Anda di halaman 1dari 16

PORTOPOLIO

Kasus 1
Topik : Thalassemia β dd ISPA
Tanggal (kasus) : 15 Februari 2018 Presenter : dr. Enrico Fermi Hutagalung
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Herianto, SpPD
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Seorang anak laki-laki, usia 15 tahun, datang dengan keluhan pucat
□ Tujuan : Menegakkan diagnosis
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara □ Presentasi dan □ Pos
□ Diskusi □ E-mail
Membahas : Diskusi
Nama : An. J , Laki-laki, 15
Data Pasien : No. Registrasi : 021767
tahun
Terdaftar sejak : 12 Februari
Nama RS: RSU Sekayu Telp :
2018
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Gambaran Klinis: Seorang anak laki-laki, usia 15 tahun, datang ke RSU Sekayu dengan
keluhan pucat. Menurut keterangan ayahnya, keluhan pucat paling terlihat di daerah bibir,
telapak tangan, dan telapak kaki. Keluhan pucat terjadi secara berulang dan pertama kali os
tampak pucat saat kelas 2 SD. Pasien sudah didiagnosis thalasemia sejak kelas 2 SD. Sejak
saat itu os sering mendapatkan transfusi darah rata-rata setiap 4 minggu sekali atau jika os
tampak semakin pucat. Setelah dilakukan transfusi keluhan pucat berkurang. Terakhir kali
keluhan yang sama muncul dan os mendapatkan transfusi darah pada tahun 2016. Keluhan
pucat disertai rasa cepat lelah. Keluhan disertai rasa pusing, namun tidak sampai
mengganggu konsentrasi saat belajar. Selain itu os juga mengalami demam disertai nyeri
menelan. Riwayat mudah patah tulang bukan akibat benturan atau trauma lainnya dan
tanpa diketahui sebab yang jelas disangkal. Riwayat pernikahan anggota keluarga yang
masih berhubungan darah disangkal. Riwayat perdarahan seperti mimisan, kecelakaan,
perdarahan yang sukar berhenti, adanya luka memar serta bintik kemerahan yang sering
muncul dikulit atau gejala muntah dan berak darah disangkal. Riwayat adanya perubahan
tingkah laku yang aneh disangkal.
2. Riwayat Pengobatan: (Rutin transfusi darah)
3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien didiagnosis menderita thalasemia sejak kelas 2 SD
4. Riwayat Keluarga : Riwayat dalam keluarga yang mengalami penyakit yang sama
disangkal
5. Riwayat Pekerjaan(orangtua) : Ayah pasien berkebun, ibu pasien sebagai ibu rumah
tangga.
Kesan: Sosio ekonomi menengah kebawah
6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Cukup bulan, partus normal pervaginam, di praktik
bidan dengan pertolongan Bidan, BB dan PB lahir serta Lingkar kepala ayah os lupa

7. Riwayat Imunisasi: lengkap


Hasil Pembelajaran :
1. Definisi thalassemia
2. Penyebab thalassemia
3. Gejala-gejala thalassemia
4. Tanda-tanda thalassemia
5. Penatalaksanaan thalassemia
6. Komplikasi thalassemia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Os datang dengan keluhan pucat. Pucat terutama terlihat di daerah bibir, telapak tangan,
dan telapak kaki. Keluhan pucat terjadi secara berulang. Pasien sering mendapatkan
transfusi darah rata-rata setiap 4 minggu sekali atau jika os tampak semakin pucat.
Keluhan disertai rasa pusing, namun tidak sampai mengganggu konsentrasi saat belajar.
Selain itu os juga mengalami demam disertai nyeri menelan.

2. Objektif :

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

a. Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Bentuk : Normosefali, gambaran wajah khas (facies cooley)

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik (+/+)


Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-) faring hiperemis

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I dan II (+) normal, murmur (-)


Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, perkusi timpani
Hepar : Tidak Teraba
Lien : Teraba di Schuffner 3
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Tonus 5/5
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Lk: 14-18 gr%


Hemoglobin 7,4
Wn: 12-16 gr%

Leukosit 4.500 4500-10.700 ul

Hitung jenis leukosit

 Basofil 0 0-1 %

 Eosinofil 0 1-3%

 Neutrofil 1 1-6 %

Lk: 4.6- 6.2 ul


Eritrosit 3,5
Wn: 4.2- 5,4 ul

Lk: 40-54 %
Hematokrit 21%
Wn: 38-47 %

Trombosit 222.000 159-400 u\l

Golongan Darah A

Rhesus +

3. Assesment :

Diagnosis yang ditegakkan pada pasien ialah Thalasemia β dd ISPA. Penegakkan


diagnosis Thalasemia β berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dengan ayah os didapatkan bahwa os nampak pucat, pucat
paling terlihat di daerah bibir, telapak tangan, dan telapak kaki. Keluhan ini terjadi
secara berulang dan pertama kali os tampak pucat saat kelas 2 SD. Os juga merasa lemas
dan lesu. Os sudah didiagnosis thalasemia sejak kelas 2 SD. Sejak saat itu os sering
mendapatkan transfusi darah rata-rata setiap 4 minggu sekali atau jika os tampak semakin
pucat. Setelah dilakukan transfusi keluhan pucat berkurang. Terakhir kali keluhan yang
sama muncul dan os mendapatkan transfusi darah pada tahun 2016. Saat ini os juga
merasa sakit menelan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, tampak
sakit ringan, dan tampak gambaran wajah khas (facies cooley). Ditemukan konjungtiva
anemis, sklera ikterik, splenomegali, dan turgor kulit baik. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan penurunan Hb (7,4 mg/dl).
Thalassemia adalah kelainan heredniter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu
(α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan produksi
rantai globin lain yang normal. Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi
lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik
mikrositik.
Thalasemia β minor biasanya asimtomatis usia saat timbulnya gejala bervariasi
secara signifikan meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik). Berbeda
dengan thalasemia β mayor yang normal saat lahir tapi berkembang menjadi anemia
signifikan sejak tahun pertama kelahiran. Pasien thalasemia akan mengalami gejala
umum anemia seperti sakit kepala, pusing, lemah, keringat dingin, takikardi, sesak napas,
dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva). Penderita thalasemia juga cenderung mudah terkena infeksi.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah rutin,
namun tidak dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dikarenakan diagnosis
thalassemia pada pasien ini telah ditegakkan sebelumnya. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatkan adanya kadar hemoglobin yang rendah. Berdasarkan literatur, perhitungan
darah rutin dan hapusan darah tepi digunakan untuk membantu penegakkan diagnosis
thalassemia. Anemia yang terjadi pada pasien perlu ditelusuri lebih lanjut. Namun dari
data yang didapatkan, anemia yang terjadi pada pasien diperkirakan akibat kelainan
hematologi, yaitu Thalasemia dan memang sebelumnya os sudah pernah didiagnosa
thalasemia. Tidak menutup kemungkinan defisiensi besi dapat menjadi penyebab anemia
pada os, walaupun pada anemia defisiensi besi ataupun anemia akibat infestasi cacing
seharusnya tidak disertai organomegali. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut,
yaitu Hb elektroforesis serta kadar serum feritin. Pemeriksaan Hb elektroforesis pada
pasien ini kemungkinan besar telah dilakukan, dikarenakan pasien merupakan pasien
lama yang telah terdiagnosis sebelumnya. Pemeriksaan kadar serum feritin dipergunakan
untuk pertimbangan pemberian terapi medikamentosa yakni desferoxamine yang
bertujuan mengurangi efek hemosiderosis akibat transfusi berulang.

4. Plan :

Pengobatan:
Prinsip dasar penatalaksanaan thalasemia dengan anemia adalah dengan
transfusi darah. Bila Hb >6,0 mg/dl Transfusi dengan dosis 10-15 mL/kgBB
Packed Red Cells (PRC), sedangkan pada Hb <5,0 mg/dl dapat diberikan
dengan dosis 5ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Pada keadaan darurat sisa
darah yang masih ada di kantong dapat dihabiskan dalam 2-3 jam, asalkan
total darah yang dibeerikan tidak melebihi dosis harian 10-15 mL/kgBB.
Dapat juga kita menggunakan rumus [DHb (target Hb-Hb saat ini) x BB x 4

Terapi yang digunakan pada pasien ini adalah terapi transfusi. Jenis transfusi
yang diberikan adalah PRC. Pasien dengan thalassemia membutuhkan terapi
medis, dan transfusi darah merupakan terapi utama yang efektif untuk
memperpanjang masa hidup. Transfusi darah mencegah komplikasi akibat
anemia, eliminasi eritropoesis yang inefektif, pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, serta memperpanjang masa hidup pasien.
Obat-obatan :
a. Asam folat 2 x 500 mg/hari per oral.
b. Vitamin E 2x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun
Vitamin E 2 x 200 IU untuk anak lebih dari 5 tahun.
c. Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10
tahun dan 100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari)
dan hanya diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO)
d. Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi
kelasi besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin 1x1)
e. Terapi simptomatik lainnya
f. Terapi pembedahan, yakni splenektomi. Indikasi dilakukannya
splenektomi adalah limpa yang terlalu besar sehingga terjadi hambatan
gerak bagi pasien, menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan
meningkatkan bahaya terjadinya rupture
Pendidikan :
Edukasi dilakukan kepada pasien dan keluarganya
 Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari
hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang mengandung
besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh, udang, tiram, dan
sayuran berwarna hijau tua.
 Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh
hitam, kopi, produk susu.
 Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat kadar besi
yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan makanan lain yang
mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram, kerang, sayuran berwarna
hijau tua, kedelai
 Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada susu
formula.
Konsultasi : -

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Talasemia
Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalasemia banyak di antara mutasi
ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang
disintesis dalam eritrosit thalasemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
thalasemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4)
tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya,
sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalasemia.1

B. Epidemiologi Talasemia
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalasemia. Fakta ini
mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak;
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di
dunia. Beberapa tipe thalasemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.
Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania,
thalasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia
Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.2
Thalasemia  memiliki distribusi sama dengan thalasemia  Dengan kekecualian
di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan
bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian
thalasemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia
Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalasemia   menyebabkan thalasemia HbE
sangat tinggi di wilayah ini.2,3
Yayasan Thalasemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak
lahir di dunia dengan Thalasemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000
anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalasemia trait
jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang.3,4
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalasemia
mayor yang berobat jalan di Pusat Thalasemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang
terdiri dari 52,5 % pasien thalasemia β homozigot, 46,2 % pasien thalasemia HbE,
serta thalasemia α 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. 3,4

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia. 2

C. Klasifikasi Talasemia
Thalasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Sebagaimana telah disebutkan di atas,
secara garis besar terdapat dua tipe utama thalasemia, yaitu α thalassemia dan β
thalasemia. Selain itu juga terdapat tipe thalasemia lain seperti thalasemia
intermediate. Thalasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-
dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot
gejalanya lebih berat dari thalasemia  atau .2

Gambar 2. Herediter thalasemia

Tabel 1. Klasifikasi Thalasemia

Abnormalitas genetic Sindroma klinik


Thalasemia α

Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis Kematian in utero

Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H Anemia hemolitik

Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia α° ) Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi


biasanya tanpa anemia
Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia α+ )

Thalasemia β

Homozigot – thalasemia mayor Anemia berat perlu transfusi darah

Heterzigot- trait thalasemia Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi


biasanya dengan atau tanpa anemia

Thalasemia intermediate

Sindroma klinik yang disebabkan oleh sejenis lesi Anemia hipokrom mikrositik, hepato-
genetik splenomegali, kelebihan beban besi.

D. Manifestasi Klinis Talasemia


Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah
tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala
klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu, tidak aktif
beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang
konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi
berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,
konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien dan atau hepar.5
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai
terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia.6
Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya
ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram
(EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada
dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada
EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.

E. Pemeriksaan Penunjang Talasemia


Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia
ialah:
1. Darah8,9,10
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah :
a. Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
b. Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
c. Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel
dan target sel.

Gambar 9. Sapuan darah tepi pada thalasemia7

d. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.
e. Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi
batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalasemia saja, namun juga
pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalasemia α adalah ditemukannya Hb
Barts dan Hb H. Pada thalasemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.9,10
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3. 9,10

Gambar 10. Sapuan sumsum tulang, May-Giemsa stain, x100010

4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar. 5,8,10

Gambar 11. Gmabar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi penipisan
korteks.10
F. Penatalaksanaan Talasemia
 Transfusi darah
Sebelum mendapat transfusi darah maka orang tua pasien dengan diagnosis β0-
thalasemia harus mendapat penjelasan bahwa pengobatan yang akan dijalani anak
mereka adalah pengobatan seumur hidup. Transfusi biasanya dilakukan setiap
bulan dengan target Hb sebelum transfusi >9.5 dan <10.5 g/dL. Sebelum
dilakukan transfusi pertama, idealnya harus diukur status besi dan folat, diberikan
vaksin hepatitis B, dan fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan,
sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi. Transfusi dengan dosis 10-15
mL/kgBB Packed Red Cells (PRC). 11
 Obat-obatan
 Asam folat 2 x 1 mg/hari per oral.
 Vitamin E 2x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun, 2 x 200 IU untuk anak
lebih dari 5 tahun.
 Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10 tahun
dan 100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya
diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien
dengan gangguan fungsi jantung. 11
 Diet 11:
 Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari
hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang
mengandung besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh,
udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.
 Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal,
teh hitam, kopi, produk susu.
 Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat kadar
besi yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan makanan lain
yang mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram, kerang, sayuran
berwarna hijau tua, kedelai
 Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada susu
formula.
 Vitamin D (50,000 IU tiap minggu sampai mencapai kadar normal) ini
diindikasikan bagi pasien yang memiliki 25-hydroxy vitamin D <20 ng/dL.
 Lengkapi imunisasi
 Periksa kadar feritin
 Diperiksa setelah transfusi darah sudah mencapai 3000-5000 ml atau sudah
menjalani 15-20x transfusi.
 Diagnosis kelebihan besi dalam tubuh didapat dengan melakukan
pemeriksaan kadar feritin serum, biopsi hati dan Magnetic Resonance
Imaging jantung.
 Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi
kelasi besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin) juga
diberi Vitamin C 2-3 mg/kg/hari.
 Terapi kombinasi deferiosamin dan deferiprone jika kadar feritin >3000
ng/ml yang bertahan minimal selama 3 bulan, adanya gangguan
jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi, untuk jangka waktu tertentu (6-
12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung saat evaluasi.

Splenektomi
Sebagian besar pasien dengan thalasemia beta yang berat akan mengalami
pembesaran limpa yang bermakna dan peningkatan kebutuhan sel darah merah setiap
tahunnya pada dekade pertama kehidupan. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan
sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya melebihi 200
mL/kgBB/tahun. Waktu pelaksanaan sebaiknya pada saat anak berusia lebih dari 5
tahun untuk menghindari terjadinya kemungkinan infeksi. Dua sampai tiga minggu
sebelum dilakukan operasi, pasien sebaiknya diimunisasi HiB, Hepatitis B, dan
pneumococcal. Selain itu, fungsi hati terutma PT-APTT, fungsi ginjal, foto toraks,
fungsi jantung, dan uji fungsi paru juga dilakukan. Untuk antibiotik jika anak alergi
penisilin maka dapat diganti dengan eritromisin. Setelah operasi, waspadai terjanya
trombositosis 3 hari setelah operasi dan bahaya infeksi selama 2 tahun setelah operasi.
Jika trombosit > 600.000 / μl sebaiknya dimulai pemberian aspirin dosis rendah (1x80
mg oral). Splenektomi dilakukan dengan indikasi, yaitu11:
 Tanda-tanda hiperslenisme dini: kebutuhan transfusi sudah mencapai 200-250
ml/kgBB/tahun.
 Tanda-tanda hipersplenisme lanjut: pansitopenia
 Limpa > 6 cm di bawah arkus kosta, yang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mencegah terjadinya ruptur.

Transplantasi Sumsum Tulang


Transplantasi sumsum tulang telah menyembuhkan >1.000 pasien yang
memiliki talasemia mayor. Keberhasilan terbesar ketika transplantasi dilakukan pada
saat usia < 15 tahun tanpa adanya penumpukan besi dan hepatomegali serta memiliki
HLA yang sesuai dengan donor.11

G. Prognosis Talasemia
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalasemia. Kondisi
klinis penderita thalasemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga
berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi.
Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan
meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah
biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena
penimbunan besi. 11

LAMPIRAN
(Anak J, 15 tahun)

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom
Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish Hassan M. Thalassemia. Agust 28, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-
6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku
Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010.
Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hematologi.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human Services. Thalassemias. Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.
7. Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. August 28, 2009. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview
8. Takeshita, K. Thalassemia Beta. August 30, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview
9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. August 30, 2010. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and Arneil’s
Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.

Anda mungkin juga menyukai