Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG
“ ANEMIA ”

OLEH :

LOVANA ADRAINI
(1714201157)

CI AKADEMIK CI RUANGAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

T.A 2020/2021
1. Definisi, klasifikasi dan tanda gejala
 Definisi
Anemia yaitu suatu keadaan dimana kadarHemoglobin (Hb) di dalam darah
lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok orang menurut umur dan jenis
kelamin, pada wanita remaja hemoglobin normal adalah 12-15 g/dl dan pria
remaja 13-17 g/dl (Adriani, 2017).
World Health Organization (WHO) (2017) menyebutkan anemia adalah suatu
kondisi jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh.
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin
(Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011).
Anemia adalah defisiensi jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa Oksigen) yang dikandungnya. Kekurangan sel darah merah
membatasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan sel jaringan
(Stropler, 2017). Menurut Sari, anemia merupakan penurunan jumlah sel darah
merah sehingga tidak dapat memenuhi fungsi untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer, yang ditandai oleh menurunnya kadar
hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah normal (Sari,
2012).

 Klasifikasi
Klasifikasi anemia berdasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin
dalam sel dibedakan menjadi anemia sel-makrositik (besar), normositik (normal),
dan mikrositik (kecil) dan kandungan hemoglobin- hipokromik (warna pucat) dan
normokromik (warna normal) (Krause’s, 2016). Menurut WHO, anemia
diklasifikasikan menurut umur dan jenis kelamin.
Tabel 2.1. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur/ Jenis Kelamin Kadar Hemoglobin (g/dl)


Anak 6 bulan s/d 59 bulan 11
5 tahun s/d 11 tahun 11,5
12 tahun s/d 14 tahun 120
Dewasa Wanita 12 \
Ibu hamil 11
Laki-laki 13
Sumber : WHO, 2001

 Tanda dan Gejala


Menurut (Handayani.,Haribowo. 2008), tanda dan gejala dari anemia,
meliputi:
- Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
- Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
- Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia
dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1) Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebut juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
- Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
- Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun
- Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.

2. Patofisiologi (WOC)
Anemia defisiensi besi ditandai dengan produksi sel darah merah (mikrositik)
dan kadar hemoglobin dalam darah yang kurang. Anemia mikrositik ini adalah tahap
terakhir dari defisiensi besi, dan ini merupakan titik akhir dari periode kekurangan zat
besi yang lama. Ada banyak penyebab anemia defisiensi besi (stropler, 2017).
Menurut Iuchi Yoshihito tahun 2012 bahwa anemia dapat disebabkan oleh
adanya Reactive Oxygene Species (ROS) dalam sel darah merah. ROS dalam sel
darah merah dapat menimbulkan stres oksidatif. Keseimbangan zat besi sangat
penting untuk mempertahankan eritropoiesis normal. Keseimbangan optimal sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan wanita hamil.
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara prooksidan
dan antioksidan yang dapat menimbulkan kerusakan. Oksidan dapat terbentuk di
dalam sel darah merah yaitu dalam bentuk superoksida, hidrogren, radikal peroksil,
peroksida lipid. Superoksida yang terbentuk di dalam sel darah merah karena adanya
proses autooksidasi hemoglobin (Hb) yang akan menjadi methemoglobin (met-Hb).
Kondisi stres oksidatif atau pertahanan antioksidan yang terganggu akan
meningkatkan produksi met-Hb dan ROS. Kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya
ROS akan meningkatkan stres oksidatif sel darah merah dengan cara menginduksi
peroksidasi lipid (Iuchi, 2012).
Menurut penelitian dari Neeta Kumar bahwa ada banyak jenis radikal bebas
yang terbentuk di dalam tubuh dan zat besi memiliki kemampuan untuk mengalami
kerusakan. Kerusakan zat besi dapat dipengaruhi oleh adanya lipid yang teroksidasi.
Lipid yang mengalami oksidasi yaitu asam lemak tak jenuh ganda akibat dari reaksi
yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Radikal hidroksil (OH-) yang mengektraksi satu
hidrogen dari lemak tak jenuh ganda sehingga membentuk radikal lemak (Sari, 2016).
Peringkatan hidroperoksida menyebabkan kerusakan sel darah merah dan akhirnya
menyebabkan kematian sel darah merah tersebut (Iuchi, 2012).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
- Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen, seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
- Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
- Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya
tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
- Faal ginjal
- Faal endokrin
- Asam urat
- Faat hati
- Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
- Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
- Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
- Pemeriksaan sitogenetik.
- Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).

4. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas


 Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin
 Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan
hemoglobin
 Defisit nutrisi b/d kurangnya asupan makanan

(PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI).
5. Kriteria dan Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


keperawatan
(SDKI)
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan O :
tidak efektif b/d keperawatan selama .... jam, - Periksa sirkulasi
penurunan keadekuatan aliran darah perifer(mis. Nadi perifer,
konsentrasi meningkat dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler,
hemoglobin - Denyut nadi perifer warna, suhu, ankle-
meningkat brachial indekx)
- Penyembuhan luka - Identifikasi faktor risiko
meningkat gangguan sirkulasi
- Sensasi meningkat - Monitor panas,
- Warna kulit pucat menurun kemerahan, neri atau
- Edema perifer menurun bengkak pada ekstremitas
- Nyeri ekstremitas menurun T:
- Parastesia menurun - Hindari pemasangan infus
- Kelemahan otot menurun atau pengambilan darah di
- Klam otot menurun area keterbatasan perifer
- Nekrosis menurun - Hindari pengukuran
- Pengisian kapiler membaik tekanan darah pada
- Akral membaik ektremitas dengan
- Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
- Tekanan darah sistolik - Hindari penekanan dan
membaik pemasangan tourniquet
- Tekanan darah diastolik pada area yang cedera
membaik - Lakukan pencegahan
- Tekanan arteri rata – rata infeksi
membaik - Lakukan perawatan kaki
- Indeks ankle – brachial dan kuku
membaik - Lakukan hidrasi
E:
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
- Informasikan tanda dan
gejala darurat ang harus
dilaporkan
2. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan O :
ketidakadekuatan keperawatan selama .... jam, - Monitor tanda dan gejala
pertahanan tubuh diharapkan derajat infeksi infeksi lokal dan sistemik
sekunder: menurun dengan kriteria hasil : T:
penurunan - Kebersihan tangan meningkat - Batasi jumlah pengunjung
hemoglobin - Kebersihan badan meningkat - Berikan perawatan kulit
- Nafsu makan meningkat pada area edema
- Demam menurun - Cuci tangan dan sebelum
- Kemerahan menurun dan sesudah kontak
- Neri menurun dengan pasien dan
- Letargi menurun lingkungan pasien
- Kadar sel darah putih - Pertahankan teknik aseptik
membaik pada pasien berisiko tinggi
- Kultur darah membaik kultur E :
urine membaik - Jelaskan tanda dan gejala
- Kadar sel darah putih infeksi
membaik - Ajarkan cara mencuci
tangandengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
K:
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan O :


berhubungan keperawatan selama ... jam - Identifikasi status nutrisi
dengan kurang diharapkan keadekuatan asupan - Identifikasi alergi dan
asupan makanan
nutrisi untuk memenuhi intoleransi aktivitas
kebutuhan metabolisme - Identifikasi makanan yang
membaik disukai
Dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan
- Porsi makanan yang kalori dan jenis nutrient
dihabiskan meningkat - Identifikasi perlunya
- Kekutan otot pengunyah penggunaan selang
meningkat nasogastrik
- Kekuatan otot menelan - Monitor asupan makanan
meningkat - Monitor berat badan
- Pengetahuan tentang pilihan - Monitor hasil pemeriksaan
makanan yang sehat laboratorium
meningkat T:
- Perasaan cepat kenyang - Lakukan oral hygine
menurun sebelum makan
- Nyeri abdomen menurun - Fasilitasi menentukan
- Frekuensi makan membaik pedoman diet
- Nafsu makan membaik - Sajikan makanan secara
- Bising usus membaik menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi
protein dan kalori
- Berikan makanan tiggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
E:
- Anjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang di
programkan
K:
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutukan

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, 2013.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Dan Bedah II cetakan 5. Jakarta. EGC

Handayani.,Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem

Gangguan Haemotologi. Jakarta: Salemba Medika.

Tjokroprawiro, 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Suarabaya: Airlangga Universitas
Press.

TM. Marrelli. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC Waterbury,

2001. Buku Saku Hematologi. Jakarta: EGC. Winkjosastro, H, dkk. (2009). Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo

Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta. FKUI.

PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai