DI SUSUN
KELOMPOK V
MEULABOH
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Tinjaun Umum Tentang Penyakit Filariasis ............................................ 5
2.1.1 Pengertian Filariasis ......................................................................... 5
2.1.2 Patogenesis ....................................................................................... 5
2.1.3 Gejala klinis ..................................................................................... 6
2.1.4 Epidemiologi filariasis ..................................................................... 6
2.1.5 Vektor............................................................................................... 7
2.1.6 Pemberian Obat pencegahan massal (POPM) Filariasis .................. 7
2.1.7 Pengetahuan ................................................................................... 10
2.1.8 Sikap............................................................................................... 11
2.1.9 Literasi Kesehatan .......................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 13
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 13
3.2 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel .......................... 14
3.3 Jenis Penelitian ....................................................................................... 14
3.4 Populasi Dan Sampel Penelitian ............................................................ 15
3.4.1 Populasi Penelitian ......................................................................... 15
3.4.2 Sampel Penelitian .......................................................................... 15
3.5 Sumber Data Penelitian .......................................................................... 15
3.5.1 Data Primer .................................................................................... 15
3.5.2 Data Sekunder ............................................................................... 15
3.6 Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data ........................... 15
3.6.1 Instrumen........................................................................................ 15
3.7 Teknik Pengolahan Data Dan Analisis .................................................. 16
3.7.1 Pengolahan data ............................................................................. 16
3.7.2 Analisis Data ................................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1 Gambaran Umum ................................................................................... 18
4.1.1 Hasil univariat ................................................................................ 18
4.1.2 Hasil bivariate ................................................................................ 20
BAB V KESIMPUPAN ....................................................................................... 23
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 23
5.2 Saran....................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Strategi ini mencakup pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP
filariasis di daerah endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang
dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya
mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis
filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis (Kementrian Kesehatan, 2010).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi kasus filariasis di Indonesia sebesar 0,8%, dengan provinsi yang
memiliki prevalensi terbesar adalah Provinsi Maluku, yaitu sebesar 1,8% dan
provinsi dengan prevalensi terkecil adalah Provinsi Bali, yaitu sebesar 0,4%.7
Sementara itu, Provinsi Jawa Barat merupakan salah salah satu provinsi yang
memiliki prevalensi filariasis yang lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional,
yaitu sebesar 0,98%.8 Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkonfirmasi
banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya filariasis di Indonesia.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor-faktor yang terbukti
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis yaitu pengetahuan
mengenai filariasis, sikap, literasi kesehan Faktor perilaku yang telah terbukti
memiliki pengaruh positif terhadap pengendalian filariasis melalui penelitian
sebelumnya, yaitu praktik minum obat pencegahan filariasis setiap bulan Oktober
kebiasaan menggunakan kawat kasa pada ventilasi kebiasaan menggunakan obat
nyamuk oles; kebiasaan menggunakan baju panjang dan celana panjang saat
keluar rumah malam hari serta kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur.Faktor
perilaku negatif yang dapat meningkatkan risiko penularan filariasis adalah
kebiasaan ke luar rumah malam hari dan pengendalian vektor belum dilakukan
dengan baik.
Adapun faktor lingkungan terdiri dari kepadatan hunian, keberadaan tempat
perindukan nyamuk, kondisi sanitasi sekitar rumah keberadaan kandang ternak di
sekitar rumah, keberadaan rawa-rawa, keberadaan perkebunan/hutan, keberadaan
tempat peristirahatan, dan berkembangbiaknya vektor. Diketahuinya faktor-faktor
yang dapat memengaruhi terjadinya filariasis di suatu wilayah dibutuhkan upaya
dari masyarakat untuk dapat menerapkan perilaku pencegahan filariasis dan
memodifikasi lingkungan supaya tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor.
2
Filariasis limfatik sebagai penyakit tropis terabaikan, berpotensi untuk
dikendalikan dan dihilangkan dari masyarakat. Pengendalian dapat dimungkinkan
melalui kemoterapi preventif, pengendalian vektor, penguatan sistem kesehatan,
peningkatan higiene dan manajemen kasus penyakit yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti bermaksud ingin mengkaji
tentang Hubungan Pengetahuan pengetahuan, sikap literasi Kesehatan terhadap
Tindakan minum obat filariasis di kelas X
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat Penelitian
Pada saat melakukan sebuah penelitian suatu masalah, maka diharapkan ada
hasil dan manfaat yang dapat dicapai yaitu sebagai berikut:
Sebagai salah satu bahan bacaan atau sumber referensi yang di miliki
oleh Perpustakaan Universitas Teuku Umar
Bagi peneliti sendiri untuk menambah pengetahuan Hubungan
pengetahuan sikap literasi kesehatan terhadap tindakan minum obat
filariasis kelas x
1.5 Hipotesis
Ho tidak ada pengaruh antara pengetahuan terhadap tindakan
minum obat filariasis
H1 ada pengaruh hubungan antara sikap terhadap tindakan minum
obat filariasis
Ho tidak ada pengaruh antara literasi kesehatan terhadap tindakan
minum obat filariasis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran
dan kelenjar getah bening. Terdapat tiga spesies cacing penyebab filariasis
berisiko terinfeksi filariasis (Dirjen P2PL, 2008). Dan Profil kesehatan Indonesia
kasus. Sedangkan pada tingkat provinsi, Jawa Tengah menempati peringkat ke-8
dengan jumlah penderita filariasis sebesar 412 penderita serta jumlah kasus
2.1.2 Patogenesis
Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan
infektif yang masuk ke tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur.
Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan
fase lanjut . Pada fase lanjut timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing
dewasa bersama- sama dengan infeksi bakteri dan jamur beserta dapat
menyebabkan kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat dikulit. Pada dasarnya
yang tinggal dalam saluran linfe dan penyumbatan ( obstruksi), sehingga terjadi
5
2.1.3 Gejala klinis
Gejala klinis filariasis terdiri dari gelaja klinis akut dan kronis. Pada
dasarnya gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi W.Bancroft, B.
Malayi dan B. Timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan
lebih berat pada infeksi oleh B. Malayi dan B. Timori. Infeksi W.bancrofti dapat
menyebabkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.
Malayi dan B. Timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat
kelamin (Depkes RI, 2008:3).
Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :
1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila
beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran
kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki
atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis
berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, payudara, dan buah
zakar tersebut (Depkes RI, 2009)
6
Wuchereria bancrofti perkotaan dengan vektor Culex
2..1.1 2.1.6 Pemberian Obat pencegahan
quinquefasciatus. massal (POPM) Filariasis
Wuchereria bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes dan
Armigeres.
ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti
ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan
hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis,
Mansonia bonneae, dan Mansonia dives yang berkembang biak di daerah rawa di
Sumatera, Kalimantan, dan Maluku.
Di daerah Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles
barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia
timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah
sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman.
2.1.5 Vektor
Di Indonesia ada 3 (tiga) jenis cacing filaria dengan beberapa tipe yaitu :
Wuchereria brancofti, Brugia malayi (tipe periodik nokturna, subperiodik
nokturna dan nonperiodik) dan B. timori. 3Spesies B. timori hanya ditemukan di
Indonesia Timur yaitu Pulau Timor, Flores, Rote Alor4 dan Pulau Sumbar.
7
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis merupakan bentuk
dari eliminasi filariasis yang bertujuan untuk menurunkan angka mikrofilaria
hingga kurang dari 1% pada setiap kabupaten atau kota, sehingga pada tahun 2020
filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.Program
POPM filariasis dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Oktober, selama
lima tahun berturut-turut.
8
30 Kegiatan POPM Filariasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal
lima tahun berturut-turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah
POPM Filariasis dihentikan dengan menerapkan surveilans ketat pada periode
stop POPM Filariasis.
Gambar 2.1, tahap tahap dalam POPM filariasis adalah sebagai berikut :
9
melaksanakan survei evaluasi penularan filariasis atau Transmission
Assessment Survey (TAS) yang dimaksudkan untuk memastikan tidak
adanya penularan Filariasis setelah melaksanakan POPM Filariasis
selama 5 tahun berturut-turut. Apabila hasil Survei Evaluasi Penularan
ini tidak menemukan adanya penularan filariasis, maka kegiatan POPM
Filariasis dihentikan dan Kabupaten/Kota tersebut memasuki tahap
Surveilans pada Periode Stop POPM filariasis (tahap 3). Namun apabila
hasil Survei Evaluasi Penularan ini menemukan adanya indikasi
penularan filariasis, 20 maka kegiatan POPM filariasis diteruskan
minimal selama 2 tahun berturut-turut.
3. Tahap ketiga merupakan surveilans pada periode stop POPM filariasis
yang dilakukan setelah POPM filariasis dihentikan. Kegiatan Surveilans
ini dilakukan untuk memonitor dan evaluasi apakah rantai penularan
Filariasis benar dapat diputus atau dihentikan setelah serangkaian
kegiatan POPM Filariasis.
4. Tahap keempat adalah Sertifikasi Eliminasi Filariasis Nasional. Pada
tahap ini Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang telah mencapai
kondisi Pre Eliminasi Filariasis dapat ditetapkan sebagai daerah
5. Sertifikasi Pre Eliminasi dan Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang
telah mencapai kondisi Eliminasi Filariasis dapat ditetapkan sebagai
daerah Sertifikasi Eliminasi Filariasis
6. Tahap kelima yaitu Verifikasi Eliminasi Filariasis. Verifikasi atau
2.1.7 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui (Alwi, 2005: 1121).
Pengetahuan adalah istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila seseorang
mengenal tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah
selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran
mengenai hal yang ingin diketahuinya itu.
10
Oleh karena itu pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang
mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan obyek yang
merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi
bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek tertentu (Surajiyo, 2007:
26).
2.1.8 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya
dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, secara nyata
menunjukkan konstansi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, secara nyata menunjukkan
konstansi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. (Notoatmodjo, S,
2007:146)
11
3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang laian untuk mengerjakan
atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible) adalah bertanggung jawab apa yang
telah diyakininya. Sesorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, harus berani mengambil risiko bila ada
orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Pengukuran secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
objek yang bersangkutan (Notoatmodjo, S, 2007:149).
Saat ini, literasi Kesehatan adalah sebuah tujuan kesehatan global, promosi
dalam menigkatkan pemahaman, startegi komunitas dan digunakan untuk
meningkatkan Kesehatan pasien dengan literasi Kesehatan yang terbatas.
Beberapa negara maju seperti USA, Kanada, dan Australia memiliki visi untuk
meningkatkan literasi Kesehatan (Parnell, 2019).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengetahuan
Tindakan
Minum Variabel
variabel
Obat Dependen
Independen
Filariasis
literasi
sikap
kesehatan
13
3.2 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel
14
3.4 Populasi Dan Sampel Penelitian
3.6.1 Instrumen
Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo,
2005:116). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
15
Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai pengetahuan dan sikap tentang pencegahan filariasis dengan praktek
minum obat dalam program Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP)
filariasis.
16
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoadmojo, 2005:188). Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui apakah data sudah layak untuk dilakukan analisis. Semua variabel
dianalisis untuk mendeskripsikan variabel yang disajikan dalam bentuk diagram
distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada dua variabel yang
dianggap berhubungan atau berkorelasi (Notoadmojo, 2005:188). Dalam
penelitian ini analisis bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap tentang pencegahan filariasis dengan praktek minum obat
dalam program Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP) filariasis Kelurahan
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Berdasarkan proporsi tindakan data diatas bahwa dari 36 responden yang
minum obat filariasi sebanyak( 50,0%) atau 18 responden ,sedangkan untuk yang
tidak minum obat filariasis (50,0%) atau 18 responden.
19
4.1.2 Hasil bivariate
Responden tentang hubungan pengetahuan sikap literasi kesehatan
Tidak Minum
Minum
F % F % f %
3,699
terhadap tindakan minum obat lebih besar 57,1% dibandingkan dengan responden
lebih besar 51,7% dibandingkan dengan responden yang tidak minum obat yaitu
48,3%
OR= 0,7 memiliki makna bahwa responden baik maupun kurang baik tidak
berisiko. Dan secara statistik didapat bawah tidak ada hubungan antara
20
Tabel 1.2 Sikap terhadap Tindakan Minum Obat
No Sikap Tindakan Minum Obat Total OR CI P
Value
Tidak Minum
Minum
F % F % F %
Baik 6,177
tindakan minum obat lebih besar tidak minum sebesar 57,1% dibandingkan
dengan responden kurang baik yang Minum Obat 42,9%. Sedangkan proporsi
responden berdasarkan sikap yang Baik terhadap tindakan minum obat lebih besar
minum Obat yaitu 54,5% dibandingkan dengan responden baik tidak minum obat
sebesar 45,5%
OR= 1,6 Memiliki makna bahwa responden kurang baik dan baik 1 kali
lebih berpeluang tehadap tindakan tindakan minum obat dan variable sikap
merupakan faktor resiko. Namun secara statistik didapat bahwa tidak ada
hubungan antara sikap dengan tindakan minum obat dengan nilai p value=0,117
21
Tabel 1.3 Literasi Kesehatan Terhadap Tindakan Minum Obat
Tidak Minum
Minum
F % F % F %
1,177
terhadap tindakan minum obat lebih besar Minum yaitu 72,7% dibandingkan
proporsi responden kurang baik yang tidak minum obat sebesar 27,3%. Sedangkan
minum obat yaitu lebih besar tidak minum 60,0% dibandingkan proporsi
berdasarkan proporsi responden baik maupun kurang baik tidak memiliki peluang
ataupun resiko terhadap tindakan minum obat. Dan berdasarkan statisik bahwa
tidak ada hubungan antara literasi kesehatan dengan tindakan minum obat dengan
p value = 2,095
22
BAB V
KESIMPUPAN
5.1 Kesimpulan
Adapun dari ketiga variebal indepenen baik Pengetahuan, sikap dan literasi
kesehatan tidak ada hubungan terhadap tindakan minum obat. Dan diketahui dari
ketiga variabel tersebut variabel sikap yang memiliki resiko terhadap terjadinya
tindakan minum obat filarisis.
5.2 saran
Bagi instansi pemerintah yang bernaung dalam mengatasi masalah ini yaitu
petugas puskesmas dan dinas kesehatan diharapkan meningkatkan pelayanan ke
masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sikap
masyarakat tentang pencegahan filariasis terhadap praktek minum obat filariasis.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, SO, Wang, HH, & Chou, FH (2020). Literasi Kesehatan: Analisis
23
Juhairiyah, J., Fakhrizal, D., Hidayat, S., Indriyati, L., & Hairani, B. (2019).
Kepatuhan masyarakat minum obat pencegah massal filariasis (kaki gajah): studi
kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong. Jurnal Vektor Penyakit, 13(1), 49-58.
filariasis dari aspek perilaku dan perubahan lingkungan. Unnes Journal of Public
24
P
25
TUGAS 1. DEFINISI OPERASIONAL (DO)
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
ukur ukur
Variabel dependen
a. Tahu
b. Tidak tahu
A2. Menurut anda apa yang menyebabkan penyakit filariasis (kaki gajah) ?
a. Gajah
b. Ayam
c. Cacing filaria
d. Sapi
A3. Bagaimana cara penularan penyakit filariasis (kaki gajah) ?
a. Berjabat tangan
b. Lewat udara
c. Makan satu piring
1
d. Gigitan nyamuk
A4. Di bawah ini adalah gejala-gejala pada penyakit kaki gajah, kecuali....
a. Amerika
b. Spanyol
c. China
d. Portugal
A8. Apa ciri khusus penyakit kaki gajah ?
a. Banyak rezeki
b. Tidak bisa melakukan aktivitas, dan harus di bantu
c. Tambah pekerjaan
2
d. Bebas penyakit
A10. Jika di suatu daerah terdapat seorang warganya mengalami penyakit kaki gajah
apa yang harus segera dilakukan...
a. Segera lakukan fooging (pengasapan) untuk menghindari penyebaran lebih
3
B. Sikap Terhadap Pencegahan Penyakit Filariasis (kaki gajah)
B4 Saya merasa jadi beban keluarga, jika saya terkena penyakit kaki
gajah
B5 Saya tidak merasa malu jika terkena penyakit kaki gajah, karena
itu hal biasa
4
C. Literasi Kesehatan tentang penyakit filariasis (kaki gajah)
NO PERTANYAAN SETUJU TIDAK
SETUJU
C9 Gejala awal penyakit kaki gajah adalah timbul benjolan yang terasa panas
dan nyeri pada lipatan paha atau ketiak yang disertai adanya luka
C10 Kaki gajah dapat menyebabkan cacat fisik yang bersifat sementara
C11 Jika terkena penyakit kaki gajah akan berdampak pada ekonomi karena
tidak dapat bekerja dalam waktu yang lama
C13 Dengan adanya kasus kaki gajah pada suatu daerah maka kegiatan 3M
(menutup, menguras, mengubur) harus dilakukan untuk mencegah
penyakit kaki gajah
5
TUGAS 3. TABEL SCORE
NO Variabel Item Mean
1. Tindakan Minum Obat 1.Apakah anda pernah meminum obat filariasis (kaki 1
gajah) ?
Salah =
6
3. Sikap 1. Saya akan tetap bersosialisasi dengan tetangga 9
walaupun saya terkena penyakit kaki gajah
2. Saya merasa sedih jika anggota keluarga saya
terkena penyakit kaki gajah
3. Saya takut di kucilkan di masyarakat jika saya
terkena penyakit kaki gajah
4. Saya merasa jadi beban keluarga, jika saya terkena
penyakit kaki gajah
5. Saya tidak merasa malu jika terkena penyakit kaki
gajah, karena itu hal biasa
Salah =
7
4. Literasi Kesehatan 1. Upaya pencegahan penyakit kaki gajah dapat 10
dilakukan dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk
2. Untuk membunuh cacing dewasa pada penyakit
kaki gajah diperlukan pengobatan jangka pendek
3. Pemberantas nyamuk penyebab penyakit kaki gajah
berbeda dengan pemberantasan demam berdarah
4. Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
penular merupakan upaya yang baik dalam
mencegah penyakit kaki gajah
5. Rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk
6. Usaha lain mencegah penyakit kaki gajah adalah
mengeringkan atau mengalirkan genangan air
7. Genangan air di sekitar rumah sangat di senangi
nyamuk untuk berkembang biak
8. Menurut saya penyakit kaki gajah disebabkan oleh
cacing filaria
9. Gejala awal penyakit kaki gajah adalah timbul
benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipatan
paha atau ketiak yang disertai adanya luka
10.Kaki gajah dapat menyebabkan cacat fisik yang
bersifat sementara
11.Jika terkena penyakit kaki gajah akan berdampak
pada ekonomi karena tidak dapat bekerja dalam
waktu yang lama
Benar =
Salah =
8
TUGAS 4. ANALISIS UNIVARIAT,BIVARIAT
Hasil univariat
Berdasarkan proporsi sikap data diatas bahwa dari 36 responden yang dinyatakan
baik sebanyak( 61,1%) atau 22 responden ,sedangkan untuk yang kurang baik sebanyak
(38,9%) atau 14 responden.
9
Berdasarkan proporsi tindakan data diatas bahwa dari 36 responden yang minum
obat filariasi sebanyak( 50,0%) atau 18 responden ,sedangkan untuk yang tidak minum obat
filariasis (50,0%) atau 18 responden.
Berdasarkan proporsi Literasi Kesehatan data diatas bahwa dari 36 responden yang
baik sebanyak(69,4%) atau 25 responden ,sedangkan untuk yang kurang baik (30,6%) atau
11 responden.
10
Hasil bivariate
Tidak Minum
Minum
F % F % f %
3,699
11
Tabel 1.2 Sikap terhadap Tindakan Minum Obat
No Sikap Tindakan Minum Obat Total OR CI P
Value
Tidak Minum
Minum
F % F % F %
Baik 6,177
Tabel 1.2 Proporsi responden berdasarkan sikap Kurang baik terhadap tindakan
minum obat lebih besar tidak minum sebesar 57,1% dibandingkan dengan responden kurang
baik yang Minum Obat 42,9%. Sedangkan proporsi responden berdasarkan sikap yang Baik
terhadap tindakan minum obat lebih besar minum Obat yaitu 54,5% dibandingkan dengan
responden baik tidak minum obat sebesar 45,5%
OR= 1,6 Memiliki makna bahwa responden kurang baik 1 kali lebih berpeluang
tehadap tindakan tindakan minum obat dibandingkan responden baik dan variable sikap
merupakan faktor resiko. Namun secara statistik didapat bahwa tidak ada hubungan antara
sikap dengan tindakan minum obat dengan nilai p value=0,117
12
Tabel 1.3 Literasi Kesehatan Terhadap Tindakan Minum Obat
No LiterasiKesehatan Tindakan Minum Obat Total OR CI p.value
Tidak Minum
Minum
F % F % F %
1,177
Tabel 1.3 proporsi responden berdasarkan literasi kesehatan kurang baik terhadap
tindakan minum obat lebih besar Minum yaitu 72,7% dibandingkan proporsi responden
kurang baik yang tidak minum obat sebesar 27,3%. Sedangkan proporsi responden
berdasarkan literasi kesehatan yang baik terhadap tindakan minum obat yaitu lebih besar
tidak minum 60,0% dibandingkan proporsi responden baik yang minum sebesar 40,0%.
OR=0,250 Memiliki makna bahwa variable literasi kesehatan baik berdasarkan
proporsi responden baik maupun kurang baik tidak memiliki peluang ataupun resiko terhadap
tindakan minum obat. Dan berdasarkan statisik bahwa tidak ada hubungan antara literasi
kesehatan dengan tindakan minum obat dengan p value = 2,095
13
1
2
3
4