Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mata Kuliah Seminar Rancangan Skripsi
Diajukan oleh :
LUSCIA
19101155310610
JURUSAN MANAJEMEN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
keagungan serta limpahan rahmad-Nya, sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini untuk
seminar rancagan skripsi (SRS) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Manajemen di Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang.
Adapun yang menjadi judul proposal skripsi ini adalah “Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Semangat
Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman
Barat”
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyusun proposal ini hingga selesai tanpa adanya halangan serta rintangan yang berarti
dalam menyusun proposal skripsi ini secara umumnya dan kepada bapak/ibu dosen khususnya.
Penulis menyadari dalam proposal ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarena
keterbatasan ilmu serta pengetahuan yang ada. Sihingga penulis mengharapkan kritik maupun
saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan proposal kripsi ini, somoga proposal ini
bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita, Aamiin.
Hormat Saya
Luscia
(19101155310610)
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.1.3.1 Dfinisi Disiplin Kerja ...................................................................19
2.1.3.2 Aspek Dan Indicator Disiplin Kerja .............................................20
2.1.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja ................................21
2.1.4 Lingkungan Kerja .......................................................................................22
2.1.4.1 Pengertian Lingkungan Kerja ......................................................22
2.1.4.2 Jenis Lingkungan Kerja ...............................................................23
2.1.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja...........................26
2.1.4.4 Indikator Lingkungan Kerja .........................................................27
2.1.5 Semangat Kerja ...........................................................................................28
2.1.5.1 Pengertian Semangat Kerja ..........................................................28
2.1.5.2 Aspek-Aspek Semangat Kerja .....................................................29
2.1.5.3 Indikator Kenaikan atau Penurunan Semangat Kerja ..................30
2.1.5.4 Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja ..............................32
2.1.5.5 Cara Meningkatkan Semangat Kerja ...........................................33
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................................................35
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................................................40
2.4 Pengembangan Hipotesis ...........................................................................................41
iii
3.7.1 Uji Signifikan Parsial (Uji T) ......................................................................49
3.7.2 Uji Signifikan Secara Simultan (Uji F) .......................................................50
3.7.3 Uji Koefisien Determinan (R) .....................................................................50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia menjadi bagian paling penting dalam kelangsungan suatu perusahaan.
Sumber daya manusia merupakan investasi paling berharga dan pondasi paling kokoh untuk
menunjang keberhasilan suatu perusahaan. Pondasi atau kontribusi lainnya seperti fasilitas dan
sistem itu bisa saja sama dengan perusahaan yang lain, namun ketika berbicara mengenai sumber
daya manusia, hal ini menjadi sesuatu yang unik, spesial, dan memiliki kemampuanyang
membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Perusahaan merupakan salah satu
bentuk organisasi yang menjalani fungsi manajemen antara lain perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan.Dalam hal ini perusahaan akan mencari potensi sumber daya manusia yang
berkualitas dan mengembangkannya menjadi sosok yang kaya akan kompetensi sehingga dapat
mendukung kinerja perusahaan ke depannya.(Fajrin & Susilo, 2018).
Diantara beberapa sumber daya yang ada di organisasi, sumber daya manusia (karyawan)
merupakan sumber daya yang paling penting. Hal ini dikarenakan manusia memiliki talenta dan
kemampuan yang akan menuntun pada berbagai macam perilaku dan hasil kerja sehingga
organisasi yang baik dan berkembang akan menitikberatkan pada perubahan internal yang positif
berupa sumber daya manusia yang berkualitas dalam menampilkan kinerja sebagai upaya untuk
menghadapi perubahan-perubahan lingkungan dan tuntutan global.Oleh karena pentingnya peran
manusia dalam kompetisi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam agenda bisnis,
suatu organisasi harus memiliki nilai lebih dibandingkan dengan organisasi lainnya.
Dalam proses layanan produk dimana lebih didominasi oleh manusia, hubungan antar sistem di
dalam organisasi yang merupakan prasyarat tercapainya organisasi yang efektif secara langsung
membutuhkan kemampuan pengelolaan sumber daya manusia yang lebih baik pula.Perusahaan
yang dinamis akan selalu meningkatkan produktivitasnya melaui konsistensinya menghasilkan
kinerja terbaik serta mempertahankan hal yang menjadi keunggulan kompetitif tersebut. Dan
faktor yang dianggap paling potensial dalam penyediaan keunggulan kompetitif bagiperusahaan
adalah SDM, serta terkait dengan bagaimana mengelola sumber daya ini.
1
Jadi, bisa dibilang bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu aspek
krusial perusahaan agar bisa berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi. Berdasarkan
pemaparan dari Achmad S. Rudy, pengertian manajemen SDM adalah bentuk aplikasi atau
penerapan yang tepat demi tercapainya efisiensi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara gaya kepemimpinan,disiplin
kerja, lingkungan kerja, semangat kerja dan kinerja karyawan pada PT Laras Internusa Merujuk
pada definisi, fenomena, maupun penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga penelitian ini
berfokus mengenai gaya kepemimpinan,disilin kerja, lingkungan kerja, kinerja karyawan yang
menjadi latar belakang penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Semangat Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada PT Laras Internusa (PT LIN)
Kab Pasaman Barat"
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka di identifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya hubungan antara pemimpin dengan bawahan PT Laras Internusa (PT LIN)
Kab Pasaman Barat
2. Bagaimana pemimpin dan sekelompok organisasi mencapai tujuan PT Laras Internusa
(PT LIN) Kab Pasaman Barat
3. Tidak semua pegawai PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat berpendidikan
tinggi
4. Masih rendahnya kompetensi atau kemampuan kerja karyawan PT Laras Internusa (PT
LIN) Kab Pasaman Barat
5. Kurangnya kesukerelaan karyawan PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
6. Masing adanya kelompok perorangan atau membedakan pekerja
1.3 Batasan Masalah
Agar terfokusnya penelitian ini penulis hanya membatasi masalah dengan Gaya
kepemimpinan (X1), Disiplin Kerja (X2) dan Lingkungan Kerja (X3) sebagai variable
2
bebas dan kinerja karyawan (Y) sebagai variabel terikat dengan Semangat kerja (Z)
sebagai variabel intervening PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
3
5. Untuk mengetahui pengaruh Lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Laras
Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh Gaya kepemimpinan,
lingkungan kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui semangat kerja
sebagai variabel intervening.
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dan dapat mendorong
timbulnya minat bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang berbagai
dimensi dari kinerja karyawan khusunya untuk manajemen SDM menjadi tambah luas.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pimpinan PT Laras
Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat untuk melakukan peningkatan atau
melaksanakan perbaikan khusus pada gaya kepemimpinan,lingkungan kerja dan budaya
organisasi agar kinerja karyawan dapat meningkat melalui semangat kerja.
2. Untuk menambah koleksi karya ilmiah dan semakin memahami faktor-faktor yang
terkait dengan gaya kepemimpinan,lingkungan kerja dan budaya organisasi terhadap
kinerja karyawan dapat melalui semangat kerja.
4
BAB II
Kinerja adalah sesuatu yang ingin dicapai, prestasi yang dilihat, atau kemampuan kerja. Jadi,
kinerja memang sangat diperlukan perusahaan guna mencapai tujuan yang diinginkan dengan
SDM yang berkualitas.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Rasdam et al., 2018)Istilah kinerja berasal dari kata performance yang artinya hasil kerja atau
prestasi kerja. Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen.(Abdurrahman, 2019). Kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan,
usaha dan kesempatan.(Abdurrahman, 2019).
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas
kecakapan, usaha dan kesempatan. Kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu
kemampuan dan minat seorang karyawan, kemampaun dan minat atas penjelasan delegasi tugas,
serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin
besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
Handoko (2014) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses dimana organisasi mengevaluasi
atau menilai prestasi kerja pegawai.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa yang dimaksud kinerja karyawan adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan berdasarkan standar penilaian
tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja karyawan dalam suatu perusahaan perlu
diketahui karena perusahaan akan memperoleh informasi sejauhmana kualitas dan kuantitas
5
output kerja yang dihasilkan karyawan. Sejalan dengan hal tersebut setiap perusahaan
berkepentingan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan.
Didalam suatu perusahaan kinerja seseorang karyawan dengan karyawan lainnya sangat
berbeda -beda tergantung keahlian dan keterampilan yang ia miliki dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Rasa puas yang di dapatkan karyawan disaat mereka bekerja, dapat membuat
mereka bekerja secara maksimal dan menunjukkan hasil yang terbaik. Menurut Amstrong dan
Baron dalam wibowo(2010) factor yang mempengaruhi kinerja adalah:
a) Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi
dalam komitmen individu.
b) Leadership factors, ditentkan oleh kualias dorongan, bimbingan, dan dukungan yangdilakukan
oleh team leader
c) Team factors, ditunjukan oleh kualitas dkungan yang diberikan oleh rekan kerja
d) System factors, ditunjkan oleh Adana system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi
Menurut Maharjan (2012), kinerja adalah suatu hasil yang dicapai karena termotivasi
dengan pekerjaan dan puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Tiap individu cenderung
akan dihadapkan pada hal-hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya di dalam proses mencapai
kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang
akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya.
6
Kartono (2002, h.62), menjelaskan bahwa “Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan
bertingkah laku pemimpin dala bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya
untuk berbuat sesuatu”.Jadi gaya kepemimpinan merupakan sifat dan perilaku pemimpin yang
diterapkan kepada bawahannya untuk membimbing bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan.
dipertegas oleh Robbins (2007, h.432), yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran.
Kemampuan karyawan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi tersebut merupakan
pencerminan dari kinerja karyawan. Sehingga dapat disimpulkan jika gaya kepemimpinan
memiliki peran yang besar dalam meingkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin itu memiliki sifat, kebiasaan dan watak serta kepribadian yang khas. Dari
tingkah laku dan gayanya lah yang dapat membedakan dirinya dibanding orang lain. Gaya
tentunya akan selalu dapat mewarnai perilaku dan tipe seseorang dalam pemimpin atau gaya
kepemimpinan.(Suroto, 2016)
Gaya kepemimpinan
Gaya ini terkadang disebut sebagai kepemimpinan yang terpusat pada diri pemimpin atau
gaya direktif. Gaya otokratis ini ditandai dengan adanya petunjuk yang sangat banyak sekali
yang berasal dari pemimpin dan tidak ada satupun peran para anak buah dalam merencanakan
dan sekaligus mengambil suatu keputusan. Gaya kepemimpinan otokratis ini akan menentukan
sendiri keputusan, peran, bagaimana, kapan dan bilamana secara sepihak. Yang pasti tugas yang
diperintahkan mesti dilaksanakan. Paling sangat menonjol dalam gaya kepemimpinan otokratis
ini adalah seseorang akan memberikan perintah dan mesti dipatuhi. Ia akan memerintah
berdasarkan dari kemampuannya untuk menjatuhkan hukuman serta memberikan hadiah. Gaya
kepemimpinan otokratis adalah suatu kemampuan dalam mempengaruhi orang lain yang ada
disekitar agar mau bersedia berkerjasama dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan
ditempuh atas segala cara kegiatan yang akan dijalankan atas dasar putusan dari pemimpin.
7
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis ini yaitu wewenang mutlak itu terpusat
dari pemimpin, keputusan akan selalu dibuat oleh pemimpin, kebijakan akan selalu dibuat oleh
pemimpin, komunikasi hanya berlangsung dalam satu arah dimana dari pimpinan ke bawahan
bukan sebaliknya, pengawsan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau kegiatan) dari para
bawahannya dilakukan dengan ketat, tak ada kesempatan untuk para bawahan dalam
memberikan (pendapat, saran atau pertimbangan), lebih banyak mendapatkan kritikan dibanding
pujian, menuntut adanya kesetiaan dan prestasi yang sempurna dari para bawahan tanpa adanya
syarat, dan cenderung memberikan paksaan, hukuman dan anacaman.
Gaya tersebut terkadang disebut sebagai gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak
buah, kepemimpinan dengan adanya kesederajatan, kepemimpinan partisipatif atau konsultatif.
Pemimpin yang berkonsultasi kepada anak buahnya dalam merumuskan suatu tindakan putusan
bersama. Adapun ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki wewenang
pemimpin yang tidak mutlah, pimpinan bersedia dalam melimpahkan sebagian wewenang
kepada bawahan, kebijakan dan keputusan itu dibuat bersama antara bawahan dan pimpinan,
komunikasi dapat berlangsung dua arah dimana pimpinan ke bawahan dan begitupun sebaliknya,
pengawasan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau kegiatan) kepada bawahan dilakukan
dengan wajar, prakarsa bisa datang dari bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak
kesempatan dalam menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang diberikan kepada
bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi, dan pimpinan akan
memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk memunculkan saling percaya dan saling
menghormati.
Gaya kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang dalam
memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan, dan anggota organisasi
8
tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri. Gaya kepemimpinan
delegatif ini memiliki ciri khas dari perilaku pemimpin didalam melakukan tugasnya sebagai
pemimpin. Dengan demikian, maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan sangat
dipengaruhi adanya karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif merupakan sebuah gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk bawahannya yang mempunyai kemampuan,
agar bisa menjalankan aktivitasnnya yang untuk sementara waktu tak bisa dilakukan oleh
pimpinan dengan berbagai macam sebab. Gaya kepemimpinan delegatif ini sangat cocok
dilakukan kalau staff yang dimiliki ternyata mempunyai motivasi dan kemampuan yang tinggi.
Dengan demikian pimpinan tak terlalu banyak dalam memberikan perintah kepada bawahannya,
bahkan pemimpin akan lebih banyak dalam memberikan dukungan untuk bawahannya.
Gaya ini akan mendorong kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif. Kurang
interaksi dan kontrol yang telah dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya tersebut hanya dapat
berjalan jika bawahan mampu memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan dalam
mengejar tujuan dan sasaran yangcukup tinggi.
9
Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali dalam menggunakan
kekuasaannya atau sama sekali telah membiarkan anak buahnya untuk berbuat dalam sesuka
hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah Bawahan akan diberikan
kelonggaran atau fleksibelitas dalam menjalankan tugas-tugasnya, tetapi dengan hati-hati
diberikan batasan serta berbagai macam prosedur; Bawahan yang sudah berhasil dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya akan diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya suatu
sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan; Hubungan antara pimpinan
dan bawahan dalam suasana yang sangat baik secara umum manajer akan bertindak cukup baik;
Manajer akan menyampaikan berbagai macam peraturan yang berhubungan dengan tugas-tugas
atau perintah, dan sebaliknya para bawahan akan diberikan kebebasan dalam memberikan
pendapatannya.
Adalah gaya pemimpin yang telah memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
ingin diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung
jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya otoriter tersebut, sedangkan para bawahan
hanya sekedar melaksanakan tugas yang sudah diberikan.
Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah kepada tugas. Artinya dengan
adanya tugas yang telah diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan
dari lembaganya ini mesti diproyeksikan dalam bagaimana ia dalam memerintah kepada
bawahannya agar mendapatkan kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini
bawahan hanyalah menjadi suatu mesin yang hanya sekedar digerakkan sesuai dengan
kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tidak pernah sekalipun
diperhatikan.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan karismatis ini ialah mampu menarik orang. Mereka
akan terpesona dengan cara berbicaranya yang akan membangkitkan semangat. Biasanya
pemimpin dengan memiliki gaya kepribadian ini akan visionaris. Mereka sangat menyenangi
akan perubahan dan adanya tantangan.
10
Mungkin, kelemahan terbesar dari tipe kepemimpinan model ini dapat di analogikan
dengan peribahasa Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya. Mereka hanya mampu menarik orang
untuk bisa datang kepada mereka. Setelah beberapa lama kemudian, orang – orang yang datang
tersebut akan kecewa karena adanya ketidak-konsisten-an. Apa yang telah diucapkan ternyata
tidak dilakukan. Ketika diminta dalam pertanggungjawabannya, si pemimpin akan senantiasa
memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan moralis seperti ini ialah pada umumnya Mereka
hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka mempunayi empati yang tinggi terhadap segala
permasalahan dari para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan-kebajikan
ada dalam diri pemimpin tersebut. Orang – orang akan datang karena kehangatannya terlepas
dari semua kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan seperti ini ialah emosinya. Rata-rata
orang seperti ini sangatlah tidak stabil, terkadang dapat tampak sedih dan sangat mengerikan,
kadang pula bisa saja sangat begitu menyenangkan dan bersahabat.
11
Gaya kepemimpinan tipe ini akan terkesan kurang inovatif dan telalu kaku dalam
memandang aturan. Sikapnya sangat konservatif serta kelihatan sekali takut di dalam mengambil
resiko dan mereka cenderung akan mencari aman.
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya untuk pembuatan keputusan didasarkan
pada suatu proses analisis, terutama analisis logika dari setiap informasi yang didapatkan. Gaya
ini akan berorientasi pada hasil dan akan lebih menekankan pada rencana-rencana rinci serta
berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangatlah mengutamakan logika dengan
menggunakan beberap pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
Gaya kepemimpinan ini bersifat lebih agresif dan memiliki perhatian yang sangat begitu
besar pada suatu pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang lainnya.
Pemimpin tipe asertif lebih terbuka didalam konflik dan kritik. Setiap Pengambilan keputusan
muncul dari suatu proses argumentasi dengan adanya beberapa sudut pandang sehingga
muncullah kesimpulan yang memuaskan.
Gaya kepemimpinan ini sangatlah menaruh perhatian pada kekuasaan dan hasil akhir
serta kurang mengutamakan untuk kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan model ini
biasanya akan selalu mencari pesaing dan akan menargetkan standar yang tinggi.
12
a. Seorang pemimpin visionermesti mempunayi kemampuan untuk bisa berkomunikasi
secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini
membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and
motivation.” ;
b. Seorang pemimpin visioner mesti dapat memahami lingkungan luar dan dapat memiliki
kemampuan dalam bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang yang datang.
Ini termasuk, yang paling penting, dapat “relate skillfully” dengan orang-orang kunci
yang ada di luar organisasi, namun memainkan peran yang sangat penting terhadap
organisasi (investor, dan pelanggan). ;
c. Seorang pemimpin mesti bisa memegang peran penting didalam membentuk dan dapat
mempengaruhi segala praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin
dalam hal ini mesti dapat terlibat di dalam organisasi untuk bisa menghasilkan dan dapat
mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan
memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision). ;
d. Seorang pemimpin visioner mesti bisa mempunyai atau mengembangkan “ceruk” untuk
bisa mengantisipasi apa yang terjadi di masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah suatu
bentuk imajinatif, yang mengacu atas kemampuan data untuk dapat mengakses segala
kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk
kemampuan dalam mengatur sumber daya organisasi guna dapat memperiapkan diri
menghadapi adanya kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Dalam era turbulensi lingkungan seperti saat ini, setiap pemimpin mesti siap dan dituntut
mampu dalam melakukan suatu transformasi terlepas dari gaya kepemimpinan apa yang mereka
anut. Pemimpin mesti mampu dalam mengelola perubahan, termasuk di dalamnya dapat
mengubah budaya organisasi yang tak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin mesti memiliki
visi yang tajam, pandai mengelola keragaman dan dapat mendorong terus suatu proses
pembelajaran karena adanya dinamika suatu perubahan lingkungan serta adanya persaingan
yang semakin ketat.
13
kepemimpinan seorang pemimpin akan dapat berbeda-beda, tergantung dari seperti apa tingkat
kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional ialah mengenai tidak adanya
gaya kepemimpinan yang paling terbaik. Kepemimpinan yang efektif ialah bergantung dari
relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu dapat mengadaptasi gaya
kepemimpinan yang sangat tepat.
Tipe pemimpin seperti ini sangatlah mirip dengan tipe pemimpin yang otoriter yang
merupakan tipe pemimpin yang senantiasa bertindak sebagai diktator terhadap para anggota
kelompoknya. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik yaitu:
1) lebih banyak dalam menggunakan sistem perintah atau komando, keras dan sangat begitu
otoriter, kaku dan seringkali untuk kurang bijaksana
2) menghendaki adanya kepatuhan yang mutlak dari bawahan
3) sangat menyenangi suatu formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran
yang terlalu berlebihan
4) menuntut adanya sebuah disiplin yang keras dan kaku dari para bawahannya
5) tidak menghendaki adanya saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya
6) komunikasi hanya dapat berlangsung searah.
Pemimpin adalah ciptaan pertama yang menentukan sukses dan gagalnya organisai,
Menurut Steven R. Covey. Dengan demikian pemimpin adalah kunci sukses organisasi.
Kepemimpinan menelaah tentang seorang pemimpin yang efektif dan apa yang membedakan
antara pemimpin dan bukan pemimpin sangat berfariasi dan sangat banyak.
Menurut (Siagian, n.d.) jika berbicara indikator, maka ada hubungannya dengan alat
ukur. Alat ukur gaya kepemimpinan dibagi menjadi tujuh, yaitu sebagai berikut :
14
Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharap-harapkan adalah suatu
hubungan yang dapat menumbuhkan iklim/suasana saling mempercayai. Keadaan seperti ini
akan menjadi suatu kenyataan apabila di pihak pemimpin memperlakukan bawahannya sebagai
manusia yang bertanggung jawab dan di pihak lain bawahan dengan sikap mau menerima
kepemimpinan atasannya.
Seorang pemimpin yang memberikan penghargaan terhadap ide dari anggotanya akan
dapat memberikan nuansa tersendiri bagi para bawahannya. Seorang anggota akan memiliki
semangat dalam menciptakan ide-ide yang positif demi pencapaian tujuan organisasi pada
organisasi di mana ia bekerja.
Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi manajerial yang
berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku seorang pemimpin.
Pada dasarnya seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinannya akan selalu berkaitan
dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan bawahan dan hubungan yang berkaitan dengan
tugas. Perhatian tersebut dapat berupa berbuat baik pada bawahan, bertukar pikiran dengan
bawahan, dan memperjuangkan kepentingan bawahan.
6. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
dipercayakan padanya
15
Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus senantiasa memperhitungkan
faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan kepuasan kerja para bawahan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya, dengan demikian hubungan yang harmonis antara pemimpin dan
bawahan akan tercapai.
7. Pengakuan atas status para anggota organisasi secara tepat dan profesional
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela
mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan
mematuhi/mengerjakan semua tugas- nya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah
suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis (Hasibuan, 2014:193-194).
Menurut Handoko (2010:208) Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-
standar organisasional. Dan menurut Siagian (2011:305) Disiplin merupa-
kan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi meme- nuhi tuntutan
berbagai ketentuan organisasi. Menurut Rivai yang dikutip oleh Septiawati (2014:1816-1817)
Disiplin Kerja adalah suatu alat yang diguna- kan para manajer untuk berkomunikasi dengan
karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kese- diaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan
norma- norma sosial yang berlaku.
16
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
merupakan sikap atau tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan seseorang atau
kelompok terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi atau organisasinya baik yang
tertulis maupun tidak tertulis.Indikator untuk mengukur disiplin kerja dalam penelitian ini
diadaptasi dari pendapat Veithzal Rivai yang dikutip oleh Septiawati (2014:1817), bahwa
disiplin kerja memiliki beberapa komponen yaitu:
a. Kehadiran
e. Bekerja etis
a. Disiplin waktu
Disiplin waktu di sini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukkan ketaatan
terhadap jam kerja yang meliputi: kehadiran dan kepatuhan karyawan pada jam kerja, karyawan
melaksanakan tugas dengan tepat waktu dan benar.
b. Disiplin peraturan
Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi
dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia dari karyawan terhadap komitmen
yang telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan di sini berarti taat dan patuh dalam melaksanakan
perintah dari atasan dan peraturan, tata tertib yang telah ditetapkan. Serta ketaatan karyawan
dalam menggunakan kelengkapan pakaian seragam yang telah ditentukan organisasi atau
perusahaan.
17
Salah satu wujud tanggung jawab karyawan adalah penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang
sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang kegiatan kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya
kesanggupan dalam menghadapi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang
karyawan.
Menurut Hasibuan (2002), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disiplin
kerja, yaitu sebagai berikut:(Riadi, 2019)
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan
dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan
karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus
sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengerjakannya.
b. Kepemimpinan
c. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa
akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika
kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik
pula.
d. Keadilan
18
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia
yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.
Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus
diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik
pula.
e. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan karyawan perusahaan. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja
karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan
pengawasan dari atasannya.
f. Ketegasan
g. Sangsi
Sangsi berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sangsi hukuman
yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan,
sikap, perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
Disiplin merupakan satu diantara faktor yang juga berpengaruh terhadap kinerja. Disiplinyang
baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorangterhadap tugas-tugas yang diberikan
kepadanya. Karyawan yang disiplin dan tertibmentaati semua norma-norma dan peraturan yang
berlaku dalam perusahaan akanmampu meningkatkan kinerjanya,sedangkan perusahaan
yangmemiliki karyawanyang tidak disiplin akan sulit sekali untuk meningkatkan kinerja dan sulit
mencapaihasil yang optimal.
19
Bentuk-Bentuk Disiplin Rivai(2004:444) diuraikan Dipta (2012:29) terdapat empat (4)
perspektifdaftar yang menyangkut disiplin kerja, yaitu : (UTAMI, 2019)
1.Disiplin Retributif Disiplin retributif adalah berusaha menghukum orang yang berbuat salah.
Indikator-indikator Disiplin Kerja Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan
perusahaan,sedangkan disiplin yang menurunakan menjadi penghalang dan memperlambat
pencapaian tujuan perusahaan. Rivai (2005)yang di kutip dalam Ananto (2014)menjelaskan
bahwa, disiplin kerja memiliki beberapa indikator seperti :(UTAMI, 2019)
1.Kehadiran
Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, danbiasanya karyawan
yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untukterlambat dalam bekerja.
2.Kepatuhan
pada peraturan kerja.Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur
kerjadan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
3.Kepatuhan
pada standar kerja.Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap
tugas yang diamanahkan kepadanya.
4.Bekerja etis.
20
Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan kepelanggan atau terlibat
dalam tindakan yang tidak pantas. Hal inimerupakansalah satu bentuk tindakan indisipliner,
sehingga bekerja etis sebagai salah
Lingkungan kerja merupakan suatu tempat yang terdapat sejumlah kelompok dimana di
dalamnya terdapat beberapa fasilitas pendukung untuk mencapai tujuan perusahaan sesuai
dengan visi dan misi perusahaan (Sedarmayanti, 2013:23).
lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja, dan peraturan kerja yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas. Heizer dan Render (2015:467)
menjelaskan lingkungan kerja sebagai lingkungan fisik di mana para karyawan bekerja dapat
memengaruhi kinerja, keselamatan dan kualitas kehidupan pekerjaan mereka.
Lingkungan fisik di tempat kerja sangat penting bagi kinerja, kepuasan, hubungan sosial
karyawan dan kesehatan karyawan. Lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2013:19)
adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Lingkungan kerja non fisik adalah keadaan lingkungan kerja karyawan yang berupa suasana
kerja yang harmonis dimana terjadi hubungan atau komunikasi antara bawahan dengan atasan
atau hubungan vertikal serta hubungan antar sesama karyawan atau hubungan horizontal
(Sedarmayanti, 2013:21).
21
2.1.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa ahli, faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik
yaitu penerangan, temperatur/suhu udara, kelembaban, sirkulasi udara, dan kebisingan
sedangkan faktor lingkungan kerja non fisik adalah suatu faktor yang kondisi hubungan kerja
antara atasan dengan bawahan dan antara sesama karyawan yang dapat mempengaruhi suasana
kerja dan kinerja karyawan (Robbins (2002); Sedarmayanti (2013); Samson, Waiganjo, & Koima
(2015); Hamid & Hassan (2015); Nitisemito( 2008)). Berikut adalah penjelasannya,
1. Pencahayaan
Penerangan/cahaya merupakan suatu hal yang penting dan hal utama dalam melakukan kegiatan
kerja. Lingkungan kerja tanpa pencahayaan yang baik dan sesuai akan menjadi penyebab utama
dalam kualitas dan efisiensi kerja yang buruk. Adapun ciri-ciri penerangan yang baik menurut
Robbins (2002) adalah sebagai berikut:
2. Suhu Udara
Suhu adalah suatu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Suhu memainkan
peran penting dalam lingkungan tempat kerja, terutama bagaimana tubuh manusia mencoba
untuk mempertahankan suhu yang ideal. Temperatur atau suhu udara harus diperhatikan karena
dapat mempengaruhi suhu tubuh dari karyawan yang sedang bekerja (Badayai, 2012). Menurut
Sukoco (2007:219), temperature ideal yang digunakan pada ruang kantor adalah 23-24oC dari
temperature di luar ruangan. Suhu udara yang nyaman bagi sebagian besar pekerja adalah
22
sebesar 25,6oC dengan nilai kelembaban sebesar 45% (The Liang Gie dalam Priansa &
Garnida,2015).
3. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya jumlah air yang terkandung dalam udara dan dinyatakan dalam
bentuk persentase. Kelembaban memiliki hubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas
dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau
melepaskan panas dari tubuhnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1077/Menkes/PER/V/2011, tingkatan kelembaban yang dibutuhkan dalam suatu ruangan adalah
sebesar 40%-60% Rh.
4. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam suatu organisasi karena
sebagian besar waktu dihabiskan oleh karyawan di dalam area kerjanya. Pertukaran udara sangat
menentukan kesegaran fisik karyawan. Di dalam ruangan kerja diperlukan suatu pertukaran
udara yang cukup, apabila didalam ruangan kerja tersebut tidak seimbang antara luas ruangan
kerja dengan karyawan yaitu ruangan kerja yang sempit tetapi jumlah karyawan yang cukup
banyak (Sedarmayanti, 2013:26).
5. Tingkat Kebisingan
23
Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh bagi karyawan dalam melaksanakan
aktivitasnya sikap yang bersahabat, saling menghormati dan menghargai perlu dalam mencapai
tujuan perusahaan. Sikap bersahabat yang diciptakan atasan akan menjadikan karyawan lebih
betah untuk bekerja dan dapat menimbulkan semangat kerja bagi karyawan (Nitisemito,
2008:171-173).
Karyawan Hubungan kerja antar karyawan sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan,
terutama bagi karyawan yang bekerja secara kelompok. Apabila terjadi konflik maka akan
memperkeruh suasana kerja dan akan menurunkan semangat kerja karyawan. Hubungan kerja
yang baik antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya maka akan meningkatkan
semangat kerja bagi karyawan, di mana mereka saling bekerjasama atau saling membantu dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan (Nitisemito, 2008:171-173).
Semangat Kerja merupakan suatu keadaan psikologis yang menimbulkan kesenangan dan
mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan oleh organisasi. (Hasibuan, 2005) mengatakan bahwa semangat kerja adalah
kemauan dan keyakinan seseorang melaksanakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin
agar mencapai produktifitas yang maksimal. Selanjutnya Nitisemo (dalam Siagian, 2010)
mengatakan bahwa semangat kerja adalah melaksanakan pekerjaan dengan lebih giat, agar
pekerjaan terselesaikan dengan lebih baik dan efisien. Sedangkan (Griffin dan Elbert, 2007)
mengatakan semangat kerja adalah keseluruhan perilaku karyawan terhadap lingkungan kerja
mereka yang tinggi, dimana semangat kerja mencerminkan sejauh mana mereka merasa bahwa
kebutuhan mereka terpenuhi oleh pekerjaaaan mereka. Di samping itu, (Flippo, 2005)
menjelaskan bahwa terdapat empat (4) faktor yang mempengaruhi semangat kerja yang dapat
dijadikan indikator untuk mengukur semangat kerja, yaitu:
24
1. Tingkat absensi, yaitu sesuatu yang membuktikan ketidakhadiran pekerja dalam tugasnya,
termasuk waktu yang hilang sebab sakit, kecelakaan dan pergi meninggalkan pekerjaan karena
alasan-alasan pribadi, baik diberi wewenang atau tidak.
2. Kerja sama, yaitu suatu bentuk perbuatan bersama-sama seseorang dengan orang lain, yang
terlihat dari kesiapan para karyawan untuk bekerjasama dengan orang-orang disekitar mereka
dengan dilandaskan untuk mencapai tujuan bersama; kesedian untuk saling membantu; serta
adanya keaktifan di dalam kegiatan-kegiatan organisasi.
3. Kepuasan kerja, adalah suatu keadaan emosional pegawai terhadap nilai balas jasa kerja
pegawai dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh pegawai yang
bersangkutan.
4. Kedisiplinan, yaitu dapat diukur dari tingkat kepatuhan seseorang pada aturan dan tata tertib
yang ditetapkan.
Menurut Majorsy (2007), semangat kerja memiliki beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
Antusiasme secara tidak langsung berhubungan dengan motivasi yang tinggi. Kegairahan
juga dapat memperkirakan bahwa motivasi ada pada tugas itu sendiri, karena kegembiraan
berarti ada minat yang akan mendorong individu untuk berupaya lebih keras dalam bekerja.
Karyawan yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti karyawan tersebut memiliki dorongan
untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
untuk bertahan merupakan suatu keadaan yang menggambarkan situasi kelompok yang
tidak kehilangan arah tujuan ketika menghadapi kesulitan, berarti ada ketekunan, penuh
keyakinan dan saling memberi semangat antar karyawan. Orang yang memiliki semangat kerja
yang tinggi tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesukaran yang muncul
dalam pekerjaannya, berarti orang tersebut memiliki energi dan kepercayaan untuk memandang
masa depan dengan baik, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas seseorang untuk bertahan.
25
c. Kekuatan untuk melawan frustrasi
d. Semangat kelompok
Menurut Sugiyono (dalam Utomo, 2002), aspek-aspek semangat kerja karyawan dapat dilihat
dari beberapa segi, yaitu disiplin yang tinggi, kualitas untuk bertahan, kekuatuan untuk melawan
frustasi, dan semangat berkelompok. Disiplin yang tinggi merupakan kesadaran karyawan untuk
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di perusahaan. Seseorang yang memiliki semangat
kerja yang tinggi akan bekerja dengan giat dan disiplin yang tinggi. Selain itu, menurut Alport
orang yang mempunyai semangat kerja tinggi memiliki kualitas untuk bertahan yaitu tidak
mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam pekerjaanya, memiliki kepercayaan untuk
memandang masa depan dengan baik. Seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi tidak
memiliki sikap yang pesimistis dan tidak mudah frustasi apabila menemui kesulitan dalam
pekerjaannya. Kekuatan untuk melawan frustasi merupakan sikap optimis dan pemikiran luas
seorang karyawan yang digunakan untuk melawan kegagalan dan rasa frustasi saat mengalami
kendala dalam pekerjaannya. Semangat berkelompok adalah keinginan seorang karyawan untuk
menjalin hubungan kerjasama dengan sesama rekan kerja maupun dengan atasannya. Adanya
semangat kerja yang tinggi akan membuat karyawan lebih berfikir sebagai “kami” daripada
sebagai “saya”. Karyawan akan cenderung bekerja sama dan saling tolong-menolong, bukan
bersaing untuk saling menjatuhkan.
Menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi
mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Ada empat
26
aspek yang menunjukkan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu kegairahan,
kekuatan untuk melawan frustasi, kualitas untuk bertahan dan semangat berkelompok. Seseorang
yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki kemauan, motivasi dan dorongan
bekerja. Motivasi akan terbentuk jika seseorang memiliki keinginan atau minat dalam
pekerjaannya. Selanjutnya yaitu aspek kekuatan untuk melawan frustasi. Aspek ini menunjukkan
adanya kekuatan seseorang untuk selalu berfikir positif walaupun sedang mengalalami kegagalan
yang ditemuinya dalam bekerja, seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi tentunya tidak
akan memiliki sifat pesimis jika menemui kesulitan dalam pekerjaannya.
Menurut Meier (dalam Majorsy, 2007), seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi akan
memiliki keyakinan penuh dalam dirinya untuk memandang masa depan yang lebih baik yang
dapat meningkatkan kualitas untuk bertahan saat menghadapi kesukaran dalam pekerjaannya.
Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar karyawan. Dengan adanya semangat kerja,
maka karyawan akan saling bekerja sama, tolong menolong, dan tidak saling menjatuhkan. Jadi,
semangat kerja di sini menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain
agar dapat mencapai tujuan bersama. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek semangat kerja karyawan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu disiplin yang tinggi,
kegairahan, kualitas untuk bertahan, kekuatuan untuk melawan frustasi, dan semangat
berkelompok.
Semangat kerja karyawan di perusahaan atau institusi perlu dilakukan pengecekan secara
rutin. Terdapat beberapa indikator yang menjadi ciri-ciri kenaikan atau penurunan semangat
kerja karyawan, yaitu sebagai berikut.
27
produksi bertambah tetapi dapat juga tingkatnya rendah. Oleh karena itu harus dibuat standar
kerja untuk mengetahui apakah produksi perusahaan tinggi atau tidak.
Tingkat absensi yang rendah. Tingkat absensi yang rendah juga merupakan salah satu
indikasi meningkatnya semangat kerja. Karena nampak bahwa persentase absen seluruh
karyawan rendah.
Tingkat perpindahan karyawan yang menurun. Tingkat keluar masuk karyawan yang
menurun merupakan indikasi meningkatnya semangat kerja. Hal ini dapat disebabkan oleh
kesenangan mereka bekerja pada perusahaan tersebut. Tingkat keluar masuk karyawan yang
tinggi dapat mengganggu jalan perusahaan.
Tidak terjadi atau berkurangnya kegelisahan. Semangat kerja para karyawan akan
meningkat apabila mereka tidak gelisah. Kegelisahan dapat dilihat melalui bentuk keluhan,
ketidak-tenangan bekerja, dan hal-hal lainnya.
Sedangkan menurut Carlaw, Deming dan Friedman (2003), semangat kerja yang tinggi pada
karyawan memiliki beberapa ciri atau indikator sebagai berikut:
1. Tersenyum dan tertawa. Senyum dan tawa mencerminkan kebahagiaan individu dalam
bekerja. Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi dalam
dirinya individu merasa tenang dan nyaman bekerja serta menikmati tugas yang
dilaksanakannya.
2. Memiliki inisiatif. Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan memiliki
kemauan diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan tanpa perintah dari atasan.
3. Berfikir kreatif dan luas. Individu mempunyai ide-ide baru, dan tidak mempunyai
hambatan untuk menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.
4. Menyenangi apa yang sedang dilakukan. Individu lebih fokus pada pekerjaan dari pada
memperlihatkan gangguan selama melakukan pekerjaan.
5. Tertarik dengan pekerjaannya. Individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai
keahlian dan keinginannya.
6. Bertanggung jawab. Individu bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan.
7. Memiliki kemauan bekerja sama. Individu memiliki kesediaan untuk bekerjasama dengan
individu yang lain untuk mempermudah atau mempertahankan kualitas kerja.
28
8. Berinteraksi dengan atasan. Individu berinteraksi dengan atasan dengan nyaman tanpa
ada rasa takut dan tertekan.
Menurut Nitisemito (2002), indikator penurunan semangat kerja yang terjadi pada karyawan
di perusahaan adalah sebagai berikut:
29
7. Pemogokan. Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan
sebagainya. Jika hal ini terus berlanjut maka akan berujung ada munculnya tuntutan
dan pemogokan.
Menurut pendapat Tohardi (2002), ada enam faktor yang dapat mempengaruhi semangat
kerja karyawan, yaitu: kebanggaan atau kecintaan karyawan pada pekerjaannya dan kepuasan
dalam menjalankan pekerjaan dengan baik; sikap terhadap pimpinan; hasrat untuk maju;
perasaan telah diperlukan dengan baik; kemampuan untuk bergaul dengan teman sekerjanya;
serta kesadaran akan tanggung jawab terhadap penyelesaian pekerjaannya. Dari pendapat-
30
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi semanagat kerja
karyawan yaitu: hubungan yang harmonis antara pimpinan dengan bawahan, kepuasan dan
kebanggaan terhadap tugas dan pekerjaannya, suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan
sesama karyawan, rasa pemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang mulia, adanya
tingkat kepuasan ekonomis dan kepuasan nilai terhadap imbalan, adanya ketenangan jiwa, minat
seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukan, status sosial pekerjaan, hasrat untuk maju,
perasaan telah diperlukan dengan baik dan kesadaran akan tanggung jawab terhadap
pekerjaannya.
Menurut Hasibuan (2009), terdapat beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja
karyawan di perusahaan, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gaji atau upah yang cukup. Pemberian upah merupakan dorongan kepada karyawan
untuk melakukan pekerjaan, upah merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan
kepada karyawan, dan pemberian gaji yang cukup kepada karyawan diharapkan dapat
meningkatkan semangat kerja dari karyawan itu sendiri. Untuk meningkatkan semangat
kerja karyawan semaksimal mungkin.
2. Memenuhi kebutuhan rohani. Selain kebutuhan materi mereka juga mempunyai
kebutuhan rohani yaitu tempat menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan lain
sebagainya.
3. Sesekali perlu menciptakan suasana yang santai. Banyak sekali cara yang dapat
dilaksanakan oleh perusahaan, misalnya dengan mengadakan rekreasi atau berpiknik
bersama, mengadakan pertandingan olahraga antar karyawan dan sebagainya.
4. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka pada posisi yang
sesuai dengan keahlian-nya atau keterampilan-nya masing-masing. Karena kesalahan
menempatkan posisi karyawan akan menyebabkan pekerjaan menjadi kurang lancar dan
tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal, disamping itu semangat kerja mereka akan
menurun.
5. Berikan kesempatan kepada mereka untuk maju. Perlunya kesempatan untuk maju berarti
memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan diri dalam penerimaan
31
tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya dan diberikan kepada karyawan yang
berprestasi berupa kenaikan pangkat (promosi), kenaikan gaji dan sebagainya.
6. Pemberian insentif yang terarah. Pemberian tambahan penghasilan secara langsung bagi
karyawan yang berprestasi sangat efektif untuk mendorong meningkatkan semangat
kerja.
7. Fasilitas yang menyenangkan. Perusahaan hendaknya menyediakan fasilitas kerja yang
menyenangkan bagi karyawan seperti kafetaria, tempat rekreasi, kamar kecil yang bersih,
tempat olahraga dan lain sebagainya.
Selain itu menurut Sastrohadiwiryo (2003), cara yang dapat ditempuh manajemen untuk
meningkatkan semangat kerja melalui beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar tetapi tidak
memaksakan kemampuan kantor.
2. Menciptakan kondisi kerja yang menggairahkan semua pihak.
3. Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja.
4. Pada saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan kerja dan memperkokoh
rasa setia kawan antara tenaga kerja maupun manajemen.
5. Penempatan tenaga kerja pada posisi yang tepat.
6. Memperhatikan hari esok para tenaga kerja.
7. Para tenaga kerja yang menyumbang aspirasinya mendapat tempat yang wajar.
32
direktif; suportif; dan
partisipatif.
2. Andi Tarlis 2017 Variabel Variabel Dari hasil penelitian
depenpen : Z : didapatkan variabel gaya
Semangat kerja semangat kepemimpinan
karyawan kerja berpengaruh terhadap
Variabel semangat kerja karyawan
independen : Bank Mandiri Cabang
Gaya Langsa, dengan Y =
kepemimpinan 13,900 + 0,518X dan
konstanta sebesar 13,900
merupakan nilai variabel
semangat kerja karyawan
pada saat variabel gaya
kepemimpinan bernilai
nol, atau bermakna apabila
nilai variabel gaya
kepemimpinan dinaikkan 1
(satu) maka nilai variabel
semangat kerja karyawan
akan naik sebesar 0,518.
(Tarlis, 2017)
3. Nela Pima 2014 Variabel Variabel X Hasil penelitian ini juga
Rahmawanti dependen : : kinerja diketahui bahwa secara
Bambang Swasto Kinerja karyawan simultan lingkungan kerja
Arik Prasetya karyawan fisik (X1) dan lingkungan
Variabel kerja non fisik (X2) yang
independen : ada di Kantor Pelayanan
Lingkungan Pajak Pratama Malang
kerja Utara mempunyai
pengaruh yang signifikan
33
terhadap kinerja karyawan
(Y).
4. Lyta Lestary 2017 Variabel Variabel X Lingkungan kerja Divisi
Harmon dependen : : kinerja Detail Part Manufacturing
Kinerja karyawan Direktorat Produksi PT
karyawan Dirgantara Indonesia
Variabel (Persero) sudah baik. Hal
independen : ini dapat dilihat dari nilai
lingkungan mean variable lingkungan
kerja kerja yang berada dalam
skala interval tinggi atau
baik.(Rasdam et al.,
2018)
5. M. Imam Mutttaqijn 2021 Variabel Variabel Disiplin kerja dan
dependen : X: isiplin lingkungan kerja
Kepuasan kerja berpengaruh signifikan
Kerja terhadap kepuasan kerja
Variabel
independen :
Disiplin kerja
dan lingkungan
kerja
6. Muhammad 2019 Variabel Kompeten Kompetensi
Andi dependent: si dan dan disiplin
Prayogi, Kinerjapegawa disiplin kerja
i Kerja berpengaruh
Muhammad postif dan
Taufik Variabel sigifikan
Lesmana, independent: terhadap
Kompetensi kinerja
Lukman dan pegawai
Hakim disiplin kerja
Siregar,
7. Belti 2020 Variabel Variabel Disiplin ketja
Juliyanti,On dependent: Y: Kinerja dan motivasi
34
sardi Kinerja Karyawan kerja
Karyawan X:Disiplin bepengaruh
kerja positif
Variabel terhadap
independent: kinerja
Disiplin kerja karyawan
dan
motivasi kerja
Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika
berjalannya sebuah penelitian.(Wahono, 2012). Berdasarkan rumusan masalah dan landasan
teori, dapat disimpulkan terdapat pengaruh variabel bebas yaitu Gaya Kepemimpinan,
Lingkungan kerja dan Budaya organisasi terhadap variabel terikat kinerja karyawan dan
Semangat kerja sebagai variabel intervening baik secara sendiri maupun secara bersama-
bersama.
35
GAYA
H4
KEPEMIMPINANA
(X1)
H1
DISIPLIN KERJA
SEMANGAT KINERJA
(X2) H2 H7
KERJA (Z) KARYAWAN (Y)
LINGKUNGAN
H3 H5
KERJA (X3)
H6
1. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Gaya kepemimpinan terhadap Semangat
kerja pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
2. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Lingkungan kerja terhadap Semangat kerja
pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
3. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
4. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan
pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
36
5. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Budaya organisasi terhadap Kinerja
karyawan pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
6. Diduga ada pengaruh positif yang signifikan Semangat kerja terhadap kinerja karyawan
pada PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman Barat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Objek penelitian merupakan sesuatu yang mejadi perhatian dalam sebuah penelitian karena
objek penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai untuk mendapatkan jawaban maupun
solusi dari permasalahan yang terjadi. Menurut Sugiyono (2012:144) pengertian objek penelitian
adalah sebagi berikut: “Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu tentang suatu hal objektif, valid, dan realiable tentang suatu hal
(variabel tertentu)”.
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah PT Laras Internusa (PT LIN) Kab Pasaman
Barat adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit yang
beralamat di VWV7+RCM, Kinali, Kec.Kinali,, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Menurut Sugiyono (2016:39) variabel terikat (dependent) adalah variabel yang menjadi
akbat, karena adanya variabel bebas (independent). Pada penelitian ini yang menjadi variabel
dependent adalah :Kinerja Karyawan
Menurut Maharjan (2012), kinerja adalah suatu hasil yang dicapai karena termotivasi
dengan pekerjaan dan puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Dihadapkan pada hal-hal
yang mungkin tidak diduga sebelumnya di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan
37
Tiap individu sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan
memperoleh kemajuan dalam hidupnya.
kinerja karyawan adalah merupakan hasil kinerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, sesuai
dengan kewenangan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral ataupun
etika.(Prof. Dr. Moeheriono, n.d.)
Menurut Fred N. Kerilinger Variabel bebas adalah variabel dalam suatu eksperimen
yang dimanupulasi oleh peneliti. Adapun variabel terikat adalah variabel yang tidak dimanipulasi
oleh peneliti dan memberikan efek yang sudah diduga oleh peneliti sejak awal.
Menurut Sugiyono (2016:39) variabel bebas (independent) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (dependent).
Variabel bebas adalah variabel (independen) yang berdiri sendiri dan tidak mendapatkan
pengaruh oleh apa saja. Peneliti mempunyai kendali penuh terhadap variabel bebas tentang mana
yang akan pilih.
38
Menurut Davis dan Newstrom (1995) “Gaya kepemimpinan merupakan pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan para pegawainya. Gaya kepemimpinan
mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap pemimpin. Gaya kepemimpinan tersebut berbeda-beda
atas dasar motivasi, kuasa atau orientasi terhadap tugas dan orang. Meskipun gaya itu secara
berbeda-beda terhadap berbagai pegawai, masing-masing gaya dibahas secara terpisah untuk
menyoroti perbedaannya.”
Disiplin adalah suatu hal yang sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, terutama
digunakan untuk memotivasi pegawai agar mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan
baik secara perorangan maupun secara kelompok. Disamping itu, disiplin juga bermanfaat untuk
mendidik karyawan dalam mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, serta kebijakan yang
ada sehingga menghasilkan kinerja yang baik.
Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting ketika karyawan
melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau
menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan
membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat karyawan dalam bekerja. Lingkungan
kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja
optimal.
39
Menurut Danang (2015, p.38) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan.
Menurut Sedarmayanti dalam Desi (2015, p.25) lingkungan kerja adalah keseluruhan
alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Dalam penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah kondisi disekitar
karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dia emban atau yang
menjadi tanggung jawabnya.
Variabel Intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara
variabel independen dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung. Dapat juga
diartikan bahwa variabel intervening adalah variabel yang dapat memperlemah dan memperkuat
hubungan antar variabel (variabel moderator), tetapi tidak dapat diukur & diamati.
Menurut sugiyono (2007), bahwa variabel intervening adalah sebuah variabel yang secara
teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel terkait
(dependen) menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak bisa diukur dan diamati. Variabel
intervening merupakan variabel antara/ penyela yang terletak di antara variabel bebas
(independen) dan variabel terkait (dependen), sehingga variabel independen tidak secara
langsung mempengaruhi timbulnya atau berubahnya variabel dependen.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa semangat kerja adalah nafsu
(kemauan, gairah) untuk bekerja, berjuang, dan sebagainya. Davis mendefinisikan semangat
kerja sebagai suatu sikap individu dan kelompok yang menunjukkan adanya kemauan untuk
bekerja sama dengan orang lain secara maksimal sesuai dengan kepentingan perusahaan
(Kerlinger & Redhazar, 1987). Semangat kerja adalah kemauan individu untuk bekerja sama
dengan disiplin dan rasa tanggung jawab terhadap kegiatannya (Alfred, 1971). Semangat kerja
40
juga diartikan sebagai kemauan dalam melaksanakan pekerjaan secara cepat dan lebih baik
menyelesaikan suatu kegiatan (Nitisemito, 1992).
3.3.1 Populasi
populasi memiliki arti seluruh jumlah orang atau penduduk di suatu daerah. Melalui
penjelasan tersebut dapat diartikan populasi adalah sebutan untuk orang-orang atau penduduk
yang berada dalam suatu wilayah tertentu.
3.3.2 Sampel
sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek penelitian dan dianggap
mewakili (representatif) gambaran yang benar terhadap populasi.
Sugiono mendefinisikan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi (dalam Hikmat, 2011:61). Adapun pedoman yang digunakan untuk
menentukan jumlah sampel yang akan diambil, adalah apabila subjek kurang dari 100, lebih baik
diambil semua, akan tetapi jika jumlah subjeknya besar maka jumlah sampel yang diambil
adalah antara 10-15% atau 20-25% (Arikunto, 2006:134). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik sampling jenuh, yang mana
sampling jenuh berarti teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel (Arikunto, 2006:85).
Teknik analisis data merupakan suatu proses atau upaya mengolah data menjadi
informasi baru. Proses ini dilakukan bertujuan agar karakteristik data menjadi lebih mudah
dimengerti dan berguna sebagai solusi bagi suatu permasalahan, khususnya yang berkaitan
dengan penelitian. Teknik analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
menjadi informasi yang mudah dipahami dan bermanfaat sebagai solusi permasalahan. Informasi
41
yang insightful juga dapat menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan untuk bisnis
kedepannya.(Miftah, 2021)
Menurut Sunjoyo, dkk (2013:54) uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang
harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS).
Uji asumsi klasik merupakan syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan pengujian
hipotesis.
Menurut Gujarati (2015) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah model
regresi variabel dependen dan variabel independen yang diteliti
memiliki distribusi normal atau tidak terjadinya bias, data yang digunakan harus terdistribusi
normal. Uji statistik yang digunakan dalam menguji normalitas residual dalam penelitian ini
adalah uji statistik jarque-bera test. Uji ini memiliki ketentuan yaitu apabila nilai probabilitas JB
(jarque-bera) lebih besar dari tingkat signifikansi α=0.05, maka data residual terdistribusi normal
dan sebaliknya apabila nilai probabilitas JB lebih kecil dari tingkat signifikansi α=0.05 maka
data residual tidak terdistribusi normal.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang data residualnya terdistribusi secara
normal, namun untuk data yang memiliki sampel besar lebih dari 100 seperti jenis data panel
distribusi data residual normal sulit untuk didapatkan sehingga apabila sampel besar maka
asumsi kenormalan atas data resudial dapat diabaikan (Gujarti, 2015). Dasar pengambilan
keputusan sebagai berikut :
Nilai sign atau probabilitas < 0.05 (5%), maka data berdistribusi tidak normal.
Nilai sign atau probabilitas > 0.05 (5%), maka data berdistribusi normal.
42
Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya variabel bebas yang memiliki
kemiripan dengan variabel bebas lainnya dalam satu model (Ghozali, 2013). Karena model
regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk
mengetahui ada tidaknya multikolineritas didalam regresi penelitian ini adalah dengan Nilai
tolerance dan variance inflationfactor (VIF) yaitu dengan jika nilai VIF lebih besar dari 10 maka
artinya terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji (Ghozali, 2013).
Menurut Gujarati (2015) pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah setiap saat unsur
pengganggu variabel mempunyai varian yang sama atau tidak. Heteroskedastisitas terjadi apabila
variasi residual tidak konstan atau berubah-ubah seiring dengan berubahnya variabel independen.
Model regresi yang baik tidak terjadi hoteroskedastisitas, hal ini dapat di deteksi dengan melihat
scatterplot antara nilai taksiran Y dengan nilai residual dimana plot residual versus nilai
prediksinya menyebar. Jika pada grafik yang memiliki sumbu residual yang distandarkan dari
sumbu X dan Y yang telah diprediksi membentuk suatu pola tertentu yang jelas (bergelombang,
melebar, kemudian menyempit) serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu
Y, maka tidak terjadi gejala heterokedastisitas (Ghozali, 2013).
Analisis regresi linear berganda adalah pengembangan dari analisis regresi linear
sederhana dimana terdapat lebih dari satu variabel independen X. Analisis ini digunakan untuk
melihat sejumlah variabel independen X1 , X2 , … Xk terhadap variabel dependen Y
berdasarkan nilai variabel-variabel independen X1 , X2 , … Xk.(WEAR, 2017)
43
Keterangan:
Y =Kinerja Karyawan
a =Standar koefisien(konstanta)
X1 = Gaya kepemimpinan
X2 = Lingkungan kerja
X3 = Budaya organisasi
e = Kesalahan Pengganggu (standar error)
Yaitu untuk mengetahui tingkat signifikan dari pengaruh variabel independent secara
keseluruhan terhadap variabel dependent. MenurutSugiyono dalam fadila (2018),hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dalam penelitian ini dilakukan
pengujian variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan Uji-f dan Uji-t.
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh atau variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Gujarti, 2015). Uji t menguji
apakah suatu hipotesis diterima atau ditolak, di mana untuk kekuatan pada uji t adalah sebagai
berikut :
Jika nilai signifikasi ≤ 0.05 berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Jika nilai signifikasi ≥ 0.05 berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Jika nilai signifikasi ≤ 0.10 berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ho : Berarti tidak ada pengaruh yang berarti dari variabel bebas terhadap variabel terkait.
44
Ha : Berarti ada pengaruh yang berarti dari variabel bebas terhadap variabel terkait.
Uji F statistik yaitu menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimaksudkan dalam
model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat dilihat dengan
menggunakan SPSS (Mahulete, 2016). Dengan hipotesis sebagai berikut :
Ha : Berarti ada pengaruh secara serentak antara semua variabel bebas terhadap variabel terikat.
Menurut Gujarati (2015) keputusan yang dapat diambil dari uji ini adalah dengan kriteria
sebagai berikut :
Apabila nilai probabilitas F hitung lebih kecil dari tingkat kesalahan (α) 0.05 (yang telah
ditentukan) maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi layak (independent
variable secara simultan mempengaruhi dependent variable).
Apabila nilai probabilitas F hitung lebih besar dari tingkat kesalahan (α) 0.05 maka dapat
dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi tidak layak (independent variable secara
simultan tidak mempengaruhi dependent variable).
Menurut Ghozali (2013), koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati
satu variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien
determinasi adalah jumlah variabel independen yang dimasukan kedalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Rumus yang dapat
digunakan adalah :
45
R2 =
Keterangan :
R2 = Koefisien Determinasi
ESS = Explain Sun Square (jumlah kuadrat yang diterangkan)
46
DAFTAR PUSTAKA
Suroto, hartono lapan. (2016). tipe dan gaya kepemimpinan menurut para ahli terlengkap.
Gomarketingstrategic.
Tarlis, A. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada
Bank Mandiri Cabang Langsa. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, 2(2), 1–20.
Vallennia, K., Atikah, A., & Azijah, F. N. (2020). Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja
karyawan (studi kasus pt.sinar sosro rancaekek). Jurnal Equilibrium Management(JEM),
6(2), 39–49. http://jurnal.manajemen.upb.ac.id
Miftah, S. (2021). Teknik Analisis Data: Mengenal Lebih dalam Analisis Data. DOLab.
Novriani Gultom, H., & Nurmaysaroh. (2021). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Transekonomika: Akuntansi, Bisnis Dan Keuangan, 1(2), 191–198.
https://doi.org/10.55047/transekonomika.v1i2.36
Rasdam, R., Alam, S., & Reni, A. (2018). ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA,
KOMPENSASI, STRES KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA DAN
DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN ANALYSIS. Hasanuddin Journal
of Applied Business and Entrepreneurship.
Suroto, hartono lapan. (2016). tipe dan gaya kepemimpinan menurut para ahli terlengkap.
Gomarketingstrategic.
Tarlis, A. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada
Bank Mandiri Cabang Langsa. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, 2(2), 1–20.
Vallennia, K., Atikah, A., & Azijah, F. N. (2020). Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja
karyawan (studi kasus pt.sinar sosro rancaekek). Jurnal Equilibrium Management(JEM),
6(2), 39–49. http://jurnal.manajemen.upb.ac.id
Novriani Gultom, H., & Nurmaysaroh. (2021). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Transekonomika: Akuntansi, Bisnis Dan Keuangan, 1(2), 191–198.
https://doi.org/10.55047/transekonomika.v1i2.36
Rasdam, R., Alam, S., & Reni, A. (2018). ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA,
KOMPENSASI, STRES KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA DAN
DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN ANALYSIS. Hasanuddin Journal
of Applied Business and Entrepreneurship.
Suroto, hartono lapan. (2016). tipe dan gaya kepemimpinan menurut para ahli terlengkap.
Gomarketingstrategic.
Tarlis, A. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada
Bank Mandiri Cabang Langsa. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, 2(2), 1–20.
Vallennia, K., Atikah, A., & Azijah, F. N. (2020). Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja
karyawan (studi kasus pt.sinar sosro rancaekek). Jurnal Equilibrium Management(JEM),
6(2), 39–49. http://jurnal.manajemen.upb.ac.id