Disusun oleh:
TUTORIAL 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
KASUS PENUGASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
IDENTITAS
Nama Tn. MU
Umur 24 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Agama -
Suku bangsa -
Pendidikan -
Pekerjaan Mahasiswa
Status perkawinan -
Pasien datang sendiri/rujukan -
Waktu kunjungan awal -
Alamat -
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama Sesak yang memberat beberapa hari
terakhir
Riwayat penyakit sekarang - Sesak sejak 3 minggu yang lalu
- Awalnya sesak tidak mengganggu
aktivitas namun beberapa hari
belakangan mengganggu aktivitas,sesak
memberat saat pasien batuk dan
melakukan aktivitas
- Batuk sejak 1 bulan yang lalu dan
memberat 3 minggu ini dan terdapat
lendir kuning kehijauan dan tidak
terdapat darah
- Nyeri dada hanya saat batuk dengan kuat
- Demam 2 minggu terakhir, membaik
dengan pemberian antipiretik
(paracetamol)
- Menggigil dan berkeringat banyak saat
2
malam hari
- Tidak terdapat nyeri kepala, pusing, dan
nyeri menelan
- Tidak terdapat mual, muntah, nyeri ulu
hati, dan nyeri perut
- Terdapat penurunan nafsu makan dan
berat badan 15kg selama 2 bulan terakhir
tanpa penyebab yang jelas
- Tidak terdapat gangguan BAB dan BAK
Riwayat penyakit dahulu - Riwayat kontak dengan pasien batuk
lama tidak jelas
- Riwayat kontak dengan perokok
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada yang mengalami keluhan serupa
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital - TD : 110/80mmHg
- HR : 88x/menit
- RR : 28x/menit,
tipe: thorachoabdominal
- Suhu : 380C
Keadaan umum Sakit sedang, kesadaran : Compos mentis
Status gizi - BB : 45 kg
- TB : 165cm
Pemeriksaan Generalis & Lokalis
Kepala Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik(-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru-paru - Inspeksi : simetris kiri dan kanan
- Palpasi : fremitus raba menurun
- Perkusi : : redup pada ICS III kiri dan
kanan dan pekak pada ICS IX paru kiri
dan kanan
- Auskultasi : Vesikuler, rhonkhi basah
3
kasar pada apeks dan medial paru dextra,
ronkhi basah pada apeks dan basal paru
sinistra
Jantung - Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : pekak dan batas jantung normal
- Auskultasi : bunyi jantung I/II murni
regular, bising(-)
Abdomen - Inspeksi : datar, ikut gerak napas
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
- Hati : tidak teraba
- Lien : tidak teraba
- Perkusi : tympani, ascites (-)
- Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Ekstremitas Akral hangan, edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Labolatorium - WBC : 15,7 x 103 u/L
- RBC : 4.30 x 106 u/L
- HGB : 10,2 g/dl
- HCT : 31,9%
- PLT : 376 x 103 u/L
- Limfosit : 17%
- Neutrofil : 75%
- Monosit : 8%
- Eosinofil : 0%
- Basofil : 0%
Rotgen thorax - Bercak berawan pada lapangan paru kiri
dan paru kanan atas
- Cavitas pada paru kiri atas
- Sinus costophrenicus kiri dan kanan
4
tumpul
Sputum BTA - BTA 1 (2+)
- BTA 2 (+)
- BTA 3 (+)
Sesak nafas, 1) Analisis cairan Fase intesif 2RHZE 1). Memberikan informasi
batuk, nyeri pleura ; prosedur Fase lanjutan kepada pasien dan
dada dan thorakosintesis 4H3R3 keluarga tentang penyakit
demam 2) Evakuasi cairan TB
seoptimal 2) Pengawasan ketaatan
5
mungkin minum obat dan kontrol
3) Disarankan secara teratur ( utamanya
untuk Bed rest pada 2 bulan pertama
4) Kurangi pengobatan)
melakukan 3). Edukasi efek samping
aktivitas berat obat.
5) Makan makanan 4) Memperbaiki pola
bernutrisi hidup dan sanitasi
seimbang lingkungan yang
berkaitan dengan faktor
resiko
RENCANA TINDAK LANJUT/FOLOW UP
Pemantauan Respon pengobatan dipantau dengan sputum BTA pada akhir fase
intensif di akhir bulan ke-2 atau ke-3. Tujuan pemantauan respon pengobatan anatara
lain 1). mengidentifikasi dan tatalaksana reaksi obat yang tidak dinginkan, 2).
Pasien, keluarga pasien diminta untuk melaporkan gejala TB menetap atau muncul
kembali dan, 3) Berat badan dipantau setiap bulan untuk penyesuaian dosis OAT.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Pribadi/Identitas
Seorang pria berusia 24 tahun tanpa riwayat merokok namun memiliki
riwayat kontak dengan perokok, riwayat merokok secara pasif maupun aktif
dapat menjadi faktor resiko inflamasi dengan memperburuk sistem pertahanan
respirasi menyebabkan gangguan respirasi kronis, kanker paru dan tuberculosis .
Berdasarkan usia infeksi kronis pernafasan akan meningkat resiko pada usia 60
tahun keatas hal ini diakibatkan proses penuaan yang berhubungan dengan kronis
yang melumpuhkan (World Health Organization, 2000). Pada tuberkulois
6
sebagian besar menyerang usia produktif dan masyarakat dengan sosoekonomi
kurang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Anamnesis faktor resiko mendukung lainnya dimana pasien tinggal
bersama orang tua namun keluarga pasien tidak memiliki keluhan serupa, dan
lingkungan cukup padat. Lingkungan kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk
bidup bersih dan sehat selalu dikaitkan dengan kerentanan tuberculosis, selain itu
tuberkulosis sangat berkaitan dengan DM, penyakit akibat merokok ,alkohol,
pengguna narkoba dan malnutrisi dan sebagian besar menyerang usia produktif
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Pasien mengeluhkan sejak dua minggu terakhir demam terus menerus dan
berkurang bila minum obat penurun demam (paracetamol), menggigil dan
7
berkeringat banyak terutama pada malam hari. Gejala konstitusional lainnya
seperti nyeri kepala dan pusing tidak ada.
Manifestasi klinis Demam juga berkaitan dengan gejala klasik trias malaria
yaitu periode mengigil kemudian demam dan berkeringat, gejala utama demam
selalalu dikaitkan dengan semua infeksi virus sistem respiratorius, influenza,
demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial seperti pneumonia,
tuberkulosis dan infeksi saluran kemih (Ginanjar and Rachman, 2014). Demam
juga perlu ditanyakan pada TB dewasa dan anak, dimana gejala ini dapat terjadi
60 -85% dari seluruh kasus TB (Luies and Preez, 2020).
Pasien datang dengan keluhan utama sesak yang dialami sejak 3 minggu,
awalnya sesak dirasakan kadang-kadang dan tidak mengganggu aktifitas.
8
Beberapa hari terakhir sesak memberat saat pasien batuk dan menggagu aktivitas
sehari- hari, namun pasien masih masih bisa tidur dengan menggunakan satu
bantal.
Keluhan sesak nafas dapat didiagnosis banding dengan asma bronkial, TB,,
PPOK, gagal jantung kongestif. Sesak nafas perlu dipastikan apakah pasien
memiliki riwayat atopi, riwayat terapapar polusi dalam atau luar ruangan seperti
penggunaan kayu bakar untuk memasak, apakah saat sesak perlu menggunakan
bantal tambahan saat tidur. Pada kasus pasien sesak awalnya kadang kadang,
tidak mengganggu aktivitas dan pasien masih bisa tidur dengan menggunakan
satu bantal, kemudian keluhan sesak memberat hingga mengganggu aktivitas.
Sesak nafas dengan gejala penyerta berupa nyeri dada, batuk purulen dan demam
menggigil mendukung adanya infeksi kronis saluran nafas, emboli paru atau
penyakit pleura (Ginanjar and Rachman, 2014).
Infeksi sistemik berat lainnya berupa gejala khas batuk, nyeri dada dan
demam salah satunya berhubungan dengan tuberkuloasis pleura dengan bentuk
efusi pleura unilateral dan ukurannya kecil hingga sedang. Efusi pleura dimulai
dari granuloma yang pecah kemudian merangsang respon inflamasi dengan
meningkatkan permeabilitas kapiler pleura dan mendorong cairan keluar vasa.
Pemeriksaan pasien TB efusi pleura didapati adanya perubahan nilai metabolit
antara lain; penurunan asam sitrat, asam laktat, kreatin dan asam asetat dan
peningkatan kadar lipid yang keduanya dikaitkan dengan pemanfaatan karbon
oleh kuman dalam membentuk energi dan dinding sel bakteri yang dilepaskan
untuk kebutuhan glukoneogenesis. Penekanan jaringan paru akibat efusi pleura
bermanifestasikan dispnea, pleuritik, batuk, sesak nafas dan bronkhitis kronis
(Luies and Preez, 2020).
9
tidak mengeluhkan adanya gangguan pencernaan seperti; mual, muntah, nyeri ulu
hati , nyeri perut dan nyeri menelan. Keluarga pasien tidak memiliki keluhan
serupa.
10
Pemeriksaan fisik paru didapatkan abnormalitas palpasi fremitus taktil
menurun pada hemithorax sinistra dan dextra setinggi ICS IX , hal ini
berhubugan dengan gangguan penghantaran udara ke dinding dada yang
diindikasikan dengan efusi pleura, penebalan pleura, tumor,
pneumothoraks.Temuan lain adanya abnormalitas perkusi paru, redup pada ICS
III kanan dan kiri indikasi adanya infiltrat apeks paru bilateral dan pekak pada
ICS IX paru kiri dan kanan yang dapat disebabkan oleh penebalan pleura dan
efusi pleura. Auskultasi pernafasan vesikuler dengan adanya bunyi tambahan Rh
+/+ (rhonki basah kasar pada apeks dan medial paru kanan, rhonki basah pada
apeks dan basal paru sinistra) Pemeriksaan abdomen dalam batas normal namun
inspeksi ditemukan pergerakannya mengikuti gerak napas (Unisoed, 2015).
11
Limfosit 17% 20-40%
Eosinofil 0% 1-6%
Monosit 8% 2-10%
Basofil 0% 0-2%
12
sistem retikuloendotelial menghambat transfer besi ke nukleus saat eritropoesis,
mempercepat kerusakan eritrosit. Sehingga beberapa penemuan penunjang lab
darah akan ditemukan Hb menurun dan LED meningkat (Luies and Preez, 2020).
Pemeriksaan penunjang TB lainngya juga dapat ditemukan limfositosis/
monositosis (Panduan praktik klinis, 2014)
D. Analisis Diagnostik
Penegakan diagnosis dapat diketahui dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Data dari anamnesis diketahui
pasien datang dengan keluhan utama sesak. Sesak dimulai 3 minggu yang lalu
dan semakin memberat sehingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak 2 minggu yang lalu, selain itu juga mengalami batuk
berdahak yang tidak disertai darah. Berat badan pasien mengalami penuran 15kg
dalam 2 bulan dengan penyebab yang tidak jelas. Pemeriksaan fisik ditemukan
adanya ronkhi dan pemeriksaan penunjang berupa foto thorax ditemukan adanya
infiltrasi pada apeks paru dan terdapat cavitas pada paru kiri atas disertai dengan
sinus costophrenicus yang tumpul pada kanan dan kiri selain itu pemeriksaan
sputum didapatkan BTA positif pada ketiga sampel. Data dari anamnesis
pemeriksaan fisik dan penunjang pasien di diagnosis tuberculosis paru dengan
efusi pleura.
Gejala klinis pada pasien TB dapat berupa gejala respiratorik dan
sistemik, dimana gejala respiratorik berupa batuk lebih dari sama dengan 3
minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada, gejala respiratorik
memberat seiring dengan luas lesi. Gejala sistemik berupa demam, malaise,
keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan(Konsensus TB, 2006).
Pemeriksaan fisik dapat dilihat adanya konjungtiva anemis, ronkhi, dan suara
vesikuler melemah jika terdapat kavitas yang besar pada auskultasi. Pemeriksaan
penunjang pada pemeriksaan sputum ditemukan BTA positif minimal dua kali
positif, pada radiologi yang dicurigai sebgai TB aktif biasanya ditemukan
13
gambaran bayangan berawan pada apeks paru, kavitas, bayangan bercak milier,
dan efusi pleura unilateral, sedangkan pada lesi inaktif ditemukan fibrotic pada
segmen apikal dan atau lobus posterior atas dan klasifikasi atau fibrotic. Selain
itu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan darah yang
dapat ditemukan peningkatan LED dan leukositosis sebagai tanda adanya infeksi
selain itu juga dapat ditemukan penurunan Hb sebab penyakit kronis. Untuk
diagnosis pasti juga dapat dilakukan kultur dari bakteri(Idrus, 2019 ; Konsesnsus
TB, 2006).
E. Analisis Terapi
Terapi TB terbagi menjadi 2 fase, pertama fase intensif dilakukam 2-3
bulan awal dan dilanjutkan dengan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Obat anti
tuberculosis (OAT) terbagi mejadi obat utama dan obat tambahan. Obat utama
atau lini pertama dapat berupa rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z),
etambutol (E), dan streptomisin (S) dan obat tambahan lainnya atau lini dua
berupa kanamisin, kuinolon, dan obat-obatan golonga nmakrolide dan kombinasi
amoksilin dan asam klavulanant(Konsensus TB,2006). Pengobatan tuberculosis
deibedakan menjadi, kategori pertama yang merupakan pasien yang belum
pernah mendapatkan terapi OAT atau pernah mendapatkan OAT debelumnya
selama<1 bulan maka di berikan 2HRZE /4HR. Kategori kedua merupakan
pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi OAT baik pasien gagal terapi
(sputum BTA atau kultur teteap positif pada bulan ke-5 pengobatan) maupun
pasien putus berobat (pasien yang putus berobat selama >2 bulan berturut-turt)
maka perlu dilakukan kultur resistensi OAT atau drug susceptibility test (DST)
sehingga dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan antibiotic spesifik dan
sensitif terhadap patogen namun jika hasil DST belum tersedia dapat diberikan
2HRZES/1HRZE/5HRE(Idrus,2019).
Pengobatan TB perlu diperhatikan klinis pada pasien, bila keadaan klinis
pasien baik dan tidak ada indikasi rawat inap maka dapat dilakukan rawat jalan.
Perlu diberikan terapi suportif atau simptomatik untuk meningkatkan daya tahan
14
tubuh atau mengatasi gejala atau keluhan yang diderita pasien. Terapi suportif
yang dapat diberikan dapat berupa makanan yang bergizi dan dapat diberikan
vitamin tambahan, pemberian makanan pada penderita TB tidak terdapat
pantangan namun perlu diperhatikan pada pasien dengan penyakit komorbid
yang perlu menghindari beberpa jenis makanan. Bila terdapat demam dapat
diberikan obat penurun demam (antipiretik), jika terdapat gejala batuk dan sesak
napas dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala. Indikasi rawat inap pada
pasien TB adalahan pasien TB paru dengan komplikasi seperti batuk darah,
keadaan umum buruk, pneumothorax, empyema, efusi pleura masif atau bilateral,
sesak napas berat yang bukan karena efusi pleura atau pada pasien TB diluar paru
yang mengancam jiwa seprti pada TB paru milier dan meningitis TB (Konsensus
TB,2006)
15
Tabel 2 (Konsensus TB, 2006)
16
Prognosis pada TB dapat menjadi buruk jika terdapat keterlibatan
ekstrapulmoner, keadaan imunokompremais, usia tua, dan terdapat riwqyat
pengobatan dengan OAT sebelumnya(Medscape). Sedangkan pada efusi
pleura prognosis bergantung pada penyebab utama terjadinya efusi, jika
penyebab utama dapat dieleminasi dengan baik maka prognosis efusi juga
menjadi baik(prognosis). Persentasi kesembuhan dengan terapi isoniazid dan
rifampisin selama 6 bulan dan pirazinamid selama 2 bulan mencapai 96-99%v
hal tersebut bagi pasien dengan HIV negative dan angka kekambuhan <5%
(Idrus,2019)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sesak nafas adalah keluhan berupa rasa tidak nyaman di dada dengan
gejala penyerta yang bervariasi antara lain sesak nafas dengan nyeri dada yang
diindikasikan dengan adanya emboli paru, infark miokard atau penyakit pleura.
Keluhan nyeri dada yang disertai batuk purulent dan demam, menggigil
mendukung adanya infeksi atau peradangan kronis saluran nafas.
Keluhan sesak nafas dengan riwayat batuk disertai lendir selama 1
bulan dan nyeri dada apabila pasien batuk keras, keluhan disertai demam,
menggigil, berkeringat teruama di malam hari, penurunan berat badan dalam 2
bulan terakhir mengarah pada infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang
telah bermanifestasi ekstraparu menimbulkan Tuberkulosis pleura.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Mechanisms of clinical symptoms and other disease-induced systemic
complications’, Clinical Microbiology Reviews, 33(4), pp. 1–19. doi:
10.1128/CMR.00036-20.
Medscape, 2021, Tuberculosis (TB). Dapat diakses di
https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a7
Muhammadsyah, Puwadi, 2016. Karakteristik Penderita TB Paru dengan
Efusi Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Santa Elizabeth
Medan tahun 2011-2016. Jurnal Masepi 1, 559–567.
Sudarsono, T. A. (2021) ‘Buku Panduan Praktikum Hematologi’, 2(November
2020), pp. 40–50.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiati, S. 2010.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kelima,. Interna Publishing, Jakarta
Unisoed (2015) ‘Pemeriksaan paru’, Modul Keterampilan Medik (Lab Skill),
pp. 1–16.
World Health Organization (2000) ‘Causes and Consequences of Chronic’,
World Health Organization, (Figure 16), pp. 37–55.
19