Oleh :
PUSKESMAS LATONG
KECAMATAN LUBUK BARUMUN
KABUPATEN PADANG LAWAS
2013
ABSTRAK
dr. Masitoh Sahara Nasution. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam Penanganan Awal Diare pada Balita di desa Pasar Latong Bulan Juni
Tahun 2013.
Latar belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang komplikasinya dapat
menyebabkan kematian. Hal ini dapat dicegah dengan penanganan awal yang baik dan
benar. Namun pada kenyataannya, masih ada pandangan masyarakat yang salah dalam
penanganan awal diare. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap
dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita di Desa Pasar Latong pada
bulan Juni tahun 2013. Desain penelitian menggunakan cross sectional study.
Subjeknya adalah 75 orang ibu yang memiliki balita yang pernah menderita diare.
Selanjutnya data dianalisa dengan analisa deskriptif. Hasil Tingkat pengetahuan, sikap,
dan perilaku responden sebelum dilakukan penyuluhan mayoritas adalah cukup, nilai
untuk masing-masing yaitu sebanyak 44 responden (58,67%), 35 responden (46,67%),
dan 43 responden (57,34%). Setelah dilakukan penyuluhan tentang penanganan awal
diare pada balita, tingkat pengetahuan dan sikap responden mengalami peningkatan
menjadi mayoritas baik, nilai masing-masing yaitu sebanyak 61 responden (81,33%)
dan 67 responden (89,33%). Sedangkan untuk tingkat perilaku responden diharapkan
akan meningkat pada masa yang akan datang sesuai dengan isian kuesioner tingkat
perilaku yaitu mayoritas baik sebanyak 55 responden (73,33%). Kesimpulan Hasil
penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan
awal diare pada balita di Desa Pasar Latong pada bulan Juni tahun 2013 sebelum
penyuluhan cukup dan sesudah penyuluhan baik
Kata kunci:
Tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, ibu, penanganan awal diare, balita.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1. 3. Tujuan Penelitian 3
1.3.1. Tujuan Umum 3
1.3.2. Tujuan Khusus 3
1.4. Manfaat Penelitian 4
DAFTAR PUSTAKA 47
DAFTAR TABEL
1 TABEL DISTRIBUSI Z 50
2 LEMBAR PENJELASAN 51
3 KUESIONER 53
4 SKORING KUESIONER 56
5 DATA SUBJEK PENELITIAN 58
BAB I
PENDAHULUAN
3. Peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat) dan kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari tiga kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Simadibrata &
Daldiyono, 2006). Menurut Ulshen (1999), bayi kecil mengeluarkan
tinja kira-kira 5g/kgBB/hari. Jumlah ini meningkat sampai 200g/24
jam pada orang dewasa.
Diare ada dua macam akut dan kronik. Menurut World
Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak daripada normal, yang onset gejalanya tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari empat belas hari. Diare kronik merupakan
diare yang berlangsung lebih dari lima belas hari (Simadibrata &
Daldiyono, 2006).
2. Epidemiologi Diare
Menurut Depkes RI tahun 2005, epidemiologi penyakit diare adalah sebagai
berikut :
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI
secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol
susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air
minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak,
dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden diare adalah tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
2.1.3. Patogenesis Diare
Suharyono (2008) menguraikan patogenesis diare sebagai berikut:
a. Patogenesis diare akut karena infeksi bakteri
Toksin yang dikeluarkan kolera dan ETEC menimbulkan rangsang
secara biokimiawi terhadap adenilsiklase yang terdapat dalam sel
mukosa usus halus. Peningkatan adenilsiklase mengakibatkan
meningkatnya cyclic 3.5 adenosine monophosphate (cyclic AMP)
yang mengakibatkan keluarnya cairan isotonik dan elektrolit dengan
segera ke dalam lumen usus.
b. Patogenesis diare karena virus
Invasi virus pada mukosa usus menyebabkan kerusakan sel vili
sehingga terdapat villous blunting dan usus kurang mampu
mengabsorpsi garam dan air, serta terdapat kekurangan enzim,
terutama disakaridase yang mengakibatkan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya.
c. Kerusakan mukosa usus halus
Akibat kerusakan mukosa usus halus akan terjadi defisiensi enzim
disakaridase, intoleransi gula, dan malabsorpsi lemak, protein,
vitamin, asam empedu, dan mineral.
d. Hubungan malnutrisi protein energi dan penyakit diare
Diare akut yang berulang dapat menjurus ke malnutrisi protein
energi (MPE). Saluran pencernaan sendiri, terutama usus halus,
mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan oleh MPE
tersebut yang menjurus ke defisiensi enzim dan menyebabkan
absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare kronik.
e. Gangguan imunologi
Dinding usus mempunyai pertahanan yang baik. Bila terjadi
defisiensi sIgA (serum Imunoglobulin A) dapat mengakibatkan
pertumbuhan bakteri, virus, dan jamur berlebih (overgrowth).
Defisiensi cell mediated immunity juga dapat menyebabkan tubuh
tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit dalam usus
singga terjadi diare kronik dan malabsorpsi makanan.
2.1.5. Patofisiologi Diare
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare inflamasi dan diare noninflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi
sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala
klinis yang menyertai keluhan abdomen, seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin, secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta secara mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh
enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak
ada sama sekali. Namun, gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul,
terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan
motilitas. Diare osmotik terjadi apabila bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Sebagai contoh malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau garam magnesium. Diare sekretorik terjadi bila
terdapat gangguan transport elektrolit, baik absorbsi yang berkurang
maupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin
yang dikeluarkan bakteri atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksatif nonosmotik dan beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide. Pada diare eksudatif,
inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa, baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat noninfeksi seperti gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease, atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah
gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus lebih cepat
seperti pada tirotoksikosis, sindroma usus iritabel, atau diabetes melitus.
Diare dapat disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Pada
infeksi bakteri, paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja dalam
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif
mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme
tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein
dkk.,2004).
Diare akut dapat mengakibatkan terjadinya keadaan keadaan
seperti :
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemia atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah; perfusi jaringan berkurang sehingga terjadi hipoksia dan
asidosis metabolik yang semakin memberat; peredaran darah otak
dapat terganggu, kesadaran menurun (soporokomatosa), dan bila
tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.
c. Gangguan gizi terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena
diare dan muntah; kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian
makanan karena takut muntah dan diare pada anak bertambah atau
makanan tetap diberikan tetapi dalam bentuk encer. Hipoglikemia
akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita
malnutrisi atau bayi dengan berat badan rendah. Hipoglikemia dapat
menyebabkan terjadinya edema otak yang dapat mengakibatkan
kejang dan koma (Suharyono, 2008).
2.1.6. Penatalaksanaan Diare
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit. Diare
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau
keseimbangan elektrolit. (Satriya 2008) Karena itu, pengamatan klinis
merupakan langkah awal dalam serangkaian penanganan diare pada
anak. Penanganan awal yang sangat penting adalah mencegah dan
mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun
parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian
akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. (IDAI 2008)
1. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan minum lebih banyak cairan rumah tangga
yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, dan kuah sup.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi, terutama pada anak, penderita harus segera
dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat,
penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer
laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
WHO mengatur pemberian rehidrasi oral harus
mengandung natrium 90 mEq/L, kalium klorida 20 mEq/L, dan
glukosa 111 mEq/L. Gula dapat digunakan sebagai sumber kalori
dan sebagai bagian dari cairan rehidrasi. Tetapi ukuran gula yang
digunakan harus tepat, yaitu 5 gram per 200 ml air. Jika terlalu
banyak gula diberikan akan terjadi diare osmosis. Absorbsi 1
molekul NaCl memerlukan 1 mol glukosa, sehingga
perbandingan antara gula dan garam adalah 1 gram garam dan 5
gram gula dalam 200 cc air masak. (Depkes n.d.)
c. Memberi makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama agar anak tetap kuat, tumbuh, serta
mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk
oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih
minun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu
formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia enam
bulan atau lebih, termasuk bayi yang telah mendapat makanan
padat, harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi
sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan
berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
pengobatan diberikan sesuai indikasi, dengan tetap
mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif
untuk menghentikan diare (Depkes RI, 2002).
e. Penggunaan Obat
Oleh karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan,
self limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, maka
pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien.
Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasif, travelers diarrhea,
atau pada pasien imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon,
misal siprofloksasin. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol
(trimetoprim/sulfametoksazol atau eritromisin).
Menurut Noerasid (2003), pada penderita diare, antibiotik
hanya boleh diberikan apabila ditemukan bakteri patogen pada
pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan atau pada pemeriksaan
makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja.
Keterangan :
= besar sampel
3.5. Variabel
Variabel merupakan fokus penelitian yang akan diamati. Variabel terdiri dari:
1. Variabel bebas (independen), yaitu variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel
bebas adalah tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu.
2. Variabel terikat (dependen), yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini,
variabel terikat adalah penanganan awal diare pada balita.
3. Perilaku
Perilaku adalah hal-hal yang telah dilakukan responden berkenaan
dengan pengetahuan yang telah didapat. Perilaku diukur dengan metode
wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner yang
digunakan terdiri dari delapan pertanyaan mengenai penanganan awal
diare pada balita. Untuk tiap pertanyaan dilakukan sistem skoring.
Penilaian terhadap variabel pengetahuan dengan memakai skala
pengukuran menurut Pratomo (1986) yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai
angket pengetahuan.
2) Cukup, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari
total nilai angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar < 40% dari total
nilai angket pengetahuan.
Maka, penilaian terhadap variabel pengetahuan responden dengan
skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga, yakni:
b. Pengetahuan baik bila memperoleh skor > 9.
c. Pengetahuan cukup bila memperoleh skor 6 - 8.
d. Pengetahuan kurang juka memperoleh skor < 5.
c. Oralit
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bidan desa berupa daftar
nama ibu yang memiliki anak balita di desa Pasar Latong.
3.11.Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan secara deskriptif.
2. Data Demografis
Desa Pasar Latong terdiri dari 4 lingkungan. Total jumlah penduduk
desa Pasar Latong sebanyak 3.377 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 1.025 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
2.352 jiwa. Jumlah anak balita di desa Pasar Latong adalah 439
jiwa.
A. Puskesmas Latong
Desa Pasar Latong merupakan wilayah kerja Puskesmas Latong
yang beralamat di Jl. Lintas Sibuhuan-Gunung Tua Km 5,5 Pasar
Latong, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang Lawas
dengan luas wilayah kerja + 21.300 Ha yang terdiri dari 60%
dataran sampai berombak, 30% berombak sampai berbukit, dan
10% berbukit sampai bergunung.
Puskesmas Latong berada pada ketinggian 100 180 meter
dari pemukaan laut dengan iklim berhawa sedang yaitu diantara
25oC - 31oC dan dengan curah hujan + 2000 mm / tahun.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Latong adalah:
Utara : Kecamatan Barumun Tengah
Selatan : Kecamatan Barumun
Barat : Kecamatan Ulu Barumun
Timur : Kecamatan Sosa
Sampai saat ini masih banyak ibu yang memberikan obat tradisional
saat mengetahui anaknya sakit. Seperti pada saat anaknya diare masih banyak
ibu yang memberikan obat tradisional seperti rebusan daun jambu biji,
kunyit, dan teh pahit. Sebelum dilakukan penyuluhan sebanyak 64 responden
(85,33%) memberikan obat tradisional dan sebanyak 11 responden (14,67%)
tidak memberikannya. Setelah dilakukan penyuluhan kemungkinan sebanyak
6 responden (8%) masih memberikan obat tradisional dan sebanyak 69
responden (92%) tidak memberikan obat tradisional.
Sebelum dilakukan penyuluhan ibu yang memberikan obat antidiare
saat anaknya diare sebanyak 40 responden (53,33%) dan yang tidak
memberikan obat antidiare saat anaknya diare 35 responden (36,67%).
Mayoritas ibu memberikan obat antidiare. Namun, masih banyak ibu yang
tidak memberikan obat antidiare saat anaknya diare. Perlu edukasi lebih
kepada para ibu agar tidak memberikan obat antidiare tanpa resep dokter.
Setelah dilakukan penyuluhan kemungkinan ibu yang memberikan obat
antidiare saat anaknya diare sebanyak 37 responden (49,33%) dan yang tidak
memberikan obat antidiare saat anaknya diare 38 responden (50,67%).
Kebanyakan ibu langsung membawa anaknya ke petugas kesehatan
saat baru mengalami diare, padahal sebenarnya masih bisa ditangani di
rumah. Sebelum dilakukan penyuluhan kemungkinan sebanyak 32 responden
(42,67%) menjawab langsung membawa ke petugas kesehatan dan 43
responden (57,33%) masih ditangani sendiri di rumah. Setelah dilakukan
penyuluhan kemungkinan sebanyak 22 responden (29,33%) menjawab
langsung membawa ke petugas kesehatan dan 53 responden (70,67%) masih
ditangani sendiri di rumah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat
diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Distribusi umur sampel terbanyak adalah kelompok umur 31-35 tahun
sebanyak 22 responden (29,33%) dan usia termuda kurang dari 20 tahun
sebanyak 7 subyek (9,33%).
2. Distribusi pendidikan sampel terbanyak adalah tamat SMA sebanyak 18
responden (24%) dan yang paling sedikit tidak pernah sekolah sebanyak
5 responden (6,67%).
a. Tingkat Pengetahuan
b. Tingkat Sikap
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian
ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia:
Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia. Available from:
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/01_Wiku%20AS_FAKTOR
%20RISIKO%20DIARE_Revisi.PDF. [Accessed 31 March 2013].
Amiruddin, R. (2008). Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare.
Available from: http://ridwanamiruddin.wordpress.com. [Accessed 17
February 2013].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Available from:
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. [Accessed
31 March 2013].
Behrman, Kliegman, dan Jenson. (2003). Nelson Textbook of pediatrics. 17th ed.
USA: Saunders. p 1274 81
Dahlan, M. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. p 34 - 9
Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf Available from:
http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana
%20Diare.pdf [Accessed 14 March 2013].
Farthing, M., et al. 2008. Acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation.
Hiswani. (2003). Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat
yang Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan.
Available from:http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf
[Accessed 14 March 2013].
IDAI. (2008). Diare pada Anak. Available from: http://idai.go.id [Accessed 25
March 2013].
Ikhwansyah. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak
Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan
Selatan. Available from:http://pupasca.ugm.ac.idfiles(1750-H-2004).pdf
[Accessed 14 March 2013].
Kliegman, Marcdante, Jenson, dan Behrman. (2007). Nelson Essential of
Prdiatrics. 5th ed. USA: Elsevier. p 161 - 5
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Noerasid, Haroen. 2003. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam: Suharyono,
Aswitha Boediarso., dan E.M. Halimun. Gastroenterologi Anak Praktis.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 51-76.
Pratomo, H., 1986. Definisi Operasional dari Variabel. Dalam: Pedoman
Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan
Keluarga Berencana/ Kependudukan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan R. I PMU Pengembangan FKM di Indonesia, 24-6.
Sandhu, BK. (2001). Pratical guideline for the management of gastroenteritis in
children J Ped Gastroenterol Nutr ;33:S36-9
Satriya, D. (2008). Diare Akut pada Anak, upaya mengurangi kejadian komplikasi
diare akut.pdf FK UNRI. Available from:http://dr-deddy.com/artikel-
kesehatan/1-diare-akut-pada-anak.html [Accessed 06 May 2013].
Simadibrata K., Marcellus & Daldiyono. 2006. Diare Akut. Dalam : Sudoyo, Aru
W., dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 408-14.
Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada Bayi
dan Anak.pdf Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr. Seotomo Surabaya.
Suharyono. 2008. Diare Akut : Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta
The United Nations Childrens Fund, 2009. New UNICEF/WHO report focuses
attention on diarrheal diseasethe second leading killer of children under 5
and outlines 7-point plan to control this preventable and treatable illness.
Washington: World Health Organisation. Available from:
http://www.path.org/news/pr091014-unicef-diarrhea.php. [Accessed 8
March 2013].
Ulshen, Martin. 1999. Gejala-gejala dan Tanda-tanda Utama Gangguan Saluran
Pencernaan. Dalam: Behrman, Richard E., Robert M.Kliegman, and Ann
M.Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 2. Jakarta: EGC,
1271-8.
Widayatun, TS. (2004). Ilmu Perilaku.Jakarta: CV Sagung Seto.
Widiono, S. (2001). Studi Potensi Desa untuk Intervensi Perubahan Perilaku
Kesehatan dalam Penanganan Diare (Penelitian di Desa Talung Pauh,
Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara).pdf Jurnal
Penelitian UNIB, Vol. VII, No. 2, Juli, h. 89 95.
World Health Organization. (2000). Pocket Book of Hospital Care for Children. p.
109 32
YPHA. (2004). Kondisi Kesehatan Anak Indonesia: di Bawah Ancaman Gizi
Buruk, DBD, HIV/AIDS, dan Flu Burung. Available
from:http://ypha.or.idfilesKondisi_Kesehatan_Anak_Indonesia.pdf
[Accessed 14 March 2013].
Zein, Umar, Sagala, dan Ginting. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
TABEL DISTRIBUSI Z
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN
(__________________ )
Nama dan Tanda Tangan
LAMPIRAN 3
KUESIONER
Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal
Diare pada Balita di Puskesmas Latong bulan Juni tahun 2013
Dokter umum
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
DATA SUBJEK PENELITIAN