Anda di halaman 1dari 37

Warisan Budaya Melayu: Bubur Pedas

Siti Basyariah*, Yohana Christina, Chindy Zahara, Mei Rani dan Gita Wahyuni
Program Studi Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
*Email: sitibasyariahputri@gmail.com

Abstrak

Bubur pedas merupakan makanan khas Melayu yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Resep
dan cara pembuatan masakan ini diwariskan secara turun temurun, meskipun demikian resep
bubur pedas telah berubah dikarenakan banyak jenis daun yang digunakan pada pembuatannya
tidak ditemukan lagi. Bubur pedas memiliki konsep makanan yang sulit, hal ini dikarenakan
bahan-bahan pembuatan bubur pedas sangat kompleks terdiri dari berbagai jenis dedaunan dan
rempah-rempah. Pengolahan hidangan ini pada sebagian daerah menggunakan teknik pengeringan
pada rempah-rempah dikarenakan agar bahan yang digunakan lebih tahan lama. Dari segi
kandungan gizi kuliner ini mengandung karbohidrat tinggi yang diperoleh dari berbagai jenis umbi
dan serealia. Karena mengandung banyak rempah bubur pedas memiliki kandungan antioksidan
yang baik bagi daya tahan tubuh. Disamping itu bubur pedas banyak mengandung bahan herbal
yang memiliki efek kesehatan yang baik untuk tubuh oleh karena itu warisan Melayu ini memiliki
peluang untuk menjadi pangan fungsional. Dengan karakteristik tersebut maka bubur pedas perlu
untuk dilestarikan dan lebih dipopulerkan mengingat makanan ini kurang mendapat perhatian dari
generasi muda.

Kata kunci: Bubur Pedas, Budaya, Dedaunan, Melayu, Rempah.

1. PENDAHULUAN

Etnis Melayu merupakan salah satu kelompok masyarakat terbesar di Indonesia.


Masyarakat Melayu sangat menjunjung tinggi nilai kearifan budaya dalam menjaga
lingkungan alam di sekitarnya yang diekspresikan dalam tradisinya. Sebuah tradisi
dari suatu suku dapat dilihat dari beragam hal salah satunya adalah makanan
tradisionalnya, contohnya bubur pedas. Bubur pedas merupakan makanan khas suku
Melayu khususnya di Sumatera Utara. Bubur ini merupakan makanan tradisional yang
biasanya dimasak saat bulan suci Ramadhan. Keragaman dan keunikan makanan atau
masakan setiap ras dan komunitas erat kaitannya pada lingkungan alam, serta kondisi
sosial di masyarakat. begitu pula bubur pedas yang hadir sebagai identitas yang
melambangkan pola adat dan budaya masyarakat Melayu baik dari segi proses
memasaknya, bahan yang digunakan maupun makna yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu diharapkan adanya upaya-upaya mepertahankan dan melestarikan
kebudayaan salah satunya dengan mengenalkan lebih dalam makanan adat contohnya
bubur pedas khas Melayu.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metologi Ilmiah yang diberikan. Serta untuk memperkenalkan salah satu makanan
khas dari Melayu yaitu bubur pedas yang memiliki karakteristik unik, serta memiliki
kandungan gizi yang baik sehingga memiliki potensi yang baik untuk lebih
dikembangkan. Dengan adanya artikel ini diharapkan agar bubur pedas mendapatkan
perhatian lebih dari masyarakat baik dari kalangan muda maupun tua sehingga tetap
terjaga eksistensinya.
2. SEJARAH BUBUR PEDAS

Bila ditinjau dari sejarahnya, bubur pedas merupakan makanan yang sudah ada
sejak lama. Menurut Arifin (2004) yang dikutip dalam Sartika dan Wahidah (2013,
P.67) bubur pedas sudah ada sedari masa kerajaan Melayu tepatnya ketika penabalan
sultan asahan I pada tahun 1620, di era kepemimpinan Sultan Abdul Zalil bubur itu
pertama kali dihidangkan. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai
alasan dibalik pembuatan hidangan ini. Seperti yang dikatakan oleh Sartika dan
Wahidah (2013, P.71) masyarakat Melayu Stabat berpendapat bahwa, bubur pedas
dibuat karena pada zaman kerajaan banyak rakyat yang masih kesusahan sehingga
mereka menggabungkan banyak bahan pangan agar menjadi suatu hidangan yang
dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Yang kemudian makanan tersebut juga disajikan
kepada raja agar raja dapat mengetahui penderitaan yang dialami oleh rakyatnya,
sedangkan daerah Tanjung Balai memiliki alasan lain yaitu, Kesultanan Deli meminta
rakyatnya untuk membuat menu agar dihidangkan kepada tetamu kerajaan dalam
bentuk sayembara, sehingga masyarakat berlomba-lomba memasak berbagai makanan
salah satunya bubur pedas.
Makanan tradisional ini pada masa sekarang tidak lagi hanya disuguhkan
kepada raja dan tamunya saja. Melainkan menjadi konsumsi umum masyarakat
Melayu bahkan etnis lain khususnya pada saat bulan suci Ramadhan. Arisca (2017,
P.3) mengatakan bahwa budaya mengkonsumsi bubur pedas di bulan Ramadhan sudah
ada sejak tahun 1909 pada masa kepemimpinan Tuanku Sultan Makmun Al-Rasyid
Perkasa Alam Syah dan masih terus dipertahankan hingga sekarang. Bahkan kuliner
yang kaya akan rempah – rempah ini terus berkembang sehingga tidak lagi hanya
dikonsumsi oleh Melayu Sumatera Utara saja tetapi juga anggota etnis melayu yang
tersebar di daerah lainnya seperti, Sambas, Kalimantan Barat, Natuna bahkan negeri
jiran Malaysia, meskipun dikenal dengan nama yang berbeda. Seperti halnya di
Malaysia yang menyebutnya bubur lambok dan diberi nama bubbor paddas di daerah
Sambas, tetapi bubur pedas tetaplah warisan Melayu yang harus dijaga kelestariannya.

3. MAKNA BUBUR PEDAS

Keberagaman rempah dan bahan pembuat bubur pedas ditambah proses


pemasakannya yang beramai – ramai menjadikan bubur ini sarat akan makna.
Makanan yang umumnya menjadi menu di setiap ulan Ramadhan ini memilki makna
yang salah satunya ialah, bubu pedas menjadi simbol akan adanya pemahaman
masyarakat mengenai lingkungannya. Hal ini dikarenakan, bubur pedas yang terbuat
dari berbagai macam bahan pangan khususnya tumbuh-tumbuhan menggambarkan
bagaimana dekatnya hubungan antara manusia dan juga alam serta memperlihatkan
bagaimana manusia menggunakan pengetahuan untuk memanfaatkan tumbuhan
sebagai sumber keanekaragaman hayati (Yunus, 2019). Ini menunjukan pola
kehidupan masyarakat Melayu yang paham betul akan sumber daya alam disekitarnya
dan tau cara memanfaatkannya dengan menjadikannya sebuah produk pangan yang
khas.
Karakteristik lain yang dapat dilihat dari bubur pedas adalah proses
pembuatannya. Bubur pedas juga memiliki makna sebagai simbol dari persaudaraan,
hal ini dikarenakan proses memasak bubur yang dilakukan secara bersama-sama,
saling membantu satu sama lain sehingga menimbulkan rasa kekeluargaan (Arisca,
2017, P.5). Persepsi orang Melayu terhadap kuliner ini adalah suatu menu istimewa
yang selalu disajikan di saat tertentu seperti upacara budaya, dimana tradisi ini selalu
jadi pengingat misalnya upacara kelahiran, pernikahan, perayaan kematian dan budaya
lain yang berkaitan dengan makanan tradisional. Oleh karena itu bubur pedas juga
berperan sebagai ujung tombak penjaga eksistensi budaya Melayu.
4. PEMBUATAN BUBUR PEDAS

4.1. BAHAN PEMBUATAN BUBUR PEDAS


Bubur pedas merupakan makanan tradisional dengan tingkat kesulitan
yang tinggi, hal ini disebabkan resep pembuatannya memerlukan bahan-bahan
yang sulit ditemukan. Bahan yang digunakan biasanya bersifat alami yang
diperoleh dari hutan ataupun yang ditanam dan diolah sendiri. Resep pembuatan
bubur pedas diwariskan secara turun temurun. Namun, dengan bergulirnya waktu
resep masakan ini mengalami perubahan yang dikarenakan beberapa bahannya
sulit ditemukan, sehingga bumbu-bumbunya disesuaikan dengan bahan yang ada,
oleh karena itu bahan untuk membuat bubur juga berbeda-beda disetiap
daerahnya. Berikut adalah tabel yang menunjukan bahan pembuat bubur pedas di
3 daerah yaitu Hamparan Perak, Stabat dan Tanjung Balai.

Tabel 4.1.1. Bahan Pembuatan Bubur Pedas


Hamparan Perak Stabat Tanjung Balai
- Daun semangkok - Ubi kayu - Ubi kayu
- Daun kunyit - Ubi jalar kuning - Ubi jalar kuning
- Daun bebuas - Ubi jalar orange - Ubi jalar orange
- Daun asam gelugur - Labu kuning - Labu kuning
- Daun paku groda - Wortel - Labu jipang
- Daun jeruk purut - Kentang - Wortel
- Daun sekentut - Keladi - Kentang
- Beras - Kacang tanah - Keladi
- Jagung - Kacang kedelai - Kacang tanah
- Kacang hijau - Kacang hijau - Kacang kedelai
- Serai - Beras - Kacang hijau
- Lengkuas - Jagung (tua) - Beras
- Kunyit - Pisang, kelapa - Jagung (muda)
- Jahe - Kayu manis - Jintan putih
- Temu pauh/temu - Jintan putih - Jintan manis
mangga - Jintan manis - Ketumbar
- Temu kunci - Buah pala - Kunyit
- Temu hitam - Cengkeh - Jahe
- Lajeh kunci - Bunga lawang - Lengkuas
- Merica hitam - Ketumbar - Temu pauh
- Merica putih - Lada - Cabai merah
- Ketumbar - Kunyit - Cabai kering
- Buah pala - Jahe - Bawang merah
- Daun cengkeh - Lengkuas - Bawang putih
- Jintan halus/jintan - Temu kunci - Daun buas-buas
hitam - Temu pauh - Daun jeruk
- Jintan kasar /jintan - Lempuyang - Udang
putih - Temulawak - Kerang
- Kayu manis - Udang - Cumi-cumi
- Buah pelage/ - Kerang - Ikan asin mayong
kapulaga/cardamom - Cumi-cumi - Ikan tongkol
- Daun rengas - Ikan kakap - Daun kunyit
- Daun kesinei - Daun kunyit - Daun sikentut
- Daun kunyit - Daun sikentut - Daun mangkok
- Daun - Daun mangkok - Daun buas-buas
- Daun metak - Daun buas-buas - Daun jeruk
- Daun jejerum - Daun jambu biji
- Daun perage/ pegagan - Daun ati-ati
- Daun pepulut - Daun jarak murai
- Daun kencong - Daun jeruk
- Daun jambu klutuk - Daun salam
- Daun asam - Daun mengkudu
- Daun salanggundi - Daun kemangi
- Daun kacang kayu - Daun asam potong
- Daun salam
- Ketumbar
- Bawang merah
- Cabai merah
- Cabai rawit
- Kepah
- Udang kering,
- Mie kering,
- Toge,
- Pakis
- Ubi jalar
- Ubi kayu
- Pisang lilit tandan
- Wortel
- Kelapa
Sumber: Sartika & Wahidah (2013) dan Arisca (2017).

Bahan pembuat bubur pedas amatlah kompleks namun juga bergizi. Alasan
dibalik pemilihan bahan – bahan tersebut selain agar menciptakan rasa khas
bubur pedas juga sebagai tambahan gizi dan membantu menjaga daya tahan
tubuh selama pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan (Sartika & Wahidah,
2013, P.71). Oleh karena itu bubur pedas juga memiliki peluang untuk menjadi
pangan fungsional.

4.2. PROSES PENGOLAHAN


Proses pengolahan bubur pedas khas Melayu ini diwariskan secara turun
temurun. Seperti halnya bahan-bahan yang berbeda disetiap daerahnya, proses
pengolahan bubur pedas juga berbeda disetiap daerah. Untuk didaerah Stabat
dilakukan pengeringan terhadap rempah-rempah dan rimpang yang digunakan.
Alasan dilakukan pengeringan adalah agar bahan-bahan tersebut dapat bertahan
lebih lama. Sedangkan masyarakat Tanjung Balai memilih untuk menggunakan
bahan baku segar yang akan berdampak pada lamanya waktu proses pemasakan
(Sartika & Wahidah, 2013, P.71).
Di daerah Stabat sendiri memiliki perbedaan dalam mengolah bubur pedas.
Didaerah Proklamasi tidak menggunakan bahan segar dan mie kering akan tetapi
menggunakan ikan asin sebagai bahan tambahannya. Hal ini dikarenakan mereka
menggunakan bahan yang telah dikeringkan dan penambahan ikan asin
bermaksud agar menambahkan rasa gurih pada bubur. Sedangkan pada daerah
Secanggang menggunakan bahan segar dan mie kering sebagai bahan
tambahannya namun tidak memasukkan ikan asin, tujuannya agar menghasilkan
aroma yang lebih wangi dan tidak memberikan aroma amis (Sartika dan
Wahidah, 2013, P.71).
Untuk daerah Hamparan Perak juga menggunkan metode pengeringan
bahan sebelum dilakukannya pengolahan. Rempah-rempah dan rimpang yang
akan digukan dijemur dibawah sinar matahari terlebih dahulu. Bahan yang akan
dimasak dicuci bersih terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan kedalam panci dan
dimasak hingga matang merata, bahan yang dicampurkan juga harus dimasak
hingga matang merata. Adapun tahapan pengolahan bubur pedas, yaitu direbus
ubi kayu, ubi jalar, wortel, pisang lilit tandan dan kentang hingga lunak.
Dimasukkan kepah, udang kering, mie mentah, serai, jahe yang sudah ditumbuk.
Dicampurkan bumbu yang telah dikeringkan sebelumnya. Dimasukkan dedaunan
seperti daun semangkok, daun kunyit, daun bebuas, daun asam glugur, daun paku
groda, daun jeruk purut, dan daun sekentut yang sudah dirajang halus kedalam
panci atau kuali dan diaduk sampai rata. Diaduk bahan-bahan hingga rata.
Ditambahkan santan kelapa dan dimasak hingga matang (Arisca, 2017, P.51).
Setelah semua tahapan selesai, bubur pedas siap untuk dihidangkan.
Namun biasanya bubur pedas disajikan dengan bahan pelengkap lain yaitu
anyang. Anyang sendiri juga memiliki resep yang berbeda di beberapa daerah.
Contohnya anyang yang dibuat di daerah Stabat dan Tanjung Balai berbeda,
dimana anyang Tanjung Balai memasukaan beras yang sudah digongsengkan dan
dikhaluskan dengan tujuan menambah aroma pada masakan (Sartika dan
Wahidah, 2013, P.71). Berikut adalah gambar bubur pedas khas Melayu

Gambar 4.2.1. Bubur Pedas

5. KARAKTERISTIK BUBUR PEDAS

Bubur pedas dibuat dengan berbagai macam jenis bahan pangan yang berbeda
tergantung dari daerah asal bubur pedas. Bahan-bahan dasar pembuatan bubur pedas
inilah yang dapat mempengaruhi karakteristik dari bubur pedas, sehingga setiap
daerah memiliki ciri khasnya tersendiri meski tetap dapat digemari oleh banyak
kalangan (Sartika dan Wahidah, 2013, P.66). Pada umumnya, bubur pedas memiliki
cita rasa otentik yang dipengaruhi oleh jumlah serta jenis bumbu yang digunakan pada
proses pembuatannya. Salah satunya, yaitu dengan penambahan daun kesum yang
memiliiki rasa tajam dan sedikit pedas sehingga rasa bubur pedas menjadi lebih tegas
dan khas (Rusiardy, et al., 2014, P.188).
Selain itu, pada beberapa daerah ikan asin juga digunakan pada pembuatan
masakan ini karena membuat rasa dari bubur menjadi lebih gurih. Tetapi, bahan ini
bersifat oposional. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, beberapa daerah
lainnya tidak menggunakan ikan asinkarena khawatir dapat membuat bubur pedas
memiliki aroma yang amis. Disamping itu, aroma bubur pedas juga dipengaruhi oleh
kesegaran bahan baku. Dimana rempah yang masih segar tentunya akan menghasilkan
bubur yang lebih wangi (Sartika dan Wahidah, 2013, P.71). Sedangkan apabila
menggunakan bahan baku yang dikeringkan maka aroma dari bubur pedas tersebut
dapat menurun walaupun tidak terlalu signifikan (Apriana, et al., 2018, P.7).
Bubur pedas memiliki warna yang berbeda dari bubur lainnya. Bubur ini
bewarna kuning kehijauan yang disebabkan oleh penambahan rempah dan dedaunan
sebagai bahan, contohnya seperti penggunaan kunyit yang dapat menyumbangkan
warna kuning pada bubur pedas (Arisca, 2017, P.27). Tidak hanya pemilihan bahan,
perbandingan jumlahnya juga menjadi faktor penting dalam pembentukan warna
bubur pedas. Semakin banyak jumlah bumbu yang digunakan, maka kecerahan warna
bubur pedas akan semakin rendah. Meskipun demikian, jumlah bumbu yang
digunakan harus tetap disesuaikan agar tetap mendapatkan rasa yang nikmat
(Rusiardy, et al., 2014, P.188).
Jika warna bubur pedas berbeda dari bubur pada umumnya, tetapi bubur pedas
tetaplah hidangan jenis bubur yang barang tentu memiliki tekstur yang lembut. Namun
tidak bubur pedas namanya jika tidak memiliki kelebihan. Kuliner khas Melayu ini
mampu menyeimbangkan teksturnya dengan cara penyajiannya yang unik. Dimana
masakan ini umumnya disajikan bersama dengan anyang yang terletak dibagian atas
bubur. Anyang sendiri memang memiliki tekstur sedikit renyah sehingga,
menghasilkan keseimbangan yang nikmat ketika keduanya disantap bersamaan
(Arisca, 2017, P.54).

6. ASPEK GIZI BUBUR PEDAS

Kuliner warisan adat Melayu, bubur pedas merupakan makanan yang sudah ada
sejak jaman kerajaan dan masih dilestarikan hingga kini. eksistensinya yang terus
terjaga menunjukan bahwa hidangan ini pasti memiliki kelebihan yang membuatnya
menjadi masakan berumur panjang. Terbukti tidai hanya dari tampilan yang menarik,
rasa yang gurih dan otentik, bubur pedas juga memiliki kandungan gizi yang tidak
main – main bahkan berpotensi menjadi pangan fungsional khas daerah. Untuk lebih
jelasnya berikut adalah tabel yang menunjukan aspek gizi dari bubur pedas.

Tabel 6.1. Data uji proksimat terhadap bahan baku bubur pedas
N Bahan Kadar air Kadar abu Kadar Kadar karbohidrat
lemak protein
1 Bahan baku 4,53% 1,43% 7,48% 0,006% 86.55%
. bubur pedas
Sumber: (Apriana, et al., 2018)

Zat gizi terbanyak yang ada didalam bubur pedas adalah karbohidrat.
Karbohidrat berasal dari beras dan umbi-umbian yang digunakan dalam pembuatan
bubur pedas. Hal ini jugalah yang mengakibatkan bubur pedas diangap menjadi
makanan berat. Karena karbohidrat yang ada didalamnya sudah bisa memenuhi
kebutuhan. Apalagi ditambah bahwa di negara Asia karbohidrat merupakan sumber
energi yang utama. Tidak hanya itu bubur pedas juga menganung cukup banyak
lemak. Kadar lemak yang terdapat didalam bahan baku bubur pedas berasal dari
rempah-rempah yang digunakan sebagai bahan bakunya. Kadar lemak yang berasal
dari rempah-rempah ini juga berpengaruh terhadap rasa dari bubur pedas, termasuk
rasa gurih yang tercipta pada hidangan bubur pedas. Lemak makanan yang masuk
kedalam tubuh manusia akan berfungsi sebagai sumber energi, penggunaan lemak
sebagai sumber energi akan meminimalisir penggunaan protin sebagai energi.
Kadar protein yang ada didalam bubur pedas Melayu berasal dari penggunaan
kacang-kacangan. Kacang tanah merupakan contoh kacang-kacangan sumber protein
yang digunakan dalam pembuatan bubur pedas, kacang tanak memiliki kadar protein
sebanyak 29,16 lebih kurang 0,140 % (Rusiardy, et al., 2014). Asupan protein sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk banyak hal, seperti mempertahankan massa otot dan juga
sebagai sumber asam amino. Tidak hanya itu, penggunaan rempah-rempah pada
makanan dapat menimbulkan sifat antioksidan yang dibawa secara alami oleh rempah-
rempah itu sendiri. Sifat antioksidan tetap akan bertahan meski sudah mengalami
pemanasan pada saat proses pemasakan, tergantung pada apa dan berapa banyak
rempah-rempah yang digunakan. Pada pembuatan bubur pedas Melayu banyak
digunakan rempah-rempah, sehingga memungkinkan jika didalam bubur pedas
Melayu terdapat aktivitas antioksidan dan kemampuan dalam menghambat alpha-
glukosidase. Aktivitas antioksidan yang terdapat pada bubur pedas adalah sebesar
29,63 mikrogram AEAC/g bubur pedas (Rusiardy, et al., 2014).
Rempah-rempah yang dapat menghasilkan efek antioksidan dan digunakan pada
pembuatan bubur pedas adalah daun kunyit. Selain efek antioksidan, banyak lagi
manfaat yang dapat diperoleh dari bahan-bahan pembuatan bubur pedas, seperti
khasiat antiseptik dari daun mangkokan, kemampuan untuk menurunkan kadar gula
darah oleh daun jambu biji, pencegahan anemia dan batu ginjal oleh daun ketumbar,
pemeliharaan lambung dan usus oleh daun sikentut, dan lainnya (Yunus, 2019).

7. PERKEMBANGAN DAN UPAYA PELESTARIAN

Perkembangan zaman dan arus globalisasi sedikit demi sedikit menggerus


kebudayaan Indonesia yang bersifat tradisional namun khas dan memiliki
keunikannya tersendiri. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi generasi penerus untuk
terus menjaga eksistensi dari warisan kebhinekaan Indonesia ini. Bubur pedas sebagai
identitas etnis Melayu memiliki banyak sekali bumbu dan komponen penyusun.
Bahkan bubur ini disajikan bersamaan dengan anyang yang merupakan salah satu
makanan khas Melayu juga. Namun dalam perkembangannya resep bubur pedas
disederhanakan mengingat sulitnya mencari rempah – rempah yang dibutuhkan.
Tidak hanya itu bubur pedas juga mengalami perkembangan lainnya.
Salah satu perkembangan bubur pedas adalah perkembangan kemasan. Dahulu
hingga sekarang bubur pedas dikonsumsi secara langsung tanpa pengemasan atau
hanya dengan plastik ketika kita membelinya. Namun sudah diteliti mengenai bubur
pedas dalam bentuk kalengan. Tujuannya adalah agar bubur pedas yang kaya akan
rempat dan bergizi ini bisa diperpanjang umur simpannya dan juga bisa dijadikan
makanan siap saji di daerah bencana. Namun dalam proses pengalengan terdapat
penggunaan suhu yang dikhawatirkan akan memengaruhi kualitas gizi dari bubur.
Bubur pedas khas Melayu ini terus mengalami perubahan dan kemajuan dilihat
dari munculnya penelitian – penelitian spesifik mengenai bubur ini baik ditinjau dari
penentuan suhu pengeringan bahan dasar, waktu pengeringan hingga hal – hal yang
berbau dengan linguistik dan kebahasaan dari kuliner ini. Perkembangannya yang
mulai diteliti secara ilmiah merupakan bentuk dari upaya pelestariannya. Sehingga
kedepannya bubur pedas tidak lagi menjadi makanan tradisional yang hanya ditemui
pada acara – acara adat saja atau menjadi menu musiman setiap bulan Ramadhan,
tetapi berkembang menjadi makanan yang umum dikonsumsi sehari – hari oleh setiap
golongan masyarakat baik yang muda maupun tua.
DAFTAR PUSTAKA

Apriana, T. Rahayuni, dan L. Hartanti. 2018. kajian suhu dan lama pengeringan
pada kualitas bahan baku bubur pedas khas Natuna. Jurnal Sains
Mahasiswa Pertanian. 7(2): 1-10.
Arifin. 2004. Prosesi Adat Budaya Melayu Serta Makna yang Tersirat. Tanjungbalai.
Arisca, F. 2017. “Tradisi Bubur Pedas pada Masyarakat Melayu di Hamparan
Perak: Kajian Folklor”. Skripsi. FIB, Bahasa dan Sastra Melayu, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Rusiardy, I., S. Yasni dan E. Syamsir. 2014. Karakteristik bubur pedas dalam
kemasan kaleng. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 25(2): 188-190.

Sartika dan S. Wahidah. 2013. Analisis dan kebermaknaan bahan bubur pedas
sebagai warisan kuliner Melayu Stabat dan Tanjung Balai. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. 14(2): 66-73.
Yunus, R. N. 2019. Rekonstruksi eko-etimon budaya kuliner. Jurnal Medan
Makna. 17(1): 63-73.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai