Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SIKAP LITERASI KESEHATAN TERHADAP


TINDAKAN MINUM OBAT FILARIASIS KELAS X

DI SUSUN
KELOMPOK V

Mariana Angkat (1905902010133)


Irma Yuni (2005902010138)
Wiwin Andari (2005902010005)
Salfina (1905902010142)
Intan Kemala Sari (1905902010082)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Tinjaun Umum Tentang Penyakit Filariasis ............................................ 5
2.1.1 Pengertian Filariasis ......................................................................... 5
2.1.2 Patogenesis ....................................................................................... 5
2.1.3 Gejala klinis ..................................................................................... 6
2.1.4 Epidemiologi filariasis ..................................................................... 6
2.1.5 Vektor............................................................................................... 7
2.1.6 Pemberian Obat pencegahan massal (POPM) Filariasis .................. 7
2.1.7 Pengetahuan ................................................................................... 10
2.1.8 Sikap............................................................................................... 11
2.1.9 Literasi Kesehatan .......................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 13
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 13
3.2 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel .......................... 14
3.3 Jenis Penelitian ....................................................................................... 14
3.4 Populasi Dan Sampel Penelitian ............................................................ 15
3.4.1 Populasi Penelitian ......................................................................... 15
3.4.2 Sampel Penelitian .......................................................................... 15
3.5 Sumber Data Penelitian .......................................................................... 15
3.5.1 Data Primer .................................................................................... 15
3.5.2 Data Sekunder ............................................................................... 15
3.6 Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data ........................... 15
3.6.1 Instrumen........................................................................................ 15
3.7 Teknik Pengolahan Data Dan Analisis .................................................. 16
3.7.1 Pengolahan data ............................................................................. 16
3.7.2 Analisis Data ................................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1 Gambaran Umum ................................................................................... 18
4.1.1 Hasil univariat ................................................................................ 18
4.1.2 Hasil bivariate ................................................................................ 20
BAB V KESIMPUPAN ....................................................................................... 23
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 23
5.2 Saran....................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Filariasis limfatik (FL) merupakan penyakit menular yang telah menjadi


masalah kesehatan masyarakat di Indonesia sejak lama.1 Hingga saat ini, filariasis
masih berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan dapat menyebabkan
kecacatan seumur hidup.2 Sejak tahun 1997, WHO bahkan telah menetapkan
penyakit ini sebagai neglected tropical disease (NTD) yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia.1
Filariasis limfatik merupakan penyakit endemis di 72 negara di daerah
tropis dan subtropis serta menyebabkan sekitar 1,4 miliar penduduk di daerah
endemis berisiko tertular oleh penyakit ini. Filariasis limfatik termasuk ke dalam
penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh tiga spesies nematoda parasit mirip
benang, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.Cacing
tersebut dapat merusak sistem limfatik manusia dan menghalangi aliran getah
bening secara bertahap sehingga menyebabkan pembesaran anggota badan,
payudara, dan genitalia.Sebagian besar penduduk yang terinfeksi cacing filariasis
mengalami morbiditas yang signifikan, terutama limfedema kronis pada kaki,
lengan, payudara, elefantiasis atau kaki gajah dan hidrokel. Selain itu, berdampak
juga terhadap timbulnya kecacatan sehingga menghambat perkembangan sosial
ekonomi dan meningkatkan kemiskinan di banyak negara endemis. Hal ini
terbukti dari pengamatan bahwa 94% negara dengan indeks pembangunan
manusia (IPM) terendah adalah endemis FL..
Secara umum, tujuan program eliminasi filariasis mengacu kepada tujuan
pembangunan kesehatan nasional yaitu meningkatkan kesadaran, kesediaan dan
kemampuan untuk hidup sehat tiap individu agar terwujud tingkat kesehatan
masyarakat yang tinggi. Sedangkan tujuan khusus program adalah menurunnya
angka mikrofilaria menjadi kurang dari 1% di setiap kabupaten/kota, mencegah
dan membatasi kecacatan karena filariasis. Program eliminasi filariasis di
Indonesia ini menerapkan strategi Global Elimination Lymphatic Filariasis
dari WHO.

1
Strategi ini mencakup pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP
filariasis di daerah endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang
dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya
mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis
filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis (Kementrian Kesehatan, 2010).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi kasus filariasis di Indonesia sebesar 0,8%, dengan provinsi yang
memiliki prevalensi terbesar adalah Provinsi Maluku, yaitu sebesar 1,8% dan
provinsi dengan prevalensi terkecil adalah Provinsi Bali, yaitu sebesar 0,4%.7
Sementara itu, Provinsi Jawa Barat merupakan salah salah satu provinsi yang
memiliki prevalensi filariasis yang lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional,
yaitu sebesar 0,98%.8 Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkonfirmasi
banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya filariasis di Indonesia.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor-faktor yang terbukti
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis yaitu pengetahuan
mengenai filariasis, sikap, literasi kesehan Faktor perilaku yang telah terbukti
memiliki pengaruh positif terhadap pengendalian filariasis melalui penelitian
sebelumnya, yaitu praktik minum obat pencegahan filariasis setiap bulan Oktober
kebiasaan menggunakan kawat kasa pada ventilasi kebiasaan menggunakan obat
nyamuk oles; kebiasaan menggunakan baju panjang dan celana panjang saat
keluar rumah malam hari serta kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur.Faktor
perilaku negatif yang dapat meningkatkan risiko penularan filariasis adalah
kebiasaan ke luar rumah malam hari dan pengendalian vektor belum dilakukan
dengan baik.
Adapun faktor lingkungan terdiri dari kepadatan hunian, keberadaan tempat
perindukan nyamuk, kondisi sanitasi sekitar rumah keberadaan kandang ternak di
sekitar rumah, keberadaan rawa-rawa, keberadaan perkebunan/hutan, keberadaan
tempat peristirahatan, dan berkembangbiaknya vektor. Diketahuinya faktor-faktor
yang dapat memengaruhi terjadinya filariasis di suatu wilayah dibutuhkan upaya
dari masyarakat untuk dapat menerapkan perilaku pencegahan filariasis dan
memodifikasi lingkungan supaya tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor.

2
Filariasis limfatik sebagai penyakit tropis terabaikan, berpotensi untuk
dikendalikan dan dihilangkan dari masyarakat. Pengendalian dapat dimungkinkan
melalui kemoterapi preventif, pengendalian vektor, penguatan sistem kesehatan,
peningkatan higiene dan manajemen kasus penyakit yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti bermaksud ingin mengkaji
tentang Hubungan Pengetahuan pengetahuan, sikap literasi Kesehatan terhadap
Tindakan minum obat filariasis di kelas X

1.2 Rumusan Masalah.

1. Apakah ada hubungan pengetahuan terhadap Tindakan minum obat


filariasis ?
2. Apakah ada hubungan sikap terhadap Tindakan minum obat filariasis

3. Apakah ada hubungan literasi kesehatan terhadap Tindakan minum


obat filariasis ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Yang menjadi tujuan umum adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan

antara pengetahuan, sikap literasi Kesehatan terhadap Tindakan minum obat

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap Tindakan minum
obat filariasis
2. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap Tindakan minum obat
filariasis
3. Untuk mengetahui hubungan literasi Kesehatan terhadap Tindakan

minum obat filariasis

3
1.4 Manfaat Penelitian

Pada saat melakukan sebuah penelitian suatu masalah, maka diharapkan ada
hasil dan manfaat yang dapat dicapai yaitu sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Praktis

Perkembangan Ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat


dijadikan sebagai bahan tambahan referensi dalam rangka menambah dan
memperkaya kajian tentang Hubungan pengetahuan sikap literasi kesehatan
terhadap tindakan minum obat filariasis kelas x

1.4.2 Manfaat Teoritis

 Sebagai salah satu bahan bacaan atau sumber referensi yang di miliki
oleh Perpustakaan Universitas Teuku Umar
 Bagi peneliti sendiri untuk menambah pengetahuan Hubungan
pengetahuan sikap literasi kesehatan terhadap tindakan minum obat
filariasis kelas x

1.5 Hipotesis
 Ho tidak ada pengaruh antara pengetahuan terhadap tindakan
minum obat filariasis
 H1 ada pengaruh hubungan antara sikap terhadap tindakan minum
obat filariasis
 Ho tidak ada pengaruh antara literasi kesehatan terhadap tindakan
minum obat filariasis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Umum Tentang Penyakit Filariasis

2.1.1 Pengertian Filariasis


Filariasis (elephenthiasis/kaki gajah) merupakan merupakan penyakit

menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran

dan kelenjar getah bening. Terdapat tiga spesies cacing penyebab filariasis

yaituWuchereria brancofti; Brugia malayi; Brugia timori (Dirjen P2PL,

2008).Diperkirakan 1/5 penduduk dunia atau 1,1 miliar penduduk di 83 negara

berisiko terinfeksi filariasis (Dirjen P2PL, 2008). Dan Profil kesehatan Indonesia

tahun 2013 menyebutkan jumlah kasus filariasis di Indonesia sebanyak 12.714

kasus. Sedangkan pada tingkat provinsi, Jawa Tengah menempati peringkat ke-8

dengan jumlah penderita filariasis sebesar 412 penderita serta jumlah kasus

mikrofilaria tertinggi berada di Kota Pekalongan (Kemenkes RI, 2014).

2.1.2 Patogenesis
Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan

inidividu terhadap parasit, seringnya mendapat tusukan nyamuk, banyaknya larva

infektif yang masuk ke tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur.

Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan

fase lanjut . Pada fase lanjut timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing

dewasa bersama- sama dengan infeksi bakteri dan jamur beserta dapat

menyebabkan kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat dikulit. Pada dasarnya

perkembangan klinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa

yang tinggal dalam saluran linfe dan penyumbatan ( obstruksi), sehingga terjadi

gangguan fungsi sistem limfatik.

5
2.1.3 Gejala klinis

Gejala klinis filariasis terdiri dari gelaja klinis akut dan kronis. Pada
dasarnya gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi W.Bancroft, B.
Malayi dan B. Timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan
lebih berat pada infeksi oleh B. Malayi dan B. Timori. Infeksi W.bancrofti dapat
menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.
Malayi dan B. Timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat
kelamin (Depkes RI, 2008:3).
Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :
1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila
beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran
kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki
atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis
berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, payudara, dan buah
zakar tersebut (Depkes RI, 2009)

2.1.4 Epidemiologi filariasis


Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan
merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Banyak spesies nyamuk yang
ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya dan
habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang terdapat di daerah
perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan
tercemar sebagai tempat perindukannya.

Wuchereria bancrofti yang ada di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh


berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti terutama

6
 Wuchereria bancrofti perkotaan dengan vektor Culex
2..1.1 2.1.6 Pemberian Obat pencegahan
quinquefasciatus. massal (POPM) Filariasis
 Wuchereria bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes dan
Armigeres.

ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti
ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan
hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis,
Mansonia bonneae, dan Mansonia dives yang berkembang biak di daerah rawa di
Sumatera, Kalimantan, dan Maluku.
Di daerah Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles
barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia
timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah
sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman.

2.1.5 Vektor
Di Indonesia ada 3 (tiga) jenis cacing filaria dengan beberapa tipe yaitu :
Wuchereria brancofti, Brugia malayi (tipe periodik nokturna, subperiodik
nokturna dan nonperiodik) dan B. timori. 3Spesies B. timori hanya ditemukan di
Indonesia Timur yaitu Pulau Timor, Flores, Rote Alor4 dan Pulau Sumbar.

Di Pulau Alor periodisitas B. timori teridentifikasi sebagai parasit


nokturnal, namun pasien dengan kepadatan parasit mirofilaria tinggi periodisitas
terditeksi pada sediaan darah siang hari. Berbeda dengan cacing filaria B. malayi
terdapat pergeseran sifat perediositas, ketiga subspecies B. malayi
(nonperiodik,subperiodik dan periodik) dalam penyebarannya terpisahkan satu
sama lain oleh perbedaan ekologis setempat6. Anopheles subpictus telah
dilaporkan sebagai vector yang penting untuk W.bancrofti di pulau Alor dan
Flores5, untuk An. barbirostris merupakan vektor B. timori dipedalaman Flores,
untuk vektor W.bancrofti di daerah pantai ada 3 jenis nyamuk yaitu : An.
flavirostris, An. sundaicus dan An. Subpictus.

Secara rinci vektor nyamuk itu adalah:

1. Brugia malayi dengan vektor Mansonia spp, dan Anopheles


barbirostris.
2. Brugia timori dengan vektor Anopheles barbirostris (Srisasi
Gandahusada, 2000:43)

7
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis merupakan bentuk
dari eliminasi filariasis yang bertujuan untuk menurunkan angka mikrofilaria
hingga kurang dari 1% pada setiap kabupaten atau kota, sehingga pada tahun 2020
filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.Program
POPM filariasis dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Oktober, selama
lima tahun berturut-turut.

Obat pencegahan filariasis diberikan kepada semua penduduk usia 2 tahun


sampai dengan usia 70 tahun di seluruh wilayah kabupaten atau kota endemis
filariasis. Pemberian obat dilakukan di pos-pos minum obat yang dipantau oleh
kader dan petugas kesehatan. Obat yang diberikan berupa DEC dan albendazole
secara bersamaan, sehingga dapat mematikan semua mikrofilaria yang ada di
dalam darah setiap penduduk, dan mencegah makrofilaria (cacing filaria dewasa)
menghasilkan mikrofilaria baru, sehingga rantai penularan filariasis dapat diputus
(Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan massal dilaksanakan di daerah endemis Filariasis yaitu daerah


dengan angka mikrofilaria rate (Mf rate) 1% dengan unit pelaksanaannya adalah
Kabupaten/Kota. Pengobatan massal bertujuan untuk mematikan semua
mikrofilaria yang ada di dalam darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan,
sehingga memutus penularanya. Pengobatan massal dilaksanakan serentak 25
terhadap semua penduduk yang tinggal di daerah endemis filariasis, tetapi
pengobatan untuk sementara ditunda bagi:

1. Anak berusia kurang dari 2 tahun


2. Ibu hamil
3. Orang yang sedang sakit berat
4. Penderita kasus kronis filariasis sedang dalam serangan akut
5. Anak berusia kurang dari 5 tahun dengan merasmus atau kwashiorkor
Pemberian obat secara massal bersamaan ini dapat mematikan semua
mikrofilaria yang ada di dalam darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan,
membunuh sebagian cacing dewasa dan mencegah makrofilaria (cacing filaria
dewasa) menghasilkan mikrofilaria baru, sehingga rantai penularan Filariasis
dapat diputus.

8
30 Kegiatan POPM Filariasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal
lima tahun berturut-turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah
POPM Filariasis dihentikan dengan menerapkan surveilans ketat pada periode
stop POPM Filariasis.

Tahapan umum POPM filariasis digambarkan sebagai berikut :

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5


Pemetaan Pelaksanaan Surveilans
Sertifikasi Verifikasi
Daerah POPM Periode Stop
Eliminasi (WHO)
Endemis Filariasis dan POPM
Filariasis
Filariasis Monitoring Filariasis

Gambar 2.1, tahap tahap dalam POPM filariasis adalah sebagai berikut :

Adapun tahap tahap dalam POPM filariasis adalah sebagai berikut :


1. Tahap pertama adalah dengan melakukan pemetaan daerah endemis
filariais sebelum POPM. Pemetaan ini dilakukan dengan melaksanakan
kegiatan survei penderita filariasis kronis dan survei data dasar
prevalensi mikrofilaria.
2. Tahap kedua adalah pelaksanaan kegiatan POPM filariasis. Pada tahap
ini penting melaksanakan monitoring dan evaluasi pada saat dan setelah
melaksanakan kegiatan yang meliputi cakupan pengobatan filariasis
setiap tahun berupa proses perekaman data pemberian obat, pengolahan
dan pelaporannya disiapkan sebelum kegiatan, dan dikendalikan dengan
cermat saat pelaksanaan kegiatan POPM Filariasis. Selain itu
melaksanakan survei cakupan pengobatan yaitu minimal dilakukan
sekali sesudah pelaksanaan POPM filariasis tahun pertama sebelum
tahun selanjutnya agar pelaksanaan tahun berikutnya dapat lebih baik.
Melaksanakan survei evaluasi prevalensi filariasis untuk menilai
efektivitas POPM filariasis dalam menurunkan risiko penularan dan

9
melaksanakan survei evaluasi penularan filariasis atau Transmission
Assessment Survey (TAS) yang dimaksudkan untuk memastikan tidak
adanya penularan Filariasis setelah melaksanakan POPM Filariasis
selama 5 tahun berturut-turut. Apabila hasil Survei Evaluasi Penularan
ini tidak menemukan adanya penularan filariasis, maka kegiatan POPM
Filariasis dihentikan dan Kabupaten/Kota tersebut memasuki tahap
Surveilans pada Periode Stop POPM filariasis (tahap 3). Namun apabila
hasil Survei Evaluasi Penularan ini menemukan adanya indikasi
penularan filariasis, 20 maka kegiatan POPM filariasis diteruskan
minimal selama 2 tahun berturut-turut.
3. Tahap ketiga merupakan surveilans pada periode stop POPM filariasis
yang dilakukan setelah POPM filariasis dihentikan. Kegiatan Surveilans
ini dilakukan untuk memonitor dan evaluasi apakah rantai penularan
Filariasis benar dapat diputus atau dihentikan setelah serangkaian
kegiatan POPM Filariasis.
4. Tahap keempat adalah Sertifikasi Eliminasi Filariasis Nasional. Pada
tahap ini Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang telah mencapai
kondisi Pre Eliminasi Filariasis dapat ditetapkan sebagai daerah
5. Sertifikasi Pre Eliminasi dan Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang
telah mencapai kondisi Eliminasi Filariasis dapat ditetapkan sebagai
daerah Sertifikasi Eliminasi Filariasis
6. Tahap kelima yaitu Verifikasi Eliminasi Filariasis. Verifikasi atau

penilaian terhadap keberhasilan program eliminasi Filariasis di

Indonesia akan dilakukan oleh WHO.

2.1.7 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui (Alwi, 2005: 1121).
Pengetahuan adalah istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila seseorang
mengenal tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah
selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran
mengenai hal yang ingin diketahuinya itu.

10
Oleh karena itu pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang
mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan obyek yang
merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi
bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek tertentu (Surajiyo, 2007:
26).

Pengetahuan merupakan hasil “Tahu“ dan ini terjadi setelah orang


melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, S, 2007: 143).

2.1.8 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya
dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, secara nyata
menunjukkan konstansi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, secara nyata menunjukkan
konstansi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. (Notoatmodjo, S,
2007:146)

Menurut Notoatmodjo, S (2007:148) sikap mempunyai 4 tingkat dalam


intensitasnya, yaitu:

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang (subjek) mau


menerima stimulus yang diberikan (obyek).
2. Menanggapi (responding) diartikan apabila seseorang menjawab
ketika diberikan pertanyaan, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

11
3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang laian untuk mengerjakan
atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible) adalah bertanggung jawab apa yang
telah diyakininya. Sesorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, harus berani mengambil risiko bila ada
orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Pengukuran secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
objek yang bersangkutan (Notoatmodjo, S, 2007:149).

2.1.9 Literasi Kesehatan


Literasi kesehatan adalah kemampuan untuk memperoleh, membaca,
memahami, dan menggunakan informasi kesehatan untuk membuat keputusan
yang tepat dan mengikuti petunjuk dengan benar. Istilah “literasi Kesehatan/health
literacy” telah diketahui sejak 1970 di dalam Pendidikan Kesehatan dan dilihat
sebagai kebijakan sosial (Sorensen et al, 2012). Sejak 1990, konsep literasi
Kesehatan digunakan secara luas setelah istilah ini dimatangkan oleh Ameriks
Serikat dalam managemen sistem pembayaran pelayanan (Parnell, 2019).

Saat ini, literasi Kesehatan adalah sebuah tujuan kesehatan global, promosi
dalam menigkatkan pemahaman, startegi komunitas dan digunakan untuk
meningkatkan Kesehatan pasien dengan literasi Kesehatan yang terbatas.
Beberapa negara maju seperti USA, Kanada, dan Australia memiliki visi untuk
meningkatkan literasi Kesehatan (Parnell, 2019).

Meskipun konsep literasi Kesehatan telah dipelajari sejak bertahun-tahun


silam hingga saat ini, masih ditemukan adanya berbagai penelitian yang berbeda ,
terutama prevalensi masyarakat dengan literasi kesehatan terbatas pada berbagai
target populasi (Rajah, 2019). Di Asia Tenggara, penelitian tentang literasi
Kesehatan masih terbatas. Terutama di Indonesia, sejauh pengetahuan penulis,
belum ada konsep analisis tentang literasi Kesehatan yang pernah dipublikasikan.
Namun ditemukan banyak penelitian tentang Pendidikan Kesehatan dengan
berbagai metode pada berbagai kelompok populasi.

12
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari


hal-hal khusus dan hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau yang
lebih dikenal dengan variabel (Notoatmodjo, 2005:68).

Pengetahuan

Tindakan
Minum Variabel
variabel
Obat Dependen
Independen
Filariasis
literasi
sikap
kesehatan

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

13
3.2 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu


variabel atau suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel
penelitian. Adapun definisi operasional penelitian (Tabel 3.1)

Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel


Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
ukur ukur
Variabel dependen

Tindakan Minum Bentuk kepatuhan Wawancara Kuisioner 1.Tidak Ordina


Obat masyarakat dalam 1 minum
mengonsumsi obat pertanyaan 2.Minum
filariasis dalam
mencegah bertambah
buruk dan
menghindari
komplikasi filariasis
Variabel independen

Pengetahuan Tingkat pengetahuan Wawancara Kuisioner 1.Tidak Ordinal


responden terhadap 13 minum
pentingnya pertanyaan 2.
mengonsumsi obat Minum
filariasis
Sikap Suatu sudut Wawancara Kuisioner 1.Tidak Oridinal
pandang/persepsi 11 minum
masyarakat mengenai pertanyaan 2.
filariasis Minum
LiterasiKesehatan Wawasan/kemampuan Wawancara Kuisioner 1. Tidak Oridinal
responden 13 Minum
mengonsumsi pertanyaan 2.
mengenai filariasis Minum

3.3 Jenis Penelitian

Pemelitian ini menggunakan berdasarkan analisis deskriptif dengan


pendekatan kuantitatif. Dengan metode dasar survei. Analisis deskriptif ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan pengetahuan sikap literasi
Kesehatan terhadap Tindakan minum obat filariasis. Dan metode survei adalah
metode yang bertujuan mengambil sejumlah besar data dengan mengambil sampel
dari beberapa poopulasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan
data tersebut.

14
3.4 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian


Populasi target dalam penelitian ini adalah mahasiswa kelas X di
universitas Teuku Umar 2022 Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian atau obyek yang diteliti (Notoatmojo, 2005:79).

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel mahasiswa yang sedang masuk kelas X pada saat pengambilan


data Di Universitas Teuku Umar 2022 Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian dari jumlah karakter yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2009:81).

3.5 Sumber Data Penelitian

3.5.1 Data Primer


Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subyek
penelitian terutama responden. Data primer dalam penelitian ini berupa kuesioner,
kuesioner dalam penelitin ini digunakan untuk mendapatkan informasi melalui 49
jawaban dari responden mengenai pengetahuan dan sikap tentang pencegahan
penularan filariasis serta keikutsertaan masyarakat dalam minum obat filariasis.

3.5.2 Data Sekunder


Data sekunder yaitu pengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari orang
lain dan tidak dilakukan oleh penelliti sendiri (Eko Budiarto, 2002:5). Data
sekunder yang diambil diperoleh dari instansi terkait, buku, jurnal dan refrensi
lain yang berkaitan dengan penelitian

3.6 Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data

3.6.1 Instrumen
Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo,
2005:116). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

15
Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai pengetahuan dan sikap tentang pencegahan filariasis dengan praktek
minum obat dalam program Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP)
filariasis.

3.7 Teknik Pengolahan Data Dan Analisis

3.7.1 Pengolahan data


Pengolahan Data Agar data penelitian menghasilkan informasi yang benar
dan tepat maka sebelum melakukan analisi perlu dilakukan proses manajemen
atau pengolahan data terdiri dari:

1 Editing : Merupakan proses pemeriksaan kembali kelengkapan data yang


telah dikumpulkan yang meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan
jawaban, konsisten dan relevan jawaban terhadap pertanyaan yang
diberikan.
2 Coding : Yaitu memberikan sekor atau nilai pada setiap jawaban yang
diberikan oleh responden.
3 Scoring : Merupakan kegiatan memproses agar dapat dianalisis. Proses
dilakukan dengan mengentri data menggunakan program SPSS.
4 Tabulasi : Melakukan pengelompokan data sesuai dengan tujuan
penelitian yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Setiap pernyataan
diberikan nilai yang hasilnya dijumlahkan dan diberikan kategori sesuai
dengan jumlah pernyataan dalam kuesioner.

5 Entry : Data Data yang telah dikode kemudian di massukkan ke dalam

program komputer untuk selanjutnya akan diolah data

3.7.2 Analisis Data


Setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya adalah menganalisi data
menggunakan teknik sehingga data tersebut dapat ditarik suatu simpulan. Adapun
data dianalisis dengan program komputer dengan menggunakan teknis analisi data
yang meliputi:

16
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoadmojo, 2005:188). Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui apakah data sudah layak untuk dilakukan analisis. Semua variabel
dianalisis untuk mendeskripsikan variabel yang disajikan dalam bentuk diagram
distribusi frekuensi.

Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripskan


variable bebas yaitu pengetahuan dan sikap serta variable terikat yaitu prektek
minum obat filariasis.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada dua variabel yang
dianggap berhubungan atau berkorelasi (Notoadmojo, 2005:188). Dalam
penelitian ini analisis bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap tentang pencegahan filariasis dengan praktek minum obat
dalam program Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP) filariasis Kelurahan

Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

Selanjutnya diuji dengan analisis statistik. Uji statistik yang digunakan


adalah uji Chi Square, karena skala variabel berbentuk ordinal. Taraf signifikan
yang digunakan adalah 95% atau taraf kesalahan 0,05. Syarat uji Chi Square
adalah 56 tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai nol, dan sel yang
digunakan mempunyai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel,
dan menggunakan tabel 2x2. Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka
dilakukan penggabungan dan dilanjutkan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov
smirnov. Dasar pengambilan keputusan yang digunakan berdasarkan probabilitas.
Jika probabilitas 0,05 maka Ho diterima, berarti variabel tersebut tidak ada
hubungan.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Hasil univariat


Distribusi frekuensi responden tentang hubungan pengetahuan sikap literasi
kesehatan dengan tindakan minum obat filariasis

Berdasarkan proporsi pengetahuan data diatas bahwa dari 36 responden


yang dinyatakan baik sebanyak( 80,6%) atau 29 responden ,sedangkan untuk
yang kurang baik sebanyak (19,4%) atau 7 responden.

Berdasarkan proporsi sikap data diatas bahwa dari 36 responden yang


dinyatakan baik sebanyak( 61,1%) atau 22 responden ,sedangkan untuk yang
kurang baik sebanyak (38,9%) atau 14 responden

18
Berdasarkan proporsi tindakan data diatas bahwa dari 36 responden yang
minum obat filariasi sebanyak( 50,0%) atau 18 responden ,sedangkan untuk yang
tidak minum obat filariasis (50,0%) atau 18 responden.

Berdasarkan proporsi Literasi Kesehatan data diatas bahwa dari 36


responden yang baik sebanyak(69,4%) atau 25 responden ,sedangkan untuk
yang kurang baik (30,6%) atau 11 responden.

19
4.1.2 Hasil bivariate
Responden tentang hubungan pengetahuan sikap literasi kesehatan

dengan tindakan minum obat filariasis

Tabel 1.1 Pengetahuan Terhadap Tindakan Minum Obat


No Pengetahuan Tindakan Minum Obat Total OR CI P.Value

Tidak Minum

Minum

F % F % f %

1 Kurang Baik 3 42,9 4 57,1 7 100,0 0,7 0,132- 1

3,699

2 Baik 15 51,7 14 48,3 29 100,0

Tabel 1.1 Proporsi responden berdasarkan Pengetahuan kurang baik

terhadap tindakan minum obat lebih besar 57,1% dibandingkan dengan responden

berpengetahuan yang tidak minum obat sebesar 42,9%. Sedangkan proporsi

responden Berdasarkan pengetahuan Yang Baik terhadap Tindakan minum obat

lebih besar 51,7% dibandingkan dengan responden yang tidak minum obat yaitu

48,3%

OR= 0,7 memiliki makna bahwa responden baik maupun kurang baik tidak

berpeluang terhadap tindakan minum obat dan variable pengetahuan tidak

berisiko. Dan secara statistik didapat bawah tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan tindakan minum obat dengan P Value=1.

20
Tabel 1.2 Sikap terhadap Tindakan Minum Obat
No Sikap Tindakan Minum Obat Total OR CI P
Value
Tidak Minum

Minum

F % F % F %

1 Kurang 8 57,1 6 42,9 14 100 1,6 0,414- 0,117

Baik 6,177

2 Baik 10 45,5 12 54,5 22 100

Tabel 1.2 Proporsi responden berdasarkan sikap Kurang baik terhadap

tindakan minum obat lebih besar tidak minum sebesar 57,1% dibandingkan

dengan responden kurang baik yang Minum Obat 42,9%. Sedangkan proporsi

responden berdasarkan sikap yang Baik terhadap tindakan minum obat lebih besar

minum Obat yaitu 54,5% dibandingkan dengan responden baik tidak minum obat

sebesar 45,5%

OR= 1,6 Memiliki makna bahwa responden kurang baik dan baik 1 kali

lebih berpeluang tehadap tindakan tindakan minum obat dan variable sikap

merupakan faktor resiko. Namun secara statistik didapat bahwa tidak ada

hubungan antara sikap dengan tindakan minum obat dengan nilai p value=0,117

21
Tabel 1.3 Literasi Kesehatan Terhadap Tindakan Minum Obat

No LiterasiKesehatan Tindakan Minum Obat Total OR CI p.value

Tidak Minum

Minum

F % F % F %

1 Kurang Baik 3 27,3 8 72,7 11 100 0,250 0,053- 2,095

1,177

2 Baik 15 60,0 10 40,0 25 100

Tabel 1.3 proporsi responden berdasarkan literasi kesehatan kurang baik

terhadap tindakan minum obat lebih besar Minum yaitu 72,7% dibandingkan

proporsi responden kurang baik yang tidak minum obat sebesar 27,3%. Sedangkan

proporsi responden berdasarkan literasi kesehatan yang baik terhadap tindakan

minum obat yaitu lebih besar tidak minum 60,0% dibandingkan proporsi

responden baik yang minum sebesar 40,0%.

OR=0,250 Memiliki makna bahwa variable literasi kesehatan baik

berdasarkan proporsi responden baik maupun kurang baik tidak memiliki peluang

ataupun resiko terhadap tindakan minum obat. Dan berdasarkan statisik bahwa

tidak ada hubungan antara literasi kesehatan dengan tindakan minum obat dengan

p value = 2,095

22
BAB V
KESIMPUPAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan


pengetahuan sikap literasi kesehatan terhadap tindakan minum obat filariasis
maka disimpulkan bahwa:

Adapun dari ketiga variebal indepenen baik Pengetahuan, sikap dan literasi
kesehatan tidak ada hubungan terhadap tindakan minum obat. Dan diketahui dari
ketiga variabel tersebut variabel sikap yang memiliki resiko terhadap terjadinya
tindakan minum obat filarisis.

5.2 saran

Bagi instansi pemerintah yang bernaung dalam mengatasi masalah ini yaitu
petugas puskesmas dan dinas kesehatan diharapkan meningkatkan pelayanan ke
masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sikap
masyarakat tentang pencegahan filariasis terhadap praktek minum obat filariasis.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, SO, Wang, HH, & Chou, FH (2020). Literasi Kesehatan: Analisis

Konsep. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah , 5 (2).

23
Juhairiyah, J., Fakhrizal, D., Hidayat, S., Indriyati, L., & Hairani, B. (2019).

Kepatuhan masyarakat minum obat pencegah massal filariasis (kaki gajah): studi

kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong. Jurnal Vektor Penyakit, 13(1), 49-58.

Agustini, A., & Indrawati, F. (2020). Program Pemberian Obat Pencegahan

Massal (POPM) Filariasis. HIGEIA (Journal of Public Health Research and

Development), 4(3), 423-434.

Tallan, M. M., & Mau, F. (2016). Karakteristik Habitat Perkembangbiakan

Vektor Filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya.

ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease Studies, 8(2), 55-62.

Munawwaroh, L., & Pawenang, E. T. (2016). Evaluasi program eliminasi

filariasis dari aspek perilaku dan perubahan lingkungan. Unnes Journal of Public

Health, 5(3), 195-204.

24
P

25
TUGAS 1. DEFINISI OPERASIONAL (DO)
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
ukur ukur
Variabel dependen

Tindakan Minum Bentuk kepatuhan Wawancara Kuisioner 1.Tidak Ordina


Obat masyarakat dalam 1 minum
mengonsumsi obat pertanyaan 2.Minum
filariasis dalam
mencegah bertambah
buruk dan
menghindari
komplikasi filariasis
Variabel independen

Pengetahuan Tingkat pengetahuan Wawancara Kuisioner 1.Tidak Ordinal


responden terhadap 13 minum
pentingnya pertanyaan 2.
mengonsumsi obat Minum
filariasis
Sikap Suatu sudut Wawancara Kuisioner 1.Tidak Oridinal
pandang/persepsi 11 minum
masyarakat mengenai pertanyaan 2.
filariasis Minum
LiterasiKesehatan Wawasan/kemampuan Wawancara Kuisioner 1. Tidak Oridinal
responden 13 Minum
mengonsumsi pertanyaan 2.
mengenai filariasis Minum
TUGAS 2. KUISIONER
A. Tentang Penyakit Filariasis
A1. Apakah anda mengetahui tentang penyakit filariasis (kaki gajah) ?

a. Tahu
b. Tidak tahu
A2. Menurut anda apa yang menyebabkan penyakit filariasis (kaki gajah) ?

a. Gajah
b. Ayam
c. Cacing filaria
d. Sapi
A3. Bagaimana cara penularan penyakit filariasis (kaki gajah) ?

a. Berjabat tangan
b. Lewat udara
c. Makan satu piring

1
d. Gigitan nyamuk

A4. Di bawah ini adalah gejala-gejala pada penyakit kaki gajah, kecuali....

a. Demam yang berulang


b. Terdapat pembengkakan
c. Peradangan pada saluran getah bening
d. Batuk-batuk
A5. Di bawah ini adalah cara pencegahan penyakit kaki gajah, kecuali...

a. Rajin menggunakan lotion anti nyamuk


b. Memasang kelambu pada tempat tidur
c. Membersihkan lingkungan dengan 3M
d. Tidur di mana saja
A6. Menurut anda daerah jenis daerah seperti apa yang sering terjadi penyakit kaki gajah ? a.
Panas
b. Tropis
c. Hujan
d. Dingin
A7. Negara manakah yang pertama kali ditemukan penyakit kaki gajah ?

a. Amerika
b. Spanyol
c. China
d. Portugal
A8. Apa ciri khusus penyakit kaki gajah ?

a. Pembesaran pada kaki, tangan, maupun kemaluan


b. Pusing
c. Batuk berdahak
d. Kurang darah
A9. Apa akibat terbesar pada penderita kaki gajah ?

a. Banyak rezeki
b. Tidak bisa melakukan aktivitas, dan harus di bantu
c. Tambah pekerjaan

2
d. Bebas penyakit

A10. Jika di suatu daerah terdapat seorang warganya mengalami penyakit kaki gajah
apa yang harus segera dilakukan...
a. Segera lakukan fooging (pengasapan) untuk menghindari penyebaran lebih

lanjut b. Pura-pura tidak tahu

c. Mengurung warganya yang kena penyakit kaki gajah


d. Biasa-biasa saja
A11. Jika salah seorang dari keluarga anda yang mengalami penyakit kaki gajah ke
mana Anda akan membawa keluarga anda ?
a. Diam saja
b. Ke pasar
c. Membawa ke dukun
d. Segera membawa ke RS
A12. Menurut anda apa tujuan dari pencegahan terhadap penyakit kaki gajah ? a.
Agar terkenal
b. Agar bisa dibanggakan orang
c. Agar cepat kaya
d. Agar tidak menjadi penyakit yang lebih parah
A13. Menurut anda apa yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat agar tidak
terjadi penyebaran yang lebih luas dari penyakit kaki gajah ?
a. Diam saja
b. Pura-pura tidak tahu
c. Biasa-biasa saja
d. Memberikan pendidikan kesehatan kepada warganya, dan memberi pelayanan
kesehatan yang baik

3
B. Sikap Terhadap Pencegahan Penyakit Filariasis (kaki gajah)

NO PERTANYAAN SETUJU TIDAK


SETUJU

B1 Saya akan tetap bersosialisasi dengan tetangga walaupun saya


terkena penyakit kaki gajah

B2 Saya merasa sedih jika anggota keluarga saya terkena penyakit


kaki gajah

B3 Saya takut di kucilkan di masyarakat jika saya terkena penyakit


kaki gajah

B4 Saya merasa jadi beban keluarga, jika saya terkena penyakit kaki
gajah

B5 Saya tidak merasa malu jika terkena penyakit kaki gajah, karena
itu hal biasa

B6 Jika saya terkena penyakit kaki gajah saya tidak mau


bersosialisasi dengan tetangga

B7 Saya merasa senang jika anggota keluarga saya terkena

penyakit kaki gajah

B8 Saya senang jika di kucilkan karena terkena penyakit kaki gajah

B9 Saya merasa malu jika terkena penyakit kaki gajah

B10 Saya selalu memakai rajin memakai lotion anti nyamuk

B11 Saya membersihkan lingkungan dengan 3M

4
C. Literasi Kesehatan tentang penyakit filariasis (kaki gajah)
NO PERTANYAAN SETUJU TIDAK
SETUJU

C1 Upaya pencegahan penyakit kaki gajah dapat dilakukan dengan


memberantas jentik-jentik nyamuk

C2 Untuk membunuh cacing dewasa pada penyakit kaki gajah diperlukan


pengobatan jangka pendek

C3 Pemberantas nyamuk penyebab penyakit kaki gajah berbeda dengan


pemberantasan demam berdarah

C4 Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk penular merupakan upaya


yang baik dalam mencegah penyakit kaki gajah

C5 Rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk

C6 Usaha lain mencegah penyakit kaki gajah adalah mengeringkan atau


mengalirkan genangan air

C7 Genangan air di sekitar rumah sangat di senangi nyamuk untuk


berkembang biak

C8 Menurut saya penyakit kaki gajah disebabkan oleh cacing filaria

C9 Gejala awal penyakit kaki gajah adalah timbul benjolan yang terasa panas
dan nyeri pada lipatan paha atau ketiak yang disertai adanya luka

C10 Kaki gajah dapat menyebabkan cacat fisik yang bersifat sementara

C11 Jika terkena penyakit kaki gajah akan berdampak pada ekonomi karena
tidak dapat bekerja dalam waktu yang lama

C12 Gejala awal penyebab penyakit kaki gajah adalah kesemutan

C13 Dengan adanya kasus kaki gajah pada suatu daerah maka kegiatan 3M
(menutup, menguras, mengubur) harus dilakukan untuk mencegah
penyakit kaki gajah

D. Tindakan Minum Obat Filariasis


NO PERTANYAAN YA TIDAK

D1 Apakah anda pernah meminum obat filariasis (kaki gajah) ?

5
TUGAS 3. TABEL SCORE
NO Variabel Item Mean

1. Tindakan Minum Obat 1.Apakah anda pernah meminum obat filariasis (kaki 1
gajah) ?

2. Pengetahuan 1.Apakah anda mengetahui tentang penyakit filariasis 6


(kaki gajah) ?
2. Menurut anda apa yang menyebabkan penyakit
filariasis (kaki gajah) ?
3. Bagaimana cara penularan penyakit filariasis (kaki
gajah) ?
4. Di bawah ini adalah gejala-gejala pada penyakit
kaki gajah, kecuali....
5. Di bawah ini adalah cara pencegahan penyakit kaki
gajah, kecuali...
6. Menurut anda daerah jenis daerah seperti apa yang
sering terjadi penyakit kaki gajah ?
7. Negara manakah yang pertama kali ditemukan
penyakit kaki gajah ?
8. Apa ciri khusus penyakit kaki gajah ?
9. Apa akibat terbesar pada penderita kaki gajah ?
10.Jika di suatu daerah terdapat seorang warganya
mengalami penyakit kaki gajah apa yang harus
segera dilakukan...
11.Jika salah seorang dari keluarga anda yang
mengalami penyakit kaki gajah ke mana Anda akan
membawa keluarga anda ?
12.Menurut anda apa tujuan dari pencegahan terhadap
penyakit kaki gajah ?
13.Menurut anda apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah setempat agar tidak terjadi penyebaran
yang lebih luas dari penyakit kaki gajah ?
Benar =

Salah =

6
3. Sikap 1. Saya akan tetap bersosialisasi dengan tetangga 9
walaupun saya terkena penyakit kaki gajah
2. Saya merasa sedih jika anggota keluarga saya
terkena penyakit kaki gajah
3. Saya takut di kucilkan di masyarakat jika saya
terkena penyakit kaki gajah
4. Saya merasa jadi beban keluarga, jika saya terkena
penyakit kaki gajah
5. Saya tidak merasa malu jika terkena penyakit kaki
gajah, karena itu hal biasa

6. Jika saya terkena penyakit kaki gajah saya tidak


mau bersosialisasi dengan tetangga
7. Saya merasa senang jika anggota keluarga saya
terkena penyakit kaki gajah
8. Saya senang jika di kucilkan karena terkena
penyakit kaki gajah
9. Saya merasa malu jika terkena penyakit kaki gajah
10. Saya selalu memakai rajin memakai lotion anti
nyamuk
11. Saya membersihkan lingkungan dengan 3M
Benar =

Salah =

7
4. Literasi Kesehatan 1. Upaya pencegahan penyakit kaki gajah dapat 10
dilakukan dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk
2. Untuk membunuh cacing dewasa pada penyakit
kaki gajah diperlukan pengobatan jangka pendek
3. Pemberantas nyamuk penyebab penyakit kaki gajah
berbeda dengan pemberantasan demam berdarah
4. Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
penular merupakan upaya yang baik dalam
mencegah penyakit kaki gajah
5. Rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk
6. Usaha lain mencegah penyakit kaki gajah adalah
mengeringkan atau mengalirkan genangan air
7. Genangan air di sekitar rumah sangat di senangi
nyamuk untuk berkembang biak
8. Menurut saya penyakit kaki gajah disebabkan oleh
cacing filaria
9. Gejala awal penyakit kaki gajah adalah timbul
benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipatan
paha atau ketiak yang disertai adanya luka
10.Kaki gajah dapat menyebabkan cacat fisik yang
bersifat sementara
11.Jika terkena penyakit kaki gajah akan berdampak
pada ekonomi karena tidak dapat bekerja dalam
waktu yang lama

12.Gejala awal penyebab penyakit kaki gajah adalah


kesemutan
13.Dengan adanya kasus kaki gajah pada suatu daerah
maka kegiatan 3M (menutup, menguras, mengubur)
harus dilakukan untuk mencegah penyakit kaki
gajah

Benar =
Salah =

8
TUGAS 4. ANALISIS UNIVARIAT,BIVARIAT

Hasil univariat

Distribusi frekuensi responden tentang hubungan pengetahuan sikap literasi kesehatan


dengan tindakan minum obat filariasis

Berdasarkan proporsi pengetahuan data diatas bahwa dari 36 responden yang


dinyatakan baik sebanyak( 80,6%) atau 29 responden ,sedangkan untuk yang kurang baik
sebanyak (19,4%) atau 7 responden.

Berdasarkan proporsi sikap data diatas bahwa dari 36 responden yang dinyatakan
baik sebanyak( 61,1%) atau 22 responden ,sedangkan untuk yang kurang baik sebanyak
(38,9%) atau 14 responden.

9
Berdasarkan proporsi tindakan data diatas bahwa dari 36 responden yang minum
obat filariasi sebanyak( 50,0%) atau 18 responden ,sedangkan untuk yang tidak minum obat
filariasis (50,0%) atau 18 responden.

Berdasarkan proporsi Literasi Kesehatan data diatas bahwa dari 36 responden yang
baik sebanyak(69,4%) atau 25 responden ,sedangkan untuk yang kurang baik (30,6%) atau
11 responden.

10
Hasil bivariate

Responden tentang hubungan pengetahuan sikap literasi kesehatan dengan tindakan


minum obat filariasis

Tabel 1.1 Pengetahuan Terhadap Tindakan Minum Obat


No Pengetahuan Tindakan Minum Obat Total OR CI P.Value

Tidak Minum

Minum

F % F % f %

1 Kurang Baik 3 42,9 4 57,1 7 100,0 0,7 0,132- 1

3,699

2 Baik 15 51,7 14 48,3 29 100,0

Tabel 1.1 Proporsi responden berdasarkan Pengetahuan kurang baik terhadap


tindakan minum obat lebih besar 57,1% dibandingkan dengan responden berpengetahuan
yang tidak minum obat sebesar 42,9%. Sedangkan proporsi responden Berdasarkan
pengetahuan Yang Baik terhadap Tindakan minum obat lebih besar 51,7% dibandingkan
dengan responden yang tidak minum obat yaitu 48,3%
OR= 0,7 memiliki makna bahwa responden baik maupun kurang baik tidak berpeluang
terhadap tindakan minum obat dan variable pengetahuan tidak berisiko. Dan secara statistik
didapat bawah tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan minum obat dengan
P Value=1.

11
Tabel 1.2 Sikap terhadap Tindakan Minum Obat
No Sikap Tindakan Minum Obat Total OR CI P
Value
Tidak Minum

Minum

F % F % F %

1 Kurang 8 57,1 6 42,9 14 100 1,6 0,414- 0,117

Baik 6,177

2 Baik 10 45,5 12 54,5 22 100

Tabel 1.2 Proporsi responden berdasarkan sikap Kurang baik terhadap tindakan
minum obat lebih besar tidak minum sebesar 57,1% dibandingkan dengan responden kurang
baik yang Minum Obat 42,9%. Sedangkan proporsi responden berdasarkan sikap yang Baik
terhadap tindakan minum obat lebih besar minum Obat yaitu 54,5% dibandingkan dengan
responden baik tidak minum obat sebesar 45,5%
OR= 1,6 Memiliki makna bahwa responden kurang baik 1 kali lebih berpeluang
tehadap tindakan tindakan minum obat dibandingkan responden baik dan variable sikap
merupakan faktor resiko. Namun secara statistik didapat bahwa tidak ada hubungan antara
sikap dengan tindakan minum obat dengan nilai p value=0,117

12
Tabel 1.3 Literasi Kesehatan Terhadap Tindakan Minum Obat
No LiterasiKesehatan Tindakan Minum Obat Total OR CI p.value

Tidak Minum

Minum

F % F % F %

1 Kurang Baik 3 27,3 8 72,7 11 100 0,250 0,053- 2,095

1,177

2 Baik 15 60,0 10 40,0 25 100

Tabel 1.3 proporsi responden berdasarkan literasi kesehatan kurang baik terhadap
tindakan minum obat lebih besar Minum yaitu 72,7% dibandingkan proporsi responden
kurang baik yang tidak minum obat sebesar 27,3%. Sedangkan proporsi responden
berdasarkan literasi kesehatan yang baik terhadap tindakan minum obat yaitu lebih besar
tidak minum 60,0% dibandingkan proporsi responden baik yang minum sebesar 40,0%.
OR=0,250 Memiliki makna bahwa variable literasi kesehatan baik berdasarkan
proporsi responden baik maupun kurang baik tidak memiliki peluang ataupun resiko terhadap
tindakan minum obat. Dan berdasarkan statisik bahwa tidak ada hubungan antara literasi
kesehatan dengan tindakan minum obat dengan p value = 2,095

13
1
2
3
4

Anda mungkin juga menyukai