0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
70 tayangan17 halaman
fermentasi kecap dilakukan menggunakan kedelai dan ragi tempe. Tahap fermentasi meliputi fermentasi koji dan moromi. Kecap yang dihasilkan diamatai warna, aroma, rasa, dan kekentalan.
Judul Asli
Fermentasi Kecap Kloter A_frisky Fediana_11.70.0034_universitas Soegijapranata
fermentasi kecap dilakukan menggunakan kedelai dan ragi tempe. Tahap fermentasi meliputi fermentasi koji dan moromi. Kecap yang dihasilkan diamatai warna, aroma, rasa, dan kekentalan.
fermentasi kecap dilakukan menggunakan kedelai dan ragi tempe. Tahap fermentasi meliputi fermentasi koji dan moromi. Kecap yang dihasilkan diamatai warna, aroma, rasa, dan kekentalan.
Disusun oleh: Frisky Fediana H 11.70.0034 Kelompok A1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014
Acara III
1
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai karakteristik dari kecap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Kecap Kelompok Aroma Rasa Kekentalan Warna A1 +++ + + +++ A2 ++ + + +++ A3 ++ ++ + ++ A4 ++ ++ + ++ A5 ++ +++ ++ ++ Keterangan : Aroma Rasa Kekentalan Warna + : Kurang kuat Kurang manis Kurang kental Kurang hitam ++ : Kuat Manis Kental Hitam +++ : Sangat kuat Sangat manis Sangat kental Sangat hitam
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat diketahui karakteristik kecap meliputi aroma, rasa, kekentalan, serta warna. Kecap A1 memiliki aroma sangat kuat dibandingkan yang lain, sedangkan kecap A2 hingga A5 memiliki aroma kuat. Namun, rasa kecap paling manis adalah kecap A5, diikuti kecap A3 dan A4, kemudian kecap A1 dan A2 memiliki rasa kurang manis. Kecap yang paling kental adalah kecap A5, sedangkan kecap yang lain kurang kental. Warna kecap A1 dan A2 sangat hitam, sedangkan kecap A3, A4, dan A5 hitam.
2
2. PEMBAHASAN
2.1. Pembahasan Hasil Menurut Rahman (1992), kecap adalah produk fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lain, dan termasuk sebagai makanan tradisional. Kecap memiliki warna coklat hingga hitam. Organisme yang terlibat dalam proses fermentasi kecap, seperti kapang, bakteri dan khamir, bersifat alami dalam lingkungan pembuatan kecap. Kecap dapat berperan untuk menambah flavor dan warna pada daging, sayuran, ikan, serta makanan lain. Berdasarkan kekentalan dan rasanya, ada 2 jenis kecap yaitu kecap manis dan kecap asin. Selama proses fermentasi kapang atau dalam larutan garam, akan terjadi kenaikan total nitrogen terlarut, padatan terlarut, dan gula reduksi. Selain itu, pH kecap akan naik menjadi 4,9 hingga 5,0. Moehyi (1992) menambahkan bahwa kedelai adalah sumber protein nabati yang baik, yaitu memiliki kandungan protein 35%. Selain itu, kedelai juga mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh.
Menurut Rolling & Verseveld (1996), kecap adalah makanan pelengkap yang terkenal di wilayah Asia Tenggara, China, serta Jepang. Pembuatan kecap meliputi fase padat pada bahan mentah oleh jamur, kemudian diikuti dengan fermentasi larutan garam. Pada fermentasi dalam larutan garam ini, terdapat bakteri asam laktat Tetragenococcus halophila. Pada kedelai terkandung 20% gula dan karbohidrat seperti sukrosa, melibiosa, serta rafinosa. Kecap adalah produk fermentasi yang memiliki kandungan senyawa flavor organik yaitu ester, alkohol, asam, fenol, serta heterosiklik.
Menurut Santoso (1994), mutu kecap dapat ditentukan oleh mutu bahan dasar (kedelai), serta jenis mikroorganisme, yaitu Rhizopus sp dan Aspergillus sp. Mikroorganisme tersebut harus ditumbuhkan pada starter selama 18-24 jam supaya diperoleh hasil fermentasi yang baik. Starter berguna untuk mengkondisikan mikroorganisme pada fase eksponensial, sehingga adaptasi terjadi lebih cepat. Dalam pembuatan starter dapat digunakan campuran kedelai, gandum yang sudah dipecah, dedak gandum yang sudah dipanaskan atau campuran dari dedak gandum, tepung kedelai atau beras. Rahayu et al (1993) menambahkan bahwa kecap adalah cairan protein yang memiliki kandungan protein, dan diperoleh dari fermentasi rebusan kedelai dan ditambah 3
dengan gula, garam, serta rempah-rempah. Kualitas kecap dapat ditentukan dari kadar proteinnya. Dalam filtrat kecap, terkandung protein yang terlarut, yang diperoleh dari hidrolisa protein kedelai oleh enzim jamur.
Menurut Astawan & Astawan (1991), pembuatan kecap adalah sebagai berikut. Kacang kedelai dicuci dan direndam dalam 3 liter air untuk per kilogramnya selama 1 malam. Setelah itu, kacang kedelai direbus hingga kulit kedelainya menjadi lunak, kemudian ditiriskan di atas tampah. Kemudian, dilakukan inokulasi Aspergillus oryzae pada suhu ruang selama 3 hingga 5 hari. Tahap tersebut merupakan tahap fermentasi kapang. Tahap selanjutnya adalah fermentasi bakteri dan ragi. Fermentasi ini terjadi dengan menambahkan larutan garam sebanyak 20%, lali ditempatkan dalam wadah dan dibiarkan selama 3 hingga 4 minggu pada suhu kamar. Setelah melalui proses fermentasi, dilakukan pemasakan dengan air dan disaring. Filtrat hasil penyaringan tersebut kemudian dimasak kembali dengan ditambah bumbu seperti daun salam, lengkuas, bawang putih, wijen, sereh, garam, gula, dan kemiri. Bumbu harus disangrai terlebih dulu (kecuali sereh dan daun salam), lalu digiling hingga halus dan dicampurkan. Proses pemasakan ini dilakukan hingga mencapai kekentalan tertentu. Setelah itu, dilakukan penyaringan kecap dan dapat dibotolkan.
Menurut Kasmidjo (1990), kedelai yang lebih banyak digunakan adalah kedelai bebas lemak, karena mengandung protein yang relatif lebih tinggi. Inokulum yang biasa digunakan di industri adalah strain murni Aspergillus oryzae dan Aspergillus soyae. Aspergillus oryzae adalah inokulum yang biasa ditumbuhkan pada campuran kedelai dan gandum. Pembuatan koji pada umumnya dilakukan dengan menghamparkan bahan yang sudah diinokulasi, pada nampan bambu yang berlubang-lubang pada suhu 25-35C selama 45 jam. Kondisi fermentasi harus diatur, seperti aerasi, suhu, serta kadar air. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba kontaminan seperti Mucor sp serta bakteri proteolitik lain. Flavor kecap akan semakin baik dengan semakin lama waktu fermentasi. Selain itu, flavor kecap juga dapat dipengaruhi oleh bumbu yang digunakan. Penambahan gula kelapa dan gula aren dapat mempengaruhi flavor kecap, yaitu dengan meningkatkan viskositasnya serta menyebabkan terbentunya warna coklat karamel. Warna tersebut terbentuk akibat reaksi antar asam amino dengan gula reduksi. Gula reduksi yang terdapat pada kecap yaitu glukosa, maltosa, galaktosa, xilosa, arabinosa, serta gula 4
alkohol (manitol, gliserol). Sifat spesifik dari kecap tradisional adalah tingkat kekentalan tertentu.
Menurut Santoso (1994), pembuatan kecap dari kedelai meliputi 4 tahapan utama yaitu perebusan biji kedelai, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir. Langkah pembuatan kecap yaitu: a. Penyortiran Biji kedelai hitam yang sudah tua disiapkan dan disortir untuk memperoleh kecap berkualitas baik. b. Pencucian Dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat atau tercampur dengan biji kedelai. c. Perebusan I Untuk mendapatkan biji kedelai yang lunak dan mudah dikupas. d. Penirisan Untuk memisahkan kedelai dari air rebusannya. e. Penjamuran Tahap ini dilakukan ketika kedelai sudah dingin. Hal ini karena bibit jamur dapat mati jika masih terlalu panas. Tahap ini dapat menentukan keberhasilan pembuatan kecap. Jamu yang biasa digunakan adalah Rhizopus sp. Bibit jamur tersebut diusapkan atau diaduk dengan kedelai hingga rata, diangin-anginkan sebentar, kemudian disimpan sekitar 4 hingga 5 hari. Pada akhir tahap ini, kedelai tampak ditumbuhi jamur berwarna putih merata atau kehijau- hijauan. f. Penggaraman Kedelai yang sudah ditumbuhi jamur dimasukkan dalam larutan garam 20%. Selama proses penggaraman, dilakukan penjemuran dengan panas matahari sambil diaduk. g. Penyaringan Setelah proses penggaraman, dilakukan penyaringan, dan diperoleh filtrat. h. Perebusan II (Pemasakan) 5
Air bersih dicampurkan dalam filtrat, lalu direbus sampai mendidih. Kemudian ditambahkan gula dan bumbu. Perebusan dilakukan sambil diaduk. Perebusan selesai saat sudah tidak terbentuk lagi buih. i. Penyaringan II Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan kecap yang bersih.
Pada praktikum pembuatan kecap, kedelai yang masih memiliki kulit ari direndam selama 1 malam (seluruh bagian kedelai terendam). Kemudian, kedelai dicuci, dibuang kulit arinya, dan direbus. Setelah itu, kedelai ditiriskan namun tidak sampai kering. Lalu kedelai diletakkan pada tampah ukuran 30x30 dan ditambahkan: Kelompok A1 dan A2: 0,5% inokulum komersial untuk tempe Kelompok A3 dan A4: 0,75% inokulum komersial untuk tempe Kelompok A3 dan A4: 0,75% inokulum komersial untuk tempe Kelompok A5 : 1 % inokulum komersial untuk tempe Setelah dilakukan inokulasi, kedelai ditutup dengan tampah dan diinkubasi selama 3 hari. Setelah proses inkubasi selesai, kedelai yang sudah jadi tempe dikeringkan dengan dehumidifier selama 3 jam, kemudian dimasukkan toples plastik bening dan ditambah 20% garam. Kemudian dilakukan perendaman selama 1 minggu dan setiap hari dijemur serta diaduk. Setelah 1 minggu, kecap disaring dan dimasak. Bumbu yang digunakan adalah gula jawa, pekak, kayu manis 20 gram, ketumbar 3 gram (disangrai), dan laos (1 ruas). Gula jawa yang digunakan adalah sebagai berikut. Kelompok A1 1000 gram, kelompok A2 1500 gram, kelompok A3 200 gram, kelompok A4 2500 gram, dan kelompok A5 3000 gram. Kecap yang sudah jadi kemudian diamati warna rasa, aroma, dan kekentalannya.
Foto proses pembuatan kecap dapat dilihat pada gambar di bawah:
6
Gambar 1. Perebusan kedelai
Gambar 2. Tahap awal fermentasi kedelai
Gambar 3. Kedelai yang ditumbuhi jamur
Gambar 4. Pengeringan tempe yang sudah jadi
7
Gambar 5. Tahap fermentasi dalam larutan garam
Gambar 6. Proses pemasakan kecap
Menurut Kasmidjo (1990), perendaman dilakukan supaya kedelai dapat menyerap air (hidrasi) sehingga mempermudah untuk menghilangkan kulitnya. Perendaman dilakukan dengan air yang berlebih, dan kedelai dapat menyerap air sehingga beratnya menjadi 2 kali lipat. Perendaman dapat mengeluarkan faktor penghambat pertumbuhan jamur, karena larut dengan air rendaman. Menurut Atlas (1984), kondisi lembab yang disebabkan air yang terserap oleh kedelai, dapat menyebabkan tumbuhnya jamur, sehingga terjadi akumulasi enzim proteinase dan amilase. Enzim proteinase tersebut dihasilkan jamur untuk menguraikan protein dari kedelai menjadi 8
bentuk yang lebih sederhana (asam amino), sedangkan enzim amilase akan digunakan untuk memecah karbohidrat menjadi gula sederhana (gula pereduksi) yang akan mempermudah proses fermentasi selanjutnya. Saat dilakukan pendinginan, kadar air yangterlalu tinggi dapat menyebabkan kontaminasi mikroba pembusuk (Bacillus subtilis) yaitu dengan munculnya lender di permukaan biji. Penambahan garam sebanyak 20% sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991).
Menurut Tortora et al (1995), proses perendaman dalam larutan garam (fermentasi moromi) bertujuan untuk mengekstrak senyawa sederhana hasil hidrolisa tahap fermentasi oleh jamur. Pada proses perendaman, muncul bakteri halofilik secara spontan, dan dihasilkan flavor yang khas. Selain itu, perendaman dilakukan untuk menimbulkan rasa asin, serta sebagai media selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya. Akan tetapi, pertumbuhan khamir dan bakteri pembentuk cita rasa masih dapat terjadi. Selama perendaman, harus dilakukan pengadukan dengan tujuan agar larutan tetap homogen, garam dapat menyentuh permukaan substrat, serta menyediakan udara untuk pertumbuhan khamir serta bakteri.
Menurut Rahayu et al (1993), proses pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kapang yang menempel pada permukaan substrat. Peppler & Perlman (1979) menambahkan bahwa pengeringan dapat menurunkan kadar air kedelai sehingga mencegah pertumbuhan jamur. Setelah proses fermentasi berakhir, akan muncul miselium pada permukaan, yang berwarna putih. Selain itu, pemasakan dilakukan untuk memperlunak biji kedelai, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat antinutrisi, membunuh bakteri, serta untuk menghilangkan bau langu.
Menurut Tortora (1995), selama tahap koji (fermentasi jamur) atau moromi (fermentasi garam), terjadi perubahan biokimia oleh aktivitas enzim dari mikroba. Pada tahap koji, mikroba yang dominan adalah Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae yang menghasilkan enzim protease untuk menghidrolisa komponen protein kedelai sebanyak 65-90%. Enzim protease yang dihasilkan adalah: a. Protease alkalin dengan jumlah besar dan pH 7 hingga 10 b. Protease awal yang memiliki aktivitas lebih rendah dan aktif pada pH 3 hingga 4 9
Aroma dan flavor pada kecap dapat ditentukan oleh komponen nitrogen seperti putresin, kadaverin, arginin, histidin, serta amonia. Pembentukan senyawa garam dan asam glutamat dapat menimbulkan flavor yang enak. Arginin, lisin, histidin, dan putresin dengan asam suksinat juga dapat menimbulkan flavor yang enak. Namun, garam dari tiamin, klorin, asam laktat, format, asetat, dan fosfat dapat menimbulkan rasa pahit.
Menurut Astawan & Astawan (1988), kadar garam yang tinggi memiliki tekanan osmotik yang tinggi. Oleh karena itu, air dapat tertarik dari bahan pangan. Selain itu, kadar garam yang tinggi dapat melindungi kedelai dari kontaminasi serangga dan bakteri pembusuk. Dalam pembuatan kecap ada bantuan dari enzim protease dan lipase yang memecah protein serta lemak menjadi asam amino dan asam lemak, sehingga mudah diserap tubuh. Rahayu & Sudarmadji (1989) mengatakan bahwa kapang dapat memproduksi enzim lipase, protease, dan amilase yang dapat memecah molekul yang besar menjadi molekul yang lebih kecil seperti asam amino, peptida, asam lemak, serta komponen lain.
Menurut Santoso (1994), gula kelapa digunakan untuk menentukan jenis kecap, asin atau manis. Untuk membuat kecap manis, tiap 1 liter filtrat membutuhkan 2 kg gula kelapa, sedangkan 2,5 ons kecap asin. Menurut Astawan & Astawan (1991), jenis mikroba yang digunakan dalam proses pengolahan dapat mempengaruhi mutu kecap yang dihasilkan. kapang yang sangat berperan dalam proses fermentasi kecap yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp. Selain itu, bakteri yang penting dalam fermentasi kecap yaitu Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui kecap A1 memiliki aroma yang sangat kuat dibandingkan kecap lainnya. Namun rasanya kurang manis daripada yang lain, dan hal ini disebabkan karena penambahan gula yang lebih sedikit, oleh karena itu kecap A5 paling manis karena gula yang ditambahkan paling banyak. Kecap A5 diketahui paling kental daripada kecap lainnya. Warna kecap A1 dan A2 sangat hitam dan lebih hitam daripada kecap lain. Aroma kecap A1 lebih kuat dibandingkan kecap lain. Penambahan gula yang lebih banyak menghasilkan kecap yang lebih kental, dan hal ini sesuai dengan pernyataan Prabandari (1995), bahwa gula jawa dapat menyebabkan kecap menjadi kental. Seharusnya kecap dengan gula jawa 10
lebih banyak memiliki warna yang lebih coklat akibat karamelisasi. Aroma kecap sendiri dapat dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan.
Menurut Suprapti (2005), kecap manis adalah produk olahan yang memiliki tekstur kental, berwarna coklat kehitaman, dan banyak digunakan sebagai bumbu penyedap makanan. Kecap memiliki viskositas dan kadar gula yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Judoamidjojo (1987) menambahkan bahwa gula merah memiliki aroma yang khas dan rasa manis yang berguna dalam pembuatan kecap. Selain itu penambahan gula merah dapat menimbulkan warna coklat akibat karamelisasi. Menurut Prabandari (1995), perbedaan warna kecap yang dihasilkan dalam praktikum disebabkan karena penambahan gula jawa. Gula jawa dapat mempengaruhi rasa, warna, serta kekentalan kecap yang dihasilkan.
2.2. Pembahasan Jurnal Dalam jurnal berjudul Isolation and Identification of Aspergillus oryzee and the Production of Soy Sauce with New Aroma oleh Elbashiti et al (2010), ingin dilakukan isolasi dan karakterisasi terhadap strain Aspergillus oryzae, untuk menghasilkan kecap dengan aroma baru menggunakan thyme dan dill. Kadar nitrogen merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas kecap. Konsentrasi garam yang memadai dapat menghentikan pertumbuhan bakteri. Sodium klorida (10-17% pH 4,7) dapat digunakan untuk membunuh staphylococcus pada kecap. Semakin sedikit kadar air, maka jumlah padatan akan semakin besar.
Jurnal selanjutnya berjudul Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji oleh Wei Su et al (2005). Dalam jurnal tersebut, ingin diketahui pengaruh suhu dan sodium klorida terhadap aktivitas protease dan amilase dalam fermentasi. Aktivitas proteolitik, dipengaruhi dengan penambahan sodium klorida sebesar 5%, dan mengurangi aktivitas proteolitik sebesar 62%. Fermentasi koji yang cepat dan optimal adalah pada suhu 45C selama 48 jam. Metode ini efektif untuk meningkatkan aktivitas protease koji sehingga membantu menstabilkan serta menghidrolisa protein kedelai secara efisien. 11
Jurnal berikutnya adalah Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern oleh Mao et al (2013). pH dan total asam dari kecap akan menurun dalam 17 hari pertama fermentasi, dan akan sedikit meningkat pada 4 hari selanjutnya. Saat fermentasi dimulai, kadar gula reduksi akan meningkat, dan mencapai maksimal setelah 5 hari. Selama fermentasi, amilase akan semakin berkurang aktivitasnya akibat konsumsi gula reduksi oleh mikroorganisme. Akumulasi bumbu-bumbu yang ditambahkan menyebabkan penurunan aktivitas protease. Reaksi Maillard juga dapat mengurangi amino nitrogen.
Dalam jurnal berjudul Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration oleh Wu et al (2010), aerasi adalah faktor yang dapat mempengaruhi produksi kecap. Seiring proses fermentasi, warna larutan akan menjadi kecoklatan dan semakin gelap. pH kecap pada suhu fermentasi 25 dan 35C lebih rendah daripada pH pada suhu 45C. Total nitrogen akan meningkat dengan cepat pada awal fermentasi, karena hidrolisa kedelai. Aerasi dalam pembuatan kecap sangat penting karena yeast dapat mati selama fermentasi jika kekurangan oksigen. Total nitrogen pada kecap dapat dipengaruhi oleh suhu fermentasi.
Jurnal selanjutnya berjudul Biochemical Changes in Low-Salt Fermentation of Solid-state Soy Sauce oleh Yanfang et al (2009). Diketahui bahwa total asam amino akan meningkat pada 15 hari pemeraman, dan disebabkan karena aktivitas mikroba. Salah satu jenis asam amino tersebut adalah glutamat, dimana glutamat berkontribusi terhadap flavor kecap. Total gula reduksi meningkat saat proses pemeraman awal. Hal ini disebabkan karema aktivitas amilase. Total gula juga meningkat karena pemecahan polisakarida terlarut. Namun, total gula reduksi dan total gula akan menurun karena reaksi Maillard. Pada awal pemeraman, pH kecap akan menurun dengan cepat. Penurunan pH ini disebabkan karena autolisis sel mikroba atau akumulasi asam lemak bebas, asam amino, dan peptida.
12
3. KESIMPULAN
Kecap adalah produk fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lain, dan termasuk sebagai makanan tradisional Kecap memiliki warna coklat hingga hitam. Starter berguna untuk mengkondisikan mikroorganisme pada fase eksponensial, sehingga adaptasi terjadi lebih cepat. Inokulum yang biasa digunakan di industri adalah strain murni Aspergillus oryzae dan Aspergillus soyae Kondisi fermentasi harus diatur, seperti aerasi, suhu, serta kadar air. Flavor kecap juga dapat dipengaruhi oleh bumbu yang digunakan. Warna tersebut terbentuk akibat reaksi antar asam amino dengan gula reduksi. Pembuatan kecap dari kedelai meliputi 4 tahapan utama yaitu perebusan biji kedelai, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir. Perendaman dilakukan supaya kedelai dapat menyerap air (hidrasi) sehingga mempermudah untuk menghilangkan kulitnya Enzim proteinase tersebut dihasilkan jamur untuk menguraikan protein dari kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana (asam amino) Enzim amilase akan digunakan untuk memecah karbohidrat menjadi gula sederhana (gula pereduksi) yang akan mempermudah proses fermentasi selanjutnya. Proses perendaman dalam larutan garam (fermentasi moromi) bertujuan untuk mengekstrak senyawa sederhana hasil hidrolisa tahap fermentasi oleh jamur. Selama perendaman, harus dilakukan pengadukan agar larutan tetap homogen, garam dapat menyentuh permukaan substrat, serta menyediakan udara untuk pertumbuhan khamir serta bakteri. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kapang yang menempel pada permukaan substrat. Selama tahap koji (fermentasi jamur) atau moromi (fermentasi garam), terjadi perubahan biokimia oleh aktivitas enzim dari mikroba. Kecap A1 memiliki aroma yang sangat kuat dibandingkan kecap lainnya. Kecap A5 diketahui paling kental daripada kecap lainnya. 13
Warna kecap A1 dan A2 sangat hitam dan lebih hitam daripada kecap lain. Aroma kecap A1 lebih kuat dibandingkan kecap lain. Aroma kecap dapat dipengaruhi oleh penambahan bumbu.
Semarang, 12 Juni 2014 Praktikan, Asisten dosen, - Katharina Nerissa
Frisky Fediana H 11.70.0034
14
4. DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. & M. Wahyuni Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akadenika Pressindo. Jakarta.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.
Elbashiti, T., Amal Fayyad, Abboud Elkichaoui. (2010). Isolation and Identification of Aspergillus oryzee and the Production of Soy Sauce with New Aroma. Pakistan Journal of Nutrition 9(12):1171-1175,2010
Feng, J; X. Zhan, Z. Zheng; D. Wang; L. Zhang & C. Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292305.
Judoamidjojo, M. (1987). Teknologi Fermentasi. Jakarta: Raja Wali Pers.
Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Mao, Chunqi., Guoqing He, Xinyong Du, Meilin Cui, Shiyang Gao. (2013). Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern. Advance Journal of Food Science and Technology 5(2):144-147,2013.
Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi & Jasa Boga. Penerbit Bhratara. Jakarta.
Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.
Prabandari, E. (1995). Cara Membuat Kecap. Balai Pustaka. Semarang.
Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.
Rahayu, K. dan Sudarmadji, S. (1989). Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta. 15
Rolling, W. F and Verseveld, H. W. (1996). Characterization of Tetragenococcus halophila Population in Indonesian Soy Mash (Kecap) Fermentation. Applied and Environmental Microbiology p. 1203-1207.
Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Tauco kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Suprapti, M. L. (2005). Teknologi Pengolahan Pangan : Manisan Kering Jambu Mete. Kanisius, Yogyakarta.
Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.
Wei Su, Nan., Mei-Ling Wang, Kam-Fu Kwok, Min-Hsiung Lee. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. Journal of Agricultural and Food Chemistry 2005, 53, 1521-1525.
Wu, Ta Yeong., Mun Seng Kan, Lee Fong Siow, Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology Vol 9(5) pp 702-706.
Yanfang, Z., Wang Iijuan, Tao Wenyi. (2009). Biochemical Changes in Low-Salt Fermentation of Solid-state Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol 8 (24) pp 7028-7034.