Cardiovascular System 2
ALEXANDRA
102011289
CHRISTINA AGUSTIN
102011290
102011294
ALVIN WIJAYA
102011307
FERA SUSANTI
102011310
102011325
KRISANTUS D. JEBADA
102011338
HAEKAL MAHARGIAS
102011342
102011353
102011360
Dalam Blok 19 Cardiovascular System 2, kami mempelajari berbagai jenis obat yang
digunakan dalam berbagai penyakit pada sistem kardiovaskular. Golongan obat
vasodilator dan digitalis termasuk banyak digunakan dalam praktek klinis sehari-hari;
karena itu kami harus mengetahui mengenai mekanisme kerja obat, indikasi, kontra
indikasi dan efek samping obat yang bekerja pada sistem kardiovaskular ini.
Kami telah melakukan praktikum farmakologi yang membuat kami semakin mengerti
dan mendalami mekanisme bekerjanya obat vasodilator dan digitalis ini; dan berbagai
hasil pengamatan kami terhadap efek obat ini akan kami lampirkan dalam laporan ini.
Dalam praktikum ini, kami akan melakukan dua percobaan berbeda;
1. Mengamati efek obat vasodilator pada Orang Percobaan (Oral dan Sublingual)
Parameter dasar yang kami pakai dalam percobaan ini adalah tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi nafas dan suhu kulit. Parameter dasar tersebut
merupakan berbagai hal yang akan kami amati dari Orang Percobaan untuk
melihat dan membandingkan efek obat vasodilator dengan dua sediaan
pemberian yang berbeda tersebut Oral dan Sublingual. Obat yang kami pakai
dalam percobaan ini adalah Isosorbid Dinitrat sediaan oral dan sublingual.
2. Mengamati efek obat digitalis melalui pengamatan pada jantung kodok.
Parameter yang kami amati dalam percobaan ini adalah melihat dan
membandingkan hubungan antara frekuensi denyut jantung kodok dengan
jumlah tetesan digitalis yang dipakai. Obat yang kami gunakan adalah larutan
tinktura digitalis 10%.
Tujuan Praktikum:
1. Menjelaskan perbedaan mula kerja dana lama kerja obat vasodilator.
2. Menjelaskan dan mengamati efek vasodilator kerja cepat (amilnitrit, secara
inhalasi), vasodilator kerja sedang (isosorbid dinitrar, secara sublingual) dan
kerja lambat (penta-eritritol-tetra-nitrat dan isosorbit di nitrat, secara oral) yang
diberikan pada orang percobaan.
3. Menjelaskan efek farmakodinamik obat-obat vasodilator.
4. Membangun kerja sama yang dinamis dalam kelompok selama pengamatan.
ISOSORBID DINITRAT
Efek farmakologik utama isosorbid dinitrat yaitu menyebabkan relaksasi otot polos
vaskular sehingga menghasilkan efek vasodilatasi pada arteri maupun vena perifer;
dengan efek yang lebih dominan pada sistem vena. Dilatasi pembuluh darah pascakapiler, termasuk vena-vena besar, akan menyebabkan penumpukan darah di perifer dan
menurunkan alir balik vena ke hati, sehingga mengurangi tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (preload). Relaksasi arterolar menyebabkan penurunan resistensi vaskular
sistemik dan tekan arteri (afterload).
Mekanisme anti-angina isosorbid dinitrat belum dipahami sepenuhnya. Konsumsi atau
kebutuhan oksigen miokard menurun menurun akibat efek terhadap arteri maupun vena,
sehingga tercapai suatu rasio suplai-kebutuhan yang membaik. Meskipun arteri koroner
epikardium yang besar juga mengalami dilatasi oleh isosorbid dinitrat, peranannya
dalam menghilangkan angina belum jelas.
Dalam dosis terapi, isosorbid dinitrat menurunkan tekanan sistolik, diastolik dan
tekanan darah arteri rata-rata, terutama pada posisi tegak. Perfusi koroner yang efektif
biasanya juga dipertahankan. Penurunan tekanan darah sistemik dapat menimbulkan
takikardia refleks, yang merupakan efek yang bisa merugikan kebutuhan oksigen
miokard. Penelitian hemodinamik menunjukkan bahwa isosorbid dinitrat dapat
menurunkan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkat secara abnormal dan
tekanan kapiler paru yang terjadi selama serangan akut angina pektoris.
INDIKASI DAN CARA PENGGUNAAN. Isosorbid dinitrat diindikasikan untuk
pengobatan pencegahan angina pektoris. Data uji klinik menunjukkan bahwa,
pemberian isosorbid dinitrat bentuk sublingual, pelepasan secara cepat dan pelepasan
terkontrol efektif dalam memperbaiki toleransi latihan pada pasien dengan angina
pektoris. Jika dosis tunggal isosorbid dinitrat sublingual (5mg) diberikan, secara
profilaktik pada pasien dengan angina pektoris pada berbagai uji klinik, maka waktu
timbulnya nyeri dada atau letih setelah latihan secara bermakna membaik paling tidak
selama 45 menit (bahkan pada beberapa penelitian sampai 2 jam) setelah pemberian
obat. Penelitian serupa setelah pemberian dosis oral tunggal (15-120 mg) dan bentuk
lepas terkendali (40-80 mg) menunjukkan perbaikan bermakna dalam toleransi latihan
sampai 8 jam setelah obat diberikan. Semua bentuk isosorbid dinitrat dapat digunakan
secara profilaktik untuk mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina dan dapat
diharapkan mengurangi kebutuhan nitro-gliserin sublingual.
Bentuk sublingual diindikasikan untuk profilaksis akut angina pektoris, jika diberikan
beberapa menit sebelum timbul serangan angina. Disebabkan mula kerjanya yang lebih
lambat, bentuk oral tidak diindikasikan untuk profilaksis akut.
Pada uji klinik terkontrol, isosorbid dinitrat sublingual efektif menghilangkan serangan
akur angina pektoris. Hal ini terjadi dalam rata-rata 3,4 menit ketimbang hilangnya
angina dalam waktu rata-rata 1,9 menit setelah pemberian nitrogliserin sublingual.
Karena hilangnya nyeri dada dengan nitrogliserin sublingual lebih cepat, maka
penggunaan isosorbid dinitrat sublingual untuk mencegah serangan angina akut harus
dibatasi pada pasien-pasien yang tidak dapat mentoleransi atau tidak memberi respons
terhadap nitrogliserin sublingual.
KONTRA INDIKASI. Isosorbid dinitrat dikotrakindikasikan pada pasien yang
menunjukkan hipersesitivitas atau idiosinkrasi terhadap nitrat atau nitrit.
PERINGATAN. Manfaat isosorbid dinitrat selama hari-hari pertama, infark miokard
akut belum mapan. Jika nitrat organik akan digunakan pada infark yang dini, maka
pemantauan hemodinamik dan penilaian klinik secara ketat harus dilakukan karena
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan dari hipotensi.
PERHATIAN
Umum : hipotensi berat terutama pada posisi tegak dapat terjadi dengan dosis
kecil sekalipun. Karena itu obat harus diberikan dengan hati-hati pada pasien
yang mengalami deplesi volume darah akibat pemberian diuretik atau orang
yang mempunyai tekanan darah sistolik rendah (misal: dibawah 90 mmHg).
Bradikardia paradoksikal dan peningkatan angina pektoris dapat menyertai
hipotensi akibat nitrat. Terapi nitrat dapat memperberat angina yang disebabkan
oleh kardiomiopati hipertrofik. Toleransi terhadap obat ini dan toleransi silang
terhadap nitrat dan nitrit lainnya dapat terjadi.
Hipotensi ortostatik berat telah dilaporkan terjadi jika antagonis kalsium dan
nitrat organik digunakan dalam kombinasi. Karena itu masing-masing obat harus
disesuaikan dosisnya. Toleransi terhadap efek vaskular dan anti-angina akibat
hipotensi ortostatik kadang-kadang dapat timbul (2-36%). Ruam kulit dan/ atau
dermatitis eksfoliativa kadang-kadang dapat timbul. Mual dan muntah jarang terjadi.
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN. Untuk pengobatan angina pektoris umumnya dosis
dimulai dengan isosorbid dinitrat sublingual 2,5-5 mg. Isosorbid dinitrat harus
ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai angina menghilang atau timbul efek
samping. Pada pasien berobat jalan, peningkatan dosis harus dihitung melalui
pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri. Dosis awal isosorbid dinitrat sublingual
untuk terapi profilaksis akut angina pektoris umumnya adalah 5-10 mg tiap 2-3 jam.
Untuk pengobatan angina pektoris kronik stabil, umumnya diberikan dosis awal dengan
tablet bentuk pelepasan segera (ditelan) 5-20 mg dan bentuk lepas terkendali 40 mg.
Untuk terapi penunjang, diberikan dosis oral 10-40 mg tiap 6 jam atau bentuk lepas
terkendali 40-80 mg tiap 8-12 jam.
DIGITALIS
Saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal jantung, sedangkan
digitoksin dan folia digitalis tidak digunakan lagi. Efek digoksin pada pengobatan gagal
jantung: (1) inotropik positif, (2) kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut
ventrikel pada takikardia atau fibrilasi atrium), dan (3) mengurangi aktivasi saraf
simpatis.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :
meningkat.
Mekanisme kronotopik negatif dan mengurangi aktivasi saraf simpatis; pada
kadar terapi (1-2 ng/mL), digoksin mengikatkan tonus vagal dan mengurangi
aktivitas simpatis di nosus SA maupun AV, sehingga dapat menimbulkan
memperbaiki hemodinamika.
Flutter atrium : digoksin memperlambat irama jantung sehingga irama sinus
reguler dapat timbul. Sering kali flutter diubah menjadi fibrilasi atrium dengan
Sebaiknya kadar digoksin dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih tinggi,
resiko kematian meningkat.
Bioavailabilitas digoksin tablet sekitar 70-80%. Kira-kira 10% populasi mempunyai
bakteri usus Eubacterium lentum yang akan memecah digoksin menjadi metabolit tidak
aktif, sehingga pada mereka ini diperlukan peningkatan dosis karena dosis standar
digoksin tidak efektif. Waktu paruhnya berkisar antara 36-48 jam, sehingga diberikan
sekali sehari dan kadar mantap dicapai 1 minggu. Digoksin dieliminasi melalui ginjal,
sehingga waktu paruhnya akan memanjang pada gangguan fungsi ginjal. Volume
distribusi 4-7 L/kg, akumulasi obat terutama di otot skelet dan dosis tidak perlu diganti
setelah hemodialisis. Volume distribusi dan klirens obat menurun pada usia lanjut.
Karena itu dosis harus diturunkan pada gangguan fungsi ginjal dan pada usia lanjut.
Efek toksik digoksin berupa :
otomatisasi.
Efek samping GI tract : anoreksia, mual, muntah dan nyeri lambung.
Jika ada kemungkinan adanya toksik digitalis tidak dapat dihindari, glikosida jantung
harud dihentikan untuk sementara, jika keadaan klinik memungkinkan. Pasien dengan
insufisiensi ginjal memerlukan dosis penunjang yang lebih rendah. Gagal jantung yang
menyertai glomerulonefritis akut memerlukan pemantauan ekstra ketat pada saat
digitalisasi.
Pasien dengan hipokalemia, toksisitas dapat timbul meskipun kadar digoksin serum
berada dalam kirsaran normal, karena deplesi kalium membuat miokard lebih peka
terhadap digoksin.
Hipomagnesia merupakan predisposisi timbulnya keracunan digitalis. Aritmia atrium
yang disebabkan keadaan hipermetabolik (mis: hipertiroidisme) sangat resisten terhadap
pengobatan digitalis.
Pada wanita hamil, digoksin hanya boleh diberikan jika benar-benar dibutuhkan. Ibu
menyusui; pemberian digoksin harus diberikan dengan hati-hati.
Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardi, blok AV derajat 2 dan 3,
sindroma sick sinus, sindroma Wolf-Parkinsosn-White, kardiomiopati obstruktif
hipertrofik, hipokalemia.
Dosis yang dianjurkan merupakan dosis rata-rata yang mungkin memerlukan modifikasi
disebabkan kepekaan individu yang berbeda atau keadaan-keadaan individu yang
menyertai. Penurunan fungsi ginjal merupakan faktor paling penting untuk mengubah
dosis yang diperlukan.
Persiapan
1. Tiap kelompok menyiapkan 2 orang percobaan yang siap puasa 4 jam sebelum
praktikum dimulai.
2. Satu orang percobaan lain disiapkan untuk demonstrasi, dan tidak perlu puasa.
Sebaiknya orang percobaan berkulit warna putih/kuning, agar efek vasodilatasi
kulit jelas terlihat.
3. Alat-alat yang dibutuhkan : tensimeter, stetoskop, termometer kulit, arloji dan
saputangan.
4. Obat-obat vasolidator :
- Isosorbid dinitrat : sub-lingual
- Isosorbid dinitrat : oral
Dua orang percobaan dari masing-masing kelompok yang telah mempersiapkan diri
tidak makan 4 jam sebelum percobaan, berbaring di atas meja laboratorium dengan
tenang. Lakukanlah pengukuran parameter basal, tekanan darah, denyut jantung/nadi,
frekuensi nafas dan suhu kulit sebanyak 2 kali dengan interval 5 menit dan hitung rataratanya. Jika pengamatan parameter telah selesai mintalah obat vasolidator pada
instruktur, serta perhatikan baik-baik cara penggunannya apakah harus ditaruh dibawah
lidah (sublingual) atau ditelan dengan segelas air.
Lakukanlah parameter di atas untuk orang percobaan :
a. Yang mendapat obat sublingual, dilakukan tiap 3 menit selama 15 menit.
b. Yang mendapat obat oral, dilakukan tiap 15 menit selama 90 menit atau bila
parameter telah kembali ke nilai basal. Tanyakan gejala-gejala apa yang
dirasakan oleh orang percobaan selama percobaan dan 24 jam setelahnya.
Bandingkan data-data yang diperoleh kelompok lain, apakah ada beda mula
kerja, lama kerja dari masing-masing obat vasolidator yang diberikan.
Paramete
r
Tekanan
Darah
Frekuensi
Nafas
Frekuensi
Nadi
Suhu
Kulit
Basal I
Basal II
Rata2
115/70
mmHg
100/70
mmHg
112/70
mmHg
100/65
mmHg
110/70
mmHg
Setelah
12
Setelah
15
100/65
mmHg
100/65
mmHg
29
28
28
28
21
23
24
26
kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit
74
70
72
69
68
70
72
74
kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit kali/menit
36,29 0C
36,38 0C
36,33 0C
36 0C
35,96 0C
35,88 0C
35,69 0C
35,94 0C
Yang dirasakan OP Vasodilator Sublingual : Pandangan kabur pada menit ke-12, kesemutan pada menit ke 15. Ada sakit kepala sedikit.
Berdasarkan data pengamatan di atas, tampak bahwa pengaruh vasodilator sublingual pada;
Tekanan Darah
: tampak ada sedikit penurunan tekanan darah terlebih pada sistolenya. Penurunan sudah dimulai pada menit
ke-3 sejak pemberian obat vasodilator sublingual.
10
Frekuensi nafas
: tampak bahwa frekuensi nafas juga mengalami penurunan dari 28 kali per menit menjadi 21 kali per menit
pada menit menit ke-6 setelah pemberian obat vasodilator. Tetapi kemudian kembali naik lagi menjadi 26
kali
Frekuensi nadi
Suhu kulit
menurun
akibatnya hantaran panas dari tubuh juga berkurang sehingga suhu kulit menurun.
11
Paramete
r
Tekanan
Darah
Frekuensi
Nafas
Frekuensi
Nadi
Suhu
Kulit
Basal I
Basal II
Rata2
Setelah
15
Setelah
30
Setelah
45
Setelah
60
Setelah
75
Setelah
90
120/80
mmHg
19
kali/meni
t
75
kali/meni
t
120/80
mmHg
18
kali/meni
t
70
kali/meni
t
120/80
mmHg
18
kali/meni
t
72
kali/meni
t
110/80
mmHg
20
kali/meni
t
69
kali/meni
t
110/80
mmHg
15
kali/meni
t
76
kali/meni
t
110/80
mmHg
18
kali/meni
t
73
kali/meni
t
110/80
mmHg
24
kali/meni
t
77
kali/meni
t
110/80
120/80
mmHg
mmHg
22
21
kali/meni
kali/menit
t
76
74
kali/meni
kali/menit
t
36,28 0C
36,18 0C
36,250C
36,60C
36,59 0C
36,51 0C
36,38 0C
36,45 0C
36,27 0C
Yang dirasakan OP Vasodilator Oral : Mulut terasa kering pada menit ke 15, mual menit ke 30, merasa lemas menit ke 60. Ujung jari-jari
juga terasa dingin.
12
Berdasarkan data pengamatan di atas, tampak bahwa pengaruh vasodilator oral pada;
Tekanan Darah
: sama seperti pada vasodilator sublingual, tampak ada sedikit penurunan tekanan darah terlebih pada
Frekuensi nafas
sistolenya. Penurunan sudah dimulai pada menit ke-15 sejak pemberian obat vasodilator oral.
: tampak bahwa frekuensi nafas juga mengalami penurunan dari 18 kali per menit menjadi151 kali per menit
pada menit menit ke-30 setelah pemberian obat vasodilator oral. Tetapi kemudian setelah itu frekuensi nafas
Frekuensi nadi
Suhu kulit
Dari kedua percobaan di atas, tampak bahwa obat vasodilator isosorbid nitrat memiliki efek kerja yang berbeda tergantung sediaannya.
Sediaan sublingual lebih cepat efeknya daripada sediaan oral. Hal itu bisa dipahami karena sediaan sublingual lebih cepat masuk ke dalam
peredaran darah sistemik dibandingkan dengan sediaan oral yang harus melewati saluran pencernaan terlebih dahulu. Sehingga efek
vasodilator lebih cepat.
Selain itu efek sediaan sublingual lebih terlihat daripada efek sediaan oral. Hal itu juga bisa dimengerti karena dosis isosorbid nitrat pada
sediaan sublingual lebih banyak yang masuk ke dalam peredaran darah sistemik dibandingkan dengan sediaan oral yang mengalami first
pass metabolism.
13
3. Bahan/zat
Obat
emprit tuberkulin.
: larutan uretan 10 % dan larutan ringer.
: larutan tinktura digitalis 10 %.
Tatalaksana
1. Pilih salah satu kodok untuk satu kelompok, suntikan ke dalam sacus
lymphaticus dorsalisnya larutan uretan 10 % sebanyak 2 ml.
2. Bila sudah terjadi anestesi pada kodok, fiksasilah kodok pada papan fiksasi
dengan posisi terlentang, dengan telapak tangan dan kaki terfiksasi dengan
jarum pentul.
3. Bukalah toraks kodok dimulai dengan kulit, dilanjutkan dengan lapisan di
bawahnya, dengan irisan terbentuk v, dimulai dari bawah prosesus ensiformis ke
lateral, sampai jantung terlihat jelas dan hindari tindakan yang menyebabkan
banyak perdarahan.
4. Bila jantung telah tampak singkirkan jaringan yang menutupinya, dan bukalah
secara hati-hati perikard jantung kodok yang tampak sebagai selubung jantung
berwarna perak.
5. Sekarang jantung tampak utuh, teteskan segera setetes larutan ringer laktat untuk
membasahi jantung, lalu perhatikan dengan teliti siklus jantung antara sistol dan
diastole, terutama dengan memperhatikan bentuk dan warna ventrikel.
6. Tetapkan frekuensi denyut jantung per-menit sebanyak 3 kali, dan ambil rataratanya.
7. Tetesan larutan tinktura digitalis 10 % dengan tetesan kecil melalui semprit
tuberkulin yang dilepas jarumnya, langsung pada permukaan jantung, tiap 2
menit dan hitung frekuensi denyut jantungnya tiap selesai meneteskan digitalis.
8. Pelajarilah perubahan-perubahan yang terjadi pada siklus jantung (sistol-diastol)
dan perubahan warna jantung. Pemberian digitalis akan menyebabkan
pernurunan frekuensi jantung, ventrikel akan berwarna lebih merah pada saat
diastol dan menjai lebih putih pada saat sistol, serta amati juga interval a-v yang
makin besar. Hal-hal tadi sesuai dengan efek terapi digitalis pada manusia.
Penetesan digitalis diteruskan tiap 2 menit, sampai terjadi keadaan keracunan
14
15
Frekuens
i Denyut
Jantung
Kodok/2
menit.
Basal/
0
II
III IV
VI
VI
I
94
82
76
68
51
47
40
54
Tetesan Digitalis
VII
IX X XI
I
36
24
22
18
XII
XII
I
XI
V
X
V
XV
I
XVI
I
XVII
I
16
12
Blokade partial tampak setelah tetesan digitalis yang ke VII. Blokade total terjadi setelah tetesan digitalis ke XVIII. Saat diastole jantung
berwarna merah, sedangkan pada saat sistole warna jantung pucat/putih.
Dari percobaan ini terlihat bahwa frekuensi denyut jantung kodok semakin menurun seiring dengan meningkatnya tetesan digitalis. Hal ini
dapat dipahami karena efek kerja digitalis yang menghambat Na-K-ATPase sehingga kemampuan pembentukan dan konduksi impuls
listrik menurun. Hambatan terhadap Na-K-ATPase tersebut meningkat seiring berambahnya tetesan digitalis; sehingga setelah tetesan yang
ke VII tampak jantung kodok tersebut mengalami blokade AV partial dan setelah tetesan digitalis yang ke XVIII, tampak adanya blokade
total AV. Dan setelah itu jantung kodok sudah tidak berkontraksi lagi. Grafik hubungan frekuensi dan jumlah tetesan digitalis dapat anda
liat di bawah ini.
Laporan Praktikum Farmakologi
Obat Vasodilator dan Digitalis
16
Hal ini akan sama terjadi pada manusia yang intoksikasi digitalis. Dalam kasus seperti ini harus cepat ditangani agar tidak terjadi henti
jantung.
17
82
70
76
68
60
54
50
Frekuensi Denyut Jantung Kodok/2menit
51
47
40
40
30
24 22
20
10
01
36
17 18 19
14 15 16
13
12
12
9 10 11
8 6
5 4
18 16
18
Referensi
1. Hardjosaputra P, Purwanto L, Kemalasari T, Kunardi L, Indriyantoro,
Indriyani N
[penyusun]. Data obat di Indonesia DOI. Ed.11.
Jakarta : PT. Mulyapurnama Jayaterbit, 2008 : 391-3.
2. Suyatna FD. Antiangina. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, Elysabeth [editor]. Farmakologi dan terapi. Ed.V.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI, 2012 : 362-7.
3. Setiawati A, Nafrialdi. Obat gagal jantung. Dalam: Gunawan SG,
Setiabudy R,
Nafrialdi, Elysabeth [editor]. Farmakologi dan
terapi. Ed.V. Jakarta : Badan Penerbit FKUI, 2012 : 309-11.
19