptakan rasa khas bubur pedas
juga sebagai tambahan gizi dan membantu menjaga daya tahan tubuh selama pelaksanaan
ibadah puasa di bulan Ramadhan (Sartika & Wahidah 2013). Oleh karena itu bubur pedas
juga memiliki peluang untuk menjadi pangan fungsional.
4.1. Proses pengolahan
Proses pengolahan bubur pedas khas melayu ini diwariskan secara turun temurun.
Seperti halnya bahan-bahan yang berbeda disetiap daerahnya, proses pengolahan bubur
pedas juga berbeda disetiap daerah. Untuk didaerah Stabat dilakukan pengeringan
terhadap rempah-rempah dan rimpang yang digunakan. Alasan dilakukan pengeringan
adalah agar bahan-bahan tersebut dapat bertahan lebih lama. Sedangkan masyarakat
Tanjung Balai memilih untuk menggunakan bahan baku segar yang akan berdampak pada
lamanya waktu pemasakan (Sartika & Wahidah 2013).
Di daerah Stabat sendiri memiliki perbedaan dalam mengolah bubur pedas.
Didaerah proklamasi tidak menggunakan bahan segar dan mie kering akan tetapi
menggunakan ikan asin sebagai bahan tambahannya. Hal ini dikarenakan mereka
menggunakan bahan yang telah dikeringkan dan penambahan ikan asin bermaksud agar
menambahkan rasa gurih pada bubur. Sedangkan pada daerah Secanggang menggunakan
bahan segar dan mie kering sebagai bahan tambahannya namun tidak memasukkan ikan
asin, tujuannya agar menghasilkan aroma yang lebih wangi dan tidak memberikan aroma
amis (Sartika dan Wahidah, 2013).
Untuk daerah Hamparan Perak juga menggunkan metode pengeringan bahan
sebelum dilakukannya pengolahan. Rempah-rempah dan rimpang yang akan digukan
dijemur dibawah sinar matahari terlebih dahulu. Bahan yang akan dimasak dicuci bersih
terlebih dahulu (Arisca, 2017). Kemudian dimasukkan kedalam panci dan dimasak
hingga matang merata, bahan yang dicampurkan juga harus dimasak hingga matang
merata. Adapun tahapan pengolahan bubur pedas, yaitu direbus ubi kayu, ubi jalar,
wortel, pisang lilit tandan dan kentang hingga lunak. Dimasukkan kepah, udang kering,
mie mentah, serai, jahe yang sudah ditumbuk. Dicampurkan bumbu yang telah
dikeringkan sebelumnya. Dimasukkan dedaunan seperti daun semangkok, daun kunyit,
daun bebuas, daun asam glugur, daun paku groda, daun jeruk purut, dan daun sekentut
yang sudah dirajang halus kedalam panci atau kuali dan diaduk sampai rata. Diaduk
bahan-bahan hingga rata. Ditambahkan santan kelapa dan dimasak hingga matang
Setelah semua tahapan selesai, bubur pedas siap untuk dihidangkan. Namun
biasanya bubur pedas disajikan dengan bahan pelengkap lain yaitu anyang. Anyang
sendiri juga memiliki resep yang berbeda di beberapa daerah. Contohnya anyang yang
dibuat di daerah Stabat dan Tanjung Balai berbeda, dimana anyang Tanjung Balai
memasukaan beras yang sudah digongsengkan dan dikhaluskan dengan tujuan menambah
aroma pada masakan.
Tabel 6.1. Data uji proksimat terhadap bahan baku bubur pedas
N Bahan Kadar air Kadar abu Kadar Kadar karbohidrat
lemak protein
1 Bahan baku 4,53% 1,43% 7,48% 0,006% 86.55%
. bubur pedas
Sumber: Apriana, dkk., 2018.
Zat gizi terbanyak yang ada didalam bubur pedas adalah karbohidrat. Karbohidrat
berasal dari beras dan umbi-umbian yang digunakan dalam pembuatan bubur pedas. Hal
ini jugalah yang mengakibatkan bubur pedas diangap menjadi makanan berat. Karena
karbohidrat yang ada didalamnya sudah bisa memenuhi kebutuhan. Apalagi ditambah
bahwa di negara Asia karbohidrat merupakan sumber energi yang utama (Apriana, dkk.,
2018).
Tidak hanya itu bubur pedas juga menganung cukup banyak lemak. Kadar lemak
yang terdapat didalam bahan baku bubur pedas berasal dari rempah-rempah yang
digunakan sebagai bahan bakunya (Rusiardy, dkk., 2014). Kadar lemak yang berasal dari
rempah-rempah ini juga berpengaruh terhadap rasa dari bubur pedas, termasuk rasa gurih
yang tercipta pada hidangan bubur pedas. Lemak makanan yang masuk kedalam tubuh
manusia akan berfungsi sebagai sumber energi, penggunaan lemak sebagai sumber energi
akan meminimalisir penggunaan protin sebagai energi.
Kadar protein yang ada didalam bubur pedas melayu berasal dari penggunaan
kacang-kacangan. Kacang tanah merupakan contoh kacang-kacangan sumber protein
yang digunakan dalam pembuatan bubur pedas, kacang tanak memiliki kadar protein
sebanyak 29,16 lebih kurang 0,140 % (Rusiardy, dkk., 2014). Asupan protein sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk banyak hal, seperti mempertahankan massa otot dan juga
sebagai sumber asam amino.
Tidak hanya itu, penggunaan rempah-rempah pada makanan dapat menimbulkan
sifat antioksidan yang dibawa secara alami oleh rempah-rempah itu sendiri. Sifat
antioksidan tetap akan bertahan meski sudah mengalami pemanasan pada saat proses
pemasakan, tergantung pada apa dan berapa banyak rempah-rempah yang digunakan.
Pada pembuatan bubur pedas melayu banyak digunakan rempah-rempah, sehingga
memungkinkan jika didalam bubur pedas melayu terdapat aktivitas antioksidan dan
kemampuan dalam menghambat alpha-glukosidase. Aktivitas antioksidan yang terdapat
pada bubur pedas adalah sebesar 459,16 kurang lebih 29,63 mikrogram AEAC/g bubur
pedas (Rusiardy, dkk., 2014).
Rempah-rempah yang dapat menghasilkan efek antioksidan dan digunakan pada
pembuatan bubur pedas adalah daun kunyit. Selain efek antioksidan, masih banyak lagi
manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari bahan-bahan pembuatan bubur pedas, seperti
khasiat antiseptik dari daun mangkokan, kemampuan untuk menurunkan kadar gula darah
oleh daun jambu biji, pencegahan anemia dan batu ginjal oleh daun ketumbar,
pemeliharaan lambung dan usus oleh daun sikentut, dan masih banyak lagi (Yunus,
2019).
7. PERKEMBANGAN DAN UPAYA PELESTARIAN
Perkembangan jaman dan arus globalisasi sedikit demi sedikit menggerus
kebudayaan Indonesia yang bersifat tradisional namun khas dan memiliki keunikannya
tersendiri. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi generasi penerus untuk terus menjaga
eksistensi dari warisan kebhinekaan Indonesia ini. Bubur pedas sebagai identitas etnis
melayu memiliki banyak sekali bumbu dan komponen penyusun. Bahkan bubur ini
disajikan bersamaan dengan anyang yang merupakan salah satu makanan khas melayu
juga. Namun dalam perkembangannya resep bubur pedas disederhanakan mengingat
sulitnya mencari rempah – rempah yang dibutuhkan. Tidak hanya itu bubur pedas juga
mengalami perkembangan lainnya.
Salah satu perkembangan bubur pedas adalah perkembangan kemasan. Dahulu
hingga sekarang bubur pedas dikonsumsi secara langsung tanpa pengemasan atau hanya
dengan plastik ketika kita membelinya. Namun sudah diteliti mengenai bubur pedas
dalam bentuk kalengan. Tujuannya adalah agar bubur pedas yang kaya akan rempat dan
bergizi ini bisa diperpanjang umur simpannya dan juga bisa dijadikan makanan siap saji
di daerah bencana. Namun dalam proses pengalengan terdapat penggunaan suhu yang
dikhawatirkan akan memengaruhi kualitas gizi dari bubur.
Bubur pedas khas melayu ini terus mengalami perubahan dan kemajuan dilihat
dari munculnya penelitian – penelitian spesifik mengenai bubur ini baik ditinjau dari
penentuan suhu pengeringan bahan dasar, waktu pengeringan hingga hal – hal yang
berbau dengan linguistik dan kebahasaan dari kuliner ini. Perkembangannya yang mulai
diteliti secara ilmiah merupakan bentuk dari upaya pelestariannya. Sehingga kedepannya
bubur pedas tidak lagi menjadi makanan tradisional yang hanya ditemui pada acara –
acara adat saja atau menjadi menu musiman setiap bulan Ramadhan, tetapi berkembang
menjadi makanan yang umum dikonsumsi sehari – hari oleh setiap golongan masyarakat
baik yang muda maupun tua.