Kelas : Sosiologi D 4
Nim
: 1148030142
Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala
2.
Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke
samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang
kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
3.
Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda
Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job
Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut
Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan
tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar
dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri
dalam keadaan tertentu.
7.
Setiap
pejabat
sama
sekali
tidak
dibenarkan
menjalankan
jabatannya
Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang
2.
Hierarki kewenangan yang jelas, yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal,dengan
posisi hierarki atau jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada
dibawah supervise dan control dari yang lebih tinggi.
3.
Formalisasi yang tinggi , yaitu semua anggota organisasi diseleksi dalam basis kualifikasi
yang didimonstrasikan dengan pelatiah, pendidikan, atau latihan formal.
4.
5.
Bersifat tidak pribadi ( impersonalitas ), yaitu sanksi sanksi diterapak secara seragam dan
tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan denga kepribadian individual dan
preferensi pribadi para anggota.
6.
Jejak karier bagi para pegawai, yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam
organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier tersebut, para pegawai
mempunyai masa jabatan, artinya mereka akan dipertahankan meskipun mereka kehabisan
tenaga atau jika kepandaiannya tidak terpakai lagi.
7.
Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi , yaitu pejabat
tidak bebas menggunakan jabatan nya untuk keperluan pribadinya termasuk keluarganya.
Konsep birokrasi weber dalam R Soegiatno Tjakranegara (1992:8) dapat dirangkum
kan didalam jenis definisi ini : dengan birokrasi yang dimaksud adalah suatu badan
administrative tentang pejabat yang diangkat.
Pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja : ialah memilki otoritas . sesuai
dengan teori nya bahwa keyakinan dalam legitimasi adalah dasar bagi semua system otoritas.
Ia mulai dengan mengemukakan lima keyakinan yang berkaitan padanya otoritas yang sah
tergantung pada:
1.
Bahwa denagn ditegakkan nya peraturan (kode) yang sah maka dapat menuntut kepatuhan
daripada anggota organisasi tersebut.
2.
Bahwa hokum merupakan suatu system aturan- aturan abstrak yang diterapkan pada kasus
kasus tertentu,sedangkan administrasi mengurus kepentingan- kepentingan organisasiyang
ada batas- batas hokum.
3.
Bahwa manusia yang menjalankan otoritas juga mematuhi tatanan impersonal tersebut.
4.
5.
Bahwa kepatuhan itu seharusnya tidak kepada person yang menjaminnya untuk menduduki
jabatan itu.
2. berdasarkan konsepsi legitimasi ini Weber dalam harbani pasolong(2007:71) menyusun
delapan proposisi tentang penyusunan system otorita legal, yaitu:
4)
Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara
legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
5) Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;
6) Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
7) Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan
kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan
8) Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk
aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.
Selanjutnya, Weber dalam R. soegijatno tjakranegara (1992:8-10)melanjutkan ke sisi pekerja
(staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi
legal-rasional adalah sebagai berikut:
1. para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas
impersonal sesuai dengan jabatan mereka;
2. terdapat hirarki jabatan yang jelas;
3. fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
4. para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak;
5. para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu
diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;
6. para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat
berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan
dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan;
7. pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat;
8. suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta
menurut pertimbangan keunggulan (superior);
9. pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber
yang tersedia di pos terbut, dan;
10. pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat)
mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek
disiplin. Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal
oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional
artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
4
Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan
suatu keputusan.
2.
3.
4.
5.
Selznick.
Selznick
mengutarakan
kritiknya
atas
Weber
tentang
keseluruhan.
Pembentukan
departemen-departemen
baru
untuk
meniadakan
kecenderungan lama, hanya akan memperburuk situasi karena akan muncul lebih banyak subsub unit tujuan.
Talcott Parsons. Parsons fokus pada kenyataan bahwa staf administrasi yang
dimaksud Weber, telah didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional dan juga
hak untuk memerintah. Atribut-atribut seperti itu, kilah Parsons, dapat memunculkan konflik
di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk memastikan bahwa posisi dalam hirarki
otoritas akan diiringi oleh keterampilan profesional yang sepadan. Akibatnya, timbul
persoalan bagi angggota organisasi: Siapa yang harus dipatuhi? Orang yang memiliki hak
untuk memerintah atau orang yang memiliki keahlian yang hebat?
Alvin Gouldner. Gouldner melanjutkan kritik Parsons atas Weber. Gouldner
memuatnya dalam Pattern of Industrial Bureaucracy. Dalam analisisnya tentang dasar
kepatuhan dalam suatu organisasi, Gouldner menyimpulkan argumennya pada konflik antara
otoritas birokrati dan otoritas profesional. Ia membedakan 2 tipe birokrasi yang uta:
Pemusatan-Hukuman (punishment centered) dan Perwakilan (representative). Pada tipe
punishment centered, para anggota birokrasi pura-pura setuju dengan peraturan yang mereka
anggap dipaksakan kepada mereka oleh suatu kelompok yang asing. Sedang pada tipe
Representative, para anggota organisasi memandang peraturan sebagai kebutuhan menurut
pertimbangan teknis dan diperlukan sesuai dengan kepentingan meerka sendiri. Dua sikap
yang berbeda terhadap peraturan ini memiliki pengaruh yang mencolok pada pelaksanaan
organisasi yang efisien.
R.G. Francis dan R.C. Stone. Francis dan Stone melanjutkan kritik Gouldner dalam
buku mereka Service and Procedure in Bureaucracy. Francis dan Stone menunjukkan bahwa
walaupun literatur resmi tentang organisasi dapat melarang impersonalitas dan kesetiaan yang
kuat pada prosedur yang sudah ditentukan, tetapi dalam prakteknya para staf birokrasi dapat
menyesuaikan tindakan mereka dengan keadaan-keadaan yang cocok dnegan kebutuhankebutuhan individu.
Rudolf Smend. Smend sama seperti Weber, berasal dari Jerman. Ia mengeluhkan
bahwa Weber bertanggung jawab terhadap kesalahpahaman pemahaman tentang administrasi
sebagai mesin rasional. Sementara pada pejabatnya hanyalah mengemban fungsi-fungsi
teknis. Hakim dan pejabat administrasi bukan merupakan etres inanimes. Mereka adalah
makhluk berbudaya (gestig) dan makhluk sosial yang secra aktif mengemban fungsi-fungsi
tertentu di dalam keseluruhan budaya. Apa yang dilakuka oleh manusia-manusia seperti itu
ditentukan oleh keseluruhan budaya, yang diorientasikan melalui fungsi-fugnsinya, dan pada
7
dengan membelenggu pejabat melalui seperangkat undang-undang yang kaku. Hanya dengan
membolehkan pejabat mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi sebagai suatu keseluruhan,
dan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan persepsinya tentangng keadaan yang
berubah, maka akan dihasilkan suatu administrasi yang efisien.
R. V. Presthus, W. Delaney, Joseph Lapalombara. Presthus mengamati kecenderungan
birokrasi di negara-negara non Barat. Ia menganggap konsep birokrasi Weber belum tentu
cocok bagi lingkungan non Barat. Ia menemukan bahwa pada industri batubara di Turki,
dorongan-dorongan ekonomis dan material untuk melakukan usaha tidaklah seefektif dengan
mereka yang mengusahakan hal yang sama di Barat. Kesimpulan kontra Weber juga
dikemukakan W. Delaney. Bagi Delaney, administrasi bercorak patrimonial justru mungkin
saja cocok bagi masyarakat dengan pembagian kerja yang sederhana dan tradisional. Juga,
Joseph Lapalombara menemukan fakta bahwa birokrasi ala Cina dan Rusia lebih efektif
ketimbang birokrasi Weber.
DAFTAR PUSTAKA
Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, , alfabeta :bandung.
Hafusi Jonathan Mavanyisi, The Nature of Political Control over the Bureaucracy with
Reference to the Northern Province, Thesis Master Degree on Public Administration,
University of South Africa, 2002.
John Toye, Modern Bureaucracy, Research Paper No. 2006/52, Unived Nations University,
May 2006
tags:
pengertian birokrasi weber definisi birokrasi martin albrow kelemahan birokrasi weber
birokrasi administrasi negara inefesiensi pemerintahan birokrasi
10