Siti Basyariah*, Yohana Christina, Chindy Zahara, Mei Rani dan Gita Wahyuni
Program Studi Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
*Email: sitibasyariahputri@gmail.com
Abstrak
Bubur pedas merupakan makanan khas Melayu yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Resep
dan cara pembuatan masakan ini diwariskan secara turun temurun, meskipun demikian resep
bubur pedas telah berubah dikarenakan banyak jenis daun yang digunakan pada pembuatannya
tidak ditemukan lagi. Bubur pedas memiliki konsep makanan yang sulit, hal ini dikarenakan
bahan-bahan pembuatan bubur pedas sangat kompleks terdiri dari berbagai jenis dedaunan dan
rempah-rempah. Pengolahan hidangan ini pada sebagian daerah menggunakan teknik pengeringan
pada rempah-rempah dikarenakan agar bahan yang digunakan lebih tahan lama. Dari segi
kandungan gizi kuliner ini mengandung karbohidrat tinggi yang diperoleh dari berbagai jenis umbi
dan serealia. Karena mengandung banyak rempah bubur pedas memiliki kandungan antioksidan
yang baik bagi daya tahan tubuh. Disamping itu bubur pedas banyak mengandung bahan herbal
yang memiliki efek kesehatan yang baik untuk tubuh oleh karena itu warisan Melayu ini memiliki
peluang untuk menjadi pangan fungsional. Dengan karakteristik tersebut maka bubur pedas perlu
untuk dilestarikan dan lebih dipopulerkan mengingat makanan ini kurang mendapat perhatian dari
generasi muda.
1. PENDAHULUAN
Bila ditinjau dari sejarahnya, bubur pedas merupakan makanan yang sudah ada
sejak lama. Menurut Arifin (2004) yang dikutip dalam Sartika dan Wahidah (2013,
P.67) bubur pedas sudah ada sedari masa kerajaan Melayu tepatnya ketika penabalan
sultan asahan I pada tahun 1620, di era kepemimpinan Sultan Abdul Zalil bubur itu
pertama kali dihidangkan. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai
alasan dibalik pembuatan hidangan ini. Seperti yang dikatakan oleh Sartika dan
Wahidah (2013, P.71) masyarakat Melayu Stabat berpendapat bahwa, bubur pedas
dibuat karena pada zaman kerajaan banyak rakyat yang masih kesusahan sehingga
mereka menggabungkan banyak bahan pangan agar menjadi suatu hidangan yang
dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Yang kemudian makanan tersebut juga disajikan
kepada raja agar raja dapat mengetahui penderitaan yang dialami oleh rakyatnya,
sedangkan daerah Tanjung Balai memiliki alasan lain yaitu, Kesultanan Deli meminta
rakyatnya untuk membuat menu agar dihidangkan kepada tetamu kerajaan dalam
bentuk sayembara, sehingga masyarakat berlomba-lomba memasak berbagai makanan
salah satunya bubur pedas.
Makanan tradisional ini pada masa sekarang tidak lagi hanya disuguhkan
kepada raja dan tamunya saja. Melainkan menjadi konsumsi umum masyarakat
Melayu bahkan etnis lain khususnya pada saat bulan suci Ramadhan. Arisca (2017,
P.3) mengatakan bahwa budaya mengkonsumsi bubur pedas di bulan Ramadhan sudah
ada sejak tahun 1909 pada masa kepemimpinan Tuanku Sultan Makmun Al-Rasyid
Perkasa Alam Syah dan masih terus dipertahankan hingga sekarang. Bahkan kuliner
yang kaya akan rempah – rempah ini terus berkembang sehingga tidak lagi hanya
dikonsumsi oleh Melayu Sumatera Utara saja tetapi juga anggota etnis melayu yang
tersebar di daerah lainnya seperti, Sambas, Kalimantan Barat, Natuna bahkan negeri
jiran Malaysia, meskipun dikenal dengan nama yang berbeda. Seperti halnya di
Malaysia yang menyebutnya bubur lambok dan diberi nama bubbor paddas di daerah
Sambas, tetapi bubur pedas tetaplah warisan Melayu yang harus dijaga kelestariannya.
Bahan pembuat bubur pedas amatlah kompleks namun juga bergizi. Alasan
dibalik pemilihan bahan – bahan tersebut selain agar menciptakan rasa khas
bubur pedas juga sebagai tambahan gizi dan membantu menjaga daya tahan
tubuh selama pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan (Sartika & Wahidah,
2013, P.71). Oleh karena itu bubur pedas juga memiliki peluang untuk menjadi
pangan fungsional.
Bubur pedas dibuat dengan berbagai macam jenis bahan pangan yang berbeda
tergantung dari daerah asal bubur pedas. Bahan-bahan dasar pembuatan bubur pedas
inilah yang dapat mempengaruhi karakteristik dari bubur pedas, sehingga setiap
daerah memiliki ciri khasnya tersendiri meski tetap dapat digemari oleh banyak
kalangan (Sartika dan Wahidah, 2013, P.66). Pada umumnya, bubur pedas memiliki
cita rasa otentik yang dipengaruhi oleh jumlah serta jenis bumbu yang digunakan pada
proses pembuatannya. Salah satunya, yaitu dengan penambahan daun kesum yang
memiliiki rasa tajam dan sedikit pedas sehingga rasa bubur pedas menjadi lebih tegas
dan khas (Rusiardy, et al., 2014, P.188).
Selain itu, pada beberapa daerah ikan asin juga digunakan pada pembuatan
masakan ini karena membuat rasa dari bubur menjadi lebih gurih. Tetapi, bahan ini
bersifat oposional. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, beberapa daerah
lainnya tidak menggunakan ikan asinkarena khawatir dapat membuat bubur pedas
memiliki aroma yang amis. Disamping itu, aroma bubur pedas juga dipengaruhi oleh
kesegaran bahan baku. Dimana rempah yang masih segar tentunya akan menghasilkan
bubur yang lebih wangi (Sartika dan Wahidah, 2013, P.71). Sedangkan apabila
menggunakan bahan baku yang dikeringkan maka aroma dari bubur pedas tersebut
dapat menurun walaupun tidak terlalu signifikan (Apriana, et al., 2018, P.7).
Bubur pedas memiliki warna yang berbeda dari bubur lainnya. Bubur ini
bewarna kuning kehijauan yang disebabkan oleh penambahan rempah dan dedaunan
sebagai bahan, contohnya seperti penggunaan kunyit yang dapat menyumbangkan
warna kuning pada bubur pedas (Arisca, 2017, P.27). Tidak hanya pemilihan bahan,
perbandingan jumlahnya juga menjadi faktor penting dalam pembentukan warna
bubur pedas. Semakin banyak jumlah bumbu yang digunakan, maka kecerahan warna
bubur pedas akan semakin rendah. Meskipun demikian, jumlah bumbu yang
digunakan harus tetap disesuaikan agar tetap mendapatkan rasa yang nikmat
(Rusiardy, et al., 2014, P.188).
Jika warna bubur pedas berbeda dari bubur pada umumnya, tetapi bubur pedas
tetaplah hidangan jenis bubur yang barang tentu memiliki tekstur yang lembut. Namun
tidak bubur pedas namanya jika tidak memiliki kelebihan. Kuliner khas Melayu ini
mampu menyeimbangkan teksturnya dengan cara penyajiannya yang unik. Dimana
masakan ini umumnya disajikan bersama dengan anyang yang terletak dibagian atas
bubur. Anyang sendiri memang memiliki tekstur sedikit renyah sehingga,
menghasilkan keseimbangan yang nikmat ketika keduanya disantap bersamaan
(Arisca, 2017, P.54).
Kuliner warisan adat Melayu, bubur pedas merupakan makanan yang sudah ada
sejak jaman kerajaan dan masih dilestarikan hingga kini. eksistensinya yang terus
terjaga menunjukan bahwa hidangan ini pasti memiliki kelebihan yang membuatnya
menjadi masakan berumur panjang. Terbukti tidai hanya dari tampilan yang menarik,
rasa yang gurih dan otentik, bubur pedas juga memiliki kandungan gizi yang tidak
main – main bahkan berpotensi menjadi pangan fungsional khas daerah. Untuk lebih
jelasnya berikut adalah tabel yang menunjukan aspek gizi dari bubur pedas.
Tabel 6.1. Data uji proksimat terhadap bahan baku bubur pedas
N Bahan Kadar air Kadar abu Kadar Kadar karbohidrat
lemak protein
1 Bahan baku 4,53% 1,43% 7,48% 0,006% 86.55%
. bubur pedas
Sumber: (Apriana, et al., 2018)
Zat gizi terbanyak yang ada didalam bubur pedas adalah karbohidrat.
Karbohidrat berasal dari beras dan umbi-umbian yang digunakan dalam pembuatan
bubur pedas. Hal ini jugalah yang mengakibatkan bubur pedas diangap menjadi
makanan berat. Karena karbohidrat yang ada didalamnya sudah bisa memenuhi
kebutuhan. Apalagi ditambah bahwa di negara Asia karbohidrat merupakan sumber
energi yang utama. Tidak hanya itu bubur pedas juga menganung cukup banyak
lemak. Kadar lemak yang terdapat didalam bahan baku bubur pedas berasal dari
rempah-rempah yang digunakan sebagai bahan bakunya. Kadar lemak yang berasal
dari rempah-rempah ini juga berpengaruh terhadap rasa dari bubur pedas, termasuk
rasa gurih yang tercipta pada hidangan bubur pedas. Lemak makanan yang masuk
kedalam tubuh manusia akan berfungsi sebagai sumber energi, penggunaan lemak
sebagai sumber energi akan meminimalisir penggunaan protin sebagai energi.
Kadar protein yang ada didalam bubur pedas Melayu berasal dari penggunaan
kacang-kacangan. Kacang tanah merupakan contoh kacang-kacangan sumber protein
yang digunakan dalam pembuatan bubur pedas, kacang tanak memiliki kadar protein
sebanyak 29,16 lebih kurang 0,140 % (Rusiardy, et al., 2014). Asupan protein sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk banyak hal, seperti mempertahankan massa otot dan juga
sebagai sumber asam amino. Tidak hanya itu, penggunaan rempah-rempah pada
makanan dapat menimbulkan sifat antioksidan yang dibawa secara alami oleh rempah-
rempah itu sendiri. Sifat antioksidan tetap akan bertahan meski sudah mengalami
pemanasan pada saat proses pemasakan, tergantung pada apa dan berapa banyak
rempah-rempah yang digunakan. Pada pembuatan bubur pedas Melayu banyak
digunakan rempah-rempah, sehingga memungkinkan jika didalam bubur pedas
Melayu terdapat aktivitas antioksidan dan kemampuan dalam menghambat alpha-
glukosidase. Aktivitas antioksidan yang terdapat pada bubur pedas adalah sebesar
29,63 mikrogram AEAC/g bubur pedas (Rusiardy, et al., 2014).
Rempah-rempah yang dapat menghasilkan efek antioksidan dan digunakan pada
pembuatan bubur pedas adalah daun kunyit. Selain efek antioksidan, banyak lagi
manfaat yang dapat diperoleh dari bahan-bahan pembuatan bubur pedas, seperti
khasiat antiseptik dari daun mangkokan, kemampuan untuk menurunkan kadar gula
darah oleh daun jambu biji, pencegahan anemia dan batu ginjal oleh daun ketumbar,
pemeliharaan lambung dan usus oleh daun sikentut, dan lainnya (Yunus, 2019).
Apriana, T. Rahayuni, dan L. Hartanti. 2018. kajian suhu dan lama pengeringan
pada kualitas bahan baku bubur pedas khas Natuna. Jurnal Sains
Mahasiswa Pertanian. 7(2): 1-10.
Arifin. 2004. Prosesi Adat Budaya Melayu Serta Makna yang Tersirat. Tanjungbalai.
Arisca, F. 2017. “Tradisi Bubur Pedas pada Masyarakat Melayu di Hamparan
Perak: Kajian Folklor”. Skripsi. FIB, Bahasa dan Sastra Melayu, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Rusiardy, I., S. Yasni dan E. Syamsir. 2014. Karakteristik bubur pedas dalam
kemasan kaleng. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 25(2): 188-190.
Sartika dan S. Wahidah. 2013. Analisis dan kebermaknaan bahan bubur pedas
sebagai warisan kuliner Melayu Stabat dan Tanjung Balai. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. 14(2): 66-73.
Yunus, R. N. 2019. Rekonstruksi eko-etimon budaya kuliner. Jurnal Medan
Makna. 17(1): 63-73.
LAMPIRAN