koroideus dan ultrafiltrasi dari plasma sehingga kadar beberapa zat dalam cairan otak (CO) dipengaruhi kadarnya dalam darah Pada orang dewasa normal, volume cairan otak berkisar 90-150 ml Pada neonatus antara 10-60 ml Pemeriksaan cairan otak dilakukan dengan pungsi lumbal (L3-L4) Indikasi pemeriksaan (sebagai tindakan diagnostik) : 1. Infeksi (meningitis, ensefalitis, abses) 2. Perdarahan (subarakhnoid, intraserebral) 3. Degeneratif (sklerosis multiple) 4. Sindroma Guillain-Barre (acute febrile polyneuritis) 5. Keganasan darah (metastase leukemia akut, limfoma) 6. Tumor (otak, saraf tulang belakang) Kontra indikasi pungsi lumbal
1. Infeksi pada tempat pungsi
2. Septikemia atau infeksi sistemik CARA PENGAMBILAN
Perhatikan tindakan harus secara asepsis
dan steril Penampungan dilakukan dengan botol penampung yang sebaiknya steril Tetesan pertama dibuang, karena mungkin terkontaminasi darah perifer akibat pungsi Cara Pengambilan (sambungan) Botol pertama: untuk pemeriksaan makroskopik, kimia, imunologi Botol kedua : yang telah diberi antikoagulan (natrium sitrat 20%) disiapkan bila diperkirakan akan terjadi bekuan (kadar protein tinggi, perdarahan hebat akibat trauma pungsi) Botol ketiga : dipakai untuk pemeriksaan hitung sel dan hitung jenis sel yang harus dilakukan segera dalam waktu 30 menit Botol ke empat (steril) untuk pemeriksaan bakteriologi Pemeriksaan Laboratorium Cairan Otak A. Makroskopis 1. Warna. Dalam keadaan normal, cairan otak jernih dan tidak berwarna. Warna kemerahan menandakan adanya darah yang dapat terjadi pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, infark otak akibat trauma pungsi Trauma pungsi dibedakan dengan cara: - Makin berkurangnya jumlah darah pada tabung berikutnya - Cairan atas berwarna jernih setelah pemusingan dan sering terjadi bekuan darah Pada Perdarahan Subarakhnoid : - Jumlah darah tetap sama pada semua tabung - Cairan atas berwarna xantokrom (merah muda, jingga, atau kuning) akibat pecahnya eritrosit kemudian dilepaskannya oksiHb dan terbentuknya bilirubin - Tidak terbentuk bekuan - Xantokromia juga dijumpai pada Ikterus, Kadar Protein > 150 mg/dL, Hiperkaratonemia, Melanoma meningeal 2. Kekeruhan Untuk menguji kekeruhan dibandingkan terhadap aquades Umumnya kekeruhan disebabkan oleh krn: - jumlah Lekosit > 200/l (Pleositosis) - eritrosit > 400/ l - adanya mikroorganisme - protein kadar tinggi Pleositosis tanpa kekeruhan dijumpai pada: - Meningitis tbc - Meningitis sifilitika - Ensefalitis atau poliomielitis
Pleositosis disertai kekeruhan yang sangat
dapat dijumpai pada meningitis purulenta (bakterial) 3. Sedimen
Pada keadaan normal tidak dijumpai
Bila ada sedimen, umumnya sesuai dengan kekeruhan yang terjadi 4. Bekuan Cairan otak normal tidak akan membeku karena tidak mengandung fibrinogen Bekuan akan terbentuk apabila kadar protein tinggi atau bila terdapat darah Bekuan halus dan renggang dijumpai pada meningitis tbc Bekuan besar dan kasar meningitis purulenta Bekuan dan massa sindroma Froin (Protein kadar tinggi, Xantokromi, Pleositosis limfositik) atau perdarahan hebat trauma pungsi Sebaliknya pada Poliomielitis dan Ensefalitis tidak dijumpai bekuan B. Mikroskopis 1. Jumlah sel Hitung jumlah lekosit harus segera dilakukan karena lekosit dalam cairan otak cepat lisis - Pada orang dewasa normal jumlah lekosit 0-5/ l - Pada anak bisa mencapai 30/l - Jumlah > 10/ l pd orang dewasa abnormal Jumlah yang normal atau meningkat ringan dijumpai pada meningitis, tumor otak atau sklerosis multipel. Pleositosis ringan sampai 200/l didapat pada poliomielitis, ensefalitis, meningitis tbc atau meningitis sifilitika Pleositosis > 500/l dijumpai pada meningitis purulenta akut 2. Hitung Jenis Dilakukan terhadap cairan otak yang telah dipusing Kemudian dibuat sediaan apus dan diwarnai dengan Wright/ Giemsa Pada hitung jenis dibedakan sel berinti 1 (limfosit, monosit) dengan sel berinti banyak (Polimorfonuklear/ PMN: segmen) Dalam keadaan Normal orang dewasa 60-80% Limfosit, 30-45% Monosit dan selebihnya segmen Pada infeksi ringan atau kronik sel yang meningkat terutama Limfosit (meningitis tbc, meningitis sifilitika) Sebaliknya pada infeksi berat atau akut yang meningkat adalah segmen (meningitis bakterial, abses) Pemeriksaan Kimia 1. PROTEIN Protein Kualitatif (tes Busa, Nonne, Pandy) umumnya merupakan tes sederhana sehingga dapat dilakukan langsung disamping pasien Pemeriksaan protein total secara kuantitatif dilakukan berdasarkan fotometri atau turbidimetri Normal kadar protein di daerah lumbal 15-45 mg/dL < 1% kadar dalam plasma dan tergantung pada usia Pada anak-anak kadar normal mencapai 90 mg/dL Usia lanjut 30-60 mg/dL Peningkatan umumnya sesuai kerusakan dan menandakan adanya inflamasi, proses degeneratif, tumor atau perdarahan Kadar protein tinggi tanpa Pleoisitosis pada penderita Sindroma Guillan Barre, Arteriosklerosis, Tumor otak 2. GLUKOSA Normal kadar Glukosa di daerah Lumbal: 50-80 mg/dL atau sekitar 60-70% kadar glukosa plasma Kadar Glukosa Normal: Infeksi Virus, Neurosifilis Kadar Glukosa : Hiperglikemia Kadar Glukosa : Hipoglikemia, Meningitis bakterial/ TBC, Jamur, Keganasan karena Glukosa dipakai oleh Mikroorganisme 3. KLORIDA
Dalam keadaan Normal : 720-750 mg/dL
Penurunan Klorida sebagai NaCl < 680 mg/dL menyokong suatu Meningitis akut < 600 mg/dL sesuai untuk Meningitis TBC 4. ENZIM Aktivitas pelbagai enzim (LDH, AST, Kolinesterase) kadang dapat membantu menemukan kelainan neurologik Karena tidak ada gambaran aktivitas enzim yang spesifik untuk kelainan neurologik tertentu maka penetapan aktivitas enzim belum begitu bermanfaat Umumnya peningkatan enzim terjadi ada kerusakan pada sawar darah otak TEST SEROLOGIK Terutama ditujukan untuk menemukan kelainan Neuro-Sifilis, antara lain : pemeriksaan VDRL, TPHA
TEST LATEKS Dilakukan untuk mendeteksi Antigen Bakteri secara cepat dan mudah langsung dari cairan otak Walaupun demikian Diagnosis tetap dilakukan bersama-sama hasil biakan kuman TERIMA KASIH