Anda di halaman 1dari 5

SYARAT – SYARAT BIMBINGAN KONSELING

          Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan
konseling di sekolah (termasuk madrasah) dipilih atas dasar kualifikasi yakni kepribadian,
pendidikan, pengalaman, dan kemampuan.

         Berdasarkan kualifikasi diatas, setidaknya untuk memilih atau mengangkat seorang
guru pembimbing atau konselor di sekolah dan madrasah harus memeuhi syarat-syarat yang
berkaitan dengan kepribadian, pendidikannya, pengalamannya, dan kemampuanya.

1.         Syarat yang Berkenaan dengan Kepribadian

         Seseorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik.
Pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian
klien. Melalui konseling diharapkan terbentuknya prilaku positif (akhlak baik) dan
kepribadian yang baik pula pada diri klien. Upaya ini akan efektif apabila dilakukan oleh
seseorang yang memiliki kepribadian baik pula. Selain itu, praktikum bimbingan dan
konseling yang baik, diharapkan tidak terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang bisa
merusak citra pelayanan bimbingan dan konseling.

         Dalam keadaan tertentu seseorang guru pembimbing (konselor) bisa menjadi model
atau contoh yang baik bagi penyelesaian masalah siswa(klien). Dalam konteks ini ada
teori conseling by modeling, yaitu konseling melalui pencontohan. Guru pembimbing atau
konselor bisa menjadi contoh yang efektif bagi pemecahan masalah siswa (kliennya). Guru
pembimbing (konselor) tidak akan dapat menjalankan fungsi ini apabila dirinya tidak
memiliki kepribadian yang baik. Misalnya konselor akan sulit mengubah perilaku siswa yang
tidak disiplin apabila ia sendiri tidak dapat menunjukkan perilaku disiplin kepada siswa.
Konselor akan sulit mengubah sifatsiswa yang emosional apabila ia sendiri adalah orang yang
emosional dan seterusnya.

          Dalam praktik bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan Islam seperti
madrasah, syarat ini menjadi lebih urgen. Sebagai lembaga pendidikan agama islam yang
dalam praktik pendidkan dan pembelajarannya dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam, maka
praktik pelayanan bimbinga dan konselingnya pun harus dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai
ajaran islam. Salah satu nilainya adalah pembimbing atau konselornya harus berakhlak baik
(memiliki akhlak al karimah). Mungkin tidak berlebihan apabila praktik bimbingan konseling
yang dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam mengacu kepada praktik bimbingan
dan konselingnya Rasulullah Saw. Rasulullah Saw adalah sosok pemecah masalah umat yang
efektif. Oleh sebab itu, Rasulullah Saw merupakan konselor pertama dalam islam yang
membimbing, mengarahkan, menuntun, dan menasehati umat agar beriman kepada agama
Tauhid (islam). Melalui bimbingan, arahan, tuntunan dan nasehatnya, manusia memperoleh
kebahagian hidup baik didunia dan akhirat. Kepribadiannya mantap dapat menjadi contoh
teladan yang baik bagi pemecahan masalah para sahabat ketika itu. Hal relevan dengan
pernyataan “di dalam diri Muhammad Saw, terdapat contoh teladan yang baik bagimu.”

          Kepribadian yang baik dalam konteks islam ditandai dengan kepemlikan iman,
marifah, dan tauhid. Dengan demikian, seorang pembimbing atau konselor terutama yang
berpraktik di lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memiliki keimanan, kemakrifatan,
dan ketauhidan yang berkualitas. Kemakrifatan penting dimiliki dalam kaitannya untuk
bersimpati dan berempati terhadap klien (siswa). Selain itu, kepribadian yang baik juag
ditandai dengan dimilikinya aspek moralitas yang baik pada diri pembimbing(konselor)
seperti nilai-nilai, sopan santun, adab, etika, dan tata krama yang dilandaskan pada ajaran
agara islam. Intinya tanpa kepribadian yang baik dari guru pembimbing (konselor), tujuan
pelayanan bimbingan dan konseling akan sulit dicapai secara efektif.

          Aktualisasi syarat ini akan terwujud jika guru pembimbing atau konselor yang iklas,
jujur, objektif, dan simpatik serta senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi (pelayanan)
bimbingan dan konseling sesuai tuntunan asas pelayanan BK seperti telah disebut di atas
dalam menjalankan tugasnya. Hal ini semua tentunya akan turut membantu kesuksesan guru
pembimbing atau konselor dalam menjalankan tugasnya.

2.         Syarat yang Berkenaan dengan Pendidikan

          Seperti telah disebut diatas, bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional menuntut peryaratan-persyaratan tertentu
antara lain pendidikan. Seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki
pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau
sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan
konseling. Pemilihan dan pengangkatan (rekrutmen) guru pembimbing atau konselor yang
diangkat berdarkan pendidikan menurut klasifikasi di atas disebut guru pembimbing atau
konselor profesional.

          Para alumni fakultas keguruan atau fakultas tarbiyah bisa menjadi guru pembimbing
atau konselor karena mereka pernah mempelajari bimbingan dan konseling selama dalam
pendidikan meskipun secara minor. Guru pembimbing atau konselor di sekolah dan madarah
yang diangkat tidak berdasarkan latar belakang pendidikan profesi di sebut guru pembimbing
atau konselor non-profesional. Dikatakan non-profesional karena latar belakang tugas sebagai
pembimbing atau konselor. Pembimbing dan konselor non-profesional bisa menjadi
pembimbing atau konselor profesional apabila mengikuti pendidikan tambahan (pendidikan
profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling.

          Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing
atau konselor. Guru pembimbing atau konselor tidak saja harus memilki ilmu bimbingan dan
konseling, tetapi juga harus memiliki ilmu-ilmu tentang manusia dengan berbagai macam
proklematikanya, ilmu psikologi, dan lain sebagainya. Kepemilikan ilmu-ilmu tersebut akan
membantu penguasaan terhadap konsep-konsep, teori-teori, tentang manusia dan
proklematika serta upaya pembimbingannya juga konsep-konsep, teori-teori, dan praktik
pelayanan bimbingan dan konseling.

3.         Syarat yang Berkenaan dengan Pengalaman

          Pengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap


keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Sarjana BK Strata Satu
(S1) yang belum memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan, mungkin tidak akan
lebih baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan
alumni Diploma III, tetapi telah berpengalaman 10 atau 15 tahun menjadi guru BK. Syarat
pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh melalui praktik mikro
konseling, yakni praktik BK dalam laboratorium BK dan makro konseling, yakni praktik
pengalaman lapangan (PPL) bimbingan dan konseling. Sebaliknya BK di sekolah dan
madrasah pernah berpengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada
para siswa.

          Selain itu, pengalaman hidup pribadi guru pembimbing atau konselor yang
mengesankan, juga akan turut membantu upaya guru pembimbing konselor mencarikan
alternatif pemecahan masalah siswa. Berbagai macam corak ragam pengalaman guru
pembimbing atau konselor yang telah dihayati dalam hidupnya, akan membantunya
mendiagnosis dan mencarikan alternatif solusi terhadap masalah klien (siswa).

4.         Syarat yang Berkenaan dengan Kemampuan


          Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh guru pembimbing
atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi)
dan keterampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas
secara baik. M.D Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki
berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus
mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan
pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan
mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu decara
positif.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin dan Eti Kartika Wati. (1994). Materi Pokok Bombingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.

Mohammad Djawad Dahlan.(1987).Latihan Keterampilan Konseling.(Seni Memberikan Bantuan).


Bandung: CV. Diponegoro.

Tohrin. (2014). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi). Jakarta:
Rajawali Pers.

Komentar

Anda mungkin juga menyukai