Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL KLINIK

“TETANUS”

FLORENSIA WODA SEKU ERO


(42170131)

DPK : dr. SAPTO PRIATMO, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT BETHESDA
PERIODE 30 JULI – 6 OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
IDENTITAS PASIEN

No.RM : 020660xx
Nama : Tn. N
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Nglempongsari RT 08/27,
Sariharjo, Ngaglik - Sleman
Pekerjaan : Tukang Besi
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Kejang


RPS :
Pasien datang dengan keluhan kejang . Kejang berupa kaku
seluruh tubuh dengan durasi < 5 menit, tanpa disertai dengan
penurunan kesadaran baik saat ataupun sesudah terjadinya
kejang. Demam (-), mual (-), muntah (-).
4 Hari yll pasien mengeluhkan sakit gigi dan tidak berobat ke
dokter gigi. Pasien menyangkal adanya keluhan BAK dan BAB
PERJALANAN PENYAKIT

SABTU MINGGU SENIN


Pasien mengeluhkan rahang Rahang semakin terasa
Rahang terasa kaku +
terasa kaku tapi masih bisa kaku, susah menelan, ↑
sakit menelan + leher
dibuka sedikit dan sakit produksi saliva 
terasa kaku untuk
menelan. Pasien meminum diperiksa ke Klinik 
digerakan
larutan penyegar. diberi pelemas otot

Saat di RS pasien mengeluhkan RABU


kaku rahang sampai tidak bisa Kejang saat istirahat ditempat kerja
membuka mulut, wajah tampak  Masuk RS
“Risus Sardonikus”; kaku otot
tangan, kaki dan leher ; perut Kejang tipe tonik dengan kekakuan
terasa keras seperti papan, otot seluruh tubuh, durasi < 5
sering sesak napas, kram perut, menit. Pasien merasa kaku seluruh
↑ produksi saliva badan, tanpa penurunan kesadaran.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Tidak ada riwayat serupa sebelumnya.


• HT (-)
• DM (-)
• Trauma (-)
• Caries Dentis (+)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit


serupa, penyakit metabolik dan alergi
LIFE STYLE

Pasien sehari-hari bekerja sebagai tukang besi. Waktu kerjanya dari jam 8 pagi sampai jam
4 sore. Pasien mempunyai kebiasaan merokok, minum kopi, tapi tidak mengonsumsi
alkohol. Pola makan pasien teratur, 3 kali sehari, dengan komposisi seimbang.

Lingkungan tempat tinggalnya juga cukup bersih. Riwayat imunisasi tetanus tidak diingat
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Vital Signs
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37
Jantung Inspeksi: simetris, tidak ada retraksi
dada
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Kepala Normocephali, “Rhisus Sardonikus” Perkusi: batas jantung normal
Auskultasi: BJ I > BJ II, Irama reguler,
Murmur (-), Gallop (-)

Paru- Inspeksi: simetris, tidak ada


Mata CA(-/-), SI(-/-), pupil bulat isokor (3/3), paru ketinggalan gerak, tidak ada retraksi
mata tidak cekung dada
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, fremitus
normal
Perkusi: Sonor (+/+)
Auskultasi: Vesikuler (+/+), Ronki (-/-),
Mulut Trismus (+), Sianosis (-), Jejas (-) Wheezing (-/-)

Abdomen Inspeksi: Tidak tampak jejas maupun


distensi abdomen
Thorax Kondisi simetris, opistotonus(+), Auskultasi: bising usus normal
Krepitasi (-), Jejas (-) Perkusi: timpani pada seluruh regio
abdomen
Palpasi: datar, defans muscular (+), NT
(-)
Kulit Tidak ditemukan adanya rash
Ekstremitas
- Superior Spastik, tonus meningkat (+),
- Inferior Sianosis (-), Edema (-), RC <2 detik,
Status neurologi

Kesadaran : Compos Mentis N. VII (fasialis)


GCS : E4M6V5 (15) Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Rangsang Meningeal  (tidak dilakukan) Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Saraf Cranial
N.I (OLFAKTORIUS): Normosmia VIII(VESTIBULOCHOCLEARIS)
N.II (OPTIKUS ) : Mendengar suara berbisik : +/+
Kanan Kiri Tes Rinne : Tidak Dilakukan
Subjektif Normal Normal Tes Weber : Tidak Dilakukan
Lapangan pandang Tidak dapat dilakukan
Melihat warna Normal Normal NIX (GLOSOFARINGEUS)
Fundus oculi Tidak dilakukan Arkus faringssaat bergerak : sulit dinilai
Daya kecap lidah 1/3 belakang : sulit dinilai
N.III, IV, VI : Isokor
N.X(VAGUS)
Gerakan Bola Mata Baik Arkus farings : sulit dinilai
Refleks Cahaya (+/+) Menelan : (+)
Diplopia (-) Reflex muntah : Tidak dilakukan
N. V (TRIGEMINUS):
Kanan Kiri N.XI (ASESORIUS)  Tidak dilakukan
Menggigit +
Membuka mulut Trismus < 1cm N.XII(HIPOGLOSUS)
Sensibilitas muka Normal Normal Sikap lidah : ditengah
Atropi otot lidah : sulit dinilai
Fasikulasi lidah : sulit dinilai
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Satuan Nilai Normal


DARAH LENGKAP
Hemoglobin 12,71 g/dL 13,00 – 18.00
Leukosit 11,87 ribu/mmk 5,0 – 10,0
Hematokrit/HCT 39,3 % 40,0 – 50,0
Eritrosit 4,37 juta/mmk 3,50 – 5,20
MCV 89,9 fL 82,0 – 92,0
MCH 29,1 Pg 27,0 – 31,0
MCHC 32,4 g/dL 27,0 – 1
Hitung jenis
Eosinofil 0,4 % 0,5 – 5
Basofil 0.3 % 0–1
Segmen Netrofil 80,2 % 50 – 70
Limfosit 12,8 % 20 – 40
Monosit 6,3 % 3 – 12
Trombosit 257 Ribu/mmk 150 – 450
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/l 128 – 147
Kalium 3,5 mmol/l 3,1 – 6,1
Klorida 101,0 mmol/l 93 – 116
ASASSMENT

Diagnosis Kerja
Tetanus Derajat sedang

Diagnosis Banding
Meningoensefalitis
Hipokalemia
Poliomielitis
PLANING

- Oksigen 3 lpm NK
- NGT
- Diazepam 5mg, 3x1
- Metronidazole 500mg, 3x1
- ATS 50.000 IU, IM diikuti 50.00 UI dengan
infus IV lambat
DEFINISI

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh


neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai
dengan spasme otot yang periodik dan berat..
KLASIFIKASI

 Tetanus lokal
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar
atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.
 Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan
oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia,
rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang
menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
 Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan
dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang
dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran
yang tetap baik.
 Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang
sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable, diikuti oleh
kekakuan dan spasme.
ETIOLOGI

- Anaerobic Obligat  Spora


- Motile
- Gram positive bacilli
- Berbentuk spora dan vegetatif
- Dapat membentuk spora yang terdapat diterminal sehingga
menghasilan drum-stick appearance pada pewarnaan gram
- Spora dapat ditemukan di tanah, debu, feses. Bentuk vegetatif
membutuhkan suasana anaerob seperti pada luka dan jaringan
nekrosis.
 Bentuk vegetatif C. tetani gampang mati akibat paparan oksigen, akan tetapi spora
dapat bertahan di berbagai kondisi dan memungkinkan transmisi bakteri.
 Spora dapat bertahan dari perubahan pH maupun suhu, bahkan dapat bertahan
selama autoclaving beberapa menit.
 Begitu spora masuk ke dalam jaringan, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif.
 Bentuk vegetatif C. Tetani menghasilkan dua jenis toxin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin. Tetanolysin merupakan suatu hemolisin dan bersifat oxygen labile
(mudah diinaktivasi oleh oksigen), sedangkan tetanospasmin merupakan suatu
neurotoxin yang bersifat heat labile (tidak tahan panas).
 Port d’entry Kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung
potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus, mungkin tidak ditemukan
tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka
bakar, infeksi gigi, dll.
 Tetanospasmin adalah toxin yang berperan dalam manifestasi klinis dari tetanus.
Begitu toxin ini terikat dengan saraf, toxin tidak dapat dieliminasi.
patogenesis

Penyebaran tetanospasmin dapat melalui hematogen ataupun limfogen yang kemudian


mencapai targetnya di ujung saraf motorik dan Toksin diabsorpsi di neuromuscular
junction, kemudian bermigrasimelalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat.

Kerja toxin tetanus di dalam susunan saraf pusat  Hambatan inhibisi motor neuron 
peningkatan tonus otot dan spasme otot skelet.
MANIFESTASI KLINIS

 Terdapat suatu periode asimtomatik setelah inokulasi bakteri C. tetani, yang dinamakan
Periode Inkubasi. Periode ini biasanya berlangsung 7-10 hari.
 Kemudian muncul gejala berupa spasme otot, periode ini disebut periode onset yang
berkembang selama kira-kira 24-72 jam.
 Gejala awal yang tampak berupa trismus (kaku rahang), kaku otot, dan myalgia.
 Terkadang spasme otot terjadi hanya di daerah sekitar luka (tetanus lokalisata) tetapi
biasanya terjadi di seluruh tubuh (tetanus generalisata).
 Spasme terjadi karena amplifikasi dari tonus otot yang bervariasi intensitas dan durasinya
akibat stmulasi motoric yang tidak terinhibisi. Spasme dapat muncul akibat stimuli
sederhana seperti suara keras, cahaya yang terang, ataupun manipulasi fisik. Spasme otot-
otot wajah menimbulkan gambaran risus sardonicus, dan keterlibatan otot-otot punggung
dan leher menimbulkan gambaran opisthotonus.
 Pada kasus yang parah spasme dapat menyerang otot-otot pernapasan sehingga
menyebabkan kematian oleh karena asfiksia. Spasme otot-otot laryng yang melibatkan vocal
cord juga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
.....

 Gangguan otonom biasanya mulai beberapa hari setelah spasme dan berlangsung 1-2
minggu. Meningkatnya tonus simpatis biasanya dominan menyebabkan periode
vasokonstriksi, takikardia dan hipertensi. Autonomic storm berkaitan dengan
peningkatan kadar katekolamin. Keadaan ini silih berganti dengan episode hipotensi,
bradikardia dan asistole yang tiba-tiba. Gambaran gangguan otonom lain meliputi salivasi,
berkeringat, meningkatnya sekresi bronkus, hiperpireksia, stasis lambung dan ileus.
DIAGNOSIS

 Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit


dan temuan saat pemeriksaan.

 Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan


menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang
lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter
(menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah.

 Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal.


 Kultur C. tetani dari luka sangat sulit (hanya 30% positif ).
 Pengecatan bakteri menunjukkan Bakteri Basil gram positif, dengan gambaran
drum-stick.
DERAJAT

Derajat Manifestasi Klinis


I : Ringan Trismus ringan-sedang;spastisitas umum; spasme (-),
gangguan pernapasan (-) ;disfagia (-) / disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan-sedang


singkat; RR>30x/menit; disfagia ringan
III : Berat Trismus berat; spastisitas umum dan memanjang
;RR>40x/menit; HR > 120x/menit, serangan apneu,
disfagia berat
IV : Sangat (derajat III + gangguan sistem otonom berat termasuk
berat kardiovaskular)
DIAGNOSIS BANDING

1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis


2. Tetani
3. Keracunan striknin
4. Rabies
5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan
oleh mastoiditis, otitis media supuratif
kronis (OMSK) dan abses peritonsilar.
tatalaksana

 Tatalaksana Farmakologi dan Non Farmakologi.


 Non Farmakologi
o Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.
o Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya-
ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.
o Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150 gr
protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau
parenteral.
o Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
tatalaksana

Eradikasi Cross insisi dan irigasi dengan H2O2 ubah suasana luka dari
bakteri anaerob menjadi aerob
penyebab Antibiotik o Metronidazole
Dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari, IV.
o Penicillin procain
Dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10
hari. IM

Antitoksin Antitoksin o Human tetanus immunoglobulin (HTIG),


netralisasi kuda atau intramuskuler dengan dosis total 3.000 - 6.000
terhadap luka manusia unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan
di tiga tempat berbeda.)
o Antitetanus serum (ATS) dengan dosis 100.000-
200.000 unit diberikan 50.000 unit IM dan 50.000
unit IV pada hari pertama, kemudian 60.000 unit
dan 40.000 unit IM masing-masing pada hari
kedua dan ketiga.
o Setelah sembuh, immunisasi aktif dengan toksoid
tatalaksana

Perawatan Kontrol  Diazepam dengan dosis 0,5 mg/kgBB/kali IV (jika


Suportif spasme otot datang dalam keadaan kejang ) kemudian diikuti 0,5
Perawatan mg/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali.
Suportif  Dapat ditambahkan barbiturate khususnya phenobarbital
dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya
dapat menguntungkan pasien dengan gangguan otonom.

Sedasi Diazepam, Midazolam, Morfin, Klorpromazin


Pemeliharaan  Trakeostomi
jalan napas  Intermittent positive-pressure ventilation (IPPV).
atau ventilasi
Pemeliharaan Penggantian volum yang cukup
hemodinami
k Bila aktivitas simpatis berlebihan  propanolol, labetolol
Rehabilitasi Nutrisi
Fisioterapi
Imunisasi Terapi primer penuh dari tetanus toksoid
.....

 Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat dipilih


pelumpuh otot nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure ventilation
(IPPV).
 Pancuronium harus dihindari karena efek samping simpatomimetik.
 Atracurium dapat sebagai pilihan.Vecuronium juga telah digunakan karena stabil
pada jantung.
 Pasien tetanus berat sering kali membutuhkan IPPV selama 2 hingga 3 minggu
sampai spasme mereda.
KOMPLIKASI

Sistem tubuh Komplikasi


Jalan napas Aspirasi
Laringospasme/obstruksi
Respirasi Apnea
Hipoksia Tipe I (ateletaksis, aspirasi, pneumonia)
Tipe II Gagal napas (spasme laring, pemanjangan spasme
batang tubuh, sedasi berlebihan)
ARDS
Kardiovaskular Takikardia
Iskemia
Lain-lain Status konvulsivus
Fraktur vertebra selama spasme
Avulsi tendon selama spasme
PROGNOSIS

(Sistem Skoring Bleck)

Total Skor Derajat Keparahan Tingkat Mortalitas


0-1 Ringan < 10 %
2-3 Sedang 10-20 %
INTEPRETASI 4 Berat 20-40 %
5-6 Sangat Berat >50 %
Tetanus sefalik selalu merupakan derajat berat atau sangat berat
Tetanus neonatorum selalu merupakan derajat sangat berat
PROGNOSIS

 Usia : Makin muda atau tua usia  prognosisnya semakin jelek.


 Masa Inkubasi dan masa onset : Makin pendek periode tersebut 
prognosisnya jelek.
 Jenis luka, prognosisnya jelek pada luka kotor dan luka tusuk yang dalam
 Derajat trismus  Makin kecil celah, makin jelek prognosisnya.
Daftar pustaka

Farrar J, Hotez PJ, Junghanss T, Kang G, Lalloo D, White NJ. 2014. Manson’s Tropical Diseases,
Twenty-Third Edition. Elsevier, Philadelphia.
Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. 2013. Medical Microbiology, Seventh Edition. Elsevier,
Philadelphia.
Brooks GF, Caroll KC, Butel JS, Morse, SA, Mietzner, TA. 2013. Jawetz, Melnick &Adelberg’s
Medical Microbiology International Edition, Twenty Sixth. ed. McGraw-Hill Companies, New
York.
Dirjen Bina Upaya Kesehatan. Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi Revisi. 2014.

Anda mungkin juga menyukai