Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
“Asuhan Keperawatan Gangguan Hematologi Dengan Masalah DIC (Koagulopati
Intravaskuler Diseminata)”

OLEH :
Kelompok 3
Angga Rahmadana (183310798)
Dinda Melisri Joesa (183310804)
Famelya Syafrilina (183310806)
Mochammad Fadli (183310815)
Puja Junia Faselfa (183310818)
Restika Margaret Hutabarat (183310819)
Rita Agnes Nainggolan (183310820)
Salma Syafitri (183310821)
Yayang Mutiara Rahma (183310832)

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Anita Mirawati, S.Kep.M.Kep

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah keperawatan Kritis.. Penulis tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Wassalamu’alaikum


warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 26 agustus 2021

Kelompok 3

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................4

C. Tujuan......................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian DIC.......................................................................................5
B. Patofisiologi DIC...................................................................................5
C. Tipe DIC ...............................................................................................6
D. Manifestasi klinik DIC ..........................................................................7
E. Sistem Skor Pada DIC ...........................................................................7
F. Diagnosis DIC .....................................................................................10
G. Manajemen DIC ..................................................................................12
H. Asuhan Keperawatan DIC ...................................................................15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian............................................................................................16
B. Diagnosa...............................................................................................16
C. Intervensi..............................................................................................22
D. Implementasi keperawatan...................................................................22
E. Evaluasi keperawatan...........................................................................23

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................24
B. Saran.....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

3|Page
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan penyakit serius dimana terjadi
aktivasi koagulasi yang meningkat, persisten, dan menyeluruh, serta biasanya
menyebabkan pembentukan mikrotrombus pada mikrovaskuler. Pada saat yang sama,
konsumsi trombosit dan protein koagulasi dapat menginduksi perdarahan masif.3 DIC
selalu memiliki penyakit yang mendasarinya seperti infeksi berat, keganasan hematologi,
trauma atau gangguan obstetrik. Gejala umum DIC adalah gejala perdarahan dan gejala
organ.3 DIC merupakan kondisi serius dan penanganan dini berdasarkan diagnosis yang
tepat penting untuk meningkatkan prognosis pasien. (Umar & Sujud, 2020)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan gangguan hematologi dengan masalah DIC
(Diseminata Intravaskular Coagulasi)?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami askep gangguan hematologi dengan masalah


DIC.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Pengertian dari DIC.


b. Untuk mengetahui Patofosiologi dari DIC.
c. Untuk mengetahui tipe’tipe DIC.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinik DIC
e. Untuk mengetahui sistem scoring pada DIC.
f. Untuk mengetahui diagnosis DIC
g. Untuk mengetahui manjemen DIC.
h. Asuhan keperawatan

4|Page
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian DIC
Koagulasi intravaskuler diseminata atau diseminata Intravascularlation (DIC) adalah
suatu kesatuan klinis dan patologis yang diakibatkan oleh aktivasi tidak terkendali sistem
koagulasi dan sistem fibrinolitik, sehingga pada saat yang sama dapat menimbulkan
trombosis dan perdarahan. Sindrom ini dapat ditemukan pada hampir semua disiplin
klinis, khususnya pada bidang darurat darurat (critical caremedicine). DIC berbagai
penyakit suatu penyakit tertentu, tetapi merupakan akibat sekunder dari suatu penyakit
tertentu.
Kongulasi intravaskular diseminata (DIC) ini menyangkut perdarahan dan pemhekum. la
terjadi sebagai komplikasi berbagai kondisi klinik. Mula-mula terjadi pembekuan dalam
pembuluh-pembuluh kecil; pembekuan luas yang terjadi "menghabiskan" faktor
pembekuan, seperti trombosit dan fibrin. Inilah sebabnya terjadi perdarahan-perdarahan.
Pasien dengan DIC memang sakit berat. DIC sering berkembang diam-diam, dan tanda
pertama yang terjadi adalah perdarahan luas. Pembekuan yang terjadi menyumbat banyak
pembuluh-pembuluh darah kecil di perifer, dan karena ada gangguan pada pembekuan,
timbul perdarahan luas, berupa ccchimosis, petechiac, perdarahan dari berbagai lubang
luka. Sering ada akrosianosis pada jari-jari tangan dan kaki, dispnea (sesak napas), dan
lain-lain.

Koagulasi intravakular diseminata adalah sindroma patologi yang terjadi sebagai


komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi. Sindroma ini dapat menjadi tiga tahap:
1. koagulopati konsumi
2. koagulopati primer dan
3. koagulopati dilusi.

B. Patofisiologi
PatofisiologiDIC adalah reaksi abnormal sistim fibrinolitik yang mengkontrol pembekuan
darah. Bila perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat dan trombin
mendukung kongulasi. sebagian besar protein koagulasi dan juga trombin disintesis di

5|Page
dalam hati. Bila fungsi hati terganggu, seperti pada syok sirkuhsi, pembentukan protein
pembekuan darah ini kalah cepat dengan konsumsinya, sehingga menimbulkan
koagulopati konsumsi. Selain kelebihan trombin, pembentukan bertahap fibrinolitik juga
dirangsang abnotmal. Faktor Hagemantangat diaktifkan oleh endotoksin pada syok
septik, menyebabkan perubahan plasmin, suatu enzim proteolitik kuat yang dapat
mengkatabolis fibrin. Lisis fibrin menimbulkan perdarahan lebih lanjut. Tipe DIC lain
akibat penggunaan eritrosit dikumpukan tanpa plasma dalam resusitasi selama syok
perdarahan hipovolemik, adalah koagulopatidilusional. Trombosit, protein pembekuan
darah dan kalsium tidak diganti dan sangat berkurang. Transfusi eritrosit dikumpulkan
menggunakan larutan garam seimbang sebagai alat untuk mengencerkan trombosit dan
protein pembekuan darah. Sindroma bisa juga hasil kepekaan terhadap heparin.
Diagnosis DIC didasarkan atas penemuan waktu protrombin abnomal, trombositopenia,
dan fibrinogenopenia. Tes tersebut meliputi kenaikan produk pemecahan fibrin, kenaikan
waktu trombin pada 60% kasus dan penurunan antitrombin IlIL Efek patologis DIC
bersifat multisistemik, yaitu neksosis korteks renalis, edema paru, pankreatitis, miosit,
perdarahan gastrointestinal, gagal hati dan mantasicerebrum (kejang). Tetapi mencakup
penggunasnuombosit, fibrinogen, dan heparin yang tepat untuk melawan aktivasi trombin
pada pembentukan bertahap pembekuan darah dan plawna beku segar untuk meng
gantikan faktor pembekuan darah.

C. Tipe DIC
Ada dua tipe DIC yaitu akut dan kronisTipe akut ditandai dengan aktivasi pada sistem
fibrinolitik dan antikoagulan secara masif dan berlebihan. DIC akut berkembang ketika
jumlah besar prokoagulan (faktor jaringan) memasuki sirkulasi dalam jangka waktu yang
singkat (beberapa jam hingga beberapa hari). Pada DIC diperlukan kemampuan tubuh
yang sangat besar untuk membentuk faktor koagulasi dan hal ini menjadi predisposisi
timbulnya perdarahan. DIC akut dapat terjadi pada kasus endotoksin, trauma jaringan
luas, wanita hamil dengan komplikasi pre-eklampsi, atau terlepasnya jaringan plasenta.
DIC akut juga terjadi pada penderita dengan hipotensi atau syok oleh berbagai sebab
(misal pada tindakan operasi, stroke luas, atau serangan jantung). (Ahn, 2016,
Hamsononline). DIC kronis aktivasi koagulasinya Tipe akut, jumlah dari faktor jaringan
terlihat lebih kecil sehingga stimulasi sistem koagulasinya kurang kuat dan
memungkinkan untuk mengkompensasi penggunaan protein koagulasi dan trombosit.
DIC biasanya berkembang secara perlahan dalam waktu berminggu-minggu hingga

6|Page
berbulan-bulan dengan manifestasi klinik lebih bersifat trombotik. DIC sering terjadi
pada penyakit kanker, aneurisma aorta, dan penyakit inflamasi kronis. Pada penyakit
kanker, faktor resiko yang penting adalah usia lanjut, laki-laki, stadium lanjut, dan
nekrosis pada tumor. Kebanyakan DIC kronis terjadi pada penderita adenokarsinoma
kolorektal.

D. Manifestasi klinik DIC


Gambaran hemoragik tipikal pada DIC termasuk perdarahan pada tempat venipuncture
atau indwelling catheters, ekimosis yang berkembang secara spontan atau trauma
minimal, perdarahan dari membrane mukosa, perdarahan mayor yang tidak terduga dari
tempat drain atau trakeostomi dan perdarahan pada kavitas serosa (seperti perdarahan
retroperitoneal). Perdarahan pada DIC hemoragik dapat diiakibatkan oleh berbagai alasan
termasuk trombositopenia, disfungsi trombosit, kerusakan endotel, gangguan degradasi
produk fibrin dengan struktur clot dan konsumsi faktor clotting.21 Gambaran thrombosis
pada DIC adalah tromboflebitis yang terjadi pada tempat yang tidak biasa; respiratory
distress syndrome; gangguan ginjal tanpa kejelasan; gangguan system saraf pusat seperti
penurunan kesadaran dan kejang; infark dermal, nekrosis kulit; diskolorasi keabuan ujung
jari, kaki atau cuping telinga. (Umar & Sujud, 2020)

E. Sistem Scoring
DIC merupakan diagnosis laboratorium dan klinis. Jadi diagnosis hanya dibuat pada
pasien dengan penyakit mendasari yang diketahui yang berhubungan dengan DIC yang
berhubungan dengan abnormalitas laboratorium (hitung trombosit, PT/APTT, fibrinogen
serum dan marker degradasi fibrin).19 Untuk memfasilitasi proses diagnosis untuk
mendeteksi DIC, penggunaan sistem skor direkomendasikan oleh beberapa guidelines
yang dikeluarkan oleh ISTH/ SSC, Japanese Ministry Health, Labour and Welfare
(JMHLW), dan Japanese Association of Acute Medicine (JAAM) .

Desain skor ISTH memiliki dasar fisiologi dengan menggunakan konsep “overt” dan
“nonovert” sebagai entitas yang berbeda.Sampai batas tertentu, kedua bagian tersebet
merefleksikan perbedaan poin meskipun DIC nonovert berhubungan dengan luaran yang
buruk pada pasien kritis yang mengalami progresi ke DIC overt. Algoritma skor ISTH
hanya dapat digunakan jika penyakit yang mendasari berhubungan dengan DIC (conoh
sepsis dan kanker). Sistem skor ini telah divalidasi secara prospektif untuk mendiagnois

7|Page
DIC dan menunjukan prediktor independen mortalitas pada pasien sepsis. Sebagai
tambahan, keparahan DIC berdasarkan skor juga berhubungan dengan luaran yang buruk
pada pasien tersebut.22 Sistem skor ini berguna untuk mendiagnosis DIC apapun etiologi
yang mendasarinya baik penyebab infektif maupun non-infektif. (Umar & Sujud, 2020)

Tabel. Kriteria diagnosis DIC.

Kriteria ISTH Kriteria JMHW Kriteria JAAM


Kondisi klinis yang Esensial 1 poin Esensial
merupakan
predisposisi terhadap
DIC
Adanya gejala klinis Tidak digunakan Perdarahan (1 Skor SIRS >3 (1 poin)
lainnya poin) Gagal organ
(1 poin)
Hitung trombosit 50.000-100.000 (1 poin) 80.000-120.000 ( 1 80.000-120.000 atau
< 50.000 (2 poin) poin) penurunan >30% (1 poin)
50.000-80.000 (2 poin) <80.000 atau penurunan
<50.000 (3 poin) >50% (2 poin)

Penanda terkait fibrin Peningkatan moderat FDP FDP


(2 poin) 10-20 (1 poin) 10-25 (1 poin)
Peningkatan besar (3 20-40 (2 poin) >25 (2 poin)
poin) >40 poin (3 poin)
Fibrinogen <1 (1 poin) 1-1,50 ( 1 poin) Tidak digunakan
<1 (2 poin)
PT Pemanjangan Rasio PT Rasio PT
3-6 detik (1 poin) 1,25-1,67 ( 1 poin) >1,20 (1 poin)
>6 detik (2 poin) >1,67 ( 2 poin)
Diagnosis DIC ≥ 5 poin ≥ 7 poin ≥ 4 poin

Overt DIC: Didefinisikan sebagai kondisi dimana endotel vaskular, darah dan
komponennya telah kehilangan kemampuan unuk mengkompensasi dan mengembalikan
homeostasis sebagai respons terhadap cidera. Hal ini bermanifestasi sebagai disfungsi
multiorgan akibat trombosis dan/atau perdarahan. Skor 5 atau lebih memenuhi definisi
DIC overt.

Tabel. Sistem skor diagnostik untuk dic overt (taylor dkk.2001).


Pemeriksaan Hasi Skor
l

8|Page
 Hitung trombosit  >100.000 =0
 50.000-100.000 =1
 <50.000 =2
 Peningkatan  Tidak ada =0
marker terkait Peningkatan
fibrin (soluble  Peningkatan =1
fibrine monomer, Sedang
D- dimers, fibrin  Peningkatan kuat =2

degenerated
products)
 Pemanjangan  <3 detik =0
protrombin time  3-6 detik =1
(dalam detik di
atas
nilai normal)
 Fibrinogen  >6 detik =2
 >1.0 g/dL =0
 <1.0 g/dL =1
Skor Total =…

Non-overt DIC: didefiisikan sebagai kondisi cidera vaskulata klinis yang mengakibatkan
beban berat pada sistem homeostasis dimana untuk suatu waktu cukup mencegah aktifasi
inflamasi dan hemostatik lebih lanjut. Sistem skor untuk diagnosis DIC non- overt termasuk
tes umum koagulasi (Prothrombin time, Fibrin degeneration products), tes yang lebih
spesifik (namun tidak tersedia secara luas) yang merupakan tanda pengganti produksi
trombin intravaskular (thrombin–antithrombin (TAT) complexes) dan konsumsi inhibitor
koagulasi yang sedang berlangsung seperti antithrombin (AT) protein C (PC).

Skor DIC The Japanese Association for Acute Medicine (JAAM) dikembangkan
berdasarkan skor original the Japanese Ministry for Health and Welfare’s untuk pasien
kritis dan karenanya menggabungkan kriteris sepsis pada skor DIC. Skor ini telah
divalidasi pada pasien kritis. Secara umum karna tidak adanya gold standart, rekomendasi
saat ini adalah mengunakan salah satu sistem skor yang berkorelasi dengan observasi

9|Page
klinis dan harus dinilai skornya setiap hari pada pasien yang terkena.

F. Diagnosis DIC
Diagnosis dari DIC dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Namun, tidak ada satu pun pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis dari DIC. (Wada, 2013) Pemeriksaan
penunjang laboratorium yang direkomendasikan bertujuan untuk mengidentifikasi DIC,
mengevaluasi keparahan, dan memonitor efek pengobatan seiring berjalannya waktu. Tes
yang direkomendasikan tidaklah hanya satu jenis, melainkan kombinasi beberapa jenis
yang dilakukan secara berkala untuk memonitor perbaikan maupun perburukan yang
terjadi pada pasien. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan Ddimer,
fibrinogen blood test, prothrombin time (PT), fibrin degradation products, (FDP), darah
lengkap (DL), dan partial thromboplastin time (PTT). (Association Of Surgical
Technologies, 2018)
Pada DIC, pemeriksaanpemeriksaan penunjang tersebut dapat menunjukkan nilai PT dan
PTT yang memanjang, ditemukannya keberadaan fibrin degradation product dalam
plasma, inhibitor koagulasi yang kadarnya menurun, seperti antitrombin, dan jumlah
platelet kurang dari 100.000 atau semakin menurun pada interval pemeriksaan. Meskipun
demikian, penurunan jumlah platelet merupakan pemeriksaan yang sensitif namun tidak
spesifik untuk DIC. Kombinasi penemuan positif antara penurunan jumlah platelet dan
keberadaan fibrin degradation products merupakan indikator yang kuat dari DIC.
Tanda dan gejala dari DIC bergantung pada penyakit penyebabnya, namun secara general,
manifestasi klinis DIC yaitu : Petekiae, Hematuria, Tekanan darah rendah, Lebam
spontan, Perdarahan saluran pernapasan, Perdarahan mukosa dari gusi, mulut dan hidung,
Dapat juga terjadi perdarahan dari lokasi infus, Trombosis, Perdarahan pada luka operasi
seperti peradarahan gastrointestinal, hematuria.
Pada beberapa literatur yang pernah dipublikasikan ada tiga guideline / pedoman untuk
DIC yaitu berasal dari British Committee for Standards in Haematology (BCSH), the
Japanese Society of Thrombosis and Hemostasis (JSTH), dan Italian Society for
Thrombosis and Hemostasis (SISET). Meskipun ketiga pedoman secara umum tampak
serupa namun ketiganya berbeda dalam hal rekomendasi. Untuk itu diupayakan suatu
komunikasi oleh para anggota aktif subkomite DIC dari International Society of

10 | P a g e
Thrombosis and Haemostasis (ISTH) agar menyelaraskan tiga pedoman tersebut
berdasarkan the Scientific and Standardization Committee (SSC).

Berdasarkan guideline DIC yang direkomendasikan ISTH untuk menegakkan diagnosis


DIC adalah tidak ada pemeriksaan gold standard/ standar baku untuk dapat menegakkan
diagnosis DIC maupun pemeriksaan laboratorium tunggal yang mampu mendiagnosis DIC
secara akurat. ISTH mengeluarkan rekomendasi untuk menilai kualitas dengan
menggunakan sistem skoring Berikut rekomendasi yang dikeluarkan oleh ISTH untuk
penegakkan diagnosis DIC:

1. Penggunaan sistem skoring sangat direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis


DIC (Moderate Quality, Grade C, Level IV)
2. Sistem skoring untuk kriteria diagnosis DIC diketahui sangat berkorelasi dengan
pemantauan klinis dan hasil akhir (Moderate Quality, Grade C,Level IV)
3. Pentingnya dilakukan pengulangan tes untuk memantau perubahan secara dinamik
berdasarkan hasil laboratorium dan pengamatan klinis (Moderate Quality, Grade B, Level
III).

Beberapa sistem skor yang membantu penegakkan diagnosis DIC dikeluarkan oleh :
International Society on Thrombosis and Hemostasis (ISTH), Kementrian Kesehatan,
Kerja dan Kesejahteraan Jepang (JMHLW), dan Japanese Association of Acute Medicine
(JAAM). Sistem skor ISTH pada algoritma overt DIC berguna untuk membantu diagnosis
DIC akibat infeksi maupun bukan infeksi. Sedangkan sistem skor JAAM sensitif untuk
mendeteksi septic DIC. Adapula yang mengatakan, bahwa DIC tipe perdarahan lebih
mudah didiagnosa dengan ISTH overt DIC dan kriteria JMHLW. Sedangkan untuk tipe
kerusakan organ, JAAM kriteria lebih direkomendasikan.(Taylor, 2001)

Hal kedua dalam algoritma penegakkan overt DIC adalah dilakukannya pemeriksaan
koagulasi global. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, PT, fibrinogen,
dan fibrin degradation products. Kemudian dilanjutkan dengan langkah ketiga, yaitu
mengevaluasi pemeriksaanpemeriksaan yang telah dilakukan. Dari darah lengkap, dilihat
jumlah platelet, apabila jumlahnya >100, maka diberi skor 0, <100 diberi skor 1, dan
apabila jumlahnya kurang dari 50, maka diberi skor 2. (Taylor, 2001)

Angkaangka tersebut kemudian dijumlahkan. Apabila skor ≥5, maka senada dengan telah
tejadinya overt DIC dan disarankan untuk mengulang sistem skoring ini setiap hari.

11 | P a g e
Namun, apabila jumlahnya <5, dikatakan kesan nonovert DIC dan disarankan untuk
mengulangi pemeriksaan pada 12 hari. (Taylor, 2001), memilih menggunakan ISTH overt
DIC, 3 ahli (9%) memilih skor JAAM, 1 ahli menggunakan JMHLW, dan 7 ahli (20%)
memilih menggunakan kombinasi test darah tanpa memilih menggunakan ketiga kriteria,
dan 2 ahli lainnya tidak menggunakan skor berbeda yaitu berdasar penyebab yang
mendasarinya walau tingkat rasionalnya belum jelas (Squizzato, 2017;77). Sedangkan
untuk nonovert DIC, 18 dari 23 ahli memilih menggunakan kriteria ISTH, 1 ahli
menggunakan JAAM, dan tidak ada yang memilih sistem skor JMHLW, sisanya memilih

menggunakan kombinasi dari berbagai pemeriksaan penunjang. (Squizzato, 2017;79)

G. Manajemen DIC
Kunci dari penanganan DIC adalah manajeme penyebab dari DIC
seperti pemberian antibiotik atau drainase pada pasien dengan infeksi dan damage
control surgery pada pasien trauma. DIC dapat membaik dengan spontan pada banyak
kasus ketika penyebab yang mendasarinya ditangani dengan baik. Akan tetapi pada
beberapa kasus membutuhkan penanganan tambahan terutama untuk menangani gangguan
koagulasi.

1. Terapi antikoagulan
Berdasarkan patofisiologis daar DIC, terdapat pendapat untuk menggunakan
anikoagulan sistemik heparin. Meskipun literatur masih meragukan
pendekatan ini, beberapa percobaan gagal menunjukkan keuntungan yang
jelas. Penggunaan rutin heparin yang tidak behubungan dengan kejadian klinis
trombosis secara umum tidak dianjurkan karena terdapat risiko komplikasi
pedarahan pada pasien tersebut. Akan tetapi terdapat konsensus yang
menyatakan terapi ini diindiksikan pada pasien dengan riwayat tromboemboli
atau deposisi fibrin berlebihan yang mengakibatkan iskemik akral atau
purpur fulminan. Pada kasus tromboembolik pembuluh darah besar, dosis
terapi heparin diindikasikan sedangkan pada sindrom oklusif mikrovaskular
dosis lebih rendah lebih dipilih. Heparin Low- molecular-weight sukses
digunakan sebagai alternatif unfractionated heparin dan telah menjadi agen
yang dipilih sebagian besar guidelines. Dosis tromboprofilaksis baik heparin

12 | P a g e
unfractionated atau low–molecular-weight heparin direkomendasikan pada
pasien kritis akut untuk mencegah thrombosis.
Peran inhibitor trombin direct (seperti hirudin atau argatroban) pada pasien
DIC masih ditetapkan dalam uji coba. Meskipun agen tersebut secara teori
lebih efektif dibandingkan heparin juga memiliki risiko perdarahan lebih
tinggi. (Umar & Sujud, 2020)

2. Terapi Antifibrinolitik
Karena fibrinolisis secara umum relatif bersamaan dengan pembentukan fibrin
yang berlebihan pada DIC, penanganan dengan agen antifibrinolitik (seperti ε-
aminocaproic acid atau asam tranek samat) secara umum
dikontraindikasikan. Terdapat pengecualian pada aturan tersebut seperti pada
pasien dengan leukimia akut promielositik yang mengalami DIC dengan
karakteristik perdarahan hiperfibrinolisis. Pada kasus tersebut antifibrinolitik
mungkin efektif. Sama seperti pasien dengan trauma, pemberian awal asam
traneksamat telah menunjukkan penurunan perdarahan dan angka kematian.
(Umar & Sujud, 2020)

3. Tranfusi darah
Rendahnya trombosit dan faktor koagulasi terutama fibrinogen, dapat
meningkatkan risiko perdarahan. Guidelines di atas merekomendasikan
pemberian konsentrat trombosit dan fresh frozen plasma pada pasien DIC
dengan perdarahan aktif atau mereka yang memiliki risiko tinggi perdarahan
yang membutuhkan prosedur invasive.
Nilai ambang untuk transfusi trombosit bergantung kondisi klinis pasien DIC.
Secara umum, konsentrat trombosit diberikan pada pasien dengan perdarahan
aktif dan hitung trombosit <50.000/mL. Nilai ambang yang lebih rendah
10.000-20.000/ml digunakan pada pasien yang tidak terjadi perdarahan yang
mengalami DIC setelah melakukan kemoterapi.
Transfusi konsentrat trombosit atau FFP biasanya diberikan pada pasien
dengan perdarahan. Transfusi konsenrat trombosit atau FFP biasanya
dilakukan pada pasien dengan DIC tipe perdarahan atau perdarahan masif.
Digunakan volume besar unuk memperbaiki efek koagulasi yang berhubungan
dengan pemanjangan nilai APTT dan PT (lebih besar dari 1,5 kali nilai

13 | P a g e
normal) atau penurunan fibrinogen (kurang dari 1.5 g/dL). Dosis inisial 15
ml/kg FFP direkomenasikan dan biasa diberikan.
Respon terhadap pemberian komponen darah harus dimonitor baik secara
klinis dan dengan penilaian berulag hitung trombosit dan parameter koagulasi.
Efikasi dan keamanan recombinant factor VIIa pada pasien IC dengan
perdarahan yang mengancam nyawa belum dikeetahui dan terapi ini harus
digunakn secara hati-hati atau sebagai bagian uji coba. (Umar & Sujud, 2020)

14 | P a g e
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Adanya faktor-faktor predisposisi :
a. Septicemia (penyebab paling umum)
b. Komplikasi obstetric
c. SPSD (Sindrom Distress Pernafasan Dewasa)
d. Luka bakar berat dan luar
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Bedah kardiopulmonal
i. Trauma
2. Pemeriksaan fisik
a. Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur
invasive
1) Kulit dan mukosa membrane
a) Perembesan difusi darah atau plasma
b) Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
c) Bula hemorraghi
d) Hematoma
e) Luka bakar karena plester sianosis akral (ektremitas
berwarna agak kebiruan, abu-abu, atau ungu gelap)
2) Sistem GI
a) Mual dan muntah
b) Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
c) Nasogastrik dan feses

15 | P a g e
d) Nyeri hebat pada abdomen
e) Peningkatan lingkar abdomen
3) Sistem ginjal
a) Hematuria
b) Oliguria
4) Sistem pernafasan
a) Dyspnea
b) Takipnea
c) Sputum mengandung darah
5) Sistem kardiovaskuler
a) Hipotensi meningkat dan postural
b) Frekuensi jantung meningkat
c) Nadi perifer tidak teraba
6) Sistem saraf perifer
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Gelisah
c) Ketidaksadaran vasomotor
7) Sistem musculoskeletal
a) Nyeri : otot, sendi, punggung
8) Perdarahan sampai hemorraghi
a) Insisi operasi
b) Uterus post partum
c) Fundus mata perubahan visual
d) Pada sisi prosedur invasive : suntikan, IV, kateter
arterial dan selang nasogastrik atau dada dan lain-lain
b. Kerusakan perfusi jaringan
1) Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental
dan sakit kepala
2) Ginjal : penurunan pengeluaran urine
3) Paru : dyspnea dan orthopnea
4) Kulit : akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercaksianosis
pada lengan perifer dan kaki)
B. Diagnosa
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas (SDKI : 34)

16 | P a g e
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI : 22)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (trauma jaringan) (SDKI : 172)
C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteri hasil Intervensi keperawatan


1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung (SIKI :
jantung b.d perubahan tindakan keperawatan 317)
kontraktilitas (SDKI : 1x24 jam diharapkan Tindakan keperawatan
34) curah jantung (I.02075)
meningkat dengan Observasi
kriteria hasil (SLKI : - Identifikasi tanda
20, L.02008) : dan gejala primer
- Kekuatan nadi penurunan curah
perifer jantung
meningkat - Identifikasi tanda
- Dispnea dan gejala sekunder
menurun penurunan curah
- Ortopnea jantung
menurun - Monitor tekanan
darah
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor berat badan
setiap hari pada
waktu yang sama
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor keluhan
nyeri dada
- Periksa tekanan
darah dan frekuensi
nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
- Periksa tekanan

17 | P a g e
darah dan frekuensi
nadi sebelum
pemberian obat
Terapeutik
- Posisikan pasien
semi fowler atau
fowler dengan kaki
ke bawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung
yang sesuai
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya
hidup sehat
- Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress
- Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen
untuk
memperttahankan
saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan
beraktifitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan
beraktifitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti

18 | P a g e
merokok
- Anjarkan pasien dan
keluarga mengukur
BB harian
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
- Pemberian anti
aritmia
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantaun respirasi (SIKI :
gas b.d tindakan keperawatan 247)
ketidakseimbangan 1x24 jam diharapkan Tindakan keperawatan
ventilasi-perfusi pertukaran gas (I.01014)
(SDKI : 22) meningkat dengan Observasi
kriteria hasil (SLKI : - Monitor frekuensi,
94, L.01003) : irama, kedalaman
- Dispnea dan upaya nafas
menurun - Monitor pola napas
- Takikardia - Monitor adanya
membaik produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan
nafas
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai

19 | P a g e
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantaun, jika
perlu
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri (SIKI :
pencedera fisiologis tindakan keperawatan 201)
(trauma jaringan) 1x24 jam diharapkan Tindakan keperawatan
(SDKI : 172) tingkat nyeri menurun (I.08238) :
dengan kriteria hasil Observasi
(SLKI : 145, - Identifikasi lokasi,
L.08066) : karakteristik, durasi,
- Keluhan nyeri frekuensi, kualitas
menurun dan intensitas nyeri
- Kesulitan tidur - Identifikasi skala
menurun nyeri
- Frekuensi nadi - Identifikasi respon
membaik nyeri non verbal
- Identifikasi factor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon

20 | P a g e
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik non
farmakolgis untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi merekan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan

21 | P a g e
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangsi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

D. Implementasi keperawatan
Merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi keperawatan atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan hasil
yang diharapkan.
E. Evaluasi
Merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasinya dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.

22 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan penyakit serius dimana
terjadi aktivasi koagulasi yang meningkat, persisten, Gejala umum DIC adalah gejala
perdarahan dan gejala organ. DIC dikarenakan aktivasi koagulasi berlebihan sehingga
terjadi gangguan pada sistem koagulasi. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan
untuk mengevaluasi DIC adalah PT, aPTT, hitung trombosit, fibrinogen dan D dimer..
Tatalaksana DIC berupa manajemen penyakit yang mendasarinya, terapi antikoagulan
dan supportive care berupa transfusi komponen darah.

B. SARAN
DIC merupakan kondisi serius dan penanganan dini berdasarkan diagnosis yang tepat
penting untuk meningkatkan prognosis pasien.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, M., Suastika, K. (1999). Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:EGC.

PPNI (2018).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:Defenisi Dan Indikator


Diagnostik.Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Defenisi Dan Kriteria Hasil


Keperawatan. Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Defenisi Dan Tindakan


Keperawatan.Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI
Sabiston. (1995). Buku Ajar Bedah. Jakarta:EGC.

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Napitupulu, A., Budipratama, D. (2020). Pathogenesis Dan tatalaksana pasien sepsis


dengan DIC. Vol 1 No3. Jurnal ilmiah widya kesehatan Dan lingkungan.

Umar, I., & Sujud, R. W. (2020). Hemostasis dan Disseminated Intravascular Coagulation
( DIC ). Journal of Anaesthesia and Pain, 1(2), 19–32.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai