Anda di halaman 1dari 20

POPULASI, SAMPEL, TEKNIK SAMPLING DAN KESALAHAN

SAMPEL DALAM PENELITIAN

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai


Pada Matakuliah Metodologi Penelitian Pada Program Studi Pendidikan Agama
Islam (Magister) Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:

A. NURFADHIL
NIM:

Dosen Pengampu

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi akan memberikan gambaran yang tepat tentang berbagai

kejadian, namun jumlah yang besar, daerah yang luas, variasi yang

banyak; akan membutuhan biaya banyak dan waktu yang lama. Di

samping itu, populasi yang banyak dan luas dapat pula menimbulkan

berbagai kesalahan (errors) pada saat pengumpulan data karena keletihan

dan kelelahan. Di samping itu, kalau ditilik dari sifat populasi, dan risiko

yang ditimbulkan populasi tertentu, peneliti lebih baik mengumpulkan

data dari sampel daripada dari populasi. Suatu hal yang esensial dan perlu

mendapat perhatian peneliti yaitu dengan menggunakan sampel, temuan

penelitian tidaklah menyimpang dari hasil yang sebenarnya. Betapa pun

baiknya perumusan masalah, tepatnya penentuan variabel dan subvariabel

serta penjabarannya ke dalam instrumen belumlah akan memberikan hasil

yang optimal kalau informasi yang dikumpulkan tidak bersumber dari

sumber yang benar, dengan bukti yang autentik dan dapat dipercaya, serta

dengan jumlah yang representatif.

Dengan kata lain, populasi yang digunakan hendaklah benar dan

tepat sesuai dengan karakteristik yang terdapat dalam populasi itu,

sedangkan sampel yang digunakan hendaklah mewakili populasi tersebut.

Awal kekeliruan dalam penentuan sampel timbul apabila peneliti kurang

mampu menelaah secara mendalam karakteristik atau sifatsifat dari

populasi sebagai penggambaran sifat objek yang ingin diteliti sehingga ada

beberapa karakteristik yang dilupakan dan tidak terwakili dalam penarikan

sampel. Di lain pihak terjadi pula kekeliruan dalam menentukan jenis

sampel yang digunakan, besarnya ukuran sampel serta kekeliruan dalam

penarikan sampel. Populasi dan sampel dalam suatu penelitian mempunyai


peranan sentral dan menentukan. Kedua istilah itu merupakan suatu

konsep yang mempunyai karakteristik dan sifatsifat tertentu. Populasi

merupakan keseluruhan atribut; dapat berupa manusia, objek, atau

kejadian yang menjadi fokus penelitian, sedangkan sampel adalah

sebagian dari objek, manusia, atau kejadian yang mewakili populasi.

Meniadakan segala kesalahan, sekurangkurangnya meminimalkan

kekeliruan yang terjadi sebagai akibat kesalahan dalam menentukan

populasi dan besarnya sampel perlu dilakukan dengan sebaik mungkin;

namun kita tidak perlu berhenti meneliti justru karena takut salah.

Menyadari kekurangan dan kekeliruan yang mungkin terjadi dan

menyerahkan kepada orang lain untuk dikritik merupakan suatu modal

utama dalam penyelidikan ilmiah untuk mendapatkan hasil yang lebih

optimal.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar tentang Populasi?

2. Bagaiamana konsep dasar tentang Sampel?

3. Bagaimana konsep dasar tentang teknik sampel?

4. Bagaimana konsep dasar tentang kesalahan mengambil sampel dalam

penelitian?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Populasi


Dalam kerangka penelitian (terutama sekali penelitian kuantitatif),

populasi merupakan salah satu hal yang esensial dan perlu mendapat perhatian

dengan saksama apabila peneliti ingin menyimpulkan suatu hasil yang dapat

dipercaya dan tepat guna untuk daerah (area) atau objek penelitiannya.

Seandainya para peneliti ingin menyimpulkan sesuatu aspek tertentu dalam

wilayah tertentu, atau pada individu tertentu dalam area tertentu atau terhadap

peristiwa tertentu, ia perlu menentukan

terlebih dahulu apa batasan wilayah, objek, atau peristiwa yang akan

diselidikinya. Wilayah, objek, atau individu yang diselidiki mempunyai

karakteristik tertentu, yang akan mencerminkan atau memberi warna pada hasil

penelitian. Semua karakteristik yang terdapat pada individu, objek, atau

peristiwa yang dijadikan sasaran penelitian hendaklah terwakili. Kalau hanya

tentang satu aspek, maka hasil penelitian tersebut hanya berlaku untuk aspek itu,

bukan semua karakteristik yang melekat pada unit tersebut. Apabila seorang

peneliti ingin meneliti tentang kenakalan remaja berkenaan dengan minuman

keras, narkoba, dan obat terlarang lainnya di seluruh Indonesia, maka

karakteristik individu remaja di seluruh Indonesia apakah di kota dan desa;

remaja di daerah padat dan jarang; kaya dan miskin, wilayah Barat, Tengah, dan

Timur; perlu dijadikan populasi penelitian. Area tersebut hendaklah betulbetul

terwakili. Di lain pihak perlu mendapat perhatian, individu yang akan dijadikan

objek penelitian apakah semua individu dari kelompok remaja saja ataukah

termasuk individu kelompok remaja awal dan remaja akhir. Andai kata ada
peneliti ingin menyelidiki tentang sifat dan karakteristik harimau sumatera, maka

populasi penelitiannya adalah harimau sumatera, bukan harimau jawa atau jenis

harimau lain, maka lokasi penelitian terbatas dan sebatas wilayah pemukiman

harimau sumatera. Apakah ada harimau sumatera yang bukan di Pulau

Sumatera? Andai kata “ya”, maka lokasi/area penelitian termasuk daerahdaerah

tersebut. Kalau yang diteliti adalah populasi harimau di Indonesia, maka

populasi penelitiannya adalah semua jenis harimau tanpa membedakan harimau

sumatera, jawa, dan jenis harimau yang lain, sedangkan lokasinya adalah

Indonesia. Sebaliknya, ada pula penelitian yang tidak menggunakan populasi,

contoh penelitian tentang struktur bahasa yang dipakai pengarang cerita Jalan

Tiada Ujung. Apa yang dibuktikan dari hasil temuannya hanya berlaku untuk

Cerita Jalan Tiada Ujung, dan tidak berlaku untuk cerita yang lain walaupun

dikarang oleh pengarang yang sama. Secara umum dapat dikatakan beberapa

karakteristik populasi, yaitu:

1. Merupakan keseluruhan dari unit analisis sesuai dengan informasi yang

akan diinginkan.

2. Dapat berupa manusia, hewan, tumbuhtumbuhan, benda atau objek mau

pun kejadian yang terdapat dalam suatu area/daerah tertentu yang telah

ditetapkan.

3. Merupakan batas (boundary) yang mempunyai sifat tertentu yang me

mungkinkan peneliti menarik kesimpulan dari keadaan itu. d.

Memberikan pedoman kepada apa atau siapa hasil penelitian itu dapat

digeneralisasikan.
Beberapa contoh populasi dalam penelitian yang berbeda: Pertama

apabila peneliti ingin mengetahui tentang perasaan wanita usia subur melahirkan,

maka populasi penelitiannya adalah wanita usia subur yang berumur sekitar 1540

tahun dan telah pernah kawin serta telah pernah melahirkan. Mengapa populasi

tidak semua wanita usia 1540 tahun? Untuk membuktikan secara empiris

realistis, mustahil untuk menyertakan wanita yang tidak pernah kawin sebab

walaupun ia mungkin subur tetapi karena belum terbukti dengan adanya anak

tentu sulit menyatakannya dengan benar dan nyata. Mungkin secara teoretis

dapat dibuktikan berdasarkan hormon yang mereka miliki (usia subur) tetapi

belum tentu melahirkan, karena sesuatu dan lain hal menunda kawin dan/atau

menunda kelahiran, tetapi pendekatan penelitian yang digunakan jauh berbeda

dan peneliti yang mungkin melakukan juga terbatas dan berkemampuan teoretis

tinggi dalam aspek tersebut.

Di samping itu, secara sederhana usia subur melahirkan hanya da pat

dikenakan dan diketahui dari wanita yang sudah kawin dan melahirkan. Adanya

kategori kawin untuk menyatakan batas atau pemisah dalam menentukan

populasi. Mengapa tidak diambil wanita usia di bawah 15 tahun dan besar dari

40 tahun, karena secara teoretis memang ada kemungkinan wanita pada usia itu

akan melahirkan, namun jumlah tersebut sangat kecil dan terbatas, karena itu

diabaikan. Kedua, seandainya peneliti ingin melihat indeks prestasi mahasiswa

yang diterima melalui penelusuran bakat, maka populasinya adalah mahasiswa

yang diterima melalui penelusuran bakat; tetapi seandainya peneliti ingin

membandingkan keampuhan sistem penerimaan mahasiswa baru dikaitkan


dengan indeks prestasi yang mereka perdapat di tahun I, maka populasi

penelitiannya adalah mahasiswa tahun I, baik yang diterima melalui penelusuran

bakat maupun melalui sistem penerimaan mahasiswa baru. Andai kata ada

mahasiswa titipan (tanpa melalui seleksi dan penelusuran bakat), maka

mahasiswa itu tidak tergolong ke dalam populasi penelitian. Ketiga, seandainya

ada pula peneliti yang ingin melihat pengaruh irigasi terha dap hasil panen

sawah, maka populasi penelitiannya semua area sawah yang mendapatkan irigasi

teknis dan semi teknis dalam wilayah penelitian. Dengan demikian, jelaslah

bahwa populasi merupakan totalitas semua nilainilai yang mungkin daripada

karakteristik tertentu sejumlah objek yang ingin dipelajari sifatnya. Bailey

(1978) menyatakan populasi atau universe ialah jumlah keseluruhan dari unit

analisis, sedangkan Spiegel (1961) menyatakan pula bahwa populasi adalah

keseluruhan unit (yang telah ditetapkan) mengenai dan dari mana informasi yang

diinginkan. Justru karena itu, populasi penelitian dapat berbedabeda sesuai

dengan masalah yang akan diselidiki. Populasi itu dapat berupa manusia, benda,

objek tertentu, peristiwa, tumbuhtumbuhan, hewan, dan sebagainya. Pendapat di

atas diperkuat lagi oleh pendapat berikut. Sax (1978) menyatakan bahwa ...

popula si adalah keseluruhan manusia yang terdapat dalam area yang telah

ditetapkan, se dang kan Tuckman mengemukakan bahwa populasi atau target

populasi adalah kelompok dari mana peneliti mengumpulkan informasi dan

kepada siapa kesimpulan akan digambarkan. Populasi dapat digolongkan dalam

dua jenis, yaitu:

1. Populasi terbatas (definite), yaitu objek penelitian yang dapat dihitung,


seperti luas area sawah, jumlah ternak, jumlah murid, dan jumlah

mahasiswa.

2. Populasi tak terbatas (indefinite), yaitu objek penelitian yang mempunyai

jumlah tak terbatas, atau sulit dihitung jumlahnya; seperti tinta, air, pasir

di pantai, padi di sawah, atau beras di gudang.

Pada dasarnya, pasir di pantai ataupun beras di gudang kalau mau

menghitung masih mungkin dan dapat dihitung, namun apabila dilakukan, kerja

tersebut kurang efektif dan tidak efisien. Seandainya ingin juga meneliti aspek

tersebut, sebaiknya ubah populasi itu menjadi terbatas dengan mengubah unit

satuannya menjadi botol dan karung, sehingga tinta dalam botol, pasir dalam

karung. Populasi penelitian akan berubah menjadi 50 botol tinta atau lima karung

pasir. Populasi yang bersifat terbatas dan tidak terbatas mungkin homogen, dan

mungkin pula heterogen, berlapis, atau berstrata. Hal itu tergantung pada

karakteristik yang menyertai masingmasing populasi.

B. Konsep Dasar Sampel

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sampel adalah sebagian dari

populasi yang terpilih dan mewakili populasi tersebut. Sebagian dan mewakili

dalam batasan di atas merupakan dua kata kunci dan merujuk kepada semua ciri

populasi dalam jumlah yang terbatas pada masingmasing karakteristiknya.

Seandainya populasi itu mempunyai 10 karakteristik atau ciri tertentu, maka

sebagian dan mewakili dalam hal ini hendaklah mencakup kesepuluh

karakteristik tersebut, dan dari masingmasing karakteristik diambil sebagian

kecil sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam menentukan besarnya ukuran
sampel.

Di samping itu, perlu diperhatikan pula teknik analisis yang akan

digunakan sehingga data yang terkumpul dapat diolah dengan teknik yang tepat.

Dalam menentukan ukuran sampel (sample size) dapat digunakan berbagai

rumus statistik, sehingga sampel yang diambil dari populasi itu benarbenar

memenuhi persyaratan tingkat kepercayaan yang dapat diterima dan kadar

kesalahan sampel (sampling errors) yang mungkin ditoleransi. Beberapa

pendapat ahli tentang pengertian sampel sebagai berikut: Sax (1979: 181)

mengemukakan bahwa sampel adalah suatu jumlah yang terbatas dari unsur yang

terpilih dari suatu populasi. Unsur tersebut hendaklah mewakili populasi.

Adapun Warwick (1975: 69) mengemukakan pula bahwa sampel adalah

sebagian dari suatu hal yang luas, yang khusus dipilih untuk mewakili

keseluruhan. Tidak jauh berbeda dari pendapatpendapat tersebut, Kerlinger

(1973: 118) menyatakan: Sampling is taking any portion of a population or

universe as representative of that population or universe. Adapun Leedy (1980:

111) mengemukakan bahwa: sampel dipilih dengan hatihati sehingga dengan

melalui cara demikian peneliti akan dapat melihat karakteristik total populasi.

Oleh karena itu, ciriciri sampel yang baik sebagai berikut:

1. Sampel dipilih dengan cara hatihati; dengan menggunakan cara tertentu

dengan benar.

2. Sampel harus mewakili populasi, sehingga gambaran yang diberikan

mewakili keseluruhan karakteristik yang terdapat pada populasi. c.

Besarnya ukuran sampel hendaklah mempertimbangkan tingkat


kesalahan sampel yang dapat ditoleransi dan tingkat kepercayaan yang

dapat diterima secara statistik.

Penggunaan sampel (bukan populasi) dalam penelitian bukan

dimaksudkan untuk mengurangi ketelitian dan ketepatan hasil penyelidikan

ataupun prediksi terhadap suatu masalah yang akan diselidiki. Mengapa kita

harus meneliti 1000 orang, kalau dengan 200 orang saja hasil penelitian dapat

dipercaya? Beberapa keuntungan penggunaan sampel:

1. Biaya menjadi berkurang. Dengan mengambil data dari sebagian

populasi, berarti jumlah sumber data yang akan dikumpulkan lebih

sedikit dari jumlah populasi. Dengan jumlah yang terbatas berarti pula

biaya yang digunakan untuk penyelidikan menjadi berkurang

dibandingkan apabila data harus dikumpulkan dari populasi.

2. Lebih cepat dalam pengumpulan dan pengolahan data. Dengan responden

yang lebih sedikit berarti waktu yang digunakan untuk mengumpul data

lebih cepat. Selanjutnya jumlah data yang terbatas akan mempercepat

pula dalam pengolahan data penelitian. Dengan demikian, secara ke se lu

ruhan penggunaan sampel akan memperpendek waktu penelitian dan

mem percepat dalam pengolahan data.

3. Lebih akurat. Makin lama dan makin banyak seseorang mengumpulkan

informasi, makin lelah yang bersangkutan. Keadaan itu akan

menyebabkan berbagai kesalahan dan mengurangi ketelitian peneliti. Di

samping itu, subjektivitas peneliti makin menonjol. Dengan

menggunakan sampel, jumlah personal lebih sedikit yang dibutuhkan;


peneliti dapat menggunakan tenaga yang lebih tinggi kualitasnya, dan

latihan para petugas dapat diberikan lebih intensif sebelum kegiatan

pengumpulan data dimulai. Keadaan yang demikian akan memberikan

hasil yang lebih baik dan akurat, baik pada waktu pengumpulan data

maupun dalam pengolahan data.

4. Lebih luas ruang cakupan penelitian. Penelitian yang menggunakan

sensus (populasi) akan menyebabkan ruang cakup annya (scope) lebih

terbatas karena jumlah respondennya lebih banyak, se baliknya apabila

peneliti menggunakan sampel, jumlah responden lebih sedikit dan ruang

cakupan dapat bertambah luas.

C. Teknik Sampling

Secara sederhana sampel dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Sampel random atau probability

2. Sampel non random atau non probability

Pada sampel random setiap individu mempunyai kesempatan yang sama

untuk dipilih, dan diambil secara random; sedangkan pada sampel non random

ada pertimbanganpertimbangan tertentu yang digariskan terlebih dahulu sebelum

diambil sampelnya atau subjek kebetulan atau terdapat di daerah penelitian.

Sampel non random biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif.

Menggunakan sampel random dalam penelitian kuantitatif berarti peneliti

berupaya untuk meminimalkan kesalahan karena faktor keletihan dan kebosanan,

mengurangi bias dari manusia dengan menggunakan prosedur yang benar dan

teknik yang tepat serta memberikan pe luang kepada semua anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel sedangkan dalam sampel non random ada

pertimbangan khusus, ada tujuan tertentu dalam sampel penelitiannya, baik

dilihat dari segi besarnya ukuran sampel, prosedur penentuan dan kualitas

respondennya. Ke dalam kelompok sampel random, termasuk beberapa cara

pengambilan sampel, seperti: a. Simple random sampling. b. Systematic random

sampling. c. Cluster atau area random sampling. d. Stratified random sampling.

e. Proportional random sampling. f. Multistage random sampling.

Tiap jenis cara pengambilan sampel di atas akan dibicarakan satu per

satu pada uraian lebih lanjut.

1. Simple Random Sampling

Simple random sampling (SRS) merupakan dasar dalam pengambailan

sampel random yang lain. Pada prinsipnya SRS dilakukan dengan cara undian

atau lottere. Dalam pelaksanaannya dapat berbentuk replacement yaitu dengan

cara mengembalikan responden terpilih sebagai sampel kepada kelompok

populasi untuk dipilih menjadi calon responden berikutnya dan without

replacement, yaitu cara pengambilan sampel dengan tidak mengembalikan

responden terpilih pada kelompok populasi.

Dengan pengembalian pada kelompok pupulasi, berarti setiap individu

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih kembali pada pemilihan calon

sampel berikutnya, sehingga jumlah populasi tetap sama sampai semua

responden terpilih sesuai dengan ukuran sampel yang diinginkan. Ini berarti

apabila seorang anggota populasi sebagai sampel pertama, maka dalam

pemilihan untuk menentukan sampel kedua, sampel pertama diikutsertakan lagi


untuk dipilih dalam undian. Andai kata sampel pertama terpilih lagi, kocok lagi,

dan pilih lagi, sehingga dapat sampel kedua. Demikian seterusnya. Pemilihan

sampel tanpa pengembalian berarti setiap responden yang sudah terpilih sebagai

sampel tidak punya hak lagi untuk dipilih lagi dalam periode berikutnya. Dengan

kata lain, populasi berikutnya menjadi berkurang dari jumlah yang sebenarnya,

sehingga kesempatan terpilih menjadi lebih besar. Demikian juga dalam

penentuan responden ketiga dan seterusnya.

2. Systematic Random Sampling

Apabila kita bandingkan systematic random sampling dengan simple

random sampling maka tingkat ketelitian systematic random sampling jauh lebih

baik apabila cara penentuan dan pemilihan sampel mengikuti pola yang berlaku

dan menurut cara yang sebenarnya. Di samping itu, systematic random sampling

lebih praktis dan sedikit terjadi kesalahan dalam penentuannya. Systematic

random sampling merupakan suatu prosedur penentuan sampel secara random

dan sistematis. Ini berarti kedua konsep dasar itu dalam menentukan sampel

harus diperhatikan secara benar. Pada langkah awal dalam menentukan urutan

tiap individu yang akan dipilih berdasarkan populasi yang ada, hendaklah

dilakukan secara random. Dengan kata lain siapa yang akan ditentukan untuk

mendapatkan urutan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya hendaklah

ditentukan secara acak (random). Dengan demikian semua anggota populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk ditempatkan dalam urutan pertama,

kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada langkah berikutnya baru ditentukan siapa

yang akan terpilih menjadi sampel pertama, kedua dan seterusnya sesuai dengan
besarnya ukuran sampel yang telah ditetapkan secara sistematis. Karena itu,

penentuan sampel systematic random sampling disebut juga dengan systematic

sampling with a random start.

3. Cluster atau Area Sampling

Mendenhall, Ott dan Schaefer (Bailey, 1978: 80) menyatakan bahwa

cluster sampling adalah simpel random sampling di mana tiaptiap unit

dikumpulkan sebagai satu kumpulan atau cluster. Dalam hal ini cluster dapat

diartikan sebagai kelompok atau kumpulan, di mana unsurunsur dalam satu

cluster homogen, sedangkan antara satu cluster dengan cluster lain terdapat

perbedaan. Dari sisi lain para pembaca tentu menyadari bahwa populasi

penelitian kadangkadang heterogen dan luas, namun di dalam kebervariasiannya

itu terdapat berbagai kesamaan antaranggota kelompok dan menempati area yang

bersamaan. Contoh seorang peneliti ingin mengetahui pendapatan warga

masyarakat di suatu provinsi yang terdiri dari ber bagai kelompok masyarakat

yang berbeda. Karena daerahnya luas, kalau dilakukan sensus akan

membutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu cukup lama. Dengan

melakukan studi pendahuluan dapat diketahui berbagai informasi, bahwa di

wilayah itu ada tiga kelompok warga masyarakat yang hidup dari mata

pencaharian yang berbeda, yaitu nelayan, petani, dan ABRI. Dengan

memperhatikan kondisi wilayah, peneliti dapat mengelompokkan populasi

penelitian dalam tiga cluster area/pekerjaan, yaitu nelayan, petani dan ABRI.

Tindakan seperti ini sangat membantu peneliti dalam mendapatkan informasi

dari sumber yang beraneka ragam, namun terwakili dalam sampel penelitian.
4. Stratiied Random Sampling

Warwick (1975: 96) menyatakan bahwa stratifikasi adalah proses

membagi populasi menjadi subkelompok atau strata, sedangkan Mendenhall, Ott

dan Schaefer, berpendapat bahwa sampel strata berarti memisahkan

elemen/unsurunsur menjadi kelompok yang tidak tumpangtindih dan kemudian

memilih dengan simple random sampling dari tiap strata. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa stratified random sampling merupakan suatu prosedur

atau cara dalam menentukan sampel dengan membagi populasi atas beberapa

strata sehingga tiap strata menjadi homogen dan tidak tumpangtindih dengan

kelompok lain; atau antara satu kelompok dengan yang lain bertingkat/berlapis

yang merupakan “rank order”. Langkahlangkah penentuan sampel dengan

menggunakan prosedur ini adalah sebagai berikut: 1) Menentukan karakteristik

populasi sehingga jelas stratanya. Andai kata populasi penelitian tidak berstrata

gunakan cara lain yang lebih tepat. 2) Pada langkah berikutnya, menentukan

besarnya sampel penelitian dengan meng gunakan formula yang tepat. Dalam hal

ini yang menjadi pertimbangan utama ialah berapa tingkat kepercayaan hasil

penelitian dapat diterima dan seberapa jauh tingkat kesalahan sampel dapat

ditoleransi. Penentuan besarnya sampel dengan menggunakan teknik persentase

sulit untuk dapat dipercayai keakuratannya. Tujuh puluh lima persen dari

populasi 40 orang akan berbeda kecermatan hasil penelitian dibandingkan 75%

dari 2000 populasi. Sebaliknya, untuk populasi yang berjumlah 100.000 apakah

peneliti juga harus mengambil 75%? Walaupun persentase sama, namun

ketepatan hasil penelitian berbeda sekali. 3) Menentukan sampel secara random


sesuai dengan besarnya ukuran sampel yang telah ditentukan sebelumnya. 4)

Buat daftar sampel terpilih yang akan dijadikan responden penelitian.

5. Multistage Random Sampling

Dalam berbagai objek penelitian sering ditemukan bahwa ada berbagai

pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum sampai kepada cara menentukan

siapa responden penelitian yang akan dilakukan. Contoh: apabila ada peneliti

ingin mengetahui tentang keinginan melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi,

dengan mempertimbangkan lokasi sekolah dan penghasilan masyarakat di

wilayah tersebut. Dalam kondisi seperti itu dapat menggunakan multistage

random sampling dalam menentukan responden/penelitian. Peneliti tidak dapat

langsung menentukan siapa yang yang akan menjadi responden penelitian. Ia

harus melewati beberapa langkah (multistage): 1) Tentukan dahulu secara

keseluruhan apa yang menjadi unit utama sampel nya, atau disebut juga dengan

primary sampling units. Dalam contoh di atas unit utamanya adalah SD, yaitu

SD dekat jalan raya dan SD jauh dari jalan raya. Penentuan dekat jalan raya

sebaiknya digunakan ukuran jarak fungsional dari jalan raya. 2) Pada langkah

berikutnya, menentukan unit/unsur kedua yang menjadi pertimbangan

(secondary sampling units) pada masingmasing kelompok yang telah dipisahkan.

Dalam contoh di atas yakni penghasilan masyarakat. Oleh karena itu, sekolah

dekat jalan raya dibagi lagi atas tiga bagian, yaitu sekolah di daerah yang

penghasilan masyarakatnya tinggi, sedang, dan kurang. Dengan cara demikian

peneliti dapat menentukan mana sekolah dekat jalan raya yang penghasilan

masyarakatnya tinggi dan sekolah dekat jalan raya yang penghasilan


masyarakatnya sedang, serta sekolah dekat jalan raya yang penghasilan

masyarakatnya kurang. Cara yang sama diberlakukan pula untuk sekolah yang

jauh dari jalan raya.

6. Proportional Random Sampling

Teknik ini juga merupakan pengembangan dari stratified random

sampling, di mana jumlah sampel pada masingmasing strata sebanding dengan

jumlah anggota populasi pada masingmasing stratum populasi.

Dengan cara demikian, akan terdapat perbandingan yang seimbang antara

besarnya sampel dan populasi pada masingmasing subkelompok, sehingga sifat

masingmasing strata tidak dapat meniadakan sifat kelompok yang lain. Dalam

memilih dan menentukan siapa yang akan menjadi sampel penelitian untuk ma

singmasing kelompok, dapat digunakan simple random sampling atau cara lain

yang lebih sesuai dengan karakteristik populasi. Teknik pengambilan sampel

nonrandom yang sering digunakan seperti purposive sampling, expert sampling,

dan judgement sampling. Namun perlu diingat, bahwa hasil penelitian dengan

menggunakan sampel nonrandom tidak boleh dige neralisasi terhadap populasi.

D. Kesalahan dalam Mengambil Sampel dalam Penelitian

1. Kesalahan Variasi acak (random variation)

Variasi acak merupakan sumber kesalahan sampling yang paling umum

dijumpai. Contoh: diperoleh rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar

Rp 200 juta/thn untuk daerah tersebut > curiga salah pendugaan yaitu
secara kebetulan semua sampel yang dipilih mungkin berada dalam

kelompok yang berpendapatan tinggi. Solusi : peneliti hanya dapat

meminimumkan dengan memilih rancangan penarikan sampel yang tepat.

2. Kesalahan spesifikasi (specification error)

Tipe kesalahan ini sangat umum dijumpai dalam pengambilan pendapat

untuk pemilihan umum. Contoh : populasi sebenarnya yang hendak

dipelajari untuk survai pemilihan terdiri dari mereka yang akan memilih

pada hari pemilihan, namun survai pemilihan umum biasanya secara khas

mengmabil opini dari pendapat para pemilih yang terdaftar, walaupun

dalam kenyataanya banyak diantara mereka yang tidak akan memilih

pada hari pemilihan umum.

Selain itu kesalahan ini dapat juga muncul karena dafatar unsur populasi

yang tidak benar, informasi yang tidak benar pada buku catatan inventori,

pemilihan anggota sampel yang keliru (seperti misalnya melakukan

penggantian responden yang dituju dnegan tetangga jika rsponden yang

seharusnya ditemui tidak berada di tempat), sensitivitas pertanyaan,

kesalahan dalam pengumpulan informasi tentang sampel yang

disebabkan oleh bias pewawancara yang disengaja atau tidak disengaja,

atau kesalahan-kesalahan dalam memproses informasi sampel. Solusi :

peneliti dapat membuat pernyataan yang sangat hati-hati tentang tujuan

survai pada permulaan studi.

3. Ketidaklengkapan respon (nonresponse error)

Kesalahan ini terjadi karena tidak setiap responden berkenan merespon


suatu survai (kuesioner). Dengan responden tidak merespon maka

muncul kegagalan dalam pengumpulan data daari semua individu dalam

sampel. Dengan pertimbangan bahwa jawaban dari individu sampel yang

tidak merespon belum tentu sama dnegan jawaban individu sampel yang

merespon. Untuk itu maka perlu dilakukan langkah menindaklanjuti

tanggapan responden yang tidak memberi respon atau yang merespon

tapi tidak lengkap setelah suatu periode waktu tertentu.

4. Kesalahan penarikan sampel (sampling error)

Diyakini bahwa sampel yang ‘baik’ merupakan miniatur dari populasi.

Meskipun demikian pengambilan sampel yang berulang-ulang biasanya

menghasilkan besaran suatu karakteristik populasi yanbg berbeda-beda

antar satu sampel ke sampel lainnya. Sampling error mencerminkan

keheterogenan atau peluang munculnya perbedaan dari satu sampel

dnegan sampel yang lain akrena perbedaan individu yang terpilih dari

berbagai sampel tersebut. Solusi : sampling error dapat diperkecil dengan

memperbesar ukuran sampel meskipun upaya ini mengakibatkan

peningkatan biaya survai.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta, 2006.
-------. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
-------. Menajemen Penelitian. Cet. IX; Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Balitbang
Depdiknas. Panduan Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Depdiknas, 2006.
Bungin, M. Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, ekonomi,
dan kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada
Media, 2005.
Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT.
Grasindo, 2008.
Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2009.
Faisal, Sanafiah. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi. Cet.
III; PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005.
-------. Metode Penelitian Administrasi. Cet. Ke-6; Bandung: Alfabeta, 1999.
-----. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R
&D. Cet. V; Bandung: Alfabeta, 2008

Anda mungkin juga menyukai