Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PTK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA DALAM


PELAJARAN BERMAIN DRAMA SISWA KELAS V
MELALUI PENERAPAN MODEL ROLE PLAYING
SD N NO.145/VI SALAM BUKU I

OLEH :
ASNITA, S.Pd
NIM : 856634889

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBBJ JAMBI
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………….
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………..
1.3 Tujuan PTK…………………………………………………
1.4 Manfaat Hasil Penelitian……………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Belajar……………………………………………..
2.2 Hasil Belajar ………………………………………………
2.4 Drama………………………………………………………
2.4 Model Role Playing…………………………………………
2.5 Penelitian Yang Relevan……………………………………
2.6 Hipotesis Penelitian………………………………………..

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Objek dan Subjek Penelitian…………………………………
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………….
3.3 Prosedur Penelitian………………………………………….
3.4 Kriteria Keberhasilan………………………………………..
3.5 Jadwal PTK………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa


yang diselenggarakan secara terpadu dan diarahkan pada peningkatan kualitas
secara pemerataan pendidikan. Terutama kualitas pendidikan dasar (GBHN
1993:91) Pendidikan Dasar dimulai dari tingkat SD selama 6 tahun dan
dilanjutkan ke tingkat SMP selama 3 tahun.
Pada standar isi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia
memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal
dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut,
dan menemukan serta menggunakankemampuan anlitis dan imaginative yang ada
pada dirinya.
Pada jenjang pendidikan banyak didukung oleh berbagai jenis mata
pelaran, salah satunya adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Pada pelajaran Bahasa
Indonesia yang dituntut adalah siswa dapat berkomunikasi dengan menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar merupakan salah satu wujud kecintaan terhadap Negara, dan berarti ikut
memperkokoh persatuan Bangsa. Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat juga
menambah dan meningkatkan kemampuan dalam berbahasa, Di dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa, Tarigan (1990:9) membagi keterampilan
berbahasa itu menjadi empat bagian yaitu “keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis”. Keempat
keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dan yang lainnya, stiap unsur
dalamketerampilan berbahasa tersebut saling mendukung dalam mencapai tujuan
pengaran berbahasa.
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Standar kompetensi
mendengarkan pada siswa kelas V semester dua yaitu mengucapkan pikiran dan
perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain peran. Sedangkan yang menjadi
kompetensi dasarnya adalah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan
ekspresi yang tepat.
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti kegiatan pendidikan secara
keseluruhan. Dalam prosesnya kegiatan ini melibatkan interaksi individu yaitu
pengajar di satu pihak dan pelajar di pihak lain, keduanya berinteraksi dalam suatu
proses yang disebut proses belajar mengajar yang berlangsung dalam situasi
belajar mengajar. Dalam upaya meningkatkan proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien maka perilaku yang telibat dalam proses tersebut hendaknya
dapat di dinamiskan secara baik. hal ini sejalan dengan pendapat (Surya, 2004:47)
bahwa “pengajar hendaknya mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat
agar mampu mewujudkan perilaku belajar siswa melalui interaksi belajar
mengajar yang efektif dalam situasi belajar yang kondusif”.
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Suciati, (2007:73) bahwa

pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau


sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Salah satu tujuan pendidikan adalah
menghasilkan siswa yang mempunyai semangat untuk terus belajar, penuh
rasa ingin tahu dan keinginan untuk menambah ilmu. Kunci untuk
mewujudkan semua itu adalah adanya motivasi yang kuat dan terpelihara
dalam diri siswa untuk belajar.

Dalam setiap saat kehidupan, terjadi suatu proses belajar mengajar, dari
proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya
disebut hasil belajar. Agar memperoleh hasil belajar yang bermakna, proses
belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi
secara baik.
Seorang guru senantiasa dihadapkan dengan siswa yang memiliki
kemauan belajar yang berbeda. Menghadapi siswa yang demikian, guru harus
dapat mendorong mereka untuk tetap berusaha dan selalu belajar. Untuk itulah
guru perlu memahami siswa dan berusaha mengelolanya dengan baik untuk
membantu siswa berhasil mencapai tujuan pembelajaran di kelas dan pendidikan
pada umumnya.
Dalam bermain drama, siswa dituntut bisa bermain dengan lafal, intonasi,
nada, dan mimik yang tepat, serta memahami jalan cerita, tema, dan problem,
yang terdapat dalam drama tersebut. Jika belajar bermain drama diarahkan untuk
keterampilan berbahasa, secara tidak langsung bermain drama dapat membantu
siswa dalam pemahaman dan penggunaan bahasa yang dipelajarinya. Pengajaran
drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk berlatih keterampilan
berbahasa melalui bermain drama.
Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SD N No.145/VI
Salam Buku I ditemui pada hasil sebelumnya bahwa tingkat kemampuan
penguasaan pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V hanya pada taraf
ketercapaian cukup. Jadi guru harus lebih pandai dan berusaha agar dapat
meningkarkan hasil belajar Bahasa Indonesia tersebut untuk proses ketercapaian
dimasa yang akan datang.
Kurangnya ketercapaian pembelajaran Bahasa Indonesia tersebut bisa
disebabkan oleh kurangnya keterampilan guru dalam memberi pelajaran
pemahaman kepada siswa dan bisa disebabkan oleh kurangnya pengelolaan kelas
dan penggunaan metode serta model pembelajaran yang dapat membangkitkan
gairah dan minat belajar siswa.
Oleh karena itu penggunaam model Role Playing dalam pelajaran Bahasa
Indonesia diharapakan dapat memberi peningkatan mutu pembelajaran Bahasa
Indonesia pada pelajaran bermain drama siswa kelas V SD N No.145/VI Salam
Buku I .
Menurut Briggs (dalam Subana 1999:13) dalam mengajar guru bukan
hanya untuk menyampaikan bahan pelajaran, melainkan mengupayakan agar
siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Ini berarti bahwa upaya
guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa
untuk belajar. Dengan demikian, peranan guru berubah, bukan saja sebagai
penyampai informasi melainkan juga bertindak sebagai stimulator untk terjadi
proses belajar mengajar. Untuk iru guru perlu mengatur dan menggunakan
metode, teknik, serta model pembelajaran yang bermanffat bagi siswa.
Dari latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
tertarik untuk memilih judul “Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Dalam Pelajaran Bermain Drama Siswa Kelas V Melalui Penerapan Model Role
Playing SD N No.145/VI Salam Buku I”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian, maka permasalahan yang akan dicoba


dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran model Role Playing
dalam meningkatkan hasil belajar bermain drama paa pelajaran Bahasa
Indonesia siswa kelas V SD N No.145/VI Salam Buku I

1.3 Tujuan PTK

Dari rumusan masalah yang akan dipecahkan, maka tujuan penelitian ini
adalah meningkatkan pembelajaran bermaian drama dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia siswa kelas V SD N No.145/VI Salam Buku I melalui model Role
Playing.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, untuk memperkaya khasanah ilmu pendidikan.
2. Bagi guru, dan pihak sekolah diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
tindak lanjut pembelajaran bermain drama dalam pelajaran bahasa
Indonesia pada siswa kelas V.
3. Bagi siswa, diharapkan dapat memberi penignkatan mutu belajar
pembelajaran Bahasa Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Belajar


2.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Hilgard (1962), belajar adalah suatu proses dimana suatu
perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi.
Selanjutnya bersama-sama dengan Marquis, Hilgard memperbarui
definisinya dengan menyatakan bahwa belajar merupakan proses mencari
ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan
lain-lain sehingga terjadi perubahan dalam diri. Witherington, Crow and
Crow serta Hilgard tergolong ahli pendidikan yang terpengaruh oleh
behaviorisme. Kata kunci dari penganut aliran ini adalah kata latihan,
pengalam, stimulus, rangsangan, respon, tanggapan atau reaksi yang
berperan dalam belajar. Intinya yaitu adanya perubahan perilaku
(behavior) karena pengalaman atau latihan.
Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk di
dalamnya belajar bagaimana seharusnya belajar. Sebuah survey
memperlihatkan bahwa 82% anak-anak yang masuk sekolah pada usia 5
atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang kemampuan belajar
mereka sendiri. Tetapi angka tinggi tersebut menurun drastis menjadi
hanya 18% waktu mereka berusia 16 tahun. Konsekuensinya, 4 dari 5
remaja dan orang dewasa memulai pengalaman belajarnya yang baru
dengan perasaan ketidaknyamanan (Nichol, 2002: 37).
Berkaitan dengan pengaruh pengalaman terhadap belajar, banyak
sekali definisi para penganut empirisme tentang belajar. Gage (1984)
dalam segala (2009) mendefinisikan belajar adalah suatu proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1990: 709) mendefinisikan
belajar sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan atau keterampilan
melalui studi, pengalaman, atau karena diajar. Gagne (1977) seperti yang
dikutip oleh Dahar (1993: 76), menyatakan bahwa belajar adalah sebuah
proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan
manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya,
yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.
Hampir mirip dengan definisi Gagne, DiVesta and Thompson (1970)
dalam Sukmadinata (2004: 156) menyatakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari
pengalaman. Secara lebih ringkas Gagne and Berliner (1970) dalam
sumber yang sama, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses tingkah
laku yang muncul karena pengalaman.
Jika kita simpulkan dari sejumlah pandangan dan definisi tentang
belajar (Wragg, 1994), kita menemukan beberapa ciri umum kegiatan
belajar sebagai berikut.

2.1.2 Teori Tentang Belajar


Ada empat teori belajar yang populer di kalangan para pendidik, yaitu
teori behavioristik, kognitif, konstruktivisme, dan humanistik. Berikut
akan dibahas 4 teori tersebut beserta pandangan para ahli sebagai
penggagasnya.
A. Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik dicetuskan oleh Gagne dan Berliner.
Teori ini menekankan tentang perubahan tingkah laku yang terjadi
karena pengalaman belajar. Teori ini menjadi aliran psikologi belajar
yang memiliki pengaruh besar terhadap tujuan peningkatan teori
belajar dan praktik dalam dunia pendidikan dan pembelajaran.
Menurut teori behavioristik, seseorang akan dianggap telah belajar
ketika sudah menunjukkan perubahan perilaku setelah mengalami
proses pembelajaran. Jadi, belajar dapat diartikan sebagai stimulus
dan respon. Input merupakan stimulus dan output adalah respon yang
dihasilkan dari stimulus yang diberikan.
Pada penerapannya dalam proses belajar mengajar, teori belajar
behavioristik sangat bergantung pada beberapa aspek, seperti tujuan
pembelajaran, karakteristik siswa, materi pelajaran, media
pembelajaran, dan fasilitas pembelajaran. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat menerapkan teori behavioristik dalam proses
belajar mengajar, yaitu:
a. Guru Pintar harus selalu mengobservasi dan memperhatikan
siswa.
b. Lingkungan belajar juga harus diperhatikan.
c. Teori behavioristik sangat mengutamakan pembentukan
tingkah laku dengan cara latihan dan pengulangan.
d. Proses belajar mengajar di kelas harus dengan stimulus dan
respon.

B. Teori Kognitif
Teori belajar kognitif dikembangkan oleh seorang psikolog
asal Swiss bernama Jean Piaget. Teori kognitif membahas tentang
manusia membangun kemampuan kognitifnya dengan motivasi yang
dilakukan oleh diri sendiri terhadap lingkungannya. Inti dari konsep
teori kognitif ini adalah bagaimana munculnya dan diperolehnya
schemata (skema atau rencana manusia dalam mempersepsikan
lingkungannya) dalam tahapan-tahapan perkembangan manusia atau
saat seseorang mendapatkan cara baru dalam memaknai informasi
secara mental. Jika merujuk pada teori belajar kognitif, belajar dapat
diartikan sebagai sebuah proses perubahan persepsi dan pemahaman.
Dengan kata lain, belajar tidak harus berbicara tentang perubahan
tingkah laku atau sikap yang bisa diamati oleh guru. Setiap orang
atau siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-
beda dan tertata rapi dalam bentuk struktur kognitif. Pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki siswa inilah yang membuat proses belajar
mengajar akan berjalan dengan baik. Teori ini akan dapat berjalan
dengan baik ketika materi pelajaran yang baru dapat beradaptasi
dengan struktur kognitif atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Teori kognitif mempercayai bahwa perilaku seseorang dapat
ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya dalam melihat situasi
yang berhubungan dengan tujuan proses belajar mengajar. Teori ini
juga percaya bahwa belajar itu dihasilkan dari proses persepsi
kemudian membentuk hubungan antara pengalaman yang baru dan
pengalaman yang sudah tersimpan di dalam dirinya. Hal yang perlu
diperhatikan saat menerapkan teori kognitif dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut:
a. Materi pembelajaran harus disusun dengan pola atau logika
sederhana dan kompleks.
b. Guru harus memberikan pengarahan sesuai dengan usia siswa
karena mereka bukanlah orang dewasa yang sudah mengerti dan
mudah dalam berpikir.
c. Proses belajar mengajar harus bermakna.
d. Guru harus mengamati perbedaan yang ada pada setiap siswa
supaya siswa dapat berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

C. Teori Konstruktivisme
Makna konstruksi berarti membangun. Maka teori belajar
konstruktivisme adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
membangun tata hidup yang berbudaya modern. Landasan dari teori
belajar konstruktivisme adalah pembelajaran kontekstual. manusia
membangun pengetahuan sedikit demi sedikit yang hasilnya
disebarkan melalui konteks yang terbatas dan dalam waktu yang
direncanakan. Dalam teori ini ditekankan bahwa seseorang yang
belajar memiliki tujuan untuk menemukan bakatnya, menambah
pengetahuan atau teknologi, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk
mengembangkan dirinya. Dari pengalaman-pengalaman yang telah
dilewati oleh siswa, maka mereka akan memiliki hidup yang lebih
dinamis dan pengetahuan akan bertambah. Dalam konteks belajar
mengajar, teori belajar dan pembelajaran konstruktivisme
membebaskan siswa untuk membimbing sendiri pengetahuan yang
dimiliki berdasarkan pengalaman. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat menerapkan teori konstruktivisme dalam proses
belajar mengajar adalah:
a. Saat mengajar sebaiknya Guru Pintar memberikan kesempatan
kepada siswa agar dapat mengeluarkan pendapat dengan
bahasanya sendiri.
b. Siswa diberikan kesempatan untuk menceritakan pengalamannya
agar menjadi siswa yang lebih kreatif dan imajinatif.
c. Lingkungan belajar mengajar harus dibuat kondusif supaya
siswa dapat belajar dengan maksimal.
d. Siswa diberikan kesempatan untuk membuat gagasan atau ide
yang baru.

D. Teori Humanistik
Teori belajar ini lebih cenderung melihat perkembangan
pengetahuan dari sisi kepribadian manusia. Hal ini disebabkan
karena humanistik itu sendiri merupakan ilmu yang melihat segala
sesuatu dari sisi kepribadian manusia. Teori belajar humanistik juga
memiliki tujuan untuk membangun kepribadian siswa dengan
melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Guru atau pendidik yang
menerapkan teori humanistik akan mengutamakan hasil pengajaran
berupa kemampuan positif yang dimiliki oleh siswa. Kemampuan
positif akan dapat membangun atau mengembangkan emosi positif
pada siswa. Perbedaan teori belajar humanistik dan teori belajar
behavioristik adalah teori belajar humanistik lebih mengutamakan
melihat tingkah laku manusia sebagai campuran antara motivasi
yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sedangkan teori behavioristik
hanya melihat motivasi manusia sebagai sebuah usaha untuk
memenuhi fisiologis manusia. Teori belajar humanistik menekankan
pada pembentukan kepribadian, perubahan sikap, menganalisis
fenomena sosial, dan hati nurani yang diterapkan melalui materi-
materi pelajaran. Dalam teori ini Guru Pintar sangat berperan sebagai
fasilitator untuk siswa. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat menerapkan teori humanistik dalam proses belajar
mengajar :
a. Guru Pintar harus berusaha untuk menyusun dan
mempersiapkan materimateri pembelajaran lebih banyak agar
tujuan belajar mengajar tercapai.
b. Guru Pintar harus berusaha tenang ketika mendengar
ungkapanungkapan dari siswa yang memberitahukan bahwa ada
perasaan yang kuat dan dalam saat belajar mengajar.
c. Guru Pintar adalah fasilitator. Guru Pintar harus memberikan
perhatian kepada siswa dan menciptakan suasana kelas
kondusif.
d. Guru Pintar harus dapat mengenali dan menerima kelemahan-
kelemahan pada dirinya supaya saat mengajar akan lebih tenang.
e. Guru Pintar harus mengetahui keinginan dari setiap siswa
karena keinginan-keinginan yang ada pada setiap siswa dapat
menambah kekuatan dan mendorong semangat belajar.

2.1.3 Prinsip-prinsip Belajar


Prinsip belajar ialah suatu interaksi yang berlangsung antara
pembimbing dan siswa-siswi dengan tujuan supaya siswa-siswi
memperoleh semangat belajar yang bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Selain itu, prinsip belajar juga bisa dipakai menjadi pedoman berpikir,
pedoman berpegang dan menjadi sumber semangat supaya prosedur
belajar dan pembelajaran bisa berjalan dengan baik antara pembimbing
dan siswa-siswi. Prinsip Prinsip Belajar menurut Gani Ali dan
At.Hasniyati adalah :
a. Keaktifan Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik
yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari
dua subjek yaitu dari peserta didik dan pendidik dari segi peserta
didik belajar dialami sebagai suatu proses mereka mengalami proses
mental dalam menghadapi bahan ajar dari segi pendidik proses
pembelajaran tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu
hal.
b. Langsung atau Berpengalaman Dalam diri peserta didik terdapat
banyak kemungkinan dan potensi yang akan berkembang potensi
yang dimiliki peserta didik berkembang ke arah tujuan yang baik dan
optimal
c. Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan penting dalam
kegiatan belajar. Tanpa adanya pers kesempatan untuk berbuat
sendiri. Lebih lanjut Piaget menjelaskan, bahwa belajar
menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa yang mengolah
informasi, jiwa yang tidak sekadar menyimpang
d. Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya
pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar
adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas
mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan,
berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan, maka
daya-daya tersebut akan berkembang, seperti pisau yang selalu
diasah akan menjadi tajam.

2.1.4 Jenis-jenis Belajar

Metode secara harfiah merupakan cara, sedangkan konsep umum


mengemukakan metode sebagai cara yang dipakai untuk bisa mencapai
suatu tujuan tertentu. Dalam pembelajaran menguasai dan menerapkan
suatu metode merupakan keharusan bagi seorang pendidik. Dengan
metode maka pembelajaran akan tercipta dan terlaksana dengan baik.
Banyak ragam metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh
pendidik/guru untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dan
efektif. Berdasarkan pada konsep diatas maka dapat diketahui ada
beberapa metode yang umum digunakan dalam pembelajaran, yaitu
sebagai berikut:
a. Ceramah
Merupakan suatu cara dalam menyampaikan pembelajaran
yang dilakukan scara langsung oleh pendidik dan bersifat satu arah
terhadap peserta didik. Metode ceramah dapat digunakan untuk
menyampaikan materi awal sebagai dasar dari pembelajaran dan
materi yang bersifat abstrak. Tahapan penggunaan metode ceramah
dalam pembelajaran yaitu (1) persiapan: guru selaku pengajar harus
mempersiapkan dan menentukan materi, tujuan, peserta, dan waktu
kegiatan pembelajaran, (2) pelaksanaan: pengantar sebagai agenda
awal untuk membentuk suasana kelas dan selanjutnya masuk ke
materi inti. Kelebihan metode ceramah dalam pembelajaran yaitu
mudah
dilakukan, menghemat biaya, dapat menyampaikan materi banyak
b. Diskusi
Metode diskusi merupakan suatu cara dalam menyampaikan
materi pembelajaran dengan memunculkan suatu problem dalam
bentuk pertanyaan problematis untuk dibahas dan picari jalan
keluarnya dari permasalahan tersebut. Berikut prosedur
pelaksanaan diskusi dalam pembelajaran: (1) persiapan yang
dilakukan yaitu menentukan masalah, tujuan dari diskusi, (2)
pelaksanaan mengkaji materi pembelajaran yang disepakati untuk
dibahas bersama sehingga tercipta diskusi yang kondusif, jelas arah
pembahasannya.(3) tindak lanjut mencakup memperhatikan
permasalahan yang muncul dari hasil diskusi yang sudah
dilaksnakan dan menentukan perubahan perbaikan bila memang
diperlukan dan menilai dari pelaksaaan yang sudah dilakukan.
c. Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan salah satu cara dalam
menyampaikan materi atau informasi kepada peserta didik dengan
menampilan secara langsung (visual) dari apa yang dipelajarinya
sehingga bisa mnejadi lebih jelas. Metode demonstrasi biasanya
digunakan ketika menjelaskan suatu hal yang susah diungkapkan
dengan kata kata, dan demonstrasi juga menunjukan kepada peserta
didik bagaimana melakukan sesuatu secara tepat dan benar. Cara
melakukan demonstrasi melalui tiga tahapan yaitu (1) perencanaan
dan persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi.
d. Metode praktik
Merupakan metode yang digunakan oleh pengajar kepada
peserta didik untuk membantu peserta didik memperoleh
pengetahuan dan keterampilan secara langsung sehingga peserta
didik mendapatkan pengalaman secara langsung sesuai dengan
kenyataannya. Metode ini lebih banyak diaplikasikan dalam
pendidikan kejuruan karena metode ini memungkinkan peserta
didik untuk melakukan pekerjaan sesuai bidang kejuruannya.
Tujuan dari metode ini adalah untuk mengembangkan kualifikasi
kemampuan pribadi (siap, kreatif, fleksibel, dan tanggung jawab)
dan kemampuan sosial (kerjasama, komunikasi, problem solving),
sedangkan kompetemsi yang dikembangkan adalah kompetensi
kejuruan dan kompetensi metode.
e. Metode gabungan
Metode gabungan merupakan metode yang mendasarkan
pada lebih dari satu metode yang digunakan dalam pembelajaran.
Guru dalam aplikasi pembelajaran mengkolaborasikan beberapa
metode yang ada sehingga tercipta pembelajaran dengan metode
yang beragam dengan maksud untuk menciptakan pembelajaran
yang efektif dan lebih baik dari sebelumnya.

2.1.5 Faktor-faktor Dalam Belajar

Belajar dan Pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak


dapat dipisahkan satu sama lain. Secara skematik factor yang
mempengaruhi belajar dan pembelajaran digambarkan sebagai berikut
(Komalasari, 2010) : Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dan pembelajaran yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang terdapat dalam diri individu
itu sendiri. (Sudjana, 1989) Faktor intern ini berkaitan dengan unsur
fisiologis dan psikologis siswa. Unsur fisiologis siswa berupa kondisi
fisiologis secara umum serta kondisi panca indera. Sedangkan unsur
psikologi berupa minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan
kognitif. Sedangkan menurut Slameto faktor intern adalah faktor yang
ada dalam diri peserta didik. Di dalam membicarakan faktor intern ini,
akan dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan.
a) Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan
jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani seperti lemah lunglai
sedangkan kelelahan rohani seperti adanya kelesuan dan
kebosanan (Slameto, 2006).
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta
didik, faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2006).
a) Faktor Keluarga Peserta didik akan dipengaruhi dari keluarga
berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Di dalam
kehidupan keluarga, anak mendapatkan bimbingan dan perawatan
dalam rangka membentuk perwatakan dan kepribadian anak, untuk
menjadi dirinya sendiri atau menjadi pribadi yang utuh (Isjoni,
2009).
b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi belajar
yaitu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan
peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pengajaran, kualitas
pengajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor Masyarakat Lingkungan masyarakat dimana siswa berada
juga berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya.
Lingkungan masyarakat dimana warganya memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan
sumber-sumber belajar yang cukup, terdapat lembaga-lembaga
pendidikan dan sumber-sumber belajar di dalamnya akan
memberikan pengaruh positif terhadap semangat dan
perkembangan belajar generasi mudanya (Sukmadinata, 2004).

2.1.7 Tujuan Belajar

Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi


komponen pengajaran lainnya, seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, pemilihan metode, alat, sumber dan alat evaluasi. Oleh Karena
itu, maka seorang guru tidak dapat mengabaikan masalah perumusan
tujuan pembelajaran apabila hendak memprogramkan pengajarannya.
Jika dilihat dari sisi ruang lingkupnya, tujuan pembelajaran dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
a. Tujuan yang dirumuskan secara spesifik oleh guru yang bertolak dari
materi pelajaran yang akan disampaikan.
b. Tujuan Pembelajaran Umum, yaitu tujuan pembelajaran yang sudah
tercantum dalam garis-garis besar pedoman pengajaran yang
dituangkan dalam rencana pengajaran yang disiapkan oleh guru.
Tujuan khusus yang dirumuskan oleh seorang guru harus memenuhi
syarat-syarat, yaitu:
a) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai
b) Membatasi dalam keadaan mana pengetahuan perilaku diharapkan
dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku)
c) Secara spesifik menyatakan criteria perubahan perilaku dalam arti
menggambarkan stanndar minimal perilaku yang dapat diterima
sebagai hasil yang dicapai.

2.2 Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2011: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,


nilai-nilai, pengertian pengertian, sikap-sikap apresiasi, dan keterampilan. Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar (Anni 2006: 5).
Bloom dalam (Suprijono, 2011: 6), membagi hasil belajar menjadi
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif
merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan dan intelektual.
Kemampuan kognitif mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, serta evaluasi. Kemampuan afektif merupakan kemampuan
yang berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kemampuan
psikomotorik mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, dan
intelektual.
2.3 Drama
2.3.1 Pengertian Drama

Bernhart mengungkapkan (composition 1953:365) berikut Drama


merupakan seni konflik-konflik yang terjadi dalam drama memang
merupakan unsur esensial drama dan karenanya pula dapat dikatakan
sebagai seni konflik antara manusia dengan manusia, antara manusia
dengan dirinya sendiri, dan antara manusia dengan kekuatan alam, gaib
dan seterusnya. Konflik yang sering kita temukan atau jumpai adalah
konflik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan
masyarakatnya.Di dalam drama, konflik dan kontras ini ditunjukkan secara
jelas. Karenanya, kita selalu dapat menelaah pelaku yang manakah yang
menjadi tokoh protagonis dan yang manakah yang menjadi tokoh
antagonis, Bukankah segala sesuatu yang berkaitan dengan konflik selalu
dikaitkan dengan adanya kontras antara satu dengan yang lain. Dan inilah
esensi drama sebagai karya sastra yang selalu saja menghadirkan
permasalahan dalam kehidupan, lebih-lebih dalam rangka
penyelesaiannya.

Di dalam pantomim pun digambarkan kontras kehidupan, dan


konflik antara individu dengan dirinya sendiri. Tak heran apabila Panuti
Sudjiman mendefinisikan drama sebagai karya sastra yang bertujuan
menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikain don emosi
lewat lakuan dan dialog. Tikaian yang dimaksud adalah konflik dan
kontrasnya kehidupan manusia dalam yang dilukiskan dalam drama
(1984:20).

Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa drama


adalah suatu karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan manusia
melalui dilaog dan lakuan. Tanpa kedua unsur terakhir, yaitu dialog dan
lakuan, tampaknya drama belum dapat dikatakan sebagai drama. Bisa jadi,
ia hanya merupakan karya sastra yang hanya dibaca dan telaah sesuai
dengan keberadaan karya sastra. Dengan kata lain, drama baru dapat
dikatakan drama apabila ia tersusun dalam komposisi yang bagus dan
baku, terdiri atas dialog-dialog yang menggambarkan karakter masing-
masing tokoh, dan lakuan-lakuan yang menyerupai dialog sebagai
pengejawantahan karakater dalam drama itu sendiri dan menggambarkan
kehidupan manusia, secara mikro dan makro.

2.3.2 Jenis-jenis Drama


Adapun jenis drama berdasarkan ada dan tidaknya naskah drama
dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :
a. Drama Modern
a) Konvensional atau sandiwara ialah sebuah drama yang berasal dari
para pelaku atau tokoh drama yang disajikan secara konvensional
b) Kontemporer atau teater mutakhir ialah sebuah drama yang
mendobrak kovensi lama & penuh dengan pembaharuan,
penyajian baru, gagasan baru, ide-ide yang baru, juga
penggabungan konsep barat & timur.
b. Drama Tradisional
a) Drama wayang seperti wayang golek, wayang kulit, wayang orang
dll.
b) Drama rakyat seperti ketoprak dan randai
c) Drama tutur yang diucapkan dan belum diperankan seperti dalang
jemblung dan kentrung
d) Drama bangsawan yang dipengaruhi oleh konsep teater Barat dan
ditunjang juga dengan pengaruh tradisi melayu & timur tengah
seperti contoh: komedi stambul dan bangsawan

2.3.3 Unsur-unsur Drama


Unsur dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi dua unsur yaitu
unsur intrinsik (unsur dalam) dan unsur ektrinsik (unsur luar). Unsur
intrinsik atau disebut juga unsur dalam adalah unsur yang tidak tampak.
Unsur intrinsik (unsur dalam) diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Tokoh
Tokoh dalam drama diklasifikasikan menjadi :
a) Berdasarkan sifatnya, tokoh diklasifikasikan sebagai berikut:
(a) Tokoh protagonist yaitu tokoh utama yang mendukung cerita.
(b) Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada
seorang tokoh utama yang menetang cerita.
(c) Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh
protagonist maupun tokoh antagonis
b) Berdasarkan Peranannya, tokoh diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) Tokoh sentral yaitu tokoh yang paling menentukan dalam
drama. Tokoh sentral merupakan penyebab terjadinya konflik.
Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
(b) Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh
sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral atau dalam
hal ini adalah tokoh tritagonis.
(c) Tokoh pembantu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap
atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh
pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Jadi tidak semua
drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
b. Setting
Tempat Setting tempat adalah tempat terjadinya cerita dalam drama.
Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri. Setting tempat berhubungan
dengan setting ruang dan waktu.
a) Setting Waktu Setting waktu adalah waktu atau zaman atau periode
sejarah terjadinya cerita dalam drama. Setting waktu juga terjadi di
waktu pagi, siang, sore, atau malam.
b) Setting Ruang Setting ruang juga dapat berarti ruang dalam rumah
atau latar rumah, hiasan, warna, dan peralatan dalam ruang akan
memberi corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan. Misalnya
di ruang tamu keluarga modern yang kaya akan berbeda dengan
ruang tamu keluarga tradisional yang miskin
c. Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau ide yang mendasari
pembuatan sebuah drama. Tema dalam drama dikembangkan melalui
alur, tokohtokoh dan perwatakan yang memungkinkan adanya konflik,
dan ditulis dalam bentuk dialog. Tema yang bisa diangkat dalam drama
adalah masalah percintaan, kritik social, kemiskinan, kesenjangan
social, penindasan, ketuhanan, keluarga yang retak, patriotism, dan
renungan hidup. Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang
yang melatar belakangi penciptaan karya sastra, karena karya sastra
merupakan refleksi kehidupan masyarakat, tema bisa berupa persoalan
moral ,etika, agama, soasial budaya, teknologi, tradisi, yang terkait erat
dengan masalah kehidupan , namun, tema juga berupa pandangan
pengarang, ide, atau keinginan pengarang dalam menyiasiati persoalan
yang muncul.
d. Alur ( Plot )
Alur atau plot adalah jalan cerita. Dalam alur sebuah naskah drama
bukan permasalahan majumundurnya sebuah cerita seperti yang
dimaksudkan dalam karangan prosa, tetapi alur yang membimbing
cerita dari awal hingga tuntas. Dimulai dengan pemaparan (perkenalan
awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik), konflikasi
(masalah baru), krisis (pertentangan mencapai titik puncak-klimak s.d.
antiklimaks), resolusi (pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending
(keputusan). Ada pula yang menggambarkan alur dalam sebuah naskah
drama itu pemaparan-masalah-pemecahan masalah atau resolusi-
keputusan. Tahapan alur atau plot terbagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. Tahap penyituasian (situation) 2. Tahap pemunculan konflik
(Generating Circumstances) 3. Tahap Peningkatan Konflik (rising
action) 4. Tahap Klimaks 5. Tahap Penyelesaian (denoument).
2.4 Model Role Playing

2.4.1 Pengertian Model Role Playing


Metode roleplay adalah salah satu metode yang digunakan dalam
seni teater untuk melatih kepekaan calon pemeran terhadap stimulus
dari luar secara spontan. Calon aktor mempelajari peran yang berbeda
dimulai sejak lahir di lingkungan masyarakat. Misalnya harus belajar
berbahasa, berperilaku dan bersosialisasi dengan penuh aturan yang
ditetapkan masyarakatnya. Proses belajar berlangsung terus menerus
sesuai dengan fase perkembangan. Proses ini bisa membuat seseorang
menjadi mekanis seperti alat. Tujuan dari metode roleplay adalah
membuat seseorang tidak bersifat mekanis, tetapi lebih fleksibel dalam
menghadapi masalah yang dihadapi.
Moreno berpendapat bahwa salah satu faktor penting yang
menentukan dalam roleplay dan akan menghasilkan perubahan perilaku
adalah pengurangan faktor hambatan. Hambatan yang biasa muncul adalah
perasaan takut di kritik, takut dihukum, atau ditertawakan. Hambatan ini
harus dihilangkan agar perubahan dapat terjadi. Dalam roleplay hambatan
tersebut dihilangkan sehingga individu dapat mengadakan eksplorasi
perilaku. Proses eksplorasi perilaku ini akan menimbulkan perasaan baru
dan perasaan lama yang dihayati dalam konteks yang baru. Roleplay
menyediakan kondisi yang dapat menghilangkan rasa takut atau cemas,
karena dalam roleplay individu dapat mengekspresikan dirinya secara
bebas tanpa takut kena sanksi sosial terhadap perbuatannya.

1.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Model Role Playing


Ahmadi (2011) mengatakan kelebihan bermain peran adalah
melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama, dengan:
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan dan
d. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak.
Kelemahan role playing yaitu :
a. Menimbulkan kegaduhan sehingga kelas lain terganggu.
b. Dibutuhkan keterampilan guru dalam mengelola permainan dan
c. siswa kurang menghayati peran yang dilakoninya.

1.4.3 Langkah-langkah Penggunaan Model Role Playing


Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan role playing
sebagai model pembelajaran, yakni :
a. kualitas pemeranan,
b. analisis dalam diskusi,
c. pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan
dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap role playing yang
dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran :
a. menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik,
b. memilih partisipan/ peran,
c. menyusun tahap-tahap peran,
d. menyiapkan pengamat,
e. pemeranan,
f. diskusi dan evaluasi,
g. pemeranan ulang,
h. diskusi dan evaluasi tahap dua,
i. membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut. Menghangatkan
suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah
pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan
mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.
Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat
merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk
mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung
menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin
tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan.
Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar
tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam role
playing dan paling menentukan keberhasilan. Role playing akan berhasil
apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang
diajukan guru.

2.5 Penelitian Yang Relevan


Mengenai penelitian yang relevan tehadap judul penelitian ini berkisar
dengan cara meningkatkan motivasi belajar bermain drama dengan metode
bermain peran, dramatisasi, dan membaca naskah.
2.6 Hipotesis Penelitian

Dengan menggunakan model Role Playing pada pembelajaran bahasa


Indonesia dapat meningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bermain
drama.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Subjek Penelitian

Yang menjadi objek dan subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD N
No.145/VI Salam Buku I Kabupaten Merangin.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian selama 2 bulan, siklus pertama selama 2


minggu, siklus kedua selama 3 minggu, dan siklus ketiga selama 3 minggu,
penelitian ini bertempat di SD N No.145/VI Salam Buku I Kabupaten Merangin.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengunakan tahap


atau siklus, sesuai dengan pendapat Ekawarna (2010:27) yaitu :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah tahapan untuk mempersiapkan berbagai hal yang
diperlukan dalam penelitian, meliputi perangkat pembelajaran, media,
bahan dan alat.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahapan berbagai hal yang direncanakan.
Penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari: 1.
penyusunan rencana penelitian, 2. pelaksanaan tindakan, dan analisis
hasil evaluasi, dan 3 perumusan implementasi siklus terakhir.
Sub pokok bahasan yang digunakan pada ketiga siklus tersebut
meliputi:

1. siklus pertama
- menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
- menyiapkan materi bahan ajar, sebanyak 9 kali pertemuan
- menyusun skenario pembelajaran model role playing
- menyiapkan alat tes untuk evaluasi
- melakukan pretes membaca drama
- menginpormasikan tentang model membaca drama
- memberikan latihan dasar bermain drama

2. siklus kedua
- melakukan pretes kembali membaca drama
- menginpormasikan tentang model membaca drama
- memberikan latihan bermain drama
- mengamati siswa dalam mengerjakan latihan
- menganalisis hasil pengamatan
- mengevaluasi bersama-sama siswa hasil latihan bermain drama
- memberikan latihan lanjut untuk dikerjakan siswa dirumah bagi
siswa yang belum mencapai tingkat kemampuan yang
diharapkan

3. siklus ketiga
- mengoreksi bersama-sama dengan siswa hasil latihan bermain
drama yang dikerjakan dirumah pada siklus kedua
- memberikan latihan kembali tentang cara bermain drama
- mengamati siswa dalam mengerjakan latihan dengan lembar
observasi
- menganalisis hasil pengamatan
- memberikan latihan untuk dikerjakan dirumah bagi siswa yang
belum mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.
Setelah melakukan tindakan kelas, penulis memberikan tes akhir
dari setiap pelajaran untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
mengerjakan latihan.
c. Observasi
Observasi dilaksanakan dengan mengunakan instrument yang telah
disiapkan yaitu catatan harian, pedoman observasi, daftar dan
pengamatan dari penelitian sendiri, kreteria keberhasilan yang akan
diperoleh melalui pengolahan data dan penarikan kesimpulan hasil
analisis dan pencapaian tindakan yang dilakukan.
d. Refleksi
Dari kegiatan observasi maka perlu dilakukan pementasan drama
sebagai upaya dalam meningkatkan pembelajaran bermain drama
siswa.

3.4 Kriteria Keberhasilan

Kreteria keberhasilan penerapan tindakan adalah:


1. tingkat keberhasilan siswa dalam mengajukan latihan baik (B)
2. adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa
3. adanya peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar

3.5 Jadwal PTK

Rencana Kegiatan Bulan / Minggu


1 2 3 4 1 2 3 4
Siklus I
Menyusun RPP x
Pertemuan I x
Pertemuan 2 x
Pertemuan 3 x

Siklus 2
Pertemuan I x
Pertemuan 2 x
Pertemuan 3 x

Siklus 3
Pertemuan I x
Pertemuan 2 x
Pertemuan 3 x
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


a. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : Sekolah Dasar Negeri 145/VI
Nomor Statistik : 101100306145
Status Sekolah : Pedesaan
Alamat Sekolah : Jl. Syekh Maulana Qori, Desa Salam Buku
Kec. Batang Masumai Kab. Merangin
Jambi
Kode Pos : 37351
Tahun Berdiri : 1979
Status Bangunan : Milik Sendiri
Nomor Surat Keputusan : No. 49/BAS-KAB/OTE/XII/2006

B. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mendeskripsikan pelaksanaan metode
role playing, mengetahui hasil belajar dengan menggunakan metode role
playing pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SD N 145/VI Salam
Buku, dengan menggunakan metode role playing. Penelitian ini dilaksanakan
dalam 3 siklus dengan setiap siklus terdiri dari 3 x pertemuan, dengan alokasi
waktu pelajaran 3 jam pelajaran (3 x 35) menit pada setiap tatap muka.
1. Siklus I
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilakukan sebanyak 3 x pertemuan,
pertemuan pertama sebelum mengawali kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan metode role playing diberikan tes (pre-test) terlebih dahulu
guna untuk mengetahui nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan metode
role playing dan diberikan tes (post- test) guna untuk mengetahui nilai hasil
belajar siswa setelah diberikan metode role playing. Adapun tahapan
pelaksanaan pada siklus I perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi.
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti merencanakan pembelajaran untuk
menerapkan metode role playing. Setiap siklusnya terdiri dari 3 x pertemuan.
Adapun yang dilakukan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan materi yang akan dijadikan bahan pelajaran
2. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dibuat disesuaikan
dengan menggunakan metode role playing
3. Mempersiapkan alat evaluasi
4. Menyiapkan alat instrumen observasi bagi peneliti
5. Membuat alat pengumpul data berupa lembar observasi aktivitas dan
hasil belajar siswa
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus I dilakukan sebanyak 3 x pertemuan selama 3 jam
pelajaran (3 x 35) menit. Adapun kegiatan pelaksanaan pembelajaran sebagai
berikut.
1). Pendahuluan
Pelaksanaan tindakan diawali dengan melakukan pembelajaran
pendahuluan guru membuka pelajaran dengan salam, kemudian dilanjut
dengan melakukan doa terlebih dahulu, dan melakukan absensi siswa,
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan, memberikan
motivasi kepada siswa, guru memberikan beberapa pertanyaan, siswa diberi
kesempatan untuk bertanya materi yang telah dipelajari minggu lalu, Guru
menjelaskan indikator-indikator yang harus dicapai sesuai dengan materi
yang dipelajari. Pentingnya kegiatan pembelajaran agar si anak dapat
mengembangkan kemampuan belajarnya, mengembangkan kemampuan
berfikirnya, serta mengembangkan kemampuan keterampilannya.
2). Inti
Guru menyampaikan materi pembelajaran yang akan disampaikan,
menjelaskan materi yang akan disampaikan, menjelaskan langkah-langkah
model pembelajaran role playing. Guru membagikan teks drama pendek,
siswa diberi kesempatan untuk mempelajari teks drama pendek, memilih
siswa yang akan memerankan tokoh masing-masing yang terdapat didalam
teks darama pendek, memberikan kesempatan siswa untuk membacakan
drama pendeknya terlebih dahulu dan perlahan sambil mempelajari bahasa
tubuh, siswa mengerjakan soal-soal mengenai materi drama pendek.
3). Penutup
Guru bersama-sama dengan siswa melakukan review materi pelajaran
yang telah dilaksanakan, mengajak siswa mendiskusikan bersama-sama,
Kemudian memberikan kesimpulan. Setelah itu guru memberikan PR
(Pekerjaan Rumah), selanjutnya guru menutup pelajaran.

2. Siklus II
Pertemuan ke II dilaksanakan selama 3 jam pelajaran (3 x 35) menit.
Adapun kegiatan pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut :
1). Pendahuluan
Pelaksanaan tindakan diawali dengan melakukan pembelajaran
pendahuluan guru membuka pelajaran dengan salam, kemudian dilanjut
dengan melakukan doa terlebih dahulu, dan melakukan absensi siswa,
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan, memberikan
motivasi kepada siswa, guru memberikan beberapa pertanyaan, siswa diberi
kesempatan untuk bertanya tentang materi yang telah dipelajari minggu lalu.
Guru menjelaskan indikator-indikator yang harus dicapai sesuai dengan
materi yang dipelajari.Pentingnya kegiatan pembelajaran agar si anak dapat
mengembangkan kemampuan belajarnya, mengembangkan kemampuan
berfikirnya, serta mengembangkan kemampuan keterampilannya.
2). Inti
Guru menyampaikan materi pembelajaran yang akan disampaikan,
menjelaskan materi yang akan disampaikan, guru menjelaskan langkah-
langkah model pembelajaran role playing, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempelajari teks drama pendek, siswa memerankan
sesuai tokoh-tokoh yang akan dilakoninya, siswa diminta maju untuk
menunjukkan kemampuannya dalam mementaskan drama pendek, siswa
mengerjakan soal-soal mengenai materi drama pendek.
3). Penutup
Guru bersama-sama siswa melakukan review materi pelajaran yang
telah dilaksanakan, mengajak siswa mendiskusikan bersama-sama, kemudian
memberikan kesimpulan. Setelah itu guru memberikan PR (Pekerjaan
Rumah), selanjutnya guru menutup pelajaran.

3. Siklus III
Pertemuan ke III dilaksanakan selama 3 jam pelajaran (3 x 35) menit.
Adapun kegiatan pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut :
1) Pendahuluan
Pelaksanaan tindakan diawali dengan melakukan pembelajaran
pendahuluan guru membuka pelajaran dengan salam, kemudian dilanjut
dengan melakukan doa terlebih dahulu, dan melakukan absensi siswa,
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan, memberikan
motivasi kepada siswa, guru memberikan beberapa pertanyaan, siswa
diberi kesempatan untuk bertanya tentang materi yang telah dipelajari
minggu lalu. Guru menjelaskan indikator-indikator yang harus dicapai
sesuai dengan materi yang dipelajari.Pentingnya kegiatan pembelajaran
agar si anak dapat mengembangkan kemampuan belajarnya,
mengembangkan kemampuan berfikirnya, serta mengembangkan
kemampuan keterampilannya.
2) Inti
Guru menyampaikan materi pembelajaran yang akan disampaikan,
menjelaskan materi yang akan disampaikan, guru menjelaskan langkah-
langkah model pembelajaran role playing, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempelajari teks drama pendek, siswa memerankan
sesuai tokoh-tokoh yang akan dilakoninya, siswa diminta maju untuk
menunjukkan kemampuannya dalam mementaskan drama pendek, siswa
mengerjakan soal-soal mengenai materi drama pendek.
3) Penutup
Guru bersama-sama siswa melakukan review materi pelajaran yang
telah dilaksanakan, mengajak siswa mendiskusikan bersama-sama,
kemudian memberikan kesimpulan. Setelah itu guru memberikan PR
(Pekerjaan Rumah), selanjutnya guru menutup pelajaran.

B. Pembahasan
Sebelum dilaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD N 145/VI Salam Buku,
siswa menganggap bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak mudah dipahami
karena banyak membaca, banyak menulis, serta banyak menghafal, karena siswa
tidak berpartisipasi secara aktif sehingga pelajaran cenderung monoton dan tidak
bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang tidak memperhatikan penjelasan
gurunya sehingga siswa tidak memahami materi yang telah disampaikan. Adapun
aktivitas siswa yang mengobrol dengan temannya sehingga hasil belajar siswa
menjadi tidak maksimal. Setelah dilaksanakan metode role playing siswa mulai
menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari siswa yang sebelumnya tidak memperhatikan
penjelasan guru menjadi siswa mau memperhatikan penjelasan gurunya, serta
siswa yang sebelumnya mengobrol dengan temannya menjadi siswa yang tidak
melakukan aktivitas mengobrol dengan temannya. Jadi mata pelajaran Bahasa
Indonesia menjadi pelajaran yang sangat menyenangkan karena dalam
pembelajarannya menjadikan siswa berpartisipasi secara aktif, memperoleh
pengalaman, serta memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan yang didapat dari
mata pelajaran Bahasa Indonesia sehingga siswa merasa senang dalam
mempelajari Bahasa Indonesia. Adapun peneliti melakukan penelitian sebanyak 3
siklus yang terdiri dari 6 pertemuan diantaranya sebagai berikut.
1. Siklus I
Pada siklus 1 sebelum dilaksanakan mata pelajaran Bahasa Indonesia
dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SDN 145/VI
Salam Buku, Siswa menganggap mata pelajaran Bahasa Indonesia itu mata
pelajaran yang sulit dipahami, sehingga siswa merasa belum ada ketertarikan
untuk mempelajari Bahasa Indonesia secara mendalam. Hal ini dapat dilihat
dari pendidik yang belum menggunakan metode role playing sehingga siswa
belum ada rasa tertarik untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Pada siklus I
pendidik belum menggunakan metode role playing siswa pun belum ada rasa
tertarik untuk belajar Bahasa Indonesia. Karena disebabkan suasana belajar
yang belum kondusif sehingga siswa belum semangat untuk terlibat didalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Pendidik mulai menampilkan metode role
playing kepada siswa-siswa. Ternyata saat pendidik memperkenalkan metode
role playing ada beberapa siswa yang tertarik dengan kegiatan pembelajaran
yang dikaitkan dengan metode role playing.
Pendidik memperkenalkan metode role playing didalam kegiatan
pembelajaran. Sebagian dari siswa tertarik untuk mempelajari Bahasa
Indonesia, Karena beberapa siswa merasa tidak monoton sehingga mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang dikaitkan dengan metode role playing
terlihat bervariasi. Namun beberapa dari siswa yang lain masih terlihat asik
sendiri dengan aktivitasnya, sehingga sebagian siswa yang lain perlu waktu
untuk beradaptasi dengan metode role playing yang disajikan oleh pendidik.
Hal itu terlihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh siswa sendiri
diantaranya : mengobrol dengan temannya, tidak memperhatikan ketika guru
menyampaikan materi, dan lain-lain. Kemudian pendidik mengajak seluruh
siswa untuk terlibat didalam kegiatan pembelajaran agar tercipta suasana
belajar yang kondusif.. Beberapa siswa mencoba menyesuaikan diri dengan
metode baru yang diajarkan oleh pendidik , Sehingga sedikit demi sedikit
siswa ada kemauan untuk mempelajari materi pelajaran Bahasa Indonesia.
Walaupun belum sepenuhnya menguasai materi yang diberikan oleh
pendidik. Kemudian untuk menangani beberapa siswa yang lainnya, pendidik
melakukan pendekatan secara personal secara khusus, Agar pendidik bisa
mengetahui masalah belajar yang dialami oleh siswa, sehingga pendidik bisa
membantu mencari solusinya dengan cara memberikan bimbingan belajar
secara khusus bagi siswa tersebut.
Sehingga siswa tersebut sedikit demi sedikit tertarik untuk terlibat
secara aktif didalam suatu kegiatan proses pembelajaran. Pada siklus I ini
pendidik memberikan materi drama pendek kesombongan anak ketam,
Namun pada pertemuan kali ini pendidik meminta siswa untuk
mempelajarinya terlebih dahulu dengan cara membaca teks drama pendek
yang telah dibagikan oleh pendidik, kemudian siswa diminta untuk
memahami materi yang telah dipelajari. Kemudian pendidik membagi
menjadi beberapa kelompok. Pendidik memberikan waktu luang yang
sebanyaknya-banyaknya bagi siswa guna untuk mempersiapkan diri sebaik-
baiknya didalam mementaskan drama, sehingga siswa siap pada pertemuan
berikutnya.

2. Siklus II
Pada siklus 2 siswa mulai bisa menyesuaikan diri dengan kegiatan
pembelajaran yang dikaitkan dengan metode role playing. Pendidik meminta
seluruh siswa termasuk janoko dan alfian untuk bersiap-siap sesuai kelompok
masing-masing dalam menampikan pentas dramanya. Beberapa kelompok
sudah maju, akhirnya janoko dan alfian maju kedepan bersama teman-teman
yang lain yang tergabung didalam 1 kelompok, tak disangka-sangka
penampilan alfian, janoko, bersama teman-teman lainnya luar biasa, karena
kelompok mereka kompak dalam mementaskan drama terlihat kompak,
janoko dan alfian terlihat menikmati sesuai peran-peran yang dilakoninya,
tidak diragukan lagi bahwa kedua siswa tersebut yang tadinya suka ribut-
ribut dikelas justru menunjukkan bahwa keduanya pada siklus I pertemuan II
sudah tidak ribut-ribut lagi, hal ini tidak terlepas dari keberhasilan pendidik
dalam memanfaatkan keaktifan kedua siswa tersebut diarahkan untuk aktif
didalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing.
Pada pertemuan kali ini pendidik membahas materi yang minggu lalu
yang telah dipelajari. Kemudian pada siklus 2 ini siswa diminta untuk siap
didalam mementaskan drama sesuai peran yang dilakoni masing-masing
sesuai dengan kelompok-kelompok yang sudah dibagi pada pertemuan
sebelumnya. Pendidik meminta masing-masing kelompok menampilkan
performa terbaiknya dalam kegiatan pentas drama pendek sesuai dengan
materinya tentang drama pendek kesombongan anak ketam. Ketika
pembelajaran sudah berlangsung pendidik mulai memantau masing-masing
kelompok yang maju kedepan dalam mementaskan drama pendek
kesombongan anak ketam.
Dari beberapa kelompok yang telah menunjukkan penampilannya
masing- masing, ada kelompok yang anggotanya masih malu malu ketika
melakukan percakapan antara 1 tokoh dengan tokoh-tokoh lainnya sehingga
penampilannya belum menunjukkan penampilan yang maksimal, ada
kelompok yang anggotanya tidak maksimal ketika memerankan tokoh drama
yang dilakoninya sehingga belum terlihat kompak sehingga anggota
kelompok tersebut masih memerlukan latihan lagi agar bakat role playing
nya bisa digali lebih dalam, ada kelompok yang sudah terlihat kompak
dalam mementaskan dramanya sehingga menunjukkan bahwa siswa-siswa
tersebut memanfaatkan waktu yang diberikan dipergunakan secara efisien
dengan menunjukkan minat, bakat, kemauan, serta tekad yang bulat dari
siswa-siswa tersebut. Dengan begitu kemampuan dalam mementaskan drama
telah mengalami perkembangan secara signifikan. Walaupun begitu
kelompok-kelompok masih perlu melakukan latihan secara rutin agar bisa
bersaing secara sehat dengan kelompok-kelompok yang lain, sehingga
kelompok tersebut bisa mencapai target yang telah disesuaikan.

3. Siklus III

Pada siklus III pendidik menyajikan materi pembelajaran Bahasa


Indonesia dengan kombinasi metode role playing, namun pada pada siklus III
ini, pendidik memulai proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
role playing. Pada pertemuan kali ini yang membedakan hanya pada materi
drama pendeknya. Kemudian pendidik memberitahukan kepada siswa untuk
membentuk menjadi beberapa kelompok untuk mempersiapkan diri lagi
dalam mementaskan drama pendek. Siswa-siswa terlihat siap ketika akan
diberikan materi drama pendek, siswa mulai memperhatikan materi yang
disampaikan oleh pendidik, siswa-siswa sedikit demi sedikit mengurangi
kebiasaan mengobrol dengan temannya disaat jam pelajaran berlangsung,
Terlihat ini menunjukkan bahwa siswa-siswa ingin memanfaatkan
kesempatan ini sebaik -baiknya, agar siswa-siswa dapat menampilkan
yang terbaik. Semua kelompok mulai tertarik ketika pendidik memberikan
materi drama pendeknya. Pada pertemuan hari ini pendidik memberikan
drama pendek tentang anak-anak pejuang. Siswa-siswa pun mulai
mempelajari teks drama pendek tentang anak-anak pejuang. Kemudian siswa-
siswa melakukan latihan mementaskan drama dengan anggotanya masing-
masing sambil mempelajari secara keseluruhan yang terdapat pada teks
drama pendek kesombongan anak ketam. Agar siswa- siswa siap untuk pentas
memerankan tokoh drama pada pertemuan berikutnya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian yang dilakukan di kelas V SDN
145/VI Salam Buku, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Aktivitas Guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Role Playing berada pada kategori baik selama proses
pembelajaran berlangsung dan sesuai dengan RPP yang telah disusun.
Aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dari siklus I dan siklus II
mengalami peningkatan.
2. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran menggunakan model role playing
mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa di SDN
145/VI Salam Buku selama pembelajaran melalui menggunakan model
pembelajaran Role Playing berlangsung dengan sangat baik dan sesuai
dengan kriteria yang diharapkan.
3. Minat siswa kelas V Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Role Playing meningkat.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa
saran guna meningkatkan minat belajar pembelajaran khususnya di SDN 145/VI
Salam Buku sebagai berikut :
1. Saran bagi guru
a. Diharapkan kepada guru agar menerapkan model role playing dengan
memperhatikan tingkat kemampuan siswa dan menyesuaikan materi
pembelajaran secara tepat.
b. Untuk mencapai kualitas belajar yang baik dan maksimal, diharapkan
kepada Guru agar lebih kreatif, efektif, terampil dan profesional dalam
mengajar dan megelola kelas, menggunakan model-model pembelajaran
yang bervariatif dan juga juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berperan aktif dalam aktivitas belajar siswa.
2. Saran bagi sekolah
a. Penggunaan model role playing hendaknya dapat dapat dijadikan salah
satu upaya dalam mengembangkan sekolah kearah yang lebih baik
terutama kualitas belajar.
b. Diharapkan sarana dan prasarana serta fasilitas belajar agar mampu lebih
optimal dan tidak akan menghambat proses pembelajaran di sekolah.
3. Saran bagi peneliti
Diharapkan untuk penelitian yang sejenis dengan menggunakan model
Role Playing agar dapat dikembangkan dalam penggunaannya bagi proses
pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga mampu mendorong siswa untuk
mencapai nilai ketuntasan yang maksimal.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Nurlina Ariani Hrp, Dkk. (2022). Buku Ajar belajar dan pembelajaran. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung
Andi Setiawan. (2017). Belajar dan pembelajaran. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia
Suroso. (2015). Drama teori dan praktek pementasan. Yogyakarta: Elmatera

Dwi rohman soleh. (2021). Drama teori dan praktek pementasan. Madium;
UNIPMA

Jurnal :
Ernani. (2017). Upaya meningkatkan hasil belajar drama dan aktivitas siswa
melalui metode role playing pada siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Vol
1,2

Silviana nur faizah. (2017). Hakikat belajar dan pembelajaran. Jurnal pendidikan
guru madrasah ibtidaiyah. Vol 1,2

Annisa nidaur rohmah. (2017). Belajar dan pembelajaran (hakikat dasar). Jurnal
media komunikasi penelitian dan pengembangan pendidikan islam. Vol 9,2

Hasan basri. (2017). Penerapan model pembelajaran role playing untuk


meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia. Vol 1,1

Anda mungkin juga menyukai