Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN WAKTU DAN PENANGANAN PREHOSPITAL DENGAN KOMPLIKASI SYOK

PADA PASIEN FRAKTUR DI INSTALASI GAWAT DARURAT


RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2018

Wijayanti W*, Yosra Sigit.P*, Endang Sri.P*

Universitas Muhmmadiyah Banjarmasin


Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Program Studi S.1 Keperawatan

Email : Wijayantiwulandari25@yahoo.om

Abstrak

Salah satu komplikasi yang paling banyak terjadi pada pasien fraktur adalah syok. Penanganan prehospital
yang cepat dan tepat penting untuk menyelamatkan nyawa dan dapat mencegah komplikasi syok terjadi.
Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan waktu dan penanganan prehospital dengan komplikasi syok
pada pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan desain
studi korelasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin. Populasi penelitian seluruh pasien fraktur dan penolong pertama yang mengalami
fraktur didapatkan sampel sebanyak 36 responden dengan cara accidental sampling. Pengumpulan data
dengan lembar wawancara dan observasi. Analisis data yang digunakan menggunaan Uji Spearman Rank.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan waktu prehospital (ρ=0,000) dan penanganan
prehospital (ρ=0.003) dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi Gawat darurat RSUD Ulin
Banjarmasin. Penanganan prehospital yang cepat dan tepat dapat mempengaruhi kondisi korban dan
menurunkan resiko komplikasi syok pada pasien fraktur. Di harapkan penolong dapat memberikan pelayanan
prehospital dengan baik serta dinas kesehatan melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat
awam dalam penanganan korban kecelakaan.

Kata kunci: fraktur, penanganan prehospital , syok, waktu prehospital.


Daftar Rujukan: 58 (2007-2018)

1
CORRELATION TIME AND PREHOSPITAL TREATMENT WITH SHOCK COMPLICATION
IN FRACTURE PATIENT AT EMERGENCY ROOM OF RSUD ULIN
BANJARMASIN 2018

Wijayanti W*, Yosra S*, Endang S.P*

University of Muhammadiyah Banjarmasin


Faculty of Nursing and Health Sciences
Nursing S.1 Program

Email : Wijayantiwulandari25@yahoo.om

ABSTRACT

One of the most common complications in fractured patients is shock. Fast and precise prehospital
treatment is important for saving lives and can prevent shock complications from occurring. The purpose
of this study was to analyze the relationship of time and prehospital treatment with shock complications
in fracture patients in the Emergency Room of RSUD Ulin Banjarmasin. This study uses a correlational
study design with a cross sectional approach. This research was carried out in the Emergency Room of
RSUD Ulin Banjarmasin. The study population of all fracture and first helper patients who suffered
fractures was 36 samples taken by accidental sampling method. Data collection with interview and
observation sheets. Analysis of the data used uses the Spearman Rank Test.

The results of the study concluded that there was a relationship between prehospital time (ρ = 0,000) and
prehospital treatment (ρ = 0.003) with shock complications in fracture patients at the Emergency Room of
RSUD Ulin Banjarmasin. Right and fast prehospital treatment can affect the condition of the victim and
reduce the risk of shock complications in fracture patients. It is hoped that rescuers can provide good
prehospital services as well as the health office to provide counseling and training to ordinary people in
handling accident victims.

Keywords: fracture, prehospital time, prehospital treatment, shock

Reference List : 58 (2007-2018)

1. Pendahuluan
Pada penanganan trauma, termasuk fraktur dikenal dengan istilah “Golden Hour” yaitu satu jam
pertama setelah cedera yang merupakan waktu terbaik untuk memberikan pertolongan. Jika tindakan
dilakukan dalam 1 jam pertama setelah cedera, maka angka kematian dan kesakitan dapat
diminimalkan (Stiver, dkk, 2008). Penanganan segera korban gawat darurat adalah kunci pokok
keselamatan dan pencegahan komplikasi, oleh karena itu kesegeraan (respons time) dan travelling
time yang pendek merupakan faktor terpenting dalam penanganan kedaruratan (Apriyanto, 2010).
Penanganan awal dalam ruang emergency sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan
menyelamatkan ekstrimitas yang mengalami fraktur. survey primer (mengamankan jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi) dan sekunder yang cepat dan tepat mampu akan mengidentifikasi secara
1
dini komplikasi berbahaya dari fraktur, seperti syok, cedera arteri besar, crush syndrome dan
sindrom kompartemen (Parahita, 2013).
2
World Health Organization (WHO) mencatat kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta
orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat
kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat
menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Sekian
banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki
prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2% (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2010, disebutkan dari 84.774 orang kasus cedera 5,8 %
mengalami patah tulang (fraktur). Menurut Depkes RI didapatkan 25 % penderita fraktur mengalami
kematian 45 % mengalami cacat fisik, 15 % mengalami stress psikologis dan bahkan depresi, serta
(10 % mengalami kesembuhan dengan baik (Riskesdas, 2010). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 melaporkan bahwa fraktur di Indonesia terjadi sebanyak 40,6% akibat kecelakaan dan
40,9% fraktur terjadi akibat jatuh. Masalah cedera ini mengalami peningkatan dari 7,5% pada tahun
2007 menjadi 8,2% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2016) terhadap 31 pasien yang cedera kepala berat di RSUD
Ulin Banjarmasin dinyatakan ada hubungan antara penolong pertama, lama penanganan pertama,
dan alat transportasi pasien dengan komplikasi sekunder dengan p < 0,05, berdasarkan uji regresi
logistik diketahui bahwa exp (B) 22.078 artinya variabel yang paling berhubungan dengan
komplikasi sekunder adalah lama penanganan pertama. Penelitian yang sama juga dilaksanakan
oleh Widyastuti (2015) terhadap 73 pasien cedera kepala di RSUD H. Damanhuri Barabai. Penelitian
tersebut menunjukan bahwa waktu prehospital dan penangannya mempengaruhi survival pasien
cedera kepala dengan p < 0,05 dan nilai exp B (OR) penanganan prehospital 0.319 artinya faktor
yang paling berhubungan dengan survival pasien cedera kepala adalah penanganan prehospital.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 4-5 Juli 2018 di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Ulin Banjarmasin, fraktur merupakan termasuk 4 (empat) besar penyakit bedah terbanyak di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin. Angka kejadian fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Ulin Banjarmasin pada tahun 2015 433 kasus tahun 2016 berjumlah 455 kasus, tahun 2017
berjumlah 492 kasus, bulan Januari-Mei 2018 berjumlah 183 kasus. Dari hasil tersebut angka
kejadian fraktur semakin meningkat setiap tahunnya. Dari 5 (lima) kasus pasien fraktur 3 (tiga)
pasien fraktur memiliki waktu prehospital >1 jam dan 2 (dua) pasien fraktur <1 jam. Dari 5 (lima)
kasus fraktur ada 2 (dua) pasien yang mengalami syok. Berdasarkan hasil wawancara dengan
perawat rata-rata banyak pasien fraktur yang tiba di Instalasi Gawat Darurat memiliki waktu
prehospital lebih dari 1 jam setelah kejadian. Lamanya waktu prehospital menurut informasi karena
rata-rata adalah pasien rujukan dan lokasi yang jauh. Pasien fraktur yang datang ke Instalasi Gawat
Darurat sebagian besar belum mendapatkan penanganan selama masa prehospital hal ini yang
menyebabkan munculnya komplikasi pada beberapa pasien fraktur.

Pertolongan yang tidak tepat di lapangan dan semakin lamanya penanganan pertama yang diberikan
kepada pasien fraktur, maka semakin besar pula resiko komplikasi yang terjadi. Makin cepat
penanganan kasus fraktur maka semakin baik pula prognosis terhadap pasien dan mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut. Penanganan prehospital sangatlah penting karena merupakan
waktu yang sangat kritis untuk dilakukan penanganan sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi
lebih lanjut atau kecacatan pada pasien fraktur.

Dari fenomena diatas peneliti tertarik ingin melakukan penelitian lebih lanjut di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Ulin Banjarmasin karena RSUD Ulin Banjarmasin merupakan Rumah Sakit rujukan
pertama Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah di samping itu RSUD Ulin mempunyai sarana
dan prasarana yang lengkap sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien.
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan waktu dan penanganan
prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin
Banjarmasin”

3
2. Metode Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah studi korelasional yang merupakan penelitian atau penelaahan
hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau kelompok dengan metode pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur dan penolong yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin. Pada Bulan Oktober dan November. Sampel yang
diambil adalah berjumlah 36 responden dengan cara accidental sampling. Pengambilan data dengan
lembar wawancara dan lembar observasi. Lembar wawancara waktu prehospital cepat = <1 jam dan
lambat = >1 jam. Lembar wawancara penanganan prehospital terdiri dari 12 pertanyaan dengan
meliputi penanganan pendarahan, pencegahan infeksi, kepatenan jalan napas, penanganan
imobilisasi sendi, transportasi dan stabilisasi. Analisis data menggunakan uji kolerasi Spearman
Rank (Rho).

3. Hasil Penelitian
Analisis Univariat
a. Waktu prehospital
Distribusi frekuensi pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
berdasarkan waktu prehospital dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10 Karakteristik Pasien Menurut Waktu Prehospital di Instalasi Gawat


Darurat RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018
No Waktu Frekuensi Persentase

1 Cepat 26 72,2 %

2 Lambat 10 27,8 %

Total 36 100

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan bahwa dari 36 responden di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar memiliki waktu prehospital cepat yaitu sebanyak
26 orang (72,2%).

b. Penanganan prehospital
Distribusi frekuensi pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
berdasarkan penanganan prehospital dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.11 Karakteristik Pasien Menurut Penanganan Prehospital di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018
No Penanganan Frekuensi Persentase

1 Tepat 10 27,8 %

2 Kurang Tepat 17 47,2 %

3 Tidak Tepat 9 25 %

Total 36 100

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa dari 36 responden di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar penanganan prehospital adalah penanganan yang
kurang tepat yaitu sebanyak 17 orang (47,2%).

c. Komplikasi syok
Distribusi frekuensi pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
berdasarkan komplikasi syok dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

4
Tabel 4.12 Karakteristik Pasien Menurut Komplikasi Syok di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin
No Waktu Frekuensi Persentase

1 Syok 8 22,2 %

2 Tidak Syok 28 77,8 %

Total 36 100

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukan bahwa dari 36 responden di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar responden tidak mengalami syok yaitu sebanyak 28
orang (77,8 %) dan mengalami syok sebanyak 8 orang (22,2 %).

Analisis Bivariat

a. Hubungan waktu prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2018 selengkapnya disajikan pada tabel
4.13 berikut ini :
Tabel 4.13 Distribusi Hubungan Waktu Prehospital dengan Komplikasi Syok Pasien
Fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin Tahun
2018
Komplikasi Syok
Waktu
Prehospital Tidak Syok Syok Total

N % N % N %

Cepat 24 92,3 2 7,7 26 100

Lambat 4 40 6 60 10 100

Total 28 77,8 8 22,2 36 100

ρ : 0.000; α: 0,05; Korelasi Koeffisien : 0,564

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukan bahwa waktu prehospital responden cepat sebagian
besar tanpa mengalami syok yaitu sebanyak 24 orang (92,3 %), sedangkan waktu
prehospital responden lambat sebagian besar mengalami syok yaitu sebanyak 6 orang (60
%). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara waktu prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur, hasil uji statistik
didapatkan ρ value 0,000 (< 0,05) dengan demikian dari hasil tersebut maka H 0 ditolak
berarti ada hubungan waktu prehospital dengan komplikasi syok pasien fraktur di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.

b. Hubungan penanganan prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di


Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2018 selengkapnya disajikan pada
tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.14 Distribusi Hubungan Penanganan Prehospital dengan Komplikasi Syok
Pasien Fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
Tahun 2018
Komplikasi Syok
Penanganan
Prehospital Tidak Syok Syok Total

N % N % N %

5
Tepat 10 100 0 0 10 100

Kurang Tepat 14 82,4 3 17,6 17 100

Tidak tepat 4 44,4 5 55,6 9 100

Total 28 77,8 8 22,2 36 100

ρ : 0.003; α: 0,05; Korelasi Koeffesien : 0,479

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukan bahwa penanganan prehospital responden kurang


tepat sebagian besar tanpa mengalami syok yaitu sebanyak 14 orang (82,4 %), sedangkan
penanganan prehospital responden tidak tepat sebagian besar mengalami syok yaitu
sebanyak 5 orang (55,6 %). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara penanganan prehospital dengan komplikasi syok pasien
fraktur, hasil uji statistik didapatkan ρ value 0,003 (< 0,05) dengan demikian dari hasil
tersebut maka H0 ditolak berarti ada hubungan penanganan prehospital dengan
komplikasi syok pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.

4. Pembahasan
a. Waktu prehospital
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan bahwa dari 36 responden sebagian besar responden
dikategorikan memiliki waktu prehospital cepat sebanyak 26 (72,2 %). Hasil penelitian dari
wawancara didapatkan waktu prehospital cepat dikarenakan sebagian alat transportasi yang
membawa pasien menggunakan ambulance yaitu sebanyak 7 (19,4 %) dan mobil 20 (55,6 %).
Waktu prehospital cepat dikarenakan menggunakan Ambulance yang dapat membawa pasien
dengan cepat dengan penentuan rute yang cepat pula. Ambulance mendapatkan jalur khusus di
jalan untuk membawa korban sehingga akan mempercepat korban kecelakaan dari lokasi
kejadian sampai ke pelayanan kesehatan dari pada alat transportasi lainnya transportasi yang
digunakan pada fase prehospital salah satu faktor mempercepat waktu yang diperlukan menuju
Rumah Sakit. Menurut Pasal 134 dan 135 UU no.22 tahun l2009 mengenai hal dan prioritas
kendaraan gawat darurat untuk mendapatkan keutamaan dalam berlalu lintas adalah proses
transportasi menggunakan Ambulance akan mempercepat korban kecelakaan dari tempat
kejadian ke tempat pelayanan kegawatdaruratan. Menurut Sigh, (2007) pada penelitian yang
dilakukan didapakan mayoritas pasien cedera kepala dibawa ke Instalasi Gawat Darurat
menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Penggunaan transportasi bertujuan supaya pasien
dapat cepat sampai dirumah sakit sehingga penanganan pasien masih dalam rentang waktu
golden hours. Menurut Sukonco (2010) sistem mobilisasi (transportasi) pasien menuju fasilitas
pelayanan gawat darurat juga memegang peranan sangat penting dalam mempercepat waktu
penanganan pertama pada korban kecelakaan.

Berdasarkan hasil wawancara waktu prehospital cepat juga dikarenakan jarak tempat kejadian
dengan Rumah Sakit yang dekat (< 1km) yaitu sebanyak 17 (47,2 %), dimana jarak yang dekat
antara tempat kejadian kecelakaan dengan Rumah Sakit akan lebih mudah untuk dijangkau
dengan waktu < 1 jam sehingga korban akan lebih cepat di bawa ke pelayanan kesehatan dan
mendapatkan penanganan lebih lanjut. Orang yang menemukan pertama kali atau first
responder sebagian adalah petugas kesehatan sebanyak 9 (25 %) dan orang awam khusus
sebanyak 7 (19,4 %), dimana petugas kesehatan dan orang awam khusus akan lebih cepat dalam
memberikan pertolongan dan membawanya segera atau meminta bantuan untuk transportasi ke
fasilitas kesehatan terdekat. Menurut penelitian Erdiana, dkk (2013) menjelaskan bahwa respons
time dipengaruhi dari tiga komponen tersebut karena komunikasi yang lancar akan
mempercepat tim ambulan datang ketempat kejadian dan sumber daya yang terlatih akan
memberikan dampak respons time yang efektif.

b. Penanganan prehospital
Berdasarkan tabel 4.11 dari 36 responden menunjukan bahwa penanganan prehospital sebagian
besar mendapatkan penanganan kurang tepat sebanyak 17 (47,2 %) dan penanganan tidak tepat

6
sebanyak 9 (25 %). Hasil penelitian dari wawancara didapatkan penanganan kurang tepat dan
tidak tepat paling banyak dibagian imobilisasi sendi, kepatenan jalan napas dan kontrol
pendarahan. Penanganan prehospital kurang tepat dan tidak tepat dikarenakan sebagian besar
penolong pertamanya adalah orang awam yaitu sebanyak 20 (55,6 %). Penanganan prehospital
yang kurang tepat bahkan tidak tepat dapat disebabkan oleh penolong pertama yaitu orang
awam, orang awam artinya orang yang tidak terlatih dalam penanganan korban kecelakaan
sehingga tidak memiliki pengetahuan maupun kemampuan untuk menolong korban kecelakaan
sehingga dalam penanganaan di lapangan kurang tepat dan tidak tepat. Listyana (2015)
menyatakan bahwa penolong pertama dalam kategori pengetahuan kurang baik disebabkan oleh
minimnya informasi yang didapat oleh penolong pertama sehingga mempengaruhi kemampuan
dan keterampilan dalam melakukan pertolongan.

c. Komplikasi Syok
Berdasarkan tabel 4.12 sebagian responden dikategorikan mengalami syok sebanyak 8 (22,2 %).
Responden mengalami syok dikarenakan sebagian besar mengalami fraktur femur yaitu
sebanyak 14 (38,9 %) dan sebagian pula mengalami fraktur terbuka yaitu sebanyak 13 (36,1 %).
Dimana fraktur femur akan berisiko mengalami pendarahan yang banyak diantara fraktur
lainnya sehingga pasien akan mengalami kehilangan darah yang menyebabkan penurunan
perfusi jaringan. Menurut Suratun (2008) fraktur dapat kehilangan darah dalam jumlah besar
sebagai akibat trauma khususnya pada fraktur femur dan pelvis. Menurut Artama (2017)
banyaknya komplikasi yang ditimbulkan diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang
terpanjang, terkuat, dan tulang paling berat pada tubuh manusia dimana berfungsi sebagai
penopang tubuh manusia. Selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar
sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal. Kehilangan banyak darah akan
menurunakan volume cairan di sirkulasi yang akan mengganggu perfusi jaringan yang akan
menyebabkan gangguan metabolisme (Hardisman, 2014).
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intra ventrikel kiri pada
akhir diastol yang akibatnya intravaskuler menyebabkan menurunanya curah jantung (cardiac
output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadinya vasokontriksi oleh katekolamin sehingga perfusi semakin memburuk
(Rahmansyah, 2012 dalam yuliano, 2015). Menurut Helmi (2012) pada kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena sakit yang hebat pada pasien. Pasien yang
mengalami syok ada pula yang mengalami fraktur humerus, walaupun tidak mengalami banyak
pendarahan pasien memiliki riwayat hipotensi sehingga akan mempengaruhi kondisinya. Pada
kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang optimal untuk
memompa darah yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan akibatnya perfusi juga tidak
terpenuhi (Hardisman, 2013). Sebagian pasien mengalami syok adalah faktur servikal yaitu
sebanyak 2 (5,6 %). Fraktur servikal yang merupakan fraktur yang berat berhubungan dengan
kepatenan jalan nafas merupakan salah satu pasien mengalami syok dengan tidak
efektifnyatifnya jalan nafas dapat menyebabkan ketidakseimbangan suplai oksigen ke seluruh
sel. Menurut Hanafiah (2007) dampak cidera servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok
spinal, hipoventilasi, gangguan pernapasan. Kegagalan penanganan fraktur servikal
menyebabkan manisfestasi yang semakin buruk.

d. Hubungan waktu prehospital dengan komplikasi syok pasien fraktur


Berdasarkan tabel 4.13 untuk uji statistik menunjukan adanya hubungan antara waktu
prehospital dengan komplikasi syok pasien fraktur (ρ value 0,012 < 0,05). Hal ini berarti peran
waktu prehospital terhadap komplikasi syok pada pasien fraktur semakin besar. Waktu
prehospital yaitu dalam waktu 1 jam pertama setelah kejadian memiliki kontribusi yang besar
terhadap komplikasi syok pada pasien fraktur. Semakin lambat waktu yang terbuang tanpa
adanya penanganan lebih lanjut akan semakin memperburuk kondisi pasien. Waktu prehospital
yang cepat akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Susilawati (2010), ada hubungan yang bermakna antara
waktu prehospital dengan survival pasien cedera kepala dengan ρ value < 0,05 yang
menyatakan bahwa penanganan awal dapat terwujud dengan memberikan bantuan sejak dari

7
tempat kejadian, yaitu sejak tahap prehospital, sehingga menurunakan angka kematian dan
kesakitan. Menurut Charlie (2013) dimana ada hubungan antara waktu prehospital dengan
outcome pasien cedera kepala dimana ρ value <0,05. Menurut Dinh (2012) dimana hasil ρ value
< 0,05 jadi terdapat pengaruh yang signifikan antara waktu < 1 jam pra Rumah Sakit dengan
hasil keadaan pasien cidera kepala. Menurut stiver (2008) menyatakan bahwa pada penanganan
pasien trauma, termasuk trauma tulang, dikenal “golden hour”, yaitu satu jam pertama setelah
cedera yang merupakan waktu terbaik untuk memberikan pertolongan, jika tindakan dilakukan 1
jam pertama setelah cedera, maka angka kematian dan kesakitan dapat diminimalkan. Menurut
Nurisnah (2012) ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan stretcher dengan ketepatan
waktu tanggap penanganan kasus di IGD bedah (p= 0,006; PR = 9.217). Menurut peneltian
Yuliano (2015) ada hubungan waktu tanggap perawat dalam penanganan pasien fraktur terbuka
dengan resiko terjadinya syok hipovolemik.

e. Hubungan penanganan prehospital dengan komplikasi syok pasien fraktur


Berdasarkan tabel 4.14 untuk uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan antara penanganan
prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur (ρ=0,014). Hal ini berarti penanganan
prehospital yang tepat akan menurunkan resiko komplikasi syok pada pasien fraktur.
Penanganan prehospital merupakan penanganan pertama yang diberikan dari tempat kejadian
sampai dengan menuju ke Rumah Sakit. Penanganan korban selama prehospital yang tepat
dapat mempengaruhi kondisi korban dan menurunkan resiko komplikasi khususnya syok pada
pasien fraktur.

Sejalan dengan penelitian Widyastuti (2015) bahwa ada hubungan antara penanganan
prehospital dengan survival pasien cidera kepala, faktor yang paling berhubungan dengan
survival pasien cidera kepala adalah penanganan pertama. Sejalan dengan penelitian Widiyanto
(2007) yang menyimpulkan bahwa penanganan prehospital mempengaruhi keselamatan pasien
ditempat kejadian, karena dengan penanganan prehospital dapat mengurangi angka kematian
dan kecacatan, pertolongan prehospital dapat mengurangi dan mencegah fase kedua dari
trauma. Sejalan dengan penelitian Ambarika (2017) menyatakan bahwa pada periode
prehospital, jika di tempat pertama kali kejadian penderita tidak mendapatkan bantuan yang
optimal sesuai kebutuhannya maka akan timbul masalah resiko kecacatan bahkan kematian.
Sejalan dengan penelitian Dinh (2012) bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penanganan <
1 jam pra Rumah Sakit dengan hasil keadaan pasien, dari penelitian ini penanganan prehospital
sangat mempengaruhi keadaan pasien dimana dengan penangaan prehospital < 1 jam akan
mencegah fase kedua dari trauma dan penanganan prehospital yang baik dapat meminimalkan
angka mortalitas dan morbiditas. Manajemen trauma yang dilakukan dengan cepat dan tepat
setelah terjadinya cedera dapat menurunkan angka kesakitan dan prognosis yang buruk
(Newgard et al, 2015).

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan waktu dan penanganan
prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin
Banjarmasin dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Waktu prehospital pada pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin yang
sebagian besar adalah cepat yaitu sebanyak 26 orang (72,2 %).
b. Penanganan prehospital pada pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
sebagian besar adalah kurang tepat sebanyak 17 orang (47,2 %).
c. Sebagian besar responden yang mengalami fraktur di Instalasi Gawat Darurat tidak mengalami
syok sebanyak 28 orang (77,8 %).
d. Ada hubungan waktu prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Ulin Banjarmasin (ρ= 0,000).
e. Ada hubungan penanganan prehospital dengan komplikasi syok pada pasien fraktur di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin (ρ=0,003).

8
6. Saran
a. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kontribusi mahasiswa maupun masyarakat
awam dalam penanganan prehospital melalui kegiatan pengabdian masyarakat penyuluhan atau
pelatihan tentang penanganan pertama pada korban kecelakaan.
b. Bagi Rumah Sakit
Kualitas pelayanan kesehatan salah satunya fase prehospital perlu lebih ditingkatkan dengan cara
penyediaan ambulance service 24 jam on call bebas pulsa dan dilengkapi dengan fasilitas alat
pertolongan gawat darurat yang memadai di dalam ambulance dan tersedianya tenaga medis yang
ahli dalam pertolongan gawat darurat.
c. Bagi Pemerintah
Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah khususnya dinas yang berwewenang yaitu dinas
kesehatan mengadakan pelatihan pertolongan pertama gawat darurat bagi masyarakat awam, agar
segera memberikan pertolongan dan membawa pasien ke pelayanan kesehatan, sehingga
mendapat pertolongan yang tepat.
d. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan agar dapat memperhatikan penanganan prehospital ditempat
kejadian kecelakaan agar tidak memperparah keadaan korban. Bagi masyarakat yang menemukan
pasien dilokasi agar segera membawa pasien pelayanan kesehatan sehingga dapat segera
ditangani.
e. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk menambahkan variabel yang lainnya seperti faktor
penolong pertama dan jenis lokasi fraktur yang dapat mempengaruhi kondisi pasien fraktur.
Diharapkan pula dapat menggunakan metode penelitian yang lain atau dengan penggunaan
instrument yang mampu memberikan hasil yang lebih objektif lagi.

Daftar Rujukan

Ambarika, Rahmania. (2017). Efektivitas Simulasi Prehospital Care terhadap Self Efficacy Masyarakat
Awam dalam Memberikan Pertolongan Pertama Korban Kecelakaan Lalu Lintas. Ejournal.umm.ac.id
Vol.8 No.1 http://ejournal.umm.ac.id/index.php./keperawatan/issue/view.(Diakses tanggal 01
Desember 2018)

Apriyanto,dkk. (2010). Parameter Teknis Cardio-Pulmonary Resuscitation (CPR) dengan Travelling Time
20, 40, dan 60 Km/jam. Jurnal Ners Vol.5. Universitas Airlangga. https://e journal.unair.ac.id/JNERS/
article/viewFile/3920/2650. (Diakses tanggal 10 September)

Artama, Aryana. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada
Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Vol. 6
No.5. https:jurnal.usu.ac.id/index.php/jms/article/viewFile/18179/7724. (Diakses 9 September 2018).

Charlie. (2013). Faktor—faktor yang Berhubungan dengan Outcome Pasien Pasca Operasi Hematoma
Epidural, Universitas Andalas.

Depkes, RI, (2011). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. (Diakses 5 Juni 2018)

Dinh, dkk. (2012). Redefining the Golden Hour For Severe Head Injury in an Urban Setting: the Effect of
prehospital arrival times onpatient outcomes. National Center for Biotechnology Information, U.S
National Library of Medicine. 4(3), pp.60-66 https://doi.org/10.1016/j.injury.2012.01.011 (Diakses
tanggal 28 Juli 2018)

Erdiana, dkk. (2013). Sentralisasi Layanan Emergensi Sebagai Upaya Peningkatan Durai Response Time.
Seminar nasional Sistem Infromasi Indonesia. FK Universitas Gadjah

9
Mada.http://is.its.ac.id/pubs/oajis/index.php /home/detail/429/Sentralisasi-Layanan-Emergensi-
Sebagai-Upaya-Peningkatan-Durasi-Response-Time (Diakses tanggal 25 November 2018)

Hanafiah. (2007). Penatalaksanaan Trauma Spinal. Divisi Ilmu Bedah Orthopedi dan Traumatologi
Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456 789/18784/mkn-
jun229.pdf?sequence=1&isAllowed=y. (Diakses tanggal 01 Desember 2018).

Hardisman. (2014). Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Pustaka Baru

Helmi, Zairin Noor. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Listyana, Anisa. (2015). Hubungan Pengetahuan dengan Penatalaksanaan pertolongan Pertama Kecelakaan
Lalu Lintas di Satlantas Polresta Surakarta. STIKES Kusuma Husada. Surakarta. (Akses tangal 20 Mei
2018).

Newgard, C.D., Schmicker, M.S., Hedges, J.R, Tricket, Davis, D.P & Bulgar, E.M. Emergency Medical
Services Intervals and Survival in Trauma: Assessment of the “Golden Hours” in a North American
Prospective Cohort. Annals of Emergency Medicine. Vol. 55:3,
https:doi.org/10.1016/j.annemergmed.07.024 (Di akses 2 Desember 2018)

Nurisnah, S. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus
pada Respon Time di IGD bedah dan Non Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo: FK Universitas
Hasanuddin.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c4fb91d414809dc2f827bc65613cb9fa.pdf#page=1&zoom=auto,-
19,792 (Diakses 28 November 2018

Parahita, Putu sukma. (2013). Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur Ekstremitas. Karya
Tulis Ilmiah. Denpasar: Universitas Udayana. (Diakses tanggal 23 Juni 2018).

Riskesdas, 2013. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013 (Diakses


tanggal 13 juli 2018)

Sigh, H. (2007). A Review of Pedestrian Traffic Fatalities. New Delhi: JIAFM.


http://medind.nic.in/jal/t07/i4/jalt07i4p55.pdf.(Diakses Tanggal 2 Desember 2018)

Stiver, Shirley. I. (2008). Prehospital Management of Traumatic Brain Injury. California: Journal of
neurosurgery. Vol.25 (4). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18828703 (Diakses tanggal 16 Mei
2018).

Sukoco, Budi. (2010). Penentuan Rute Optimal Menuju Lokasi Pelayanan Gawat Darurat Berdasarkan
Waktu Tempuh Tercepat. Universitas Sebelas Maret Surakarta. https://eprints.uns.ac.id/6149/
(Diakses tanggal 25 Mei 2018).

Suratun, dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Susilawati, D. (2010). Hubungan Waktu Prehospital dan Nilai Tekanan Darah dengan Survival dalam 6 Jam
Pertama pada Pasien Cedera Kepala Berat di IGD RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Universitas
Andalas. http://repo.unand.ac.id/234/. (Diakses tanggal 22 November 2018)

Widiyanto, Puguh. (2007). Penanganan Pasien Cedera Pra Rumah Sakit oleh
Masyarakatawam.Maspuguh.files.wordpress.com/2008/02/penatalaksanaan-cedera-kepala-pra-rumah-
sakit.doc. ( Diakses 21 November 2018).

Widyastuti, Mukini. (2015). Analisis Faktor Waktu Pre Hospital dan Penanganannya dengan Survival pada
Pasien Cedera Kepala di RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015. Tesis, Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.

Yuliano, Nova. (2015). Hubungan Waktu Tanggap Perawat Dalam Penanganan Pasien Fraktur Terbuka
Dengan Resiko Terjadinya Stok Hipovolemik di IGD RSUD Dr. Achmad Morchtar Bukit tinggi. Jurnal
10
Kesehatan Perintis. Vol.2 No.4. https://jurnal.stikesperintis.ac.id/index.php/JKP/article/view/32
(Diakses tanggal 22 November 2018)

11

Anda mungkin juga menyukai