Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN MINI PROJECT

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU DALAM


PENANGANAN AWAL DIARE PADA BALITA DI DESA PASAR
LATONG BULAN JUNI TAHUN 2013

Oleh :

dr. MASITOH SAHARA NASUTION

PUSKESMAS LATONG
KECAMATAN LUBUK BARUMUN
KABUPATEN PADANG LAWAS
2013
ABSTRAK

dr. Masitoh Sahara Nasution. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam Penanganan Awal Diare pada Balita di desa Pasar Latong Bulan Juni
Tahun 2013.

Latar belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang komplikasinya dapat
menyebabkan kematian. Hal ini dapat dicegah dengan penanganan awal yang baik dan
benar. Namun pada kenyataannya, masih ada pandangan masyarakat yang salah dalam
penanganan awal diare. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap
dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita di Desa Pasar Latong pada
bulan Juni tahun 2013. Desain penelitian menggunakan cross sectional study.
Subjeknya adalah 75 orang ibu yang memiliki balita yang pernah menderita diare.
Selanjutnya data dianalisa dengan analisa deskriptif. Hasil Tingkat pengetahuan, sikap,
dan perilaku responden sebelum dilakukan penyuluhan mayoritas adalah cukup, nilai
untuk masing-masing yaitu sebanyak 44 responden (58,67%), 35 responden (46,67%),
dan 43 responden (57,34%). Setelah dilakukan penyuluhan tentang penanganan awal
diare pada balita, tingkat pengetahuan dan sikap responden mengalami peningkatan
menjadi mayoritas baik, nilai masing-masing yaitu sebanyak 61 responden (81,33%)
dan 67 responden (89,33%). Sedangkan untuk tingkat perilaku responden diharapkan
akan meningkat pada masa yang akan datang sesuai dengan isian kuesioner tingkat
perilaku yaitu mayoritas baik sebanyak 55 responden (73,33%). Kesimpulan Hasil
penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan
awal diare pada balita di Desa Pasar Latong pada bulan Juni tahun 2013 sebelum
penyuluhan cukup dan sesudah penyuluhan baik

Kata kunci:
Tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, ibu, penanganan awal diare, balita.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1. 3. Tujuan Penelitian 3
1.3.1. Tujuan Umum 3
1.3.2. Tujuan Khusus 3
1.4. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5


2.1. Diare 5
2.1.1. Definisi Diare 5
2.1.2. Etiologi Diare 5
2.1.3. Patogenesis Diare 8
2.1.4. Patofisiologi Diare 9
2.1.5. Penatalaksanaan Diare 11
2.2. Konsep Perilaku 17
2.2.1. Pengetahuan 17
2.2.2. Sikap 17
2.2.3. Tindakan atau Perilaku 17
Halaman

BAB III METODE PENELITIAN 18


3.1. Jenis Penelitian 18
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 18
3.3.1. Populasi Penelitian 18
3.3.2. Sampel Penelitian 18
3.4. Kriteria Pemilihan Sampel 19
3.4.1. Kriteria Penerimaan (Inklusi) 19
3.4.2. Kriteria Penolakan (Eksklusi) 19
3.5. Variabel 20
3.6. Kerangka Konsep dan Definisi Operasional 20
3.6.1. Kerangka Konsep 20
3.6.2. Definisi Operasional 20
3.7. Instrumen Penelitian 23
3.8. Metode Pengumpulan Data 23
3.8.1. Persiapan Pengumpulan Data 23
3.8.2. Prosedur Pengumpulan Data 23
3.9. Metode Pengolahan Data 24
3.10. Metode Analisis Data 25
3.11. Interpretasi Data 25
3.12. Pelaporan Hasil Penelitian 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 26


4.1. Hasil Penelitian 26
4.1.1. Profil Desa Pasar Latong 26
4.2. Data Kesehatan Masyarakat 29
4.2.1. Karakteristik Sampel 29
4.2.2. Tingkat Pengetahuan Ibu 31
4.2.3. Tingkat Sikap Ibu 32
4.2.4. Tingkat Perilaku Ibu 33
Halaman

BAB V HASIL DISKUSI 35


5.1. Pembahasan Tingkat Pengetahuan Ibu 35
5.2. Pembahasan Tingkat Sikap Ibu 39
5.3. Pembahasan Tingkat Perilaku Ibu 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 45


5.1. Kesimpulan 45
5.2. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penyebab Umum Diare Akut 5


2.2 Antimikroba untuk Mengatasi Diare 13
2.3 Penilaian Derajat Dehidrasi 13
2.4 Jumlah Oralit yang Diberikan Sesudah Buang Air Besar 14
2.5 Perkiraan Jumlah Oralit yang Diberikan Sesuai Umur 15
2.6 Cara Pemberian Cairan Secara Intravena 15
4.1 Jumlah Sumber Daya Kesehatan di Desa Pasar Latong 27
4.2 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Desa Pasar Latong 27
4.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Puskesmas Latong 28
4.4 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Usia di Desa Pasar Latong 30
4.5 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Pendidikan di Desa Pasar
Latong 31
4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu dalam Penanganan Awal
Diare di Desa Pasar Latong 32
4.7 Distribusi Tingkat Sikap Ibu dalam Penanganan Awal Diare
di Desa Pasar Latong 32
4.8 Distribusi Tingkat Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
di Desa Pasar Latong Sebelum Penyuluhan 33
4.9 Distribusi Tingkat Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
di Desa Pasar Latong Sesudah Penyuluhan 34
5.1 Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Pengertian Diare 35
5.2 Distribusi Pengetahuan Spesifik dalam Penanganan Awal Diare
Sebelum Penyuluhan 36
5.3 Distribusi Pengetahuan Spesifik dalam Penanganan Awal Diare
Sesudah Penyuluhan 36
5.4 Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Bahan Membuat Oralit 38
5.5 Distribusi Frekuensi Berbagai Sikap Ibu dalam Penanganan Awal
Diare pada Balita sebelum dilakukan Penyuluhan 39
5.6 Distribusi Frekuensi Berbagai Sikap Ibu dalam Penanganan Awal
Diare pada Balita sesudah dilakukan Penyuluhan 39
5.7 Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare 42
5.8 Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare Sebelum
Dilakukan Penyuluhan 42
5.9 Distribusi Harapan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Sesudah Dilakukan Penyuluhan 43
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Bagan Alur Tatalaksana pada Diare dengan Dehidrasi Berat 16


3.1 Kerangka Konsep Penelitian 20
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 TABEL DISTRIBUSI Z 50
2 LEMBAR PENJELASAN 51
3 KUESIONER 53
4 SKORING KUESIONER 56
5 DATA SUBJEK PENELITIAN 58
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, terutama di
negara yang sedang berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan
4 milyar kasus terjadi pada tahun 2000 dan 2,2 juta di antaranya meninggal,
sebagian besar anak-anak di bawah umur lima tahun. Hal ini sebanding
dengan satu anak meninggal setiap lima belas detik karena diare.
UNICEF (2009) melaporkan lebih dari 2 milyar kasus diare terjadi
pada anak balita setiap tahun dan 1,5 juta di antaranya meninggal dunia. Di
negara sedang berkembang, hanya sekitar 39% anak-anak yang menderita
diare yang mendapatkan terapi yang adekuat.
Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian terbesar.
Depkes RI dalam Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional (2007)
menyebutkan penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%),
begitu juga penyebab kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu diare
(25,2%). Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6-2
kali per tahun. Dari hasil SKRT tahun 2004, angka kematian akibat diare
adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita.
Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang
dilaporkan pada bulan Maret 2013 di Puskesmas Latong sebanyak 39 dan 15
diantaranya balita. Jumlah ini terus meningkat hingga bulan Mei 2013, yaitu
pada bulan April 2013 sebanyak 44 dan 26 diantaranya balita, kemudian pada
bulan Mei 2013 sebanyak 50 dan 31 diantaranya balita.
Pada situasi ini, kehidupan anak-anak sangat jauh dari kepentingan
terbaiknya. Jaminan akan suatu kehidupan yang layak, seperti tersedianya
asupan gizi dan akses terhadap pangan menjadi sangat rendah. Anak-anak
yang sama pula sangat rentan tertular berbagai macam penyakit, seperti diare
karena lingkungan yang tercemar. (Ikhwansyah 2006)
Diare merupakan salah satu penyakit paling sering menyerang anak di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan, anak berumur di bawah
lima tahun mengalami 203 episode diare per tahunnya dan empat juta anak
meninggal di seluruh dunia akibat diare dan malnutrisi. Kematian akibat
diare umumnya disebabkan karena dehidrasi. Sekitar 10% episode diare
disertai dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit tubuh secara
berlebihan. Bayi dan anak kecil lebih mudah mengalami dehidrasi. (IDAI
2008)
Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun,
walaupun banyak juga ditemukan penderita yang usianya relatif muda yaitu
antara 6 bulan12 bulan. Pada usia ini anak mulai mendapat makanan
tambahan seperti makanan pendamping air susu ibu, sehingga kemungkinan
termakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab
penyakit diare menjadi lebih besar. Selain itu anak juga sudah mampu
bergerak kesana kemari sehingga pada usia ini anak senang sekali
memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. (Hiswani 2003)
Pada anakanak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh
menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan
yang demikian sangat membahayakan kesehatan anak. Ibu biasanya tidak
menanggapinya secara sungguhsungguh karena sifat diarenya ringan.
Padahal penyakit diare walaupun dianggap ringan tetapi sangat berbahaya
bagi kesehatan anak. (Hiswani 2003)
Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak
harus dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang
menyebabkan anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam
keadaan gizi kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa.
Maka memuasakan anak saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah
terjadi pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat
menyebabkan kematian. (Hiswani 2003)
Pengetahuan ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare
sangat diperlukan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka
terjadinya perubahan sikap dan perilaku akan cepat. (Notoatmodjo S 2007)
Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana
penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi
keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang
diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah
berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang
menderita diare. (IDAI 2008)

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat
dirumuskan masalah penelitian adalah Bagaimana tingkat pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita di desa
Pasar Latong pada bulan Juni tahun 2013?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di desa Pasar Latong pada bulan
Juni tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana pemahaman ibu terhadap diare serta cara
penanganan diare pada balita.
b. Mengetahui bagaimana sikap ibu dalam penanganan awal diare
pada balita.
c. Mengetahui pananganan awal diare yang dilakukan oleh para ibu
pada balitanya.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Masyarakat Desa Pasar Latong, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten
Padang Lawas
a. Sebagai sarana untuk mendapatkan informasi bagaimana cara
menangani anak diare dengan baik dan benar.
b. Sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat mengenai penanganan awal diare pada balita.
c. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan diri dan
kesehatan lingkungannya sehingga dapat dilakukan pencegahan
kejadian diare.
2. Instansi Kesehatan

a. Sebagai data dan informasi dalam menggalakkan program


pemberantasan diare seperti penyuluhan kepada masyarakat akan
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menurunkan
angka kejadian diare terutama pada balita.

b. Sebagai masukan untuk penetapan kebijakan dalam pengembangan


program peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

3. Peneliti

a. Peneliti dapat mengamalkan ilmunya mengenai bagaimana cara


penanganan awal diare yang baik dan benar kepada responden.
b. Memberikan pengalaman belajar dan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat) dan kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari tiga kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Simadibrata &
Daldiyono, 2006). Menurut Ulshen (1999), bayi kecil mengeluarkan
tinja kira-kira 5g/kgBB/hari. Jumlah ini meningkat sampai 200g/24
jam pada orang dewasa.
Diare ada dua macam akut dan kronik. Menurut World
Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak daripada normal, yang onset gejalanya tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari empat belas hari. Diare kronik merupakan
diare yang berlangsung lebih dari lima belas hari (Simadibrata &
Daldiyono, 2006).

2.1.2. Etiologi dan Epidemiologi Diare


1. Etiologi Diare
Penyebab umum diare akut dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penyebab Umum Diare Akut
Bayi Anak Remaja
Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteritis
Infeksi sistemik Keracunan makanan Keracunan makanan
Akibat pemakaian Infeksi sistemik Akibat pemakaian
antibiotik Akibat pemakaian antibiotik
antibiotik
Sumber : Buku Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 1999

A. Faktor infeksi sebagai penyebab diare:


a. Virus penyebab gastroenteritis, diantaranya ; Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, dan Norwalk agent.
b. Bakteri penyebab gastroenteritis, seperti ; 1) Escherichia coli :
enterotoksigenik (ETEC), enteropatogenik (EPEC), dan
enteroinvasif (EIEC); 2) Salmonella; 3) Shigella; 4) Vibrio :
V. Cholerae, V. El tor, V. parahemoluticus, V. campylobacter
jejuni/coli (CJC); 5) Clostridia perfringens; 6)
Staphylococcus; 7) Bacteroides.
c. Golongan bakteri tidak patogen, termasuk Pseudomonas,
Staphylococcus albus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus,
Lactobacillus, Achromobacter, Flavobacterium, dan Serratia
marcescens. Golongan bakteri ini biasanya bersifat komensal
dalam usus. Dalam keadaan tertentu seperti malnutrisi, stasis
usus, atau defisiensi imunoglobulin, bakteri ini akan tumbuh
dengan subur sehingga menyebabkan pencernaan serta
absorpsi makanan terganggu dan akhirnya menyebabkan diare
akut maupun kronik.
d. Candida sebagai penyebab gastroenteritis sukar untuk dinilai
hanya atas dasar isolasi karena organisme ini sering terdapat
dalam tinja anak sehat. Parameter lain yaitu patologi mukosa
usus dan respons imunologis. Pemberian antibiotik yang lama
akan menyuburkan pertumbuhan Candida dalam usus tanpa
hambatan.
e. Parasit masih dianggap sebagai penyebab diare karena diare
kronik pada anak yang disebabkan oleh parasit sering
memberatkan keadaan malnutrisi. Angka kejadian infestasi
cacing yang ditemukan adalah Ascaris lumbricoides 34,2 %,
Trichuris trichiura 25,1 %, dan Strongyloides stercoralis 8,1
% (Suharyono, 2008).

B. Faktor noninfeksi sebagai penyebab diare:


a. Alergi makanan : susu, protein
b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit celiac, cystic
fibrosis pada pankreas
c. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
d. Obat-obatan : antibiotik
e. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
f. Emosional atau stress
g. Obstruksi usus (Noerasid, 2003).

2. Epidemiologi Diare
Menurut Depkes RI tahun 2005, epidemiologi penyakit diare adalah sebagai
berikut :
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI
secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol
susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air
minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak,
dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden diare adalah tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
2.1.3. Patogenesis Diare
Suharyono (2008) menguraikan patogenesis diare sebagai berikut:
a. Patogenesis diare akut karena infeksi bakteri
Toksin yang dikeluarkan kolera dan ETEC menimbulkan rangsang
secara biokimiawi terhadap adenilsiklase yang terdapat dalam sel
mukosa usus halus. Peningkatan adenilsiklase mengakibatkan
meningkatnya cyclic 3.5 adenosine monophosphate (cyclic AMP)
yang mengakibatkan keluarnya cairan isotonik dan elektrolit dengan
segera ke dalam lumen usus.
b. Patogenesis diare karena virus
Invasi virus pada mukosa usus menyebabkan kerusakan sel vili
sehingga terdapat villous blunting dan usus kurang mampu
mengabsorpsi garam dan air, serta terdapat kekurangan enzim,
terutama disakaridase yang mengakibatkan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya.
c. Kerusakan mukosa usus halus
Akibat kerusakan mukosa usus halus akan terjadi defisiensi enzim
disakaridase, intoleransi gula, dan malabsorpsi lemak, protein,
vitamin, asam empedu, dan mineral.
d. Hubungan malnutrisi protein energi dan penyakit diare
Diare akut yang berulang dapat menjurus ke malnutrisi protein
energi (MPE). Saluran pencernaan sendiri, terutama usus halus,
mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan oleh MPE
tersebut yang menjurus ke defisiensi enzim dan menyebabkan
absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare kronik.
e. Gangguan imunologi
Dinding usus mempunyai pertahanan yang baik. Bila terjadi
defisiensi sIgA (serum Imunoglobulin A) dapat mengakibatkan
pertumbuhan bakteri, virus, dan jamur berlebih (overgrowth).
Defisiensi cell mediated immunity juga dapat menyebabkan tubuh
tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit dalam usus
singga terjadi diare kronik dan malabsorpsi makanan.
2.1.5. Patofisiologi Diare
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare inflamasi dan diare noninflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi
sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala
klinis yang menyertai keluhan abdomen, seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin, secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta secara mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh
enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak
ada sama sekali. Namun, gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul,
terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan
motilitas. Diare osmotik terjadi apabila bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Sebagai contoh malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau garam magnesium. Diare sekretorik terjadi bila
terdapat gangguan transport elektrolit, baik absorbsi yang berkurang
maupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin
yang dikeluarkan bakteri atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksatif nonosmotik dan beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide. Pada diare eksudatif,
inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa, baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat noninfeksi seperti gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease, atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah
gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus lebih cepat
seperti pada tirotoksikosis, sindroma usus iritabel, atau diabetes melitus.
Diare dapat disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Pada
infeksi bakteri, paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja dalam
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif
mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme
tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein
dkk.,2004).
Diare akut dapat mengakibatkan terjadinya keadaan keadaan
seperti :
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemia atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah; perfusi jaringan berkurang sehingga terjadi hipoksia dan
asidosis metabolik yang semakin memberat; peredaran darah otak
dapat terganggu, kesadaran menurun (soporokomatosa), dan bila
tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.
c. Gangguan gizi terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena
diare dan muntah; kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian
makanan karena takut muntah dan diare pada anak bertambah atau
makanan tetap diberikan tetapi dalam bentuk encer. Hipoglikemia
akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita
malnutrisi atau bayi dengan berat badan rendah. Hipoglikemia dapat
menyebabkan terjadinya edema otak yang dapat mengakibatkan
kejang dan koma (Suharyono, 2008).
2.1.6. Penatalaksanaan Diare
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit. Diare
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau
keseimbangan elektrolit. (Satriya 2008) Karena itu, pengamatan klinis
merupakan langkah awal dalam serangkaian penanganan diare pada
anak. Penanganan awal yang sangat penting adalah mencegah dan
mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun
parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian
akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. (IDAI 2008)
1. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan minum lebih banyak cairan rumah tangga
yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, dan kuah sup.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi, terutama pada anak, penderita harus segera
dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat,
penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer
laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
WHO mengatur pemberian rehidrasi oral harus
mengandung natrium 90 mEq/L, kalium klorida 20 mEq/L, dan
glukosa 111 mEq/L. Gula dapat digunakan sebagai sumber kalori
dan sebagai bagian dari cairan rehidrasi. Tetapi ukuran gula yang
digunakan harus tepat, yaitu 5 gram per 200 ml air. Jika terlalu
banyak gula diberikan akan terjadi diare osmosis. Absorbsi 1
molekul NaCl memerlukan 1 mol glukosa, sehingga
perbandingan antara gula dan garam adalah 1 gram garam dan 5
gram gula dalam 200 cc air masak. (Depkes n.d.)
c. Memberi makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama agar anak tetap kuat, tumbuh, serta
mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk
oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih
minun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu
formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia enam
bulan atau lebih, termasuk bayi yang telah mendapat makanan
padat, harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi
sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan
berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
pengobatan diberikan sesuai indikasi, dengan tetap
mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif
untuk menghentikan diare (Depkes RI, 2002).
e. Penggunaan Obat
Oleh karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan,
self limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, maka
pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien.
Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasif, travelers diarrhea,
atau pada pasien imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon,
misal siprofloksasin. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol
(trimetoprim/sulfametoksazol atau eritromisin).
Menurut Noerasid (2003), pada penderita diare, antibiotik
hanya boleh diberikan apabila ditemukan bakteri patogen pada
pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan atau pada pemeriksaan
makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja.

Tabel 2.2. Antimikroba untuk Mengatasi Diare


Sumber : Subijanto, Ranuh, Djupri dan Soeparto. Managemen Diare
pada Bayi dan Anak.
*Untuk kasus berat

2. Prosedur Tatalaksana Penderita Diare


a. Menilai derajat dehidrasi
Tabel 2.3. Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A. Tanpa B. Dehidrasi C. Dehidrasi
Dehidrasi Ringan-Sedang Berat
Lihat:
Keadaan Umum Baik , Sadar *Gelisah, Rewel *Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut & Lidah Basah Kering Sangat Kering
Rasa Haus Minum *Haus , ingin *Malas minum
biasa, minum banyak atau tidak bisa
tidak haus minum
Periksa
Turgor Kulit Kembali *Kembali lambat *Kembali Sangat
cepat Lambat
Derajat Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
Dehidrasi dehidrasi ringan-sedang ( 1 tanda *
sedang ( 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain)
lebih tanda lain)
Terapi Rencana Rencana Terapi Rencana Terapi C
terapi A B
Sumber : Depkes RI, 2002
Cara membaca tabel untuk menentukan derajat dehidrasi:
Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri
(dari C ke A)
Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya
1 gejala kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1
gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.

b. Menentukan rencana pengobatan


Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi selanjutnya gunakan
bagan Rencana Pengobatan yang sesuai :
i. Rencana terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi
Terdapat tiga cara terapi diare di rumah, yaitu :
Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk
mencegah dehidrasi
Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi
Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam tiga hari atau menderita gejala-gejala: buang air besar
cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang
nyata, makan atau minum sedikit, demam, atau tinja
berdarah.
Berikan larutan oralit setiap habis buang air besar. Oralit
diberikan cukup untuk dua hari.
Tabel 2.4. Jumlah Oralit yang Diberikan Sesudah Buang Air Besar
Umur Jumlah oralit Jumlah oralit yang disediakan
yang diberikan di rumah
tiap BAB
< 1 Tahun 50 100 ml 400 ml /hari (2 bungkus)
1-4 Tahun 100 200 ml 600 800 ml/ hari (3-4 bungkus)
> 5 Tahun 200 300 ml 800 1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300 400 ml 1200 2800 ml / hari

ii. Rencana tetapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan


sedang
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama
Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan
penderita (kg) dengan 75 ml
Bila berat badan anak tidak diketahui dan untuk memudahkan
di lapangan, berikan oralit sesuai tabel dibawah ini.
Tabel 2.5. Perkiraan Jumlah Oralit yang Diberikan Sesuai Umur
Umur <1 tahun 1-4 tahun >5 tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml
Berikan suplemen zink selama 10 14 hari dengan dosis :

6 bulan : tablet (10 mg) per hari.

> 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari.

iii. Rencana tetapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi


berat.
Berikan cairan (Ringer Laklat atau cairan normal salin bila)
secara IV secara intravena (IV) segera sebanyak 100 ml/kgBB
dengan pembagian yang dapat dilihat di tabel 2.7.
Tabel 2.6. Cara Pemberian Cairan Secara Intravena
Umur Pemberian 1- 30 Kemudian 70
ml/kg dalam ml/kg dalam
Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam

Anak =1 tahun jam 2 jam

* Diulangi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba


Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai,
percepat tetesan intravena.
Bila penderita bisa minum, berikan juga oralit (5ml/kg/jam),
biasanya setelah 3-4 jam pada bayi atau 1-2 jam pada anak.
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi kemudian
pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk
melanjutkan terapi (Depkes RI, 2002).
Gambar 2.1 Bagan Alur Tatalaksana Pada Diare Dengan Dehidrasi Berat
Sumber : World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children
2.2. Konsep Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skiner (1983)
seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar. Respons tersebut tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari yang bersangkutan. Benyamin
Bloom (1908), ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku manusia ke
dalam tiga domain, ranah, atau kawasan, yakni: a) kognitif; b) afektif; dan c)
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini digunakan untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),
dan praktik atau tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2007).
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup ke dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan. Dimulai dari tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi
2.2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam bagian lain
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok, yaitu: a) kepercayaan; b) kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap objek; c) kecenderungan untuk bertindak.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan. Tingkatan pertama adalah tahap menerima, selanjutnya
merespons, menghargai, dan bertanggung jawab sebagai sikap yang
paling tinggi
2.2.3. Tindakan atau Perilaku
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan misalnya fasilitas.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional study, karena peneliti hanya melakukan observasi atau pengukuran
variabel pada satu saat tertentu untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita di desa Pasar Latong
bulan Juni tahun 2013 sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan tentang
Cara Penanganan Awal Diare pada Balita. (Alatas, 2008)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 01 Juni 2013 sampai dengan 30 Juni


2013. Sedangkan untuk tempat dilakukannya penelitian ini adalah di desa
Pasar Latong, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang Lawas.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian


Populasi penelitian adalah semua ibu yang memiliki balita di desa
Pasar Latong pada bulan Juni tahun 2013.

3.3.2. Sampel Penelitian


Sampel yang menjadi kasus dalam penelitian ini adalah semua ibu
yang memiliki balita yang pernah mengalami diare di desa Pasar
Latong pada bulan Juni tahun 2013.
Sampel diambil dengan teknik non-probability sampling, yaitu
consecutive sampling yang merupakan metode pengambilan sampel
yang hanya subyek yang datang dan memenuhi kriteria yang
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang dibutuhkan
terpenuhi (Sudigdo, 2008).
Besar sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus besar
sampel minimal untuk studi prevalensi, yaitu:

Keterangan :

= besar sampel

= nilai distribusi normal dengan tertentu

= tingkat kemaknaan yang diinginkan adalah 0,05

maka = 1,645 (Lihat Tabel Distribusi Z pada lampiran 1)

= proporsi kategori diare sebesar 50%

= tingkat ketepatan yang digunakan yaitu 10%

Besar sampel penelitian :

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas didapatkan n = 68, dan


dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya drop out, maka
perhitungan rumus di atas ditambah 10%, sehingga diperoleh besar
sampel sebanyak 75 ibu.

3.4. Kriteria Pemilihan Sampel

3.4.1. Kriteria Penerimaan (Inklusi)


Ibu yang memiliki balita yang pernah mengalami diare dan bersedia
menjadi subyek penelitian.
3.4.2. Kriteria Penolakan (Eksklusi)
Ibu yang memiliki balita yang pernah mengalami diare dan menolak
dilakukan wawancara.

3.5. Variabel
Variabel merupakan fokus penelitian yang akan diamati. Variabel terdiri dari:
1. Variabel bebas (independen), yaitu variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel
bebas adalah tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu.
2. Variabel terikat (dependen), yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini,
variabel terikat adalah penanganan awal diare pada balita.

3.6. Kerangka Konsep dan Definisi Operasional

3.6.1. Kerangka Konsep


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN


Penyuluhan Cara
Pengetahuan, sikap, Penanganan Penanganan awal
Awal Diare pada diare pada balita
dan perilaku ibu
Balita

3.6.2. Definisi Operasional


Pada penelitian ini, yang dinilai adalah tingkat pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita. Jenis diare lebih
difokuskan pada diare akut yang dapat ditangani di rumah.
Sesuai dengan kerangka konsep, maka yang menjadi definisi
operasional penelitian adalah :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hal-hal yang diketahui oleh responden
mengenai penanganan awal diare pada balita. Pengetahuan diukur
dengan metode wawancara dengan menggunakan alat ukur
kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari sebelas
pertanyaan mengenai penanganan awal diare pada balita.
Untuk tiap pertanyaan dilakukan sistem skoring. Penilaian
terhadap variabel pengetahuan dengan memakai skala pengukuran
menurut Pratomo (1986) yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai
angket pengetahuan.
2) Cukup, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari
total nilai angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar < 40% dari total
nilai angket pengetahuan.
Maka, penilaian terhadap variabel pengetahuan responden
dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga, yakni:
a. Pengetahuan baik bila memperoleh skor > 17.
b. Pengetahuan cukup bila memperoleh skor 9-16.
c. Pengetahuan kurang juka memperoleh skor < 8.
2. Sikap
Sikap merupakan respon tertutup dari responden mengenai
penanganan awal diare pada balita yang belum di wujudkan dalam
bentuk perbuatan. Sikap diukur dengan metode wawancara dengan
menggunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner terdiri dari enam
pernyataan benar mengenai mengenai penanganan awal diare pada
balita. Pernyataan ini ditanggapi oleh responden dengan jawaban
setuju, tidak setuju, dan tidak tahu. Untuk jawaban setuju diberi
nilai dua, jawaban tidak setuju diberi nilai satu, dan tidak tahu
diberi nilai nol.
Penilaian terhadap variabel pengetahuan dengan memakai
skala pengukuran menurut Pratomo (1986) yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai
angket sikap.
2) Cukup, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari total
nilai angket sikap.
3) Kurang, bila jawaban responden benar < 40% dari total nilai
angket sikap.
Maka penilaian terhadap variabel sikap responden dengan skala
ordinal dan dikategorikan menjadi tiga, yakni:
a. Memiliki sikap baik bila memperoleh skor > 9
b. Memiliki sikap cukup bila memperoleh skor 6 - 8
c. Memiliki sikap kurang bila memperoleh nilai < 5

3. Perilaku
Perilaku adalah hal-hal yang telah dilakukan responden berkenaan
dengan pengetahuan yang telah didapat. Perilaku diukur dengan metode
wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner yang
digunakan terdiri dari delapan pertanyaan mengenai penanganan awal
diare pada balita. Untuk tiap pertanyaan dilakukan sistem skoring.
Penilaian terhadap variabel pengetahuan dengan memakai skala
pengukuran menurut Pratomo (1986) yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai
angket pengetahuan.
2) Cukup, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari
total nilai angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar < 40% dari total
nilai angket pengetahuan.
Maka, penilaian terhadap variabel pengetahuan responden dengan
skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga, yakni:
b. Pengetahuan baik bila memperoleh skor > 9.
c. Pengetahuan cukup bila memperoleh skor 6 - 8.
d. Pengetahuan kurang juka memperoleh skor < 5.

4. Penyuluhan Cara Penanganan Awal Diare pada Balita


Penyuluhan Cara Penanganan Awal Diare pada Balita merupakan
pemberian penjelasan kepada ibu tentang tata cara penanganan awal
diare yang benar pada balita.

3.7. Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
1. Lembar penjelasan dan lembar persetujuan untuk mengikuti penelitian
2. Daftar pertanyaan (kuesioner)
3. Pulpen
4. Alat penyuluhan yang terdiri dari :
a. Poster Cara Penanganan Awal Diare pada Balita

b. Selebaran (leaflet) Cara Penanganan Awal Diare pada Balita

c. Oralit

3.8. Metode Pengumpulan Data


3.8.1. Persiapan Pengumpulan Data
Persiapan pengumpulan data terdiri dari pemilihan desa, meminta izin
kepada kepala desa, memberitahukan masyarakat melalui bidan desa
tentang penelitian, meminta persetujuan subjek penelitian, dan
mempersiapkan instrumen penelitian.

3.8.2. Prosedur Pengumpulan Data


Penelitian ini akan dilaksanakan apabila subjek penelitian telah
memberi persetujuan setelah penjelasan (informed consent). Metode
pengumpulan data adalah metode wawancara dengan menggunakan
teknik angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dan
relevan terhadap masalah penelitian. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang diberikan kepada
subjek penelitian sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan tentang
Cara Penanganan Awal Diare pada Balita. Selama pelaksanaan
penyuluhan akan disertai dengan sesi diskusi. Kuisioner terdiri dari
beberapa aspek pertanyaan yang meliputi :
1. Identitas dan karakteristik responden
2. Aspek pengetahuan tentang penanganan awal diare pada balita.
3. Aspek sikap tentang penanganan awal diare pada balita.
4. Aspek perilaku tentang penanganan awal diare pada balita.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui data isian lembar
persetujuan dan kuesioner yang diisi langsung oleh subjek penelitian.
Kuisioner berisi daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan masalah
penelitian untuk menilai variabel pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
dalam penanganan awal diare pada balita di desa Pasar Latong bulan Juni
tahun 2013.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bidan desa berupa daftar
nama ibu yang memiliki anak balita di desa Pasar Latong.

3.9. Metode Pengolahan Data


Dalam penelitian ini, data penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner
berupa jawaban dari responden diubah menjadi data kuantitatif dalam bentuk
skor nilai. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dilakukan
pengolahan data dengan menggunakan program lunak komputer yaitu
Statistical Program for Social Science (SPSS for Windows versi 17).
Langkah-langkah dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Editing Data
Editing data merupakan kegiatan mengecek kelengkapan isian kuesioner,
misalnya kelengkapan jawaban, kejelasan penulisan, dan relevansi
pertanyaan dengan jawaban. Kegiatan ini dilakukan mulai dari lapangan
agar data yang salah atau meragukan dapat ditelusuri kembali kepada
responden yang bersangkutan.
b. Koding Data
Koding data merupakan kegiatan mengubah data dari bentuk huruf
menjadi bentuk angka/bilangan untuk memudahkan entry data.
c. Scoring
Pertanyaan yang diberi skor hanya pertanyaan tentang pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu terhadap penanganan awal diare pada balita. Tahap ini
meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil
scoring dari semua pertanyaan.
d. Data Processing
Data processing merupakan tahapan pembuatan struktur data (data
structure), file data (data file), serta entry data dengan perangkat lunak.
e. Cleaning Data (pembersihan data)
Cleaning data merupakan pengecekan kembali data yang sudah dientry,
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut mungkin terjadi pada
saat mengentry ke komputer.
f. Tabulating
Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang
dibutuhkan lalu dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah
diperoleh hasil dengan cara perhitungan, kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam kategori nilai yang telah dibuat.
g. Saving Data
Saving data merupakan penyimpanan data untuk dianalisis.

3.10. Metode Analisis Data


Data penelitian dianalisis secara univariat. Tujuan analisis univariat adalah
untuk menerangkan distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing
variabel yang diamati. Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian
dituangkan ke dalam bentuk tabel.

3.11.Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan secara deskriptif.

3.12. Pelaporan Hasil Penelitian


Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk makalah ilmiah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Profil Desa Pasar Latong
Penelitian ini dilakukan di desa Pasar Latong pada bulan Juni tahun
2013. Desa Pasar Latong terletak di Kecamatan Lubuk Barumun,
Kabupaten Padang Lawas. Desa Pasar Latong merupakan desa dengan
jumlah penduduk terbesar di kecamatan Lubuk Barumun dan masuk ke
dalam wilayah kerja Puskesmas Latong.
1. Data Geografis
Luas wilayah desa Pasar Latong + 9 km2 yang terdiri dari 4
lingkungan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Utara : Desa Aek Lancat / Desa Gunung Manobot/Desa
Huta Dolok
Selatan : Desa Pagaran Jalu-jalu
Timur : Desa Bonal / Desa Pagaran Jae Batu
Barat : Aek Barumun / Desa Aek Batang Taris

2. Data Demografis
Desa Pasar Latong terdiri dari 4 lingkungan. Total jumlah penduduk
desa Pasar Latong sebanyak 3.377 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 1.025 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
2.352 jiwa. Jumlah anak balita di desa Pasar Latong adalah 439
jiwa.

3. Sumber Daya Kesehatan


Desa Pasar Latong memiliki sumber daya kesehatan seperti dokter
umum, dokter gigi, bidan, perawat, dan perawat gigi. Sumber daya
kesehatan tersebut sebagian besar bertugas di Puskesmas Latong.
Jumlah sumber daya kesehatan yang terdapat di desa Pasar Latong
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Jumlah Sumber Daya Kesehatan di Desa Pasar Latong
No Sumber Daya Kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 2
2 Dokter Gigi 1
3 Bidan 27
4 Perawat 5
5 Perawat Gigi 1
6 Asisten Apoteker 1
7 Petugas Gizi 1
8 Refractionist Optician 1
9 Kader Kesehatan Aktif 15

4. Sarana Pelayanan Kesehatan


Desa Pasar Latong memiliki sarana pelayanan kesehatan yang dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Desa Pasar Latong
No Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah
1 Puskesmas 1
2 Praktek Dokter Umum 2
3 Praktek Dokter Gigi 1
4 Posyandu Balita 3
5 Praktek Bidan 11
6 Apotik 1
7 Toko Obat 8

A. Puskesmas Latong
Desa Pasar Latong merupakan wilayah kerja Puskesmas Latong
yang beralamat di Jl. Lintas Sibuhuan-Gunung Tua Km 5,5 Pasar
Latong, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang Lawas
dengan luas wilayah kerja + 21.300 Ha yang terdiri dari 60%
dataran sampai berombak, 30% berombak sampai berbukit, dan
10% berbukit sampai bergunung.
Puskesmas Latong berada pada ketinggian 100 180 meter
dari pemukaan laut dengan iklim berhawa sedang yaitu diantara
25oC - 31oC dan dengan curah hujan + 2000 mm / tahun.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Latong adalah:
Utara : Kecamatan Barumun Tengah
Selatan : Kecamatan Barumun
Barat : Kecamatan Ulu Barumun
Timur : Kecamatan Sosa

Puskesmas Latong mempunyai sarana kesehatan antara lain


puskesmas pembantu, poliklinik umum, poliklinik kesehatan ibu,
ruang laboratorium, apotek, dan gudang obat. Tindakan yang
dapat dilakukan antara lain sirkumsisi, tatalaksana luka dan jahit
minor, serta medikamentosa ringan. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan sputum. Obat-
obatan yang tersedia cukup untuk mengobati penyakit yang
merupakan kompetensi dokter umum, sehingga pengobatan diare
dapat dilanjutkan secara berkala di puskesmas.
Tabel 4.3. Jumlah Sarana Kesehatan di Puskesmas Latong
No Sarana Kesehatan Jumlah
1 Ruang Kepala Puskesmas 1
2 Ruang Periksa Pasien / Kamar Dokter 1
3 Ruang Tata Usaha 1
4 Ruang Suntik KB dan KIA 1
5 Ruang Imunisasi dan P2M 1
6 Ruang TB Paru 1
7 Ruang Apotek 1
8 Gudang Obat 1
9 Kamar Mandi 2
10 Ruang Pertemuan ( Aula ) 1

Selain sarana kesehatan, Puskesmas Latong juga memiliki


pelengkapan yang berperan dalam pelaksanaan laporan administrasi
antara lain : meja, kursi, lemari arsip, satu unit mesin ketik, satu unit
komputer, kartu berobat pasien, buku catatan arsip, kartu laporan,
formulir kegiatan lapangan, buku laporan kegiatan, kartu KIA / KB,
buku bendahara, papan tulis, stempel, dll.
Fasilitas alat-alat kesehatan di Puskesmas Latong terdiri atas :
Alat-alat pemeriksaan kesehatan
Alat-alat pertolongan persalinan
Alat-alat P3K
Timbangan bayi dan dewasa
Alat-alat laboratorium sederhana
Kulkas
Puskesmas Latong dalam rangka menjalankan tugas-tugas
pokoknya memulihkan kesehatan dan pengobatan penyakit didukung
oleh perlengkapan obat-obatan antara lain :
Obat-obat APBD
Obat-obat Askin
Fasilitas imunisasi yang dimiliki Puskesmas Latong antara lain :
Refrigerator (lemari es)
Dysposible syring
Vaksin BCG, DPT, POLIO, Campak, DT, TT, dan Hepatitis B

4.2. Data Kesehatan Masyarakat


4.2.1. Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan dengan
menggunakan kuesioner diperoleh gambaran karakteristik sampel di
Desa Pasar Latong, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang
Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Responden berjumlah 75 orang.
Responden adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita dengan kisaran
usia 18 tahun terendah dan 43 tahun tertinggi.
Adapun distribusi usia responden dan tingkat pendidikan ibu
yang memiliki balita di Desa Pasar Latong dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sampel menurut Usia di Desa Pasar Latong
No Usia Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
1 < 20 tahun 7 9,33
2 20 - 25 tahun 17 22,67
3 26 - 30 tahun 19 25,33
4 31 - 35 tahun 22 29,33
5 36 - 40 tahun 5 6,67
6 > 40 tahun 5 6,67
Jumlah 75 100

Tabel 4.4 memperlihatkan distribusi usia responden dari 75


subyek yang diteliti. Responden terbanyak yang menjadi subyek
penelitian adalah kelompok umur 31-35 tahun sebanyak 22 responden
(29,33%) dan usia termuda kurang dari 20 tahun sebanyak 7 subyek
(9,33%).
Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin baik. Pada usia pertengahan, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak
ada penurunan pada usia ini. (Notoatmodjo S 2005)

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pendidikan di


Desa Pasar Latong
No Pendidikan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
1 Tidak Pernah Sekolah 5 6,67
2 Tidak Tamat SD 11 14,67
3 Tamat SD 14 18,67
4 Tamat SMP 16 21,33
5 Tamat SMA 18 24
6 Tamat Perguruan Tinggi 11 14,67
Jumlah 75 100

Tabel 4.5. mempelihatkan distribusi pendidikan responden yang


paling banyak adalah tamatan SMA sebanyak 18 responden (24%)
dan yang paling sedikit yaitu tidak pernah sekolah sebanyak 5
responden (6,67%).
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan seseorang dengan pendidikan formalnya
yang tinggi, biasanya akan mempunyai tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Namun perlu ditekankan bahwa seorang
yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula. (Widayatun 2004)

4.2.2. Tingkat Pengetahuan Ibu


Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh data yang dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu dalam Penanganan
Awal Diare di Desa Pasar Latong
Tingkat Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan
No Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Pengetahuan Ibu
(n) (%) (n) (%)
1 Baik 10 13,33 61 81,33
2 Cukup 44 58,67 14 18,67
3 Kurang 21 28 0 0
Jumlah 75 100 75 100

Tabel 4.6. menggambarkan tingkat pengetahuan ibu di Desa Pasar


Latong dalam penanganan awal diare pada balita di rumah. Dalam tabel di
atas, mayoritas tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan awal diare di
rumah sebelum dilakukan penyuluhan adalah cukup sebanyak 44
responden (58,67%), kemudian diikuti oleh tingkat pengetahuan kurang
sebanyak 21 reponden (28%) dan yang terakhir tingkat pengetahuan baik
sebanyak 10 responden (13,33%). Setelah dilakukan penyuluhan tentang
penanganan awal diare pada balita, tingkat pengetahuan ibu di Desa Pasar
Latong dalam penanganan awal diare pada balita di rumah mengalami
peningkatan yaitu mayoritas tingkat pengetahuan ibu baik sebanyak 61
responden (81,33%), kemudian diikuti oleh tingkat pengetahuan cukup
sebanyak 14 responden (18,67%).

4.2.3. Tingkat Sikap Ibu


Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh data yang dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Tingkat Sikap Ibu dalam Penanganan Awal Diare
di Desa Pasar Latong
Tingkat Sikap Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan
No Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Ibu
(n) (%) (n) (%)
1 Baik 30 40 67 89,33
2 Cukup 35 46,67 8 10,67
3 Kurang 10 13,33 0 0
Jumlah 75 100 75 100
Tabel 4.7. memperlihatkan distribusi tingkat sikap ibu dalam
penanganan awal diare di Desa Pasar Latong, Kecamatan Lubuk Barumun,
Kabupaten Padang Lawas sebelum dilakukan penyuluhan mayoritas ibu
berada pada tingkat sikap cukup sebanyak 35 responden (46,67%),
kemudian tingkat sikap baik 30 responden (40%), dan tingkat sikap kurang
sebanyak 10 responden (13,33%). Setelah dilakukan penyuluhan tentang
penanganan awal diare pada balita, tingkat sikap ibu di Desa Pasar Latong
dalam penanganan awal diare pada balita di rumah mengalami
peningkatan yaitu mayoritas tingkat sikap ibu baik sebanyak 67 responden
(89,33%), kemudian diikuti oleh tingkat sikap cukup sebanyak 8
responden (10,67%).

4.2.4. Tingkat Perilaku Ibu


Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh data yang dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8. Distribusi Tingkat Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal
Diare di Desa Pasar Latong Sebelum Penyuluhan
Tingkat Perilaku Ibu Sebelum Penyuluhan
No Jumlah (n) Persentase (%)
1 Baik 10 13,33
2 Cukup 43 57,34
3 Kurang 22 29,33
Jumlah 75 100
Tabel 4.8. menggambarkan distribusi tingkat perilaku ibu dalam
penanganan awal diare di Desa Pasar Latong, Kecamatan Lubuk Barumun,
Kabupaten Padang Lawas sebelum dilakukan penyuluhan mayoritas ibu
berada pada tingkat perilaku cukup sebanyak 43 responden (57,34%),
diikuti dengan tingkat perilaku kurang sebanyak 22 responden (29,33%),
dan tingkat perilaku baik sebanyak 10 reponden (13,33%).

Setelah dilakukan penyuluhan tentang penanganan awal diare pada


balita, diharapkan tingkat perilaku ibu di Desa Pasar Latong dalam
penanganan awal diare pada balita di rumah mengalami peningkatan
sesuai dengan isian kuesioner penelitian oleh responden seperti terlihat
pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Distribusi Tingkat Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal
Diare di Desa Pasar Latong Sesudah Penyuluhan
Tingkat Perilaku Ibu Sesudah Penyuluhan
No Jumlah (n) Persentase (%)
1 Baik 55 73,33
2 Cukup 20 26,67
3 Kurang 0 0
Jumlah 75 100

Tabel 4.9. menggambarkan distribusi harapan tingkat perilaku ibu


dalam penanganan awal diare di Desa Pasar Latong, Kecamatan Lubuk
Barumun, Kabupaten Padang Lawas setelah dilakukan penyuluhan
kemungkinan mayoritas ibu berada pada tingkat perilaku baik sebanyak 55
responden (73,33%) dan diikuti dengan tingkat perilaku cukup sebanyak
20 responden (26,67%).
BAB V
HASIL DISKUSI

5.1. Pembahasan Tingkat Pengetahuan Ibu


Pengetahuan seseorang bisa diakibatkan oleh berbagai faktor yang
kompleks dan saling mempengaruhi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya pendidikan dan usia.
(Notoatmodjo S 2005).
Distribusi pengetahuan ibu tentang pengertian Diare dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 5.1. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Pengertian Diare

Jawaban Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan


No Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Responden (n) (%) (n) (%)
1 Benar 36 48 65 86,67
2 Kurang Tepat 36 48 10 13,33
3 Tidak Tahu 3 4 0 0
Jumlah 75 100 75 100

Tabel 5.1 memperlihatkan distribusi jawaban responden mengenai


pertanyaan pengertian diare sebelum dan sesudah penyuluhan. Jawaban
dikatakan benar jika responden memilih jawaban buang air besar dalam
bentuk cair, lebih dari 3 kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung
selama 2 hari atau lebih. Responden yang menjawab benar sebelum
penyuluhan sebanyak 36 responden (48%) dan sesudah penyuluhan
meningkat menjadi 65 responden (86,67%). Jawaban kurang tepat jika
responden memilih buang air besar dalam bentuk cair atau peningkatan
frekuensi buang air besar. 36 reponden (48%) menjawab kurang tepat
sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan berkurang menjadi 10
responden (13,33%). Sebanyak 2 responden (3%) menjawab tidak tahu
sebelum penyuluhan dan tidak satupun responden yang menjawab tidak tahu
setelah penyuluhan.
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu tentang pengertian
diare sebelum penyuluhan masih kurang karena yang dapat menjawab dengan
benar dan kurang benar jumlahnya sama yaitu 36 responden (48%). Hal ini
dapat dikarenakan pengetahuan ibu yang kurang atau memang ibu kurang
mendapatkan informasi. Setelah dilakukan penyuluhan, tingkat pengetahuan
ibu tentang pengertian diare menjadi baik. Hal ini menandakan bahwa isi
penyuluhan tentang pengertian diare tersampaikan dengan baik kepada
responden.
Distribusi pengetahuan spesifik dalam penanganan awal diare dapat
dilihat pada tabel 5.2 dan 5.3.
Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Spesifik dalam Penanganan Awal Diare
Sebelum Penyuluhan
Pengetahuan Ya Tidak Jumlah
N % n % n %
Responden
Tanda-tanda Dehidrasi 47 62,67 28 37,33 75 100
Minum Air 63 84 12 16 75 100
Oralit 64 85,33 11 14,67 75 100
Suplemen Zink 12 16 63 84 75 100

Tabel 5.3. Distribusi Pengetahuan Spesifik dalam Penanganan Awal Diare


Sesudah Penyuluhan
Pengetahuan Ya Tidak Jumlah
N % n % n %
Responden
Tanda-tanda Dehidrasi 63 84 12 16 75 100
Minum Air 71 94,67 4 5,33 75 100
Oralit 74 98,67 1 1,33 75 100
Suplemen Zink 64 85,33 11 14,67 75 100
Keterangan :
n = Frekuensi
% = Persentase

Tabel 5.2 dan 5.3 memperlihatkan jawaban responden mengenai


penanganan awal diare. Pengetahuan ibu mengenai tanda-tanda dehidrasi
sangat penting agar ibu mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Apakah tetap ditangani di rumah atau harus segera dibawa ke rumah sakit.
(Depkes n.d.) Sebelum dilakukan penyuluhan responden yang menjawab Ya
sebanyak 47 responden (62,67%) dan responden yang menjawab Tidak
sebanyak 28 responden (37,33%). Dari hasil tersebut masih banyak ibu yang
belum mengetahui apa saja tanda-tanda dehidrasi pada anak. Setelah dilakukan
penyuluhan responden yang menjawab Ya sebanyak 63 responden (84%) dan
responden yang menjawab Tidak sebanyak 12 responden (16%). Hasil
tersebut menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan ibu tentang tanda-tanda
dehidrasi pada anak, sehingga diharapkan ibu menjadi lebih waspada dalam
penanganan awal diare dan dapat memutuskan apakah anaknya tetap ditangani
di rumah atau harus dirujuk segera ke palayanan kesehatan.
Banyak ibu yang sudah mengetahui bahwa memberikan minum lebih
banyak saat anak diare merupakan salah satu penanganan awal diare. Hal ini
dapat dilihat sebelum dilakukan penyuluhan, jumlah responden yang menjawab
Ya sebanyak 63 responden (84%) dan responden yang menjawab Tidak
sebanyak 12 responden (16%) dari 75 sampel yang diambil. Hasilnya semakin
meningkat setelah dilakukan penyuluhan yaitu responden yang menjawab Ya
sebanyak 71 responden (94,67%) dan responden yang menjawab Tidak
sebanyak 4 responden (5,33%). Hasil tersebut menunjukkan terjadi
peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian air minum lebih banyak saat
anak diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Begitu pula dengan penggunaan oralit sebagai penanganan awal diare
sudah banyak diketahui oleh responden. Hal ini dibuktikan dengan hasil
sebelum dilakukan penyuluhan responden yang menjawab Ya sebanyak 64
responden (85,33%) dan responden yang menjawab Tidak sebanyak 11
responden (14,67%). Setelah dilakukan penyuluhan, hasil tesebut meningkat
sehingga responden yang menjawab Ya sebanyak 74 responden (98,67%)
dan responden yang menjawab Tidak sebanyak 1 responden (1,33%).

Sedangkan pengetahuan ibu tentang pemberian suplemen zink pada anak


yang sedang mengalami diare masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari
hasil kuesioner sebelum penyuluhan, ibu yang menjawab Ya sebanyak 12
responden (16%) dan yang menjawab Tidak sebanyak 63 responden (84%).
Responden yang sudah mengetahui bahwa suplemen zink diberikan saat anak
sedang diare adalah ibu yang balitanya pernah mengalami diare akut dengan
dehidrasi ringan-sedang atau diare dengan dehidrasi berat sampai dirawat di
rumah sakit. Pengetahuan meraka didapat dari pengalaman yang pernah
mereka alami. Setelah dilakukan penyuluhan ibu yang menjawab Ya
sebanyak 64 responden (85,33%) dan yang menjawab Tidak sebanyak 11
responden (14,67%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan ibu
tentang pemberian suplemen zink pada anak yang sedang diare setelah
dilakukan penyuluhan mengalami peningkatan.
Distribusi pengetahuan ibu tentang bahan membuat oralit dapat dilihat
pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Bahan Membuat Oralit
Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan
Jawaban Responden Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Air, Gula, dan Garam 41 54,66 74 98,67
Air dan Garam 17 22,67 1 1,33
Tidak Tahu 17 22,67 0 0
Jumlah 75 100 75 100

Tabel 5.4 memperlihatkan rata-rata responden yang menjawab benar


yaitu air, gula, dan garam sebanyak 41 responden (54,66%). Namun masih
banyak pula ibu yang mengetahui hanya air dan garam saja bahan untuk
membuat oralit atau ibu yang tidak dapat membuat oralit sendiri di rumah yaitu
sebanyak 17 responden (22,67%). Ibu yang tidak dapat membuat oralit sendiri
di rumah berdasarkan wawancara saat pengisian kuesioner dapat disebabkan
oleh karena ibu membeli oralit kemasan yang tinggal diseduh dengan air atau
memang ibu itu belum pernah menggunakan oralit sebagai penanganan awal
ketika anak sedang diare.
5.2. Pembahasan Tingkat Sikap Ibu
Distribusi frekuensi berbagai sikap ibu dalam penanganan awal diare pada
balita dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Berbagai Sikap Ibu dalam Penanganan
Awal Diare pada Balita sebelum dilakukan Penyuluhan
Tidak Tidak
Setuju Jumlah
Sikap Ibu Setuju Tahu
n % n % N % n %
Anak diare harus segera
ditangani 74 98,67 1 1,33 0 0 75 100

Penanganan awal diare


dapat dilakukan di rumah 55 73,34 16 21,33 4 5,33 75 100

Anak diare diberikan


obat antidiare 36 48 36 48 3 4 75 100

Anak diare harus


dipuasakan 8 10,67 67 89,33 0 0 75 100

Oralit dapat dibuat


sendiri dirumah 59 78,67 2 2,66 14 18,67 75 100

Anak diare memerlukan


13 17,33 0 0 62 82,67 75 100
suplemen zink

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berbagai Sikap Ibu dalam Penanganan


Awal Diare pada Balita sesudah dilakukan Penyuluhan
Tidak Tidak
Setuju Jumlah
Sikap Ibu Setuju Tahu
N % n % N % N %
Anak diare harus segera
ditangani 75 100 0 0 0 0 75 100

Penanganan awal diare


dapat dilakukan di rumah 71 94,67 4 5,33 0 0 75 100

Anak diare diberikan


obat antidiare 37 49,33 38 50,67 0 0 75 100

Anak diare harus


dipuasakan 0 0 75 100 0 0 75 100

Oralit dapat dibuat


sendiri dirumah 75 100 0 0 0 0 75 100

Anak diare memerlukan


72 96 2 2,67 1 1,33 75 100
suplemen zink
Keterangan :
n = Frekuensi
% = Persentase
Tabel 5.5 dan 5.6 memperlihatkan berbagai sikap ibu dalam
penanganan awal diare pada balitanya. Dalam pernyataan bahwa diare harus
segera ditangani, sebelum dilakukan penyuluhan 74 responden (98,67%)
menjawab setuju dan hanya 1 responden (1,33%) yang menjawab tidak
setuju. Setelah dilakukan penyuluhan seluruh responden menjawab setuju
yaitu 75 responden (100%). Ini menggambarkan bahwa sudah banyak ibu
yang memberi perhatian lebih pada anak yang sedang mengalami diare.
Dalam pernyataan penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah 55
responden (73,34%) menjawab setuju, 16 responden (21,33%) menjawab
tidak setuju dan 4 responden (5,33%) menjawab tidak tahu. Ibu yang
menjawab tidak setuju dikarenakan mereka memiliki kepercayaan bahwa jika
anak sakit harus segera dibawa ke dokter atau karena mereka tidak
mengetahui bagaimana penanganan awal diare. Karena sebanarnya
penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah dengan prinsip mencegah
dehidrasi, yaitu dengan memberikan cairan lebih banyak. Cairan dapat
berupa air matang, makanan yang banyak mengandung air (sup/bubur) atau
oralit. Oralit pun dapat dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan
yang tersedia di dapur yaitu air putih matang, gula, dan garam. Setelah
dilakukan penyuluhan 71 responden (94,67%) menjawab setuju, 4 responden
(5,33%) menjawab tidak setuju dan tidak ada responden yang menjawab
tidak tahu. Hasil ini menunjukkan bahwa responden sudah mengetahui
bagaimana penanganan awal diare di rumah.
Dalam pernyataan pada saat anak diare diberikan obat antidiare,
sebelum dilakukan penyuluhan 36 responden (48%) menjawab setuju, dalam
jumlah yang sama dengan jawaban tidak setuju dan 3 responden (4%)
menjawab tidak tahu. Setelah dilakukan penyuluhan 37 responden (49,33%)
menjawab setuju, 38 responden (50,67%) menjawab tidak setuju, dan tidak
ada yang menjawab tidak tahu. Hasil ini menunjukkan ibu yang sudah yakin
melakukan penanganan awal diare pada balitanya hampir sama dengan ibu
yang sangat memberi perhatian lebih pada anak yang sedang diare sehingga
tetap harus diberikan obat antidiare.
Dalam pernyataan anak diare harus dipuasakan, ternyata sebelum
dilakukan penyuluhan masih ada ibu yang menjawab setuju sebanyak 8
responden (10,67%) dan sebanyak 67 responden (89,33%) menjawab tidak
setuju. Kebiasaan penderita diare dipuasakan dapat memperburuk keadaan
penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan pada penderita diare harus
tetap dilakukan. Ternyata ibu-ibu di Desa Pasar Latong masih ada yang
memuasakan anaknya saat sedang diare. Setelah dilakukan penyuluhan,
seluruh responden menjawab tidak setuju yaitu 75 responden (100%). Hasil
ini menunjukkan bahwa pandangan tentang anak diare harus dipuasakan
sudah berkurang. Namun pemberian edukasi yang baik dan benar bahwa
anak diare harus tetap diberikan makanan harus tetap dilakukan.
Dalam pernyataan bahwa oralit dapat dibuat sendiri di rumah, sebelum
dilakukan penyuluhan sebanyak 59 responden (78,67%) menjawab setuju dan
ini memungkinkan bahwa mereka dapat membuat sendiri dirumah. Sebanyak
2 responden (2,66%) menjawab tidak setuju dan sebanyak 14 responden
(18,67%) menjawab tidak tahu. Masih ada ibu yang tidak mengetahui bahwa
oralit dapat dibuat sendiri di rumah. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya
informasi yang diberikan atau kurangnya perhatian ibu terhadap informasi
yang ada. Setelah dilakukan penyuluhan seluruh responden yaitu 75
responden (100%) menjawab setuju. Hasil ini menunjukkan bahwa
responden sudah mengetahui bagaimana cara pembuatan oralit di rumah.
Dalam pernyataan anak diare memerlukan suplemen zink, sebelum
dilakukan penyuluhan sebanyak 13 responden (17,33%) menjawab setuju dan
62 responden (82,67%) menjawab tidak tahu. Setelah dilakukan penyuluhan
sebanyak 72 responden (96%) menjawab setuju, 2 responden (2,67%)
menjawab tidak setuju, dan 1 responden (1,33%) menjawab tidak tahu. Hasil
tersebut menunjukkan walaupun telah banyak ibu yang mengetahui bahwa
anak diare memerlukan suplemen zink, namun masih ada ibu yang tidak
mengetahui. Dalam hal ini penyuluhan selanjutnya masih sangat dibutuhkan
masyarakat.

5.3. Pembahasan Tingkat Perilaku Ibu


Distribusi frekuensi berbagai perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada
balita dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.7. Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan
Makanan yang Ibu Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Berikan
Tetap seperti biasa 36 48 12 16
Makanan lebih lunak 39 52 63 84

Jumlah 75 100 75 100

Tabel 5.7 memperlihatkan distribusi perilaku ibu dalam pemberian


makanan pada saat sedang mengalami diare. Sebelum dilakukan penyuluhan
ibu yang memberikan makanan tetap seperti biasa sebanyak 36 responden
(48%) dan ibu yang memberikan makanan lebih lunak sebanyak 39
responden (52%). Setelah dilakukan penyuluhan, kemungkinan ibu yang
memberikan makanan tetap seperti biasa sebanyak 12 responden (16%) dan
ibu yang memberikan makanan lebih lunak sebanyak 63 responden (84%).
Masih banyak ibu yang memberikan makanan tetap seperti biasa, mereka
beralasan diare anaknya tidak begitu parah dan anak masih mau makan. Hal
ini lebih baik dibandingkan ibu yang tidak memberikan anaknya makanan
saat anak mengalami diare.
Tabel 5.8. Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Sebelum Dilakukan Penyuluhan
Ya Tidak Jumlah
Perilaku Ibu
N % N % n %
Memberikan oralit 70 93,33 5 6,67 75 100
Memberikan suplemen zink 13 17,33 62 82,67 75 100
Memberikan obat tradisional 64 85,33 11 14,67 75 100
Memberikan obat antidiare 40 53,33 35 46,67 75 100
Langsung membawa anak ke petugas
32 42,67 43 57,33 75 100
kesehatan

Tabel 5.9. Distribusi Harapan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal


Diare Sesudah Dilakukan Penyuluhan
Ya Tidak Jumlah
Perilaku Ibu
N % N % N %
Memberikan oralit 75 100 0 0 75 100
Memberikan suplemen zink 72 96 3 4 75 100
Memberikan obat tradisional 6 8 69 92 75 100
Memberikan obat antidiare 37 49,33 38 50,67 75 100
Langsung membawa anak ke petugas
22 29,33 53 70,67 75 100
kesehatan
Keterangan :
n = Frekuensi
% = Persentase

Tabel 5.8 dan 5.9 memperlihatkan berbagai perilaku ibu dalam


penanganan awal diare pada balita. Sebelum dilakukan penyuluhan ibu yang
memberikan oralit sebanyak 70 responden (93,33%) dan ibu yang tidak
memberikan oralit sebanyak 5 responden (6,67%). Ibu yang tidak
memberikan oralit saat ditanyakan, mereka menjawab anaknya tidak suka
dan tidak mau minum oralit. Selain itu, masih banyak yang menganggap
bahwa oralit adalah obat diare. Setelah diberikan oralit dan diare anaknya
tidak sembuh, banyak ibu beranggapan anaknya tidak cocok dengan oralit.
Pemahaman seperti ini harus segera diluruskan. Setelah dilakukan
penyuluhan, kemungkinan seluruh responden menjawab Ya untuk
memberikan oralit.
Sebelum dilakukan penyuluhan ibu yang memberikan suplemen zink
sebanyak 13 responden (17,33%) dan yang tidak memberikan suplemen zink
saat anaknya diare sebanyak 62 responden (82,67%). Setelah dilakukan
penyuluhan kemungkinan ibu yang memberikan suplemen zink sebanyak 72
responden (96%) dan yang tidak memberikan suplemen zink saat anaknya
diare sebanyak 3 responden (4%). Dari hasil tersebut masih perlu promosi
penggunaan suplemen zink saat anak diare.

Sampai saat ini masih banyak ibu yang memberikan obat tradisional
saat mengetahui anaknya sakit. Seperti pada saat anaknya diare masih banyak
ibu yang memberikan obat tradisional seperti rebusan daun jambu biji,
kunyit, dan teh pahit. Sebelum dilakukan penyuluhan sebanyak 64 responden
(85,33%) memberikan obat tradisional dan sebanyak 11 responden (14,67%)
tidak memberikannya. Setelah dilakukan penyuluhan kemungkinan sebanyak
6 responden (8%) masih memberikan obat tradisional dan sebanyak 69
responden (92%) tidak memberikan obat tradisional.
Sebelum dilakukan penyuluhan ibu yang memberikan obat antidiare
saat anaknya diare sebanyak 40 responden (53,33%) dan yang tidak
memberikan obat antidiare saat anaknya diare 35 responden (36,67%).
Mayoritas ibu memberikan obat antidiare. Namun, masih banyak ibu yang
tidak memberikan obat antidiare saat anaknya diare. Perlu edukasi lebih
kepada para ibu agar tidak memberikan obat antidiare tanpa resep dokter.
Setelah dilakukan penyuluhan kemungkinan ibu yang memberikan obat
antidiare saat anaknya diare sebanyak 37 responden (49,33%) dan yang tidak
memberikan obat antidiare saat anaknya diare 38 responden (50,67%).
Kebanyakan ibu langsung membawa anaknya ke petugas kesehatan
saat baru mengalami diare, padahal sebenarnya masih bisa ditangani di
rumah. Sebelum dilakukan penyuluhan kemungkinan sebanyak 32 responden
(42,67%) menjawab langsung membawa ke petugas kesehatan dan 43
responden (57,33%) masih ditangani sendiri di rumah. Setelah dilakukan
penyuluhan kemungkinan sebanyak 22 responden (29,33%) menjawab
langsung membawa ke petugas kesehatan dan 53 responden (70,67%) masih
ditangani sendiri di rumah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat
diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Distribusi umur sampel terbanyak adalah kelompok umur 31-35 tahun
sebanyak 22 responden (29,33%) dan usia termuda kurang dari 20 tahun
sebanyak 7 subyek (9,33%).
2. Distribusi pendidikan sampel terbanyak adalah tamat SMA sebanyak 18
responden (24%) dan yang paling sedikit tidak pernah sekolah sebanyak
5 responden (6,67%).

3. Hasil penelitian dengan sebaran dari 75 responden dengan rincian


sebagai berikut:

a. Tingkat Pengetahuan

i. Sebelum dilakukan penyuluhan : baik sebanyak 10 responden


(13,33%), cukup sebanyak 44 responden (58,67%), dan kurang
sebanyak 21 reponden (28%).

ii. Setelah dilakukan penyuluhan : baik sebanyak 61 responden


(81,33%), cukup sebanyak 14 responden (18,67%), dan kurang
0 responden (0%).

b. Tingkat Sikap

i. Sebelum dilakukan penyuluhan : baik sebanyak 30 responden


(40%), cukup sebanyak 35 responden (46,67%), dan kurang
sebanyak 10 responden (13,33%).

ii. Setelah dilakukan penyuluhan : baik sebanyak 67 responden


(89,33%), cukup sebanyak 8 responden (10,67%), dan kurang
0 responden (0%).
c. Tingkat Perilaku

i. Sebelum dilakukan penyuluhan : baik sebanyak 10 reponden


(13,33%), cukup sebanyak 43 responden (57,34%), dan kurang
sebanyak 22 responden (29,33%).

ii. Setelah dilakukan penyuluhan, harapan tingkat pengetahuan


ibu baik sebanyak 55 responden (73,33%), cukup sebanyak 20
responden (26,67%), dan kurang 0 responden (0%).

6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian
ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Desa Pasar Latong,


khususnya Puskesmas Latong untuk dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan berupa Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai
penanganan awal diare pada balita agar tingkat pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu yang memiliki balita menjadi lebih baik.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar lebih baik dalam menyusun
parameter penilaian terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku
responden serta mengkaji variabel-variabel lain yang mungkin akan
mempengaruhi tingkat perilaku responden mengenai penanganan
awal diare pada balita.
3. Sebaiknya penelitian dilakukan dalam waktu yang lebih lama, agar
mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

4. Setelah melakukan penelitian ini dan didapatkan hasil tingkat


pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare
pada balita di Desa Pasar Latong, maka peneliti menyarankan kepada
pihak terkait terutama Puskesmas Latong untuk melakukan
penyuluhan mengenai penanganan awal diare pada balita yang dapat
dilakukan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia:
Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia. Available from:
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/01_Wiku%20AS_FAKTOR
%20RISIKO%20DIARE_Revisi.PDF. [Accessed 31 March 2013].
Amiruddin, R. (2008). Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare.
Available from: http://ridwanamiruddin.wordpress.com. [Accessed 17
February 2013].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Available from:
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. [Accessed
31 March 2013].
Behrman, Kliegman, dan Jenson. (2003). Nelson Textbook of pediatrics. 17th ed.
USA: Saunders. p 1274 81
Dahlan, M. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. p 34 - 9
Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf Available from:
http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana
%20Diare.pdf [Accessed 14 March 2013].
Farthing, M., et al. 2008. Acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation.
Hiswani. (2003). Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat
yang Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan.
Available from:http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf
[Accessed 14 March 2013].
IDAI. (2008). Diare pada Anak. Available from: http://idai.go.id [Accessed 25
March 2013].
Ikhwansyah. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak
Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan
Selatan. Available from:http://pupasca.ugm.ac.idfiles(1750-H-2004).pdf
[Accessed 14 March 2013].
Kliegman, Marcdante, Jenson, dan Behrman. (2007). Nelson Essential of
Prdiatrics. 5th ed. USA: Elsevier. p 161 - 5
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Noerasid, Haroen. 2003. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam: Suharyono,
Aswitha Boediarso., dan E.M. Halimun. Gastroenterologi Anak Praktis.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 51-76.
Pratomo, H., 1986. Definisi Operasional dari Variabel. Dalam: Pedoman
Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan
Keluarga Berencana/ Kependudukan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan R. I PMU Pengembangan FKM di Indonesia, 24-6.
Sandhu, BK. (2001). Pratical guideline for the management of gastroenteritis in
children J Ped Gastroenterol Nutr ;33:S36-9
Satriya, D. (2008). Diare Akut pada Anak, upaya mengurangi kejadian komplikasi
diare akut.pdf FK UNRI. Available from:http://dr-deddy.com/artikel-
kesehatan/1-diare-akut-pada-anak.html [Accessed 06 May 2013].
Simadibrata K., Marcellus & Daldiyono. 2006. Diare Akut. Dalam : Sudoyo, Aru
W., dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 408-14.
Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada Bayi
dan Anak.pdf Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr. Seotomo Surabaya.
Suharyono. 2008. Diare Akut : Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta
The United Nations Childrens Fund, 2009. New UNICEF/WHO report focuses
attention on diarrheal diseasethe second leading killer of children under 5
and outlines 7-point plan to control this preventable and treatable illness.
Washington: World Health Organisation. Available from:
http://www.path.org/news/pr091014-unicef-diarrhea.php. [Accessed 8
March 2013].
Ulshen, Martin. 1999. Gejala-gejala dan Tanda-tanda Utama Gangguan Saluran
Pencernaan. Dalam: Behrman, Richard E., Robert M.Kliegman, and Ann
M.Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 2. Jakarta: EGC,
1271-8.
Widayatun, TS. (2004). Ilmu Perilaku.Jakarta: CV Sagung Seto.
Widiono, S. (2001). Studi Potensi Desa untuk Intervensi Perubahan Perilaku
Kesehatan dalam Penanganan Diare (Penelitian di Desa Talung Pauh,
Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara).pdf Jurnal
Penelitian UNIB, Vol. VII, No. 2, Juli, h. 89 95.
World Health Organization. (2000). Pocket Book of Hospital Care for Children. p.
109 32
YPHA. (2004). Kondisi Kesehatan Anak Indonesia: di Bawah Ancaman Gizi
Buruk, DBD, HIV/AIDS, dan Flu Burung. Available
from:http://ypha.or.idfilesKondisi_Kesehatan_Anak_Indonesia.pdf
[Accessed 14 March 2013].
Zein, Umar, Sagala, dan Ginting. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1

TABEL DISTRIBUSI Z

Untuk menentukan nilai distribusi pada rumus sampel berdasarkan

tingkat kemaknaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tingkat Kemaknaan satu arah dua arah

0,01 2,576 2,581


0,02 2,238 2,576
0,03 1,960 2,238
0,05 1,645 1,960
0,10 1,282 1,645
0,15 1,036 1,440
0,20 1,842 1,282

LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb.


Salam Sejahtera,
Saya dr. Masitoh Sahara Nasution, dokter internship di Puskesmas Latong sedang
mengadakan penelitian dengan judul Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare pada Balita di desa Pasar
Latong bulan Juni tahun 2013. Tujuan saya mengikutsertakan Ibu dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku Ibu
dalam penanganan awal diare pada anak, yang nantinya akan berpengaruh
terhadap kesehatan anak Anda. Saya mengharapkan jawaban yang sebenar-
benarnya dan kerja sama dari Ibu. Informasi yang Ibu berikan akan digunakan
untuk mengembangkan perilaku dan tidak akan digunakan untuk maksud-maksud
lain selain penelitian ini.
Partisipasi Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas, Ibu bebas untuk ikut
atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Partisipasi Ibu dalam penelitian ini
bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas Ibu akan dirahasiakan. Kerahasiaan
data Ibu akan dijamin sepenuhnya. Walaupun data Ibu dipublikasikan dalam hasil
penelitian, tetap kerahasiaan data Ibu akan dijaga.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan
kesediaan waktu Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Latong, Juni 2013


Peneliti,

(dr. MASITOH SAHARA NASUTION)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


MENGIKUTI PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami sepenuhnya
tentang penelitian yang berjudul Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare pada Balita di desa Pasar
Latong bulan Juni tahun 2013
Nama Peneliti : dr. MASITOH SAHARA NASUTION
Jenis Penelitia : Deskriptif dengan desain Cross-Sectional
Waktu Penelitian : 01 Juni 2013 30 Juni 2013
Instansi Peneliti : Puskesmas Latong, Lubuk Barumun, Padang Lawas
Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara
sukarela sebagai subjek penelitian.

Latong, Juni 2013

(__________________ )
Nama dan Tanda Tangan

LAMPIRAN 3

KUESIONER
Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal
Diare pada Balita di Puskesmas Latong bulan Juni tahun 2013
Dokter umum
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
DATA SUBJEK PENELITIAN

Sebelum Penyuluhan Sesudah Penyuluhan


Usia
NO Nama Pendidikan Skor Skor Skor Skor Skor Skor
(tahun)
Pengetahuan Sikap Tindakan Pengetahuan Sikap Tindakan
1 HDS 30 6 13 11 6 23 12 11
2 EP 28 5 20 7 8 21 11 11
3 WHYH 21 5 3 6 5 16 10 9
4 SK 19 4 13 11 8 19 12 10
5 MH 20 5 12 10 6 17 12 10
6 ASH 33 4 9 10 7 18 10 9
7 LR 35 6 18 9 6 21 10 11
8 MSP 43 5 14 10 7 20 12 10
9 RA 26 6 16 11 6 22 12 12
10 NAS 18 3 9 8 4 19 10 8
11 ISR 25 4 14 8 5 18 10 9
12 SKL 27 6 19 11 10 21 12 11
13 HS 32 5 15 9 8 21 10 9
14 SB 29 5 10 7 4 20 10 8
15 RH 26 6 20 10 9 23 12 11
16 DW 24 6 19 9 8 21 10 10
17 SA 32 4 10 6 5 17 10 9
18 E 22 2 6 5 5 17 10 8
19 LA 33 6 18 10 10 20 11 10
20 EAN 41 5 16 9 9 19 10 10
21 EN 33 4 9 5 7 16 9 9
22 GAKL 35 5 12 6 8 20 10 9
23 NHL 28 5 16 8 9 19 10 9
24 NA 29 3 8 6 5 17 10 9
25 MEH 34 6 17 8 9 18 10 10
26 I 26 2 7 5 5 16 8 7
27 LHD 34 6 20 9 9 21 11 10
28 YWN 31 6 19 10 8 21 11 10
29 EPS 32 4 10 6 5 17 10 9
30 SFH 33 4 9 8 7 19 9 8
31 AHN 25 4 14 9 7 21 10 9
32 SD 27 3 8 7 6 17 9 8
33 SKL 21 2 9 9 5 18 9 7
34 MAD 29 3 7 7 5 17 8 8
35 NA 32 5 11 8 7 16 9 9
36 PKS 27 1 3 7 5 16 9 7
37 AP 32 4 7 8 6 18 9 8
38 KL 40 2 4 7 6 16 9 9
39 IP 21 2 6 6 6 17 8 8
40 MSM 18 2 10 9 7 17 10 10
41 STS 33 5 13 10 8 18 11 9
42 RA 35 2 11 9 7 19 11 9
43 ASD 23 4 9 8 8 17 11 10
44 SAB 19 2 4 6 6 16 9 8
45 APD 35 3 15 10 8 18 10 9
46 AD 36 5 16 11 9 21 11 10
47 MPL 43 1 3 4 4 9 8 6
48 NAY 33 5 13 9 8 20 10 9
49 IPSP 20 3 11 8 7 19 9 9
50 NH 29 3 16 9 9 20 9 10
51 WDF 40 2 2 5 5 12 8 8
52 SAN 41 6 19 10 8 21 11 10
53 MR 28 5 10 6 5 17 10 9
54 USN 23 5 9 8 7 19 9 8
55 JD 25 3 11 8 7 19 9 9
56 LWH 30 3 16 9 8 20 9 10
57 NRD 34 1 2 5 4 12 8 8
58 NH 27 3 9 5 7 16 9 9
59 ASAH 19 3 12 6 8 20 10 9
60 MFS 20 4 3 6 5 16 10 9
61 FLD 33 5 13 11 8 19 12 10
62 AN 28 5 12 10 6 17 12 10
63 KN 19 4 9 10 7 18 10 9
64 CJH 22 3 12 6 8 20 10 9
65 MNM 38 1 3 6 5 16 10 9
66 DH 31 4 10 8 7 17 10 8
67 NLS 25 5 16 8 9 19 10 9
68 BN 24 2 3 5 5 19 10 8
69 PAS 28 2 9 7 6 20 11 9
70 AMH 30 4 9 8 5 16 10 9
71 PRD 31 4 7 5 8 19 12 10
72 AMP 20 4 6 7 6 17 12 10
73 MKM 38 3 9 9 7 18 10 9
74 AM 18 3 7 7 5 17 8 8
75 CMS 41 1 8 5 5 21 8 7

Anda mungkin juga menyukai