W DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DI RUANG CEMARA II RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT 1 RADEN SAID SUKANTO JAKARTA
KELOMPOK V
JAKARTA
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN.W DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DI RUANG CEMARA II RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT 1 RADEN SAID SUKANTO JAKARTA
Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk tugas akhir semester pada
Mata Kuliah KMB II
KELOMPOK V
JAKARTA
2019
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Makalah KMB 2 oleh kelompok V (LIMA) dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien
An.F dengan Sindroma nefrotik di Ruang Cemara II Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I
Raden Said Sukanto Jakarta” ini telah diperiksa dan disetujui.
Pembimbing Makalah
Mengetahui
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiratan Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang
dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul ’’Asuhan Keperawatan pada An.F dengan Sindroma nefrotik di Ruang
Cemara II Rumah Sakit Bhayangkara TK I Raden Said Sukanto Jakarta” Makalah ini disusun
dan ditujukan untuk memenuhi tugas Diagnosa Keperawatan Akademi Keperawatan Polri
Jakarta Angkatan 25, tahun ajaran 2019/2020.
Tidak lupa pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak berterimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini, yaitu :
Meskipun kami sudah mengumpulkan referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini,
namun kami menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak kesalahan serta
kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan makalah yang lebih baik
lagi. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi para
pembaca.
Kelompok 5
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pengertian……………………………………………………………….6
1.2 Etiologi………………………………………………………………….6
1.3 Patofisiologi……………………………………………………………. 7
1.3.1 Proses Perjalanan Penyakit……………………………………..9
1.3.2 Manifestasi Klinik………………………………………………10
1.3.3 Komplikasi………………………………………………….......11
1.4 Penatalaksanaan………………………………………………………..12
1.4.1 Terapi…………………………………………………………...12
1.4.2 Tindakan Medis………………………………………………... 13
1.5 Pengkajian Keperawatan……………………………………………….13
1.6 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………16
1.7 Perencanaan Keperawatan…………………………………………......33
iv
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian……………………………………………………………… 81
4.2 Diagnosa……………………………………………………………….. 85
4.3 Perencanaan…………………………………………………………….88
4.4 Pelaksanaan……………………………………………………………..90
4.5 Evaluasi………………………………………………………………… 93
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 96
5.2 Saran…………………………………………………………………… 98
BAGIAN AKHIR
Daftar Pustaka……………………………………………………………….80
Lampiran
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisa Data Pengkajian Ny.W dengan Sindrom Nefrotik ………………………53
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB ini menjelaskan tentang permasalahan, latar belakang penyakit Sindroma nefrotik
secara umum, tujuan penulisan, ruanglingkup, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Angka kejadian sindrom nefrotik ini tergolong jarang, namun penyakit ini perlu di
waspadai pada anak-anak, karena jika tidak segara di tangani akan mengganggu
system urinaria dan akan mengganggu masa tumbuh kembang anak tersebut. Sindrom
ini banyak terjadi pada anak karena pada umur tersebut, anak mulai masuk sekolah
dan banyak bermain di luar rumah, sehingga lebih besar kemungkinan untuk
terjangkit infeksi virus atau bakteri juga adanya pengaruh lingkungan dan perubahan
pola makan dan pada kasus orang dewasa jarang terjadi dikarenakan antigen dan
antibody yang sudah matang atau maksimal sehingga antigen seperti protein pada
orang dewasa sudah baik atau bekerja dengan optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Sedangkan antigen merupakan zat yang merangsang respon imunitas
1
2
atau kekebalan tubuh pada orang dewasa sudah baik sehingga tidak mudah terserang
penyakit.
Menurut Suprapto & Pardede (2014), angka kejadian sindrom nefrotik pada anak
tidak diketahui pasti, namun diperkirakan pada anak usia bawah 16 tahun berkisar
antara 2 sampai 7 kasus pertahun pada setiap 100.000 anak. Angka kejadian kasus
sindrom nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000 penduduk, sedangkan kejadian
di Indonesia pada sindrom nefrotik mencapai 6 kasus per tahun dari 100.000 anak usia
kurang dari 14 tahun dengan rasio anak lelaki dan perempuan sekitar 2 : 1. Sindrom
nefrotik primer yang paling sering di temukandan terjadi pada anak usia 1,5-5 tahun.
Terapi yang bisa diberikan pada anak penderita sindrom nefrotik menurut Suriadi &
Yuliani (2010) adalah terapi diuretik sesuai program, pembatasan sodium jika anak
hipertensi, diit tinggi protein, antibiotik untuk mencegah infeksi, terapi albumin jika
intake oral dan output urin karang, dan terapi prednison dengan dosis 2 mg/kgBB per
hari sesuai program.
Dalam askpek promotif yang bisa dilakukan oleh perawat ialah melakukan promosi
kesehatan kepada mayarakat tentang penyakit sindrom nefrotik pada anak, mengawasi
anak saat bermain di kebun, hindari pemakaian obat di luar instruksi dokter dan
adanya program pemeritah tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) seperti
cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, mandi minimal 2x/hari,
makan buah dan sayur setiap hari, mengonsumsi garam beryodium, membuang
sampah pada tempatnya, menggunakan jamban, dan lainnya.
Preventifnya yaitu dengan memberikan anak imunisasi dan vaksin yang lengkap
(Hepatitis B , Polio, BCG, Campak, Pentavalen (DPT-HB-HiB), Pneumokokus,
Varisela, Influenza, Hepatitis A, HPV), menyarankan orang tua untuk memberikan
anaknya makanan yang bergizi, mengurangi konsumsi yang mengandung garam,
lemak, serta kolestrol, anjurkan orangtua untuk menghindari makanan yang
berpengawet dan tinggi MSG seperti ciki dan kripik, serta anjurkan untuk
mengurangi konsumsi makan manis seperti coklat dan permen.
Aspek kuratif yaitu memonitor tanda-tanda vital,memonitor intake dan output cairan,
memonitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit, albumin, protein urin), timbang berat
badan secara berkala, mengkaji tingkat edema dengan mengukur lingkar abdomen
pada umbilikus serta pantau edema sekitar mata, memberikan terapi obat diuretik,
menyarankan banyak istirahat sampai edema berkurang, memberikan diet tinggi
protein, membatasi asupan natrium secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya.
Dalam aspek rehabilitatif yaitu berperan penting untuk menyarankan kepada keluarga
agar obat pulang dihabiskan sesuai petunjuk dan segara kembali bila terjadi tanda dan
gejala dari sindrom nefrotik, seperti demam, terjadi pembengkakan di area mata,
wajah, perut sampai ke kaki, penurunan nafsu makan, nyeri perut, berat badan
meningkat, serta ajarkan orang tua untuk mengetahui pemeriksaan protein urin serta
memonitor tekanan darah.
4
Jika asuhan keperawatan pada anak sindrom nefrotik tidak diberikan secara adekuat
maka akan mengakibatakan komplikasi seperti gagal ginjal, karena itu sangatlah
penting peran perawatdalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
sindrom nefrotik.
dilakukan dengan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
baik berupa buku maupun informasi diinternetpendekatan yang digunakan adalah
studi kasus dimana penulisan mengelola suatu kasus menggunakan prses keperawatan
mengumpulkan data melalui wawancara yaitu dengan cara bertaya kepada pasien,
mengobservasi secara langsung melalukan pengamatan pada pasien dengan Sindrom
nefrotik dan menarik kesimpulan kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Metode
kepustakaan yang digunakan adalah studi dari buku-buku sumber yang berhubungan
dengan Sindroma nefrotik. Menurut Sugiono (2013), studi dokumen merupakan
catetan rekam medis dan laporan perawat.
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2.
2.2 Etiologi
Penyebab Kriteria
Glomerulonefritis sekunder
akibat:
6
7
Infeksi :
Keganasan :
Lain-lain :
2.3 Patofisiologi
2.3.3 Komplikasi
1. Terjadi Penggumpalan Darah
2. Anemia
3. Penyakit Jantung
Penyakit ini adalah kondisi ketika tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
milimeter merkuri (mmHG). Angka 140 mmHG merujuk pada bacaan
sistolik, ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara itu,
angka 90 mmHG mengacu pada bacaan diastolik, ketika jantung dalam
keadaan relaks sembari mengisi ulang bilik-bilik dengan darah.
5. Gagal Ginjal
Penyakit ginjal adalah gangguan yang terjadi pada ginjal. Ginjal merupakan
dua orang yang terletak di rongga perut kamu di kedua sisi tulang belakang
di tengah punggung kamu, tepat di atas pinggang. Ketika ginjal rusak,
12
2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Terapi
1. Obat kortikosteroid
Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal atau
mengobati penyakit peradangan penyebab sindrom
nefrotik, seperti lupus atau amioloidosis. Contoh obat ini
adalah methylprednisolone.
2. Obat Antihipertensi
Obat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi yang bisa
meningkat saat terjadi kerusakan ginjal. Selain itu, obat darah tinggi
dapat mengurangi jumlah protein yang terbuang melalui urine. Contoh
obat ini adalah obat ACE inhibitor, seperti enalapril atau catropril.
2. Obat Diuretik
Fungsi obat diuretik adalah untuk membuang cairan yang berlebihan
dari dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi gejala edema. Contoh
obat ini adalah furosemide.
13
3. Obat Pengencer Darah
Fungsi obat ini adalah untuk menurunkan risiko penggumpalan darah
yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik. Contoh obat ini
adalah heparin.
4. Obat Penisilin
Penisilin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah
infeksi yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik.
Sindrome nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 th dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal.
130)
Riwayat pengobatan
Penyebab sekunder akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid
atau preparat emas organik. (Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Adanya edema (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Body System
1. Sistem pernafasan
Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura
(Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 140)
2. Sistem kardiovaskuler
Penurunan curah jantung berdasarkan perubahan afterload, kontraktilitas
dan frekuensi jantung (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)
3. Sistem persarafan
Ditemukannya hipertensi ringan (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)
4. Sistem perkemihan
Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat
penurunan tekanan permukaan akibat proteinuria (Suharyanto & Madjid,
2013, hal. 141)
5.Sistem pencernaan
Biasanya pada pasien, dengan nefrotik sindrom pada sistem pencernaan
ditemukan adanya nyeri pada abdomen (Suriadi, 2010, hal. 201)
6. Sistem integument
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
penurunan pertahanan tubuh (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)
7. Sistem musculoskeletal
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang sering dijumpai pada sindrom
nefrotik (Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
8. Sistem endokrin
Biasanya tidak ditemukan komplikasi pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Sistem reproduksi normal
Penyebab :
Subyektif
(tidak tersedia)
Objektif
Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebihan
Mengi, wheesing dan/atau ronkhi kering
17
Subyektif
Dispnea
Sulit bicara
Ortopnea
Objektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi nafas menurun
Frekuensi nafas berubah
Pola nafas berubah
Penyebab :
Subyektif
Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Obyektif
Kehilangan bagian tubuh
Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Gejala dan tanda Minor
Subyektif
Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan.reaksi orang lain
Mengungkapkan perubahan gaya gidup
Obyektif
Menyembunyikan/menunjukan bagian tubuh secara berlebihan
Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
Hubungan sosial berubah
19
Mastektomi
Amputasi
Jerawat
Parut dan luka bakar yang terlihat
Obesitas
Hiperpigmentasi pada kehamilan
Gangguan psikiatrik
Program terapi neoplasma
Alopecia chemically induced
Penyebab :
2. Imununosupresi
3. Leukopenia
4. Supresi respon inflamasi
5. Vaksinasi tidak adekuat
AIDS
Luka bakar
Penyakit paru obstruksi kronis
Diabetes millitus
Tindakan infasif
Kondisi pengunaan terapi steroid
Penyalahgunaan obat
Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
Kanker
Gagal ginjal
Imunosupresi
Lymphedema
Leukositopenia
Gangguan fungsi hati
Penyebab :
Hiperglikemia
Penurunan konsentrasi hemoglobin
Penignkatan tekanan darah
Kekurangan volume cairan
21
Subyektif
( tidak tersedia )
Obyektif
Pengisisan kapiler >3 detik
Nadi perifer menurun atau tidak teraba
Akral teraba dingin
Warna kulit pucat
Turgor kulit menurun
Gejala dan tanda Minor :
Subyektif
Parastesia
Nyeri ekstrimitas ( klaudikasi intermiten )
Obyektif
Edema
Penyembuhan luka lambat
Indeks ankle-brachial <0,90 bruit femoral
Tromboflebitis
Diabetes millitus
Anemia
Gagal jantung kongestif
Kelainan hantung kongenital
Trombosis arteri
Varises
Trombosis vena dalam
Sindrom kompartemen
Penyebab :
Subyektif
Mengeluh lelah
Obyektif
Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Subyektif
Dispnea saat/setelah aktivitas
Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Merasa lemah
Obyektif
Tekanan darah berubah >20%dari kondisi istirahat
Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
Gambaran EKG menunjukkan iskemia
Sianosis
Penyebab :
Subyektif
(tidak tersedia)
Obyektif
24
Subyektif
Cepat kenyang setelah makan
Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan menurun
Obyektif
Bising usus hiperaktif
Otot penguyah lemah
Otot menelan lemah
Membran mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok berlebihan
Diare
Anemia
Gagal jantung kognitif
Penyakit jantung koroner
Penyakit katup jantung
Aritmia
Penyakit paru bstruktif kronis (PPOK)
Penyebab :
Subyektif
Dispnea
Obyektif
Penggunaan otot bantu pernafasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
26
Obyektif
Pernafasan pursed-lip
Pernafasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah
Penyebab :
27
fisiologis
Konfusi
Deperesi
Gangguan emosional
Situasional
Subyektif
Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
Pengeluaran feses lama dan sulit
Obyektif
28
Feses keras
Peristaltik usus menurun
Subyektif
Mengejan saat defekasi
Obyektif
Distensi abdomen
Kelemahan umum
Teraba massa pada rektal
Striktura anorektal
Ulkus rektal
Rektokel
Tumor
Penyakit hircsprung
Impaksi feses
Penyebab :
Subyektif
Perubahan irama jantung
Palpasi
Perubahan preload
Lelah
Perubahan afterload
Dispnea
Perubahan kontraktilitas
Paroxysmal nocturnal dispnea (PND)
Ortopnea
30
Batuk
Obyektif
Perubahan irama jantung
1. Bradikardia/takikardia
2. Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
Perubahan preload
1. Edema
2. Distensi vena juguralis
3. Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
4. Hepatomegali
Perubahan afterload
1. Tekanan darah meningkat/menurun
2. Nadi perifer teraba lemah
3. Capillary refill time >3 detik
4. Oliguria
5. Warna kulit pucat dan/ sianosis
Perubahan kontraktilitas
1. Terdengar suara jantung S3 dan/ atau S4
2. Ejection fraction (EF) menurun
Gejala dan tanda Minor
Subyektif
Perubahan preload
(tidak tersedia)
Perubahan afterload
(tidak tersedia)
31
Perubahan kontraktilitas
(tidak tersedia)
Perilaku/emosional
1. Cemas
2. Gelisah
Obyektif
Perubahan preload
1. Murmur jantung
2. Berat badan bertambah
3. Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
Perubahan afterload
1. Pulmonary vascular resistance (PVR) meningkat/menurun
2. Systematic vascular resistance (SVR) meningkat/menurun
Perubahan kontraktilitas
1. Cardiac index (CI) menurun
2. Left vascular stroke work index (LVSWI) menurun
3. Stroke volume index (SVI) menurun
Perilaku/emosional
(tidak tersedia)
Stenosis trikuspidal
Regurgitasi trikuspidal
Stenosis pulmonal
Regurgitasi pulmonal
Aritmia
Penyakit jantung bawaan
Penyebab :
Subyektif
Ortopnea
Dispnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Obyektif
Edema anasarka dan/atau edema periver
Berat badan meningkat dalam waktu singkat
Jugular venous pressure (JVP) dan/atau central venous pressure (CVP)
meningkat
33
Subyektif
(tidak tersedia)
Obyektif
Distensi vena jugularis
Terdengar suara nafas tambahan
Hepatomegali
Kadar Hb /Ht turun
Oliguria
Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
Kongesti paru
f. Kolaborasi
35
: Berikan
kortikosteroid
sesuai
ketentuan.
g. Berikan
diuretik bila
diinstruksikan.
h. Beri
makanan
spesial dan
disukai anak
g. Pantau
suhu.
h. Ajari orang
tua tentang
tanda dan
gejala infeksi
f. Berikan e. menurunkan
perawatan diri kelelahan.
sesuai
f. memenuhi
kebutuhan
kebutuhan perawatan
klien.
diri klien selama
intoleransi aktivitas.
mengenai
perubahan
penampilan
d. Diskusikan
pilihan untuk
rekontruksikan
dan cara-cara
untuk
membuat
penampilan
yang kurang
menjadi
menarik.
f. Gunakan
penghilang
tekanan atau
matras atau
tempat tidur
penurun
tekanan sesuai
kebutuhan
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Ny.W dengan
Neprotik Syndrome di ruang cemara 2 Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1
Raden Said Sukanto Jakarta Asuhan Keperawatan dilakukan selama 3 hari
dimulai dari tanggal 5 sampai dengan 7 maret 2020 dengan menggunakan proses
keperawatan yang terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
b) Identitas Keluarga
Nama ibu ialah Ny.N, usia 55 Tahun, pendidikan terakhir SD,
pekerjaan ibu rumah tangga, beragama Islam, suku bangsa Sunda,
Nama ayah ialah Tn.W, usia 60 Tahun, pendidikan terakhir SD,
pekerjaan pedagang, beragama Islam, suku bangsa Sunda, Alamat
rumah di Jl.Jaha RT 011 RW 011 RW 01 No. 54 Kalisari Jakarta
Timur.
43
44
c. Sistem Nilai
d. Spiritual
3) Respirasi/Sirkulasi
Data Subjektif: pasien mengatakan tidak sesak nafas,
tidak ada batuk dan sputum, pasien mengatakan tidak
sakit dada, ada edema di mata, wajah, tenggorokan,
perut, dan kaki.
4) Eliminasi
Data subjektif: pasien mengatakan abdomen kembung,
abdomen tidak sakit/nyeri, BAB bau khas, warna kuning
kecoklatan, tidak ada lendir, tidak diare, konsistensi
lunak, frekuensi BAB 1x/hari, jumlah BAK kurang lebih
49
6) Sensori Persepsi
Data Subjektif: pasien mengatakan pendengaran baik
saat dipanggil akan langsung menyaut, penglihatan
normal dan menatap saat diajak berinteraksi, penciuman
normal.
7) Konsep Diri
Data Subjektif: pasien mengatakan menjadi malas dan
suka tidur dikasur saja.
7) Seksualitas/Reproduksi
Data Subjektif: pasien mengatakan tidak mempunyai
gangguan sistem reproduksi, dan tidak ada keluhan yang
dirasa.
c. Dampak Hospitalisasi
Pada pasien, anak menjadi malas beraktifitas, pasien tampak
gelisah, dan suka tidur terus, tidak ada kelainan waktu tidur.
3.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hari pertama pada tanggal 4 Maret 2020 sampai
tanggal 7 Maret 2020 diberikan IVFD RL tpm, Cefotaxime 3x1 gram
via IV (pukul 01:00, 09:00, dan 17:00 WIB), Rantin 2x25 mg via IV
(pukul 09:00, dan 21:00 WIB), Ondancentron 3x4 mg via IV (pukul
01:00, 09:00, dan 17:00 WIB), Lasix 1x10 ml via IV (pukul 09:00
WIB), Prednison 3x20 mg via oral (pukul 01:00, 09:00, dan 17:00
WIB), Captopril 1x12,5 mg via oral (pukul 06:00 WIB), Diit makan
lunak (pukul 07:00, 13:00, dan 18:00 WIB).
Rencana Tindakan :
a. Monitor keadaan umum
b. Monitor tanda-tanda vital pasien tiap 4 jam
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Batasi masukan cairan pasien (kurang lebih 600 ml/hari)
e. Kaji perubahan edema: pantau edema sekitar mata
f. Ukur lingkar perut
g. Kaji mukosa bibir
h. Kaji turgor kulit
i. Kaji konjungtiva
j. Monitor infus pasien (infus RL 14 tpm makro)
k. Pantau intake dan ouput cairan
l. Hitung balance cairan
m. Berikan terapi Lasix 1x10 ml via IV (pukul 09:00 WIB)
n. Berikan terapi Prednison 3x20 mg via oral (pukul 01:00,
09:00, dan 17:00 WIB)
o. Pantau hasil laboratorium (hemoglobin, hematokrit,
globulin, albumin, elektrolit)
Pelaksanaan Keperawatan
Senin, 5 Maret 2020
Pukul 07:45 WIB mengkaji keadaan umum dan kesadaran
pasien, hasil: keadaan umum lemah dan kesadaran kompos
mentis, pukul 08:00 WIB menghitung balance cairan, hasil:
intake 1540 ml (makan + minum 600 ml, infus 800 ml, air
59
Evaluasi Keperawatan
Senin, 05 Maret 2020 pukul 15:00 WIB
Subjektif : Pasien mengatakan badannya masih bengkak.
Objektif : Keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis,
mukosa bibir kering, warna pucat, ada edema di
mata, wajah, dan kaki, tekanan darah 120/100
mmHg, frekuensi nadi 113 x/menit, berat badan 29
kg, tinggi badan 125 cm, intake 496,7 ml (makan +
minum 200 ml), infus 250 ml, air metabolisme 46,7
ml), balance cairan + 106,7 ml per shift,
pemeriksaan laboratorium terakhir pada tanggal 4
Maret 2020 yaitu hemoglobin 10,5 g/dl, hematokrit
32%, albumin 3,1 g/dl, globulin 3,4 g/dl, ureum 204
mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, natrium 136 mmol/l,
kalium 4,3 mmol.l, chloride 106 mmol/l, protein
urine ++.
Analisa data : Masalah keperawatan ketidakseimbangan volume
cairan dan elektrolit belum teratasi dan tujuan belum
tercapai.
Perencanaan : Tindakan keperawatan dilanjutkan
(a,b,c,d,e,f,g,h,I,j,k,l,m,n,o).
Rencana tindakan :
Pelaksanaan Keperawatan
Senin, 05 Maret 2020
Pukul 07:45 WIB mengkaji keadaan umum lemah dan kesadaran
kompos mentis. Pukul 08:15 WIB mengkaji mual dan muntah, hasil:
pasien mengatakan tidak mual dan muntah. Pukul 08:20 WIB
68
g/dl, albumin 3,1 g/dl. Pukul 09:10 WIB memberikan terapi Rantin
25 mg via IV bolus, hasil: obat masuk dengan lancar, tidak ada
tanda-tanda alergi. Pukul 09:15 WIB memberikan terapi
Ondancentron 4 mg via IV bolus, hasil: obat masuk dengan lancar,
tidak ada tanda-tanda alergi, pasien mengatakan tidak mual. Pukul
10:30 WIB mengkaji mukosa bibir kering, pukul 10:45 WIB
mengakaji konjungtiva, hasil: Konjungtiva anemis.
Evaluasi Keperawatan
Senin, 05 Maret 2020 pukul 15:00 WIB
Subjektif Pasien mengatakan nafsu makannya menurun,
pasien mengatakan tidak mual dan muntah.
Objektif Keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 120/100 mmHg, frekuensi nadi 113
x/menit, suhu 36,8 derajat C, frekuensi pernafasan
21 x/menit, berat badan 59 kg, abdomen tegang/
kaku dan kembung. Pasien makan disuapi oleh
anaknya, makan habis ½ porsi, mukosa bibir kering,
warna pucat, lingkar perut 55 cm, pemeriksaan
72
Pelaksanaan Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Pelaksanaan Keperawatan
Senin, 5 Maret 2020
Pukul 14:05 WIB mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang
penyakit pasien, hasil: keluarga mengatakan kurang mengerti tentang
penyakit pasien dan hanya tahu pasien sakit ginjal, keluarga pasien
tampak bingung dan menggelengkan kepala saat ditanya tentang
penyakit yang diderita oleh pasien, keluarga mengatakan pasien
bengkak karena di pasang infus saat dirawat di RS Tugu Ibu.
bedrest total, berikan pasien diet tinggi kalori tinggi protein dan
batasi penggunaan garam.
Evaluasi Keperawatan
Senin, 05 Maret 2020 pukul 15:00 WIB
Subjektif Keluarga pasien mengatakan kurang mengerti
tentang penyakit yang dialami pasien dan hanya
tahu pasien sakit diginjal, keluarga pasien
mengatakan pasien bengkak karena di pasang infus
saat dirawat di RS Tugu Ibu.
Objektif Keluarga pasien tampak bingung dan
menggelengkan kepala saat ditanya tentang
penyakit yang diderita oleh pasien.
Analisa data Masalah keperawatan kurang pengetahuan belum
teratasi, tujuan belum tercapai.
Perencanaan Tindakan keperawatan dilanjutkan (b,c,d,e).
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membuat setiap permasalahan yang di dapat pada kasus
dan membandingkan dengan teori yang ada meliputi kesamaan dan kesenjangan
yang disertai dengan faktor pendukung dan penghambat dalam lingkup
permasalahan yang mencakup tahap-tahap dan proses keperawatan terdiri dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Pada bab 2 telah di jelaskan salah satu faktor resiko terjadinya sindorm
nefrotik menurut Garniasih et al. (2008) ialah menurunnya kadar albumin dan
kadar kalsium . Albumin adalah protein utama yang terdapat dalam darah
manusia. Mengatur tekanan osmotic dalam darah merupakan fungsi utama
protein yang diproduksi oleh organ hati ini. Keseimbangan albumin
dibutuhkan untuk menjaga agar cairan yang terdapat dalam darah tidak bocor
ke jaringan tubuh. Kalsium adalah mineral paling umum dan salah satu yang
penting bagi tubuh. Tubuh memerlukannya untuk membangun dan
memperbaiki tulang serta gigi, membantu kerja saraf dan otot, membantu
pembekuan darah, mengaktifkan enzim yang mengubah makanan menjadi
energy, serta membantu kerja jantung. Beberapa makanan yang mengandung
banyak kalsium seperti susu, yogurt, keju dan roti gandum. Nilai kadar
kalsium normal dalam darah yaitu 8,8—10,4 mg/dl. Pada kasus Ny. W
81
82
Pada manifestasi klinis yang terdapat dalam teori dan juga ada dalam kasus
yaitu bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites), anoreksia, fatigue,
berat badan meningkat, malaise, penurunan jumlah urin disertai dengan
keluhan urin keruh atau berwarna kemerahan (hematuria), albumin rendah,
dan hipertensi. Karena dilihat dari patofisiologi sindrom nefrotik menurut
Suriadi dan Yuliani (2010) yaitu meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Penurunan albumin dan tekanan
osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume caira intravaskuler berkurang,
83
Manifestasi klinis yang ada dalam teori tetapi tidak ada didalam kasus adalah
nyeri abdomen karena saat dikaji sudah masuk hari kedua perawatan di ruang
cemara dan pasien mengatakan tidak merasakan nyeri pada abdomen.
Manifestasi klinis yang tidak ada dalam teori tetapi ada di dalam kasus, yaitu
pada pasien ditemukan mukosa mulut kering dan pucat. Mukosa mulu kering
serta pucat terjadi karena pasien yang jarang minum.
Menurut Suparto dan Pardede (2014), komplikasi yang dapat terjadi dari
sindrom nefrotik adalah selulitis, peritonitis bakterialis spontan, gagal ginjal,
dan pada kasus sindrom nefrotik jangka panjang komplikasinya adalah
gangguan kardiovaskuler pada pasien seperti hipertensi, venous thrombosis,
dan penyakit jantung. Selulitis yaitu infeksi bakteri pada jaringan kulit yang
dapat menyebabkan kulit terlihat kemerahan, bengkak, terasa lembek, dan
sakit saat ditekan. Peritonitis bakterialis spontan atau disebut juga peritonitis
primer didefinisikan sebagai infeksi pada peritoneum tanpa adanya sumber
84
infeksi local. Gagal ginjal yaitu kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun
secara bertahap. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang berkaitan
dengan jantung dan pembulu darah. Pada kasus Ny.W belum ditemukan
komplikasi karena saat pengkajian di dapat data saat Ny.W baru terjadi
bengkak, pasien langsung ke rumah sakit.
Pada pemeriksaan diagnostik yang ada diteori dilakukan semua pada Ny.W
yaitu pemeriksaan urine lengkap, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
kolesterol, pemeriksaan SGOT/SGPT dan elektrolit pemeriksaan urine
lengkap dilakukan untuk memantau perkembangan penyakit dan respons
tubuh terhadap pengobatan yang dijalani, misalnya pada pasien penderita
penyakit diabetes kerusakan dan infeksi ginjal, penyakit saluran kemih, lupus
dan tekanan darah. Selain itu juga mendiagnosis kondisi medis seperti radang
ginjal, protein dalam urine, kerusakan otot, gangguan ginal berupa batu dan
infeksi ginjal, gula darah atau diabetes yang tidak terkendali, dan infeksi
saluran kemih.
bergerak melalui darah dan melekat pada protein, kolesterol dan protein ini
disebut dengan lipoprotein. Analisa lipoprotein (profil lipoprotein atau profil
lipid) mengukur kadar darah dari jumlah kolesterol, LDL (low-density
lipoprotein) kolesterol, HDL (high-density lipoprotein) kolesterol dan
trigliserida (Samiadi,2017)
Diagnosa yang muncul ada kasus Ny.W yang sesuai dengan teori yaitu
ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan protein sekunder tehadap peningkatan permeabilitas glomerulus,
berbeda dengan etiologi di teori yaitu resistensi sodium dan air, dikasus
diganti karena pada hasil pemeriksaan sodium Ny.W dalam batas normal yaitu
136 mmol/l. diagnosa ini muncul karena saat pengkajian pasien mengatakan
86
badan masih bengkak, pasien mengatakan tidak sesak, keadaan umum lemah,
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital: tekanan darah 130/100 mmHg,
frekuensi nadia 108x/menit, suhu 36,2ºC, frekuensi pernafasan 21x/menit,
mukosa bibir kering, warna bibir pucat, tugor kulit elastic, ada edema di
seluruh tubuh (mata, wajah, perut, kaki), pasien tampak pucat, pengisian
kapiler < 3detik, suara nafas versikuler, abdomen tegang/kaku, abdomen
kembung, bising usus 8x/menit, lingkar perut 55cm, pupil isokor, konjungtiva
anemis, berat badan sebelum sakit 55 kg, berat badan saat ini 59 kg kg,
balance cairan + 120 ml per 24 jam, hasil laboratorium: Hemoglobin 10,5 g/dl,
Hematokrit 32 %, Albumin 3,1 g/dl, Globulin 34 g/dl, Ureum 204 mg/dl,
Kreatinin 1,5 mg/dl, Natrium 136 mmol/l, Kalium 4,3 mmol/l, Chlorida 106
mmol/l.
Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus yaitu
gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya
sirkulasi diagnosa ini tidak dimunculkan pada kasus karena tidak ada
gangguan integritas kulit pada pasien dan saat dikaji tugor kulit elastic, kulit
terasa hangat serta lembut, pasien ada edema tapi tidak ada kemerahan, tidak
terasa panas dan nyeri, tidak ada penurunan sirkulasi, bunyi nafas versikuler,
dan pasien juga setiap hari memakaikan lotion pada anak sehingga kulit anak
terawat dengan baik. Risiko infeksi berhubungan dengan terapi
immunosppressive dan hilanganya gama globulin, tidak muncul karena tidak
ada tanda-tanda infeksi pada pasien seperti dolor (rasa sakit/nyeri), kalor (rasa
panas), rubor (kemerahan), fungsi laesa (perubahan fungsi jaringan) saat dikaji
walaupun ada tumor (bengkak) tetapi tidak sampai yang menimbulkan infeksi,
hasil tanda-tanda vitalnya tekanan darah 130/100 mmHg, frekuensi nadia
108x/menit, suhu 36,2ºC, frekuensi pernafasan 21x/menit dan hasil
laboratorium leukosit pasin juga masih dalam batas normal, yaitu 10.000/UI
(5000-10.000/UI).
Adapun rencana keperawatan yang tidak terdapat pada teori tetapi ada kasus
adalah monitor tanda-tanda vital anak tiap 4 jam rasionalnya tanda-tanda vital
merupakan acuhan untuk mengatahui keadaan umum pasien, kaji adanya
gangguan menelan untuk mengintervensi tergantung pada penyebab masalah,
kaji konjungtiva dan mukosa bibir. rasionalnya untuk mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi atau kekurangan masukan cairan, auskultrasi bising usus
untuk mengetahui adanya bunyi usus mungkin menurun/ tidak ada bila proses
infeksi berat, beri makan sedikit tapi sering dan makan selagi hangat untuk
mendapatkan peningkatan nafsu makan, beri makan yang disukai untuk
mendorong pasien agar mau makan, beri terapi rantin 2 x 25 mg via IV (pukul
09.00 dan 21.00 WIB) untuk menghambat sekresi lambung.
Pada diagnosa kedua, yaitu perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, proteinuria. Tindakan yang dilakukan penulis
ialah mengkaji adanya gangguan menelan, mengkaji adanya anoreksia,
hipoproteinuria, dan diare, memastikan pasien mendapat makanan dengan
diet yang cukup, memberi diit yang sesuai, memeberi makan sedikit tapi
sering, memberi makan selalgi hangat, memberi makan yang disukai pasien,
92
mengkaji mual dan muntah, menimbang berat badan setiap hari, meberi
terapi rantin 2 x 25 mg via IV dan memberi terapi ondansentron 3 x 4 mg via
IV. Adapun tindakan keperawatan yang tidak terdapat di teori tetapi ada
dikasus adalah memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam untuk mengetahui
keadaan umum pasien, mengkaji adanya gangguan menelan untuk
mengintervensi penyebab masalah, mengkaji konjungtiva dan mukosa bibir
untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi atau kekurangan masukan
cairan, mendengarkan bising usus untuk mengetahui adanya bunyi usus
mungkin menurun/tidak, memberi makan sedikit tapi sering dan makan selagi
hangat untuk mendorong pasien untuk mau makan, memberi terapi rantin 2 x
25 mg via IV (pukul 09.00 dan 21.00 WIB) untuk menghambat sekresi asam
lambung. Ada kesenjangan antara teori dan kasus saat memantau hasil
laboratorium karena pada kasus Ny.W pemeriksaan laboratorium
(hemoglobin, albumin) hanya dilakukan sekali pada tangga 4 fenruari 2018,
sehingga saat penulis memantau hasil laboratorium di hari kedua dan ketiga
hasilnya masih sama dengan hari pertama saat pemeriksaan pada tanggal 4
februari 2018 yaitu hemoglobin 10,5 g/dl dan albumin 3,1 g/dl.
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap
ini penulis menilai sejauh mana tujuan dapat dicapai. Dari empat diagnosa
yang ada dalam kasus, dua masalah keperawatan sudah teratasi dan dua
lainnya belum teratasi. Masalah keperawatan yang sudah teratasi adalah
ansietas dan kurangnya pengetahuan.
Diagnosa yang lain belum teratasi ialah ketidak seimbangan volume cairan
dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permeabilitas glomerulus, karena pasien mengatakan bengkak
sedikit berkurang, keadaan umum lemah dan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 120/90 mmHg, frekuensi nadi 116 x/menit, suhu 36, 7°C,
frekuensi pernafasan 21 x/menit, berat badan 29 kg, mukosa bibir kering,
94
warna pucat, ada edema di mata, dan kaki, lingkar perut 55 cm, balance
cairan + 106,7 ml per shift. Masalah keperawatan belum teratasi dan tindakan
keperawatan dilanjutkan, yaitu memonitor keadaan umum, memonitor tanda-
tanda vital tiap 4 jam, menimbang berat badan setiap hari, menyarankan
pasien untuk mengurangi masukan cairan , mengkaji perubahan edema:
mengukur lingkar perut, memantau edema sekitar mata, memonitor infus
anak, memantau intake dan output cairan, menghitung balance cairan,
memberikan terapi Lasix 1 x 10 ml IV, dan memberikan terapi Prednison 3 x
20 mg via oral. Tindakan keperawatan dilanjutkan karena semua tujuan
rencana keperawatan dan kriteria hasil belum tercapai.
Diagnosa lainnya yang belum teratasi adalah perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Diagnosa ini belum teratasi
karena pasien mengatakan nafsu makannya sudah bertambah, pasien
mengatakan tidak mual dan muntah, berat badan 59 kg, abdomen tegang/
kaku dan kembung, , makan habis ¾ porsi, mukosa bibir kering, lingkar perut
55 cm. Tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu mengkaji adanya anoreksia,
memberi diit yang sesuai, memberi makan sedikit tapi sering, memberi
makan selagi hangat, mengkaji mual dan muntah, memberi terapi Rantin 2 x
25 mg via IV, dan memberi terapi Ondancentron 3 x 4 mg via IV. Tindakan
keperawatan dilanjutkan karena sebagian tujuan dari rencana keperawatan
dan kriteria hasil yang telah dibuat belum tercapai.
PENUTUP
Pada bab ini penulis akan menggambarkan kesimpulan dan saran berdasarkan
hasil studi kasus asuhan keperawatan pada Ny. W dengan sindrom nefrotik
5.1 Kesimpulan
Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak muncul pada kasus yaitu
gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya
sirkulasi, dan resiko infeksi berhubungan dengan terapi
immunosppressive dan hilangnya gamaglobulin. Dalam merumuskan
diagnosa keperawatan, faktor pendukung penulis yaitu adanya kerjasama
dengan keluarga pasien, perawat ruangan, kelengkapan data, serta
tersedianya buku-buku tentang diagnosa keperawatan. Faktor penghambat
96
97
Pada evaluasi keperawatan dari tanggal 05-07 Februari 2018 dari empat
diagnosa keperawatan yang terdapat dalam kasus, dua masalah sudah
teratasi dan dua lainnya belum teratasi. Masalah keperawatan yang sudah
teratasi adalah ansietas
5.2 Saran
a. Untuk Mahasiswa
edema di mata, perut, dan kaki serta pada pemberian diit yang sesuai
untuk penderita sindrom nefrotik yaitu diit tinggi protein
b. Untuk Keluarga
Alatas, H., Tribono, P. P., Tambunan, T., Pardede, S. O., & Hidayati.(2015).
Pengobatan terkini sindrom nefrotik (SN) pada dewasa. Sari Perdatri,
17(2), 155-162.
Baradero,M., Dayrit, M.W., & Siswadi, Y. (2009). Klien gangguan ginjal: seri
albumin dan kalsium serum nefrotik sindrom. Sari Pediatri, 10(2), 100-
105.
100
101
Prodjosudjadi, W. (2009) buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II (3rded). Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H.(2008). Brunner &
Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (11thed). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I.., & Marecellus (Ed). (2009). Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid I (5thed). Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (Ed). (2014). Kapita selekta
kedokteran (Edisi 4). Jakarta: Medis Aesculapius.
Wigari, R. & Laksami, E. (2011). Alternative terapi insial sindrom nefrotik untuk
menurunkan kejadian relaps. Sari pediatri, 11(6), 415-419