Anda di halaman 1dari 33

KEPEMIMPINAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan


Dosen Pengampu :
Dr. Made Surya Putra, S.E.,M.Si.

DISUSUN OLEH :
Anak Agung Ayu Intan Kusuma Wardani ( 1707521074)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2019

1
RPS 1
“KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN”

Kepemimpinan versus Manajemen 

Terus terjadi perdebatan tentang perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen.


Jelaslah bahwa seseorang bisa menjadi pemimpin tanpa harus menjadi manajer (contohnya
pemimpin informal), dan seseorang bisa menjadi manajer tanpa harus memimpin. Memang
ada beberapa orang dengan jabatan "manajer" tetapi tidak mempunyai bawahan (contoh
manajer bagian keuangan). Tidak seorang pun yang menyatakan bahwa mengelola dan
memimpin merupakan hal yang sama, tetapi tingkat kesamaan antara keduanya menjadi titik
ketidaksepakatan yang sangat tajam.

Beberapa penulis (seperti Bennis &Nanus, 1985; Zaleznik, 1977) berpendapat bahwa
kepemimpinan dan manajemen berbeda secara kualitatif dan tidak dapat digunakan bersama-
sama. Beberapa perbedaan yang paling ekstrem melibatkan asumsi bahwa manajemen dan
kepemimpinan tidak mungkin terjadi pada satu orang yang sama. Dengan kata lain, beberapa
orang adalah manajer dan orang yang lainnya adalah pemimpin. Definisi yang ditawarkan
para pakar kepemimpinan tentang pemimpin dan manajer mengasumsikan bahwa mereka
memiliki nilai dan karakter kepribadian yang berbeda. Manajer menghargai stabilitas,
keteraturan, dan efisiensi. Manajer tidak terpengaruh perasaan pribadi, menghindari risiko,
serta fokus pada hasil jangka pendek Pemimpin menghargai fleksibilitas, inovasi, dan
adaptasi. Pemimpin peduli terhadap orang dan juga manfaat ekonomis, dan mereka memiliki
perspektif waktu yang lebih bersifat jangka panjang. terkait masalah tujuan dan strategi.
Manajer sangat memerhatikan bagaimana sesuatu diselesaikan dan mereka berusaha
membuat orang dapat melakukannya dengan lebih baik. Para pemimpin sangat memerhatikan
apa arti berbagai hal bagi orang-orang dan berusaha agar orang menyepakati hal -hal
terpenting yang harus dilakukan.

Bennis dan Nanus (1985, h. 21) berpendapat bahwa "manajer adalah orang yang
melakukan segala sesuatunya dengan benar dan pemimpin adalah orang yang melakukan hal
yang benar." Sayangnya, menghubungkan memimpin dan mengelola dengan jenis orang yang
berbeda tidak didukung penelitian empiris karena orang tidak dapat dibagi secara mudah ke
dalam dua stereotip ekstrem tersebut. Selain itu, stereotip menyiratkan bahwa para manajer

2
selalu tidak efektif. Istilah manajer digunakan untuk menyatakan jabatan dari banyak orang,
dan istilah ini mencemarkan mereka dengan memberinya stereotip yang negatif.

Rost (1991) mendefinisikan manajemen sebagai hubungan wewenang yang ada antara
manajer dengan bawahannya untuk memproduksi dan menjual barang serta jasa. Rost
mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan pengaruh antara pemimpin dan
bawahannya yang mempunyai tujuan yang sama dalam mencapai perubahan yang
sebenarnya. Pemimpin dan bawahan saling memengaruhi ketika mereka berinteraksi tanpa
paksaan untuk menentukan perubahan apa yang ingin mereka lakukan. Manajer barangkali
sekaligus sebagai pemimpin, tetapi hanya jika mereka memiliki hubungan pengaruh seperti
ini. Kepemimpinan didefinisikan secara luas dengan menggunakan cara yang
mempertimbangkan beberapa hal yang menentukan suksesnya usaha kolektif anggota grup
atau organisasi untuk menyelesaikan tugas-tugas penting. Berikut ini adalah definisi yang
digunakan:

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami dan


menyetujui apa yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan bagaimana melakukan
tugas itu, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif guna mencapai tujuan
bersama.

Kepemimpinan dipandang sebagai peran khusus dan sekaligus proses pengaruh sosial.
Setiap orang dapat memerankannya (misalnya kepemimpinan dapat dibagikan atau
didistribusikan), tetapi beberapa diferensiasi peran diasumsikan terjadi dalam berbagai grup
atau organisasi. Baik proses rasional maupun emosional ditinjau sebagai aspek penting dalam
kepemimpinan. Tidak ada asumsi yang dibuat tentang hasil aktual dari proses pengaruh,
karena evaluasi hasil sangat sulit dilakukan dan sangat subjektf. Jadi, definisi kepemimpinan
jangan terbatas pada proses yang pasti selalu mencapai hasil yang "sukses." Bagaimana
proses kepemimpinan memengaruhi hasil merupakan pertanyaan penelitian utama yang
seharusnya tidak boleh bias karena definisi kepemimpinan itu. Fokusnya jelas pada proses
bukan pada orang, dan keduanya tidak bisa dianggap sama. Jadi, istilah pemimpin (leader),
manajer, dan bos digunakan secara bergantian dalam buku ini untuk mengindikasikan orang
yang menjabat posisi yang di situ mereka diharapkan melakukan peran kepemimpinan, tetapi
tanpa asumsi tentang perilaku atau kesuksesan mereka yang sebenarnya.

3
Istilah bawahan (subordinate) dan laporan langsung digunakan secara bergantian
untuk menujukkan seseorang yang aktivitas kerja utamanya diarahkan dan dievaluasi oleh
pemimpin utama. Beberapa penulis menggunakan istilah staf untuk menggantikan istilah
bawahan, tetapi praktik ini mengakibatkan kebingungan yang tidak perlu. Staf memiliki
konotasi jenis khusus posisi penasihat dan banyak bawahan bukanlah staf penasihat

Istilah rekanan (associates) menjadi populer pada kalangan organisasi bisnis sebagai
pengganti lain dari istilah bawahan. Ini dikarenakan istilah rekanan memperlihatkan
hubungan yang di situ karyawan dihargai dan diberdayakan. Namun, istilah yang tidak jelas
ini gagal membedakan antara hubungan wewenang langsung dan jenis hubungan formal
lainnya (seperti rekan sebaya dan rekanan/partner). Agar komunikasinya menjadi jelas, buku
ini menggunakan istilah bawahan untuk menunjukkan hubungan wewenang yang formal.

Istilah pengikut (follower) digunakan untuk menjelaskan orang yang mengakui


pemimpin sebagai sumber utama yang memberikan pedoman kerja, tanpa melihat seberapa
besar wewenang formal yang dimiliki oleh pemimpin itu. Tidak seperti isitilah bawahan,
istilah pengikut tidak mencegah adanya proses kepemimpinan yang dapat terjadi meskipun
tanpa keberadaan hubungan wewenang formal. Istilah pengikut juga mencakup orang yang
tidak harus melapor langsung (seperti teman sekerja, anggota tim, rekanan, orang luar).
Tetapi, istilah pengikut tidak digunakan untuk menggambarkan bawahan yang sepenuhnya
menolak pemimpin formalnya dan berusaha mengeluarkan orang itu dari kantor. Orang
seperti ini disebut sebagai "pemberontak (rebels)" atau "pengacau (insurgents)."

Indikator Keefektifan Kepemimpinan

Seperti definisi kepemimpinan, konsep keefektifan pemimpin juga berbeda antara


pakar yang satu dan pakar lainnya. Kriteria yang dipilih untuk mengevaluasi keefektifan
kepemimpinan mencerminkan konsep kepemimpinan si peneliti, baik konsep yang eksplisit
maupun implisit Sebagian besar peneliti mengevaluasi keefektifan kepemimpinan menurut
konsekuensi dari pengaruh pada individu, pada tim atau grup, atau pada organisasi. Salah satu
indikator umum keefektifan pemimpin adalah hingga sejauh mana kinerja tim atau unit
organisasi itu meningkat dan sejauh mana pencapaian tujuan difasilitasi. Contoh ukuran
kinerja yang objektif mencakup volume penjualan, laba bersih, margin laba, pangsa pasar,
pengembalian atas investasi, pengembalian atas aset, produktivitas, biaya per unit output,
biaya yang berkaitan dengan pengeluaran yang dianggarkan, dan perubahan nilai saham

4
perusahaan. Sedangkan ukuran subjektifnya mencakup nilai yang didapat dari atasan,
rekan sebaya, atau bawahan pemimpin itu. Sikap dan persepsi para pengikut terhadap
pemimpin adalah indikator umum lain keefektifan pemimpin, dan hal tersebut biasanya
diukur dengan kuesioner atau wawancara. Seberapa baik pemimpin tersebut memenuhi
kebutuhan dan harapan pengikutnya? Apakah para pengikut menyukai, menghormati, dan
mengagumi pemimpinnya? Apakah mereka memercayai pemimpin dan menganggap mereka
memiliki integritas yang tinggi? Apakah pengikut benar- benar mau mengerjakan keinginan
pemimpin atau apakah mereka akan menolak, mengabaikan, atau menyingkirkan
pemimpinnya? Apakah pemimpin memperbaiki kualitas kehidupan kerja, membangun
keyakinan diri pengikut, meningkatkan keterampilan mereka, dan berperan serta dalam
pertumbuhan dan perkembangan psikologis pengikut. Sikap, persepsi, dan keyakinan
pengikut juga menjadi indikator tidak langsung dari ketidakpuasan dan permusuhan
terhadap pemimpin. Contoh indikator ini adalah ketidakhadiran, keluarnya karyawan atas
keinginan pribadi, sikap yang murung, keluhan pada manajemen yang lebih tinggi,
permintahan untuk pindah, ritme kerja yang melambat, dan sabotase yang disengaja terhadap
peralatan dan fasilitas. Keefektifan pemimpin kadang-kadang diukur dengan istilah
kontribusi pemimpin pada kualitas proses grup yang dirasakan oleh parapengikut atau
pengamat dari luar. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kekompakan anggota grup,
kerja sama anggota, komitmen anggota, dan kepercayaan diri anggota bahwa grup itu dapat
mencapai tujuannya? Apakah pemimpin meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan oleh grup dan membantu mengatasi ketidaksepakatan dan konflik
dengan cara yang positif? Apakah pemimpin berkontribusi terhadap efesiensi pembagian
peran, pengelompokan aktivitas, akumulasi sumber daya, dan kesiapan grup menghadapi
perubahan atau krisis? Jenis akhir kriteria keefektifan kepemimpinan adalah batasan
hingga sejauh mana seseorang memiliki karier yang sukses sebagai pemimpin. Apakah
orang itu cepat dipromosikkan ke posisi dengan otoritas yang lebih tinggi? Apakah orang itu
mengabdi hingga masa jabatannya berakhir dalam posisi kepemimpinan atau apakah orang
itu disingkirkan atau dipaksa untuk keluar? Untuk orang yang menjadi pemimpin di
organisasi karena dipilih, apakah pemimpin adalah orang yang sukses dipilih kembali? Sulit
untuk mengevalusi keefektifan pemimpin ketika terdapat banyak alternatif ukuran
keefektifan, dan tidak jelas ukuran mana yang paling relevan.

5
Berbagai kriteria biasanya menyulitkan ketika ukuran tersebut mempunyai korelasi
negatif. Korelasi negatif artinya terdapat pertukaran antar kriteria, yakni bila yang
satu naik yang lainnya menurun. Sebagai contoh, meningkatkan penjualan dan pangsa
pasar (misalnya dengan menurunkan harga dan menambah periklanan) terkadang
menghasilkan laba yang lebih rendah. Demikian pula, peningkatan output produksi (misalnya
dengan mendorong pegawai untuk bekerja lebih cepat) bisa mengurangi kualitas produksi
atau kepuasan karyawan.

ANALISIS KEPEMIMPINAN TOKOH IGNASIUS JONAN

Ignasius Jonan ( lahir di Singapura, 21 Juni 1963; umur 56 tahun) adalah  Direktur


Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) tahun 2009 s.d. 2014. Ignasius Jonan
menjabat sebagai Direktur utama PT KAI (Persero) sesuai dengan penugasan pemerintah
melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) yang dipimpin
oleh Menteri BUMN Sofyan Djalil, menggantikan Ronny Wahyudi yang menjabat
sejak September 2005 yang kemudian Ronny diangkat kembali oleh pemerintah sebagai
anggota Dewan Komisaris PT Industri Kereta Api (Inka). Kepemirnpinan yang tegas
dibutuhkan untuk rnereforrnasi BUMN sebesar KAI yang rnerniliki kultur dan sejarah

6
panjang, dengan jurnlah karyawan rnencapai lebih 27 ribu orang. Reforrnasi rnenjadi
kebutuhan rnendesak untuk rnernbangkitkan KAI, terutama di sektor manajernen dan
keuangan. Sebagai profesional dari luar KAI Jonan diyakini bisa rnereforrnasi KAI. Jonan
merupakan akuntan lulusan Universitas Airlangga yang kemudian melanjutkan ke Master of
Art Program in International Affairs di The Fletcher School, Tufts University. Ia juga
mengikuti berbagai program pendidikan di universitasuniversitas terbaik dunia, yaitu
Columbia Business School, program Senior Managers in Government di Kennedy School of
Government, Harvard University, dan program Corporate Governance di Stanford Law
School, Stanford University.
Disini saya dapat menganalisis keefektifan Kepemimpin Ignasius Jonan sebagai
Direktur Utama PT KAI melalui ukuran kinerja yang objektif mencakup volume penjualan
(laba) yang sebelumnya terjadi masalah terhadap kinerja keuangan pada tahun 2007 hingga
2008 , PT KAI memiliki kerugian 38,6 miliar lalu melonjak hingga lebih seratus persen
menjadi Rp 82,6 miliar Ignasius jonan melakukakan penyelamatan quick wins, untuk
mencegah pendarahan keuangan lebih parah. Hasilnya, dari rugi Rp 82,6 miliar tahun 2008
KA meraup laba bersih Rp 155 miliar di tahun 2009. Selanjutnya kondisi keuangan dan
kesehatan perusahaan terus membaik. Tahun 2007 dan 2008 kondisi kesehatan perusahaan
adalah BBB alias kurang sehat. Sejak tahun 2009 Jonan berhasil merubah PT KAI masuk
kategori BUMN sehat dengan peringkat A.
Keefektifan kepemimpinan Ignasius Jonan juga dapat dilihat dari kontribusi yang
dilakukan jonan dengan cara menempatkan peningkatan kualitas pelayanan sebagai prioritas,
bersama keselamatan, kenyamanan, dan ketepatan waktu sebagai empat pilar utama
pembenahan PT Kereta Api. Jonan menyadari sepenuhnya pilihan prioritas ini bukan sesuatu
yang mudah untuk diwujudkan. Sebagai contoh aspek pelayanan. Aspek mendasar dari
sebuah service company itu sudah terlalu lama diabaikan. Yang paling mudah diingat dan
sudah melekat di benak publik adalah pemandangan angkutan masal itu di saat peak season
seperti hari raya Idul Fitri. Arus mudik maupun arus balik. Penumpang berjubel di peron dan
mang tunggu, berdesakan di pintu rangkaian kereta, dan berhimpitan di dalam kereta, adalah
pemandangan yang dianggap sudah lumrah di setiap pelaksanaan angkutan lebaran setiap
tahun.
selama dua bulan, Jonan menyimpulkan pembenahan pertama dan terutama adalah
mental karyawan. Jonan melihat kenyataan yang ironis, bahwa pelayanan publik KAI tidak
didukung oleh sumber daya manusia yang paham bagaimana fungsi melayani dijalankan
dengan baik. Mental dan semangat melayani sangat rendah, bahkan bisa dibilang nyaris tidak

7
ada. Mereka lebih sigap menyiapkan pesta penyambutan pejabat bam dibanding melayani
penumpang dengan baik. Sudah terbangun mental yang kelim, bahwa yang menentu kan
karier mereka adalah seberapa baik mereka melayani pimpinan, bukan seberapa baik
melayani pelanggan. Di kalangan mereka berkembang adagium "USA", kependekan dari
Untuk Saya Apa. Artinya mereka tidak berpikir apa yang terbaik untuk perusahaan dan
pengguna jasa kereta api, tapi apa yang terbaik untuk diri sendiri. Mental seperti itulah yang
perlahan-lahan dikikis oleh Jonan dan jajaran direksi baru.
Orientasi karyawan diubah dari product oriented menjadi customer oriented. Caranya,
dengan keteladanan pemimpin, kesediaan pemimpin untuk setiap saat terjun ke lapangan,
peningkatan kesejahteraan, reward and punishment yang konsisten dan transparan, dan
mengirim sebanyak mungkin karyawan untuk belajar ke luar negeri. Langkah kedua,
pembenahan menyangkut penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Jonan
berprinsip ketika dua pembenahan itu bisa terlaksanan, aspek-aspek yang lain akan
mengikuti. Jonan sadar sepenuhnya perubahan tidak semudah membalik telapak tangan.
Tidak bisa dalam tempo singkat terlihat hasilnya. Tantangan yang dihadapi pun tidak ringan,
dari dalam dan dari luar. Tapi dia juga tidak ingin perubahan itu berlangsung terlalu lama.
Dia tidak sedang melakukan revolusi, melainkan evolusi yang terarah dan terencana, dengan
target yang terukur dan menunjukkan improvement yang berkesinambungan. Evolusi ala
Ignasius Jonan itu kini sudah membuahkan hasil. Hari Raya Idul Fitri 2012 menjadi saksi atas
buah dari evolusi yang telah berlangsung simultan sejak 2009 itu. Pada rentang Angkutan
Lebaran 2012 tidak ada lagi penumpang berjejal, berdesakan, berhimpitan di peron, ruang
tunggu, di pintu masuk kereta, dan di dalam rangkaian kereta api. Semua mendapat tempat
duduk. Stasiun bersih, rapi, dan nyaman. Toilet di stasiun dan di setiap rangkaian kereta
bersih dan wangi.
DAFTAR PUSTAKA
Djuraid M H. (2013). Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, BUMN Track, Jakarta
Gary A. Yukl., Leadership in Organizations (8th Edition), Pearson Education

RPS 2
“PERSPEKTIF PERILAKU KEPEMIMPINAN”
TIPE PERILAKU KEPEMIMPINAN
Sebagian besar teori dan penelitian tentang perilaku kepemimpinan yang efektif
melibatkan satu atau dua perilaku yang didefinisikan secara luas (kadang-kadang disebut
meta-kategori). Beberapa meta-kategori yang relevan untuk kepemimpinan yang efektif:

8
a. Perilaku yang berorientasi Tugas (Task and Relations Behaviors)
Tugas awal para peneliti adalah mengidentifikasi kategori perilaku kepemimpinan yang
relevan dan mengembangkan kuesioner untuk mengukur seberapa sering seorang pemimpin
menggunakan perilaku ini. Kuisioner pendahuluan digunakan oleh sampel personel militer
dan sipil untuk menggambarkan perilaku penyelia mereka (Fleishman, 1953; Halpin &
Winer, 1957; Hemphill & Coons, 1957). Analisis tanggapan kuesioner menunjukkan bahwa
bawahan memandang perilaku atasan mereka terutama dalam dua kategori meta yang
didefinisikan secara luas.Kategori perilaku ini termasuk melakukan pertolongan pribadi untuk
bawahan, menemukan waktu untuk mendengarkan bawahan yang bermasalah, membackup
atau membela bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal-hal penting, bersedia
menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan dengan setara. Kategori
perilaku ini mencakup penugasan tugas kepada bawahan, mempertahankan standar kinerja
yang pasti, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur standar, menekankan pentingnya
memenuhi tenggat waktu, mengkritik pekerjaan yang buruk, dan mengoordinasikan kegiatan
bawahan yang berbeda.
b. Perilaku yang Berorientasi pada Perubahan (Change-oriented Behavior)
Pada 1980-an, beberapa perilaku berorientasi perubahan dimasukkan dalam teori-teori
kepemimpinan karismatik dan transformasional, tetapi perubahan kepemimpinan masih
belum secara eksplisit diakui sebagai dimensi atau metakategori terpisah. Verifikasi bahwa
perilaku berorientasi perubahan adalah meta-kategori yang berbeda dan bermakna
memperluas penelitian sebelumnya dan memberikan wawasan penting tentang kepemimpinan
yang efektif. Masing-masing dari tiga meta-kategori memiliki tujuan utama yang berbeda,
dan semuanya relevan untuk kepemimpinan yang efektif. Perilaku berorientasi tugas
terutama berkaitan dengan menyelesaikan tugas dengan cara yang efisien dan dapat
diandalkan. Perilaku yang berorientasi pada hubungan terutama berkaitan dengan
meningkatnya rasa saling percaya, kerja sama, kepuasan kerja, dan identifikasi dengan tim
atau organisasi. Perilaku berorientasi perubahan terutama berkaitan dengan memahami
lingkungan, menemukan cara-cara inovatif untuk beradaptasi dengannya, dan menerapkan
perubahan besar dalam strategi, produk, atau proses. Beberapa tipe perilaku pemimpin
tertentu dalam meta-kategori hanya memengaruhi satu tujuan, tetapi jenis perilaku lainnya
memengaruhi lebih dari satu tujuan. Misalnya, Ketika seorang pemimpin memberikan
pembinaan bagi seorang karyawan, hasilnya mungkin adalah peningkatan produktivitas
(efisiensi tugas), peningkatan keterampilan karyawan yang relevan untuk peningkatan karir

9
(hubungan manusia), dan implementasi yang lebih baik dari program baru yang inovatif
(perubahan adaptif).

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)


Kategori perilaku lain yang diidentifikasi dalam penelitian kepemimpinan awal adalah
kepemimpinan partisipatif, yang juga disebut kepemimpinan pemberdayaan dan
kepemimpinan demokratis. Ini melibatkan penggunaan prosedur pengambilan keputusan oleh
seorang pemimpin yang memungkinkan orang lain seperti bawahan memiliki pengaruh
terhadap keputusan yang akan memengaruhi mereka (Coch & French, 1948; Heller & Yukl,
1969; Likert, 1961, 1967; Vroom & Yetton, 1973). Penggunaan prosedur pengambilan
keputusan yang memberdayakan mencerminkan kepedulian yang kuat untuk tujuan hubungan
seperti komitmen dan pengembangan bawahan, tetapi juga dapat melibatkan kepedulian
terhadap tujuan tugas seperti kualitas keputusan. Isi keputusan pemimpin dapat melibatkan
tujuan tugas (rencana prosedur kerja), tujuan hubungan (menentukan cara meningkatkan
manfaat karyawan), mengubah tujuan (mengidentifikasi inisiatif baru yang inovatif), atau
kombinasi dari ketiga jenis tujuanProsedur pengambilan keputusan partisipatif seperti
konsultasi atau keputusan bersama dapat digunakan dengan teman sebaya dan orang luar
(Pemasok, klien) serta dengan bawahan.
d. Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership)
Meta-kategori perilaku lain yang diidentifikasi pada 1980-an biasanya disebut
kepemimpinan transformasional (Bass, 1985), tetapi istilah lain untuk itu termasuk
kepemimpinan visioner dan kepemimpinan inspirasional. Komponen perilaku bervariasi
untuk teori dan ukuran kepemimpinan transformasional yang berbeda, tetapi mereka biasanya
mencakup beberapa perilaku berorientasi relasi seperti mendukung dan mengembangkan,
beberapa perilaku berorientasi perubahan seperti mengartikulasikan visi yang menarik dan
mendorong pemikiran inovatif, dan beberapa perilaku yang sulit untuk dikelompokkan ke
dalam satu meta-kategori tunggal (misalnya, memimpin dengan memberi contoh, berbicara
tentang nilai-nilai pribadi, berkorban untuk tim atau organisasi). Beberapa perilaku yang
sama juga dijelaskan dalam teori kepemimpinan karismatik.
e. Perilaku Kepemimpinan Eksternal (External Leadership Behaviors)
Teori dan penelitian tentang dyadic leadership jarang mencakup perilaku batas-batas,
sebagian karena informasi tentang perilaku seorang pemimpin biasanya diperoleh hanya
dengan mensurvei bawahan yang memiliki sedikit kesempatan untuk mengamati bagaimana
pemimpin mereka berinteraksi dengan orang-orang di luar unit kerja atau organisasi. Tiga

10
kategori perilaku eksternal yang berbeda dan didefinisikan secara luas adalah jaringan,
pemindaian lingkungan, dan mewakili (Luthans & Lockwood, 1984; Stogdill, Goode, & Day,
1962; Yukl et al., 2002; Yukl & Van Fleet, 1982; Yukl, Wall , & Lepsinger, 1990).
Jejaring melibatkan membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan
teman sebaya, atasan, dan orang luar yang dapat memberikan informasi, sumber daya, dan
dukungan politik yang diinginkan. Pemindaian lingkungan (juga disebut pemantauan
eksternal) mencakup pengumpulan informasi tentang peristiwa yang relevan dan perubahan
dalam lingkungan eksternal, mengidentifikasi ancaman dan peluang bagi kelompok atau
organisasi pemimpin, dan mengidentifikasi praktik terbaik yang dapat ditiru atau diadaptasi .
Pemindaian dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan kontak pemimpin, dengan
mempelajari publikasi yang relevan dan laporan industri, dengan melakukan penelitian pasar,
dan dengan mempelajari keputusan dan tindakan pesaing dan lawan. Mewakili termasuk
melobi untuk sumber daya dan bantuan dari atasan, mempromosikan dan membela reputasi
kelompok atau organisasi pemimpin, menegosiasikan perjanjian dengan rekan dan orang luar
seperti klien dan pemasok, dan menggunakan taktik politik untuk mempengaruhi keputusan
yang dibuat oleh atasan atau lembaga pemerintah
DAMPAK TUGAS DAN HUBUNGAN PERILAKU
Pada hari-hari awal penelitian tentang efek perilaku kepemimpinan, ratusan penelitian
dilakukan untuk menentukan pengaruh perilaku pada orientasi tugas dan orientasi hubungan
pada indikator efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan bawahan, kinerja bawahan, dan
peringkat efektivitas pemimpin oleh atasan. Para ahli telah menggunakan meta-analisis untuk
memeriksa hasil keseluruhan (mis., Fisher & Edwards, 1988; Hakim, Piccolo, & Illies, 2004).
Namun, hasilnya sulit untuk diinterpretasikan ketika beberapa tindakan yang berbeda, jenis
kriteria, dan metode penelitian dimasukkan dalam analisis yang sama. Temuan-temuan
tentang perilaku yang diteliti dijelaskan secara lengkap untuk studi survei dan jenis-jenis
penelitian lainnya.
a. Temuan Umum

Satu-satunya temuan yang konsisten dalam penelitian survei adalah hubungan positif
antara pertimbangan dan kepuasan bawahan. Bawahan biasanya lebih puas dengan pemimpin
yang perhatian, meskipun hubungannya lebih lemah ketika ukuran perilaku dan kepuasan
tidak dari sumber yang sama. Dalam beberapa penelitian, bawahan lebih puas dengan
pemimpin yang berstruktur, tetapi penelitian lain menemukan hubungan yang berlawanan
atau tidak ada hubungan yang signifikan.

11
Hasil dari eksperimen dan studi dengan insiden kritis, buku harian, dan wawancara lebih
konsisten, dan mereka umumnya mendukung proposisi bahwa pemimpin yang efektif
memandu dan memfasilitasi pekerjaan untuk mencapai tujuan tugas, sementara pada saat
yang sama menjaga hubungan kerja sama dan kerja tim. Sangat mungkin bahwa semua
pemimpin perlu menggunakan beberapa perilaku yang berorientasi pada tugas dan
berorientasi pada hubungan.
b. Evaluasi Penelitian Perilaku

Dalam sebuah teori yang disebut grid manajerial, Blake dan Mouton (1964, 1982)
mengusulkan bahwa manajer yang efektif memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang-
orang dan kepedulian yang tinggi untuk produksi. Kekhawatiran ini didefinisikan sebagai
nilai daripada sebagai perilaku. Perhatian yang tinggi bagi orang-orang, dan produksi
("pemimpin tinggi-tinggi") tidak menyiratkan bahwa pemimpin harus menggunakan semua
bentuk tugas dan perilaku hubungan. Seperti yang ditunjukkan dalam Bab 2, manajer
dipenuhi dengan tuntutan dan harus menjatah waktu mereka. Dengan demikian, manajer yang
efektif hanya akan menggunakan perilaku spesifik yang relevan untuk situasi mereka. Aspek
situasi yang menentukan perilaku berorientasi tugas dan perilaku yang berorientasi paling
relevan termasuk jenis tim atau organisasi, sifat tugas, dan karakteristik bawahan (misalnya,
pengalaman, motif, jenis kelamin dan keragaman budaya, kepercayaan dan kesetiaan,
identifikasi dengan tim). Beberapa pemantauan biasanya bermanfaat, tetapi jumlah yang
berlebihan dapat mengurangi kepuasan bawahan. Beberapa penelitian memeriksa interaksi
antara perilaku dengan efek yang saling terkait. Untuk memahami mengapa seorang
pemimpin efektif diperlukan pemeriksaan tentang bagaimana perilaku berinteraksi dalam
cara yang saling konsisten. Misalnya, operasi pemantauan bermanfaat untuk menemukan
masalah, tetapi kecuali jika sesuatu dilakukan untuk menyelesaikan masalah, pemantauan
tidak akan berkontribusi pada efektivitas pemimpin. Dengan demikian, bila perlu, pemimpin
yang efektif akan menggunakan perilaku lain (mis., Penyelesaian masalah, pelatihan) dalam
kombinasi dengan pemantauan. Keterampilan seorang pemimpin dalam memilih dan
memberlakukan perilaku yang sesuai terkait dengan keberhasilan hasil, dan kecuali jika suatu
perilaku digunakan dengan cara yang terampil, itu mungkin tidak efektif. Pola keseluruhan
perilaku kepemimpinan lebih penting daripada seberapa sering jenis perilaku tertentu
digunakan, dan pola perilaku yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai hasil yang sama.
Penelitian perilaku memberikan beberapa wawasan yang berguna tentang kepemimpinan
yang efektif, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana pemimpin

12
yang efektif menyesuaikan perilaku mereka dengan situasi dan mampu menjadi fleksibel
ketika situasi berubah. Sebagian besar penelitian perilaku telah meneliti bagaimana pemimpin
bertindak terhadap bawahan, dan lebih banyak penelitian diperlukan pada perilaku batas-
batas, yang dapat sama pentingnya untuk kepemimpinan yang efektif.
KEPEMIMPINAN SUPORTIF
Kepemimpinan suportif (atau "pendukung") mencakup beragam perilaku yang
menunjukkan pertimbangan, penerimaan, dan kepedulian terhadap kebutuhan dan perasaan
orang lain. Kepemimpinan yang suportif membantu membangun dan mempertahankan
hubungan interpersonal yang efektif. Seorang manajer yang perhatian dan ramah terhadap
orang-orang lebih mungkin untuk memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka. Ikatan
emosional yang terbentuk membuatnya lebih mudah untuk mendapatkan kerja sama dan
dukungan dari orang-orang yang menjadi andalan manajer untuk menyelesaikan pekerjaan.
Lebih memuaskan bekerja dengan seseorang yang ramah, kooperatif, dan suportif daripada
dengan seseorang yang dingin dan impersonal, atau lebih buruk, bermusuhan, dan tidak
kooperatif. Kepemimpinan yang mendukung dapat meningkatkan penerimaan bawahan
terhadap pemimpin, kepercayaan pada pemimpin dan tugas tambahan yang diberikan oleh
pemimpin.
Beberapa bentuk perilaku pendukung meningkatkan kepercayaan diri bawahan dan
mengurangi jumlah stres dalam pekerjaan. Stres dikurangi dengan menunjukkan
penghargaan, mendengarkan masalah dan keluhan, memberikan bantuan bila perlu,
mengekspresikan kepercayaan pada orang tersebut, melakukan hal-hal untuk membuat
lingkungan kerja lebih menyenangkan, dan melindungi orang tersebut dari tuntutan yang
tidak perlu oleh orang luar. Stres terjadi apabila bawahan diberikan tuntutan yang tidak
masuk akal, menekan orang tersebut untuk bekerja lebih cepat, menjadi terlalu kritis, dan
menuntut kepatuhan dengan persyaratan birokrasi yang tidak perlu
Pedoman untuk mendukung
Pedoman berikut menunjukkan cara yang dapat digunakan manajer untuk mendukung
secara efektif pada bawahan dan lainnya (lihat Tabel 3-7 untuk ringkasan).
 Tunjukkan dukungan dan hal positif.
Ada banyak cara untuk menunjukkan penerimaan dan kepedulian
terhadap orang lain dalam perilaku Anda sehari-hari. Kepemimpinan yang
suportif berarti bersikap sopan dan penuh perhatian. Pertahankan disposisi
yang menyenangkan dan ceria. Luangkan waktu bersama bawahan untuk
mengenal mereka lebih baik dan mencari tahu tentang minat, kegiatan

13
rekreasi, keluarga, dan hobi mereka. Ingat percakapan sebelumnya dengan
orang tersebut, termasuk detail tentang keluarga dan kegiatan orang tersebut.
Jika perlu, simpan buku catatan dengan jenis informasi ini tentang masing-
masing bawahan.
 Berikan simpati dan dukungan ketika orang tersebut cemas atau kesal.
Tunjukkan pengertian dan simpati untuk seseorang yang kesal dengan
stres dan kesulitan dalam pekerjaan. Cobalah untuk memahami mengapa
orang itu cemas atau frustrasi, dan jika perlu, menawarkan bimbingan, nasihat,
dan bantuan pribadi. Misalnya, ikut membantu bawahan melakukan pekerjaan
mereka ketika beban kerja terlalu tinggi adalah cara yang efektif untuk
menunjukkan dukungan.
 Dorong harga diri dan kepercayaan diri orang tersebut.
Menunjukkan bahwa orang tersebut dinilai sebagai anggota organisasi.
Ekspresikan kepercayaan diri pada orang saat menugaskan tugas yang sulit.
Ketika seseorang berkecil hati karena masalah pekerjaan dan kemunduran
dalam tugas yang sulit, manajer yang mendukung akan mengatakan hal-hal
untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Ketika salah satu
dari mereka melakukan kinerja atau masalah, manajer yang supportive akan
memeberikan semangat untuk mendorong kepercayaan diri bawahan.Penting
untuk menunjukkan keinginan yang tulus untuk membantu seseorang belajar
dari kesalahan dan mengatasi masalah kinerja.
 Bersedia membantu masalah pribadi.
Manajer yang efektif bersedia membantu karyawan menangani
masalah pribadi (mis., Masalah keluarga, masalah keuangan, penyalahgunaan
zat) ketika bantuan diminta atau itu jelas dibutuhkan karena kinerja orang
tersebut terkena dampak buruk. Contoh hal-hal yang dapat dilakukan seorang
manajer termasuk membantu orang tersebut mengidentifikasi dan
mengungkapkan kekhawatiran dan perasaan, membantu orang itu memahami
alasan masalah pribadi, dan menawarkan saran.
ANALISIS KEPEMIMPINAN TOKOH IGNASIUS JONAN

14
Tipe perilaku Kepemimpinan Utama Ignasius Jonan yaitu :
Perilaku Berorientasi pada Perubahan (Change-oriented Behavior)
 Perilaku berorientasi tugas terutama berkaitan dengan menyelesaikan tugas
dengan cara yang efisien dan dapat diandalkan.

Di awal rnenjalankan tugas banyak yang rneragukan Jonan mampu rnendongkrak kualitas
pelayanan dan rnernbenahi KAI secara keseluruhan. Keraguan itu beralasan, rnengingat latar
belakang pendidikan dan karir Jonan sama sekali tidak terkait dengan pelayanan publik
apalagi transportasi. Di samping memang menyukai tantangan, sebagai orang beragama dan
warga negara, Jonan berprinsip ada saatnya bekerja untuk diri sendiri, ada saatnya bekerja
untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu orang lain yang lebih membutuhkan, masyarakat,
dan bangsa. Ia merasa awal tahun 2009 itu merupakan titik awal sebuah periode untuk
bekerja tidak semata untuk diri sendiri. Jonan sadar dirinya orang baru di dunia kereta api.
Jonan sadar pula banyak orang meragukan kapasitas dan kapabilitasnya untuk bisa
membereskan karnt marnt persoalan kereta api. Tapi Jonan berkeyakinan, sampai saat dia
dilantik belum pernah ada sosok yang mampu menjalankan pelayanan publik dengan baik,
khususnya di sektor transportasi, dan lebih khusus lagi kereta api. Artinya di seluruh republik
ini belum ada orang yang bisa dikatakan punya pengalaman dalam mengelola pelayanan
publik di sektor kereta api, dengan praktik pengelolaan sebagaimana semestinya. Bahkan
orang dalam PT KA sekalipun. Dengan kata lain, siapa pun yang duduk di kursi dirut PT KA
waktu itu, statusnya adalah "pemain baru" yang belum punya jam terbang dalam mengelola
dan menjalankan pelayanan publik. Semua berangkat dari nol. Apalagi hingga usia negeri ini
mencapai 67 tahun, belum ada standar baku dan acuan penyelenggaraan pelayanan publik.
Maka Jonan menyusun sendiri roadmap pembenahan pelayanan kereta api. Bekal Jonan
adalah kegemarannya naik kereta api ketika berada di luar negeri. Ketika berada di Amerika

15
Serikat, Jepang, Perancis, dan sejurnlah negara lain, Jonan selalu memilih kereta api sebagai
sarana transportasi. Dari situ dia mencermati dan mencatat bagaimana pelayanan terhadap
penumpang, kondisi stasiun, manajemen, dan profesionalisme petugas.
 Perilaku yang berorientasi pada hubungan terutama berkaitan dengan
meningkatnya rasa saling percaya, kerja sama, kepuasan kerja, dan identifikasi
dengan tim atau organisasi.

Ignasius jonan selalu menyempatkan untuk berbincang dengan para karyawan. Jonan bisa
menjadi bos yang tegas, menjadi bapak yang mengayomi, atau kawan yang enak diajak
bicara dan diskusi. Beliau menghilangkan sekat-sekat birokrasi dan formalitas. Ke mana
pergi beliau hanya sendiri. Tidak ada ajudan atau staf khusus. Untuk bisa menggugah
semangat serta motivasi karyawan, Jonan tak hanya bertutur tentang pekerjaan. Sebagai
bapak ia kerap memberi wejangan kepada seluruh jajarannya, hingga ke level terbawah.

Jonan menyediakan diri sebagai role model untuk komitmen, konsistensi, bersih dari
kepentingan pribadi, dan kepedulian. Hal itu kemudian menular pula pada jajaran direksi.
Adanya pimpinan yang memberi contoh dan keteladanan itulah yang menyebabkan karyawan
bisa digerakkan untuk berubah mengikuti sistem dan budaya baru. Seorang karyawan senior
menuturkan, gagasan perubahan dan pembenahan selalu didengungkan oleh pimpinan KAI
dari periode ke periode. Namun tidak bisa terlaksana karena para karyawan selalu melihat di
balik rencana atau kebijakan itu para pimpinan memperoleh "sesuatu". Ada udang di balik
batu. Akibatnya para karyawan pun lagi-lagi kembali ke prinsip USA. Para pimpinan dapat
sesuatu, lalu untuk saya apa? Kultur seperti itu mengakibatkan tidak ada trust di antara
pimpinan dan karyawan, antar pimpinan, dan antar karyawan. Jadi lah KAI komunitas yang
tidak memiliki kepercayaan sebagai perekat yang menyatukan dan menggerakkan seluruh
unsur perusahaan. Tidak ada harapan untuk kemajuan dan perbaikan dari sebuah low trust
community seperti itu. Jonan menumbuhkan kembali budaya saling percaya dengan contoh
dan keteladanan. Jonan leluasa melakukan pembenahan, termasuk melabrak pakem yang

16
selama ini sudah membudaya, karena dia berhasil membuktikan kepada seluruh jajaran KAI
bahwa dia tidak punya kepentingan apa-apa, selain untuk memajukan KAI. Para karyawan
dipacu untuk bekerja keras, penuh disiplin, inovatif, dan berorientasi pada hasil terbaik.
Selebihnya, soal hak-hak karyawan menjadi tanggung jawab Jonan. "Kerja sebaik-baiknya,
penuh disiplin, selebihnya saya yang memikirkan," kata Jonan dalam berbagai kesempatan
bertemu karyawan. Faktanya, kesejahteraan karyawan memang meningkat drastis selama
empat tahun kepemimpinan Jonan. Naik hingga 250% Bisa jadi KAI satu-satunya BUMN
yang melakukan hal itu. Bahkan dibandingkan dengan penghasilan pegawai kereta api di
Amerika Serikat pun KAI tidak kalah.
 Perilaku berorientasi perubahan terutama berkaitan dengan memahami
lingkungan, menemukan cara-cara inovatif untuk beradaptasi dengannya, dan
menerapkan perubahan besar dalam strategi, produk, atau proses.

Dari product oriented menjadi customer oriented. Pelayanan terbaik kepada penumpang
menjadi tema utama Jonan. Inilah isu yang terns menerus menjadi perhatian dan kepedulian
Jonan. Di setiap kesempatan, termasuk melalui broadcast message yang dikirimkan ke
seluruh jajaran, Jonan tak bosan-bosan mengingatkan pentingnya melayani pelanggan dan
penumpang. Perubahan mindset diikuti dengan penegakan disiplin yang tegas dan tidak
pandang bulu. Manajemen tidak segan-segan menindak petugas yang melalaikan tugas. Dari
sisi manajemen, prinsipprinsip good corporate governance (GCG) yang selama ini diabaikan,
ditegakkan dengan konsisten dan transparan. Output dari perubahan itu menyebabkan banyak
orang terheran-heran saat naik kereta api dalam dua tahun terakhir. Stasiunstasiun tampak
bersih, rapi, dan teratur. Meninggalkan kesan lama yang kotor, kumuh, dan semrawut. Peron
dan ruang tunggu lebih nyaman, dan tidak ada gangguan pedagang asongan, pengemis, atau
porter liar. Toilet bersih dan wangi.
DAFTAR PUSTAKA
Djuraid M H. (2013). Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, BUMN Track, Jakarta
Gary A. Yukl., Leadership in Organizations (8th Edition), Pearson Education

RPS 3
“PERAN PEMIMPIN DALAM PERUBAHAN ORGANISASI”
1. Tipe-tipe Perubahan Organisasi
Perubahan besar dalam organisasi dapat mengambil banyak bentuk. Banyak program
perubahan dan intervensi ditargetkan pada suatu sasaran tertentu, dan identitas dari sasaran di

17
antara mereka. Sasaran penting meliputi sikap dan keterampilan yang berubah peran kerja
yang berubah, teknologi yang berubah, atau strategi kompetitif yang berubah.
a. Mengubah Sikap atau Peran?
Banyak upaya untuk memperkenalkan perubahan dalam sebuah organisasi
menekankan perubahan pada sikap atau peran tetapi tidak keduanya (Beer, Eisenstat &
Spector, 1990). Pendekatan yang berpusat pada sikap melibatkan perubahan sikap dan nilai-
nilai dengan daya tarik persuasif, program pelatihan, aktivitas pembentukn tim, atau program
perubahan budaya. Tambahan lagi, keterampilan teknis atau antara pribadi dapat ditingkatkan
dengan program pelatihan. Asumsi yang mendasari adalah bahwa sikap dan keterampilan
yang baru akan menyebabkan perilaku untuk berubah dalam cara yang menguntungkan.
Diharapkan bahwa orang yang berubah menjadi agen perubahan itu sendiri dan
memindahkan visi itu kepada orang lain dalam organisasi.
Pendekatan yang amat berbeda adalah mengubah peran kerja, pola interaks kriteria
kinerja, dan kontingensi penghargaan. Pendekatan yang berpusat pada peran melibatkan
perubahan peran kerja dengan merancang kembali pekerjaan agar meliputi aktivitas dan
tanggung jawab berbeda, dengan melakukan reorganisasi arus kerja. dengan memodifikasi
hubungan otoritas, dengan mengubah kriteria dan prosedur untuk evaluasi pekerjaan, dan
dengan mengubah sistem penghargaan. Asumsinya adalah bahwa saat peran meminta orang
untuk bertindak dalam cara yang berbeda, mereka akan mengubah sikap mereka agar
konsisten dengan perilaku yang baru. Perilaku yang efektif dibujuk oleh persyaratan peran
yang baru dan dikuatkan oleh sistem evaluasi dan penghargaan.
b. Teknologi
Tidak semua program perubahan berfokus pada sikap atau peran. Pendekatan lainnya
adalah mengubah teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan atau untuk
mendukung aktivitas kerja yang penting. Contoh dari pendekatan yang berpusat pada
teknologi meliputi jenis peralatan baru untuk melakukan pekerjaan, merancang kembali
fasilitas fisik (misalnya konversi untuk kantor terbuka, relokasi dari departemen agar lebih
dekat), dan sistem informasi dan pendukung kėputusan yang baru (misalnya, tempat kerja
yang berjaringan, sistem informasi sumber daya manusia sistem inventaris dan pemrosesan
pesanan, sistem penelusuran penjualan, sebuah intranet dengan pemakaian kelompok untuk
komunikasi dan pembagian ide di antara para karyawan yang memiliki aktivitas
berhubungan). Teknologi baru mungkin tidak diterima dan digunakan dalam cara yang efektif
kecuali terdapat perubahan yang konsisten dalam peran kerja, sikap dan keterampilan.
c. Strategi Kompetitif

18
Jenis utama perubahan lainnya adalah dalam strategi kompetitif dasar dari organisasi.
Contoh dari pendekatan yang berpusat pada strategi ini meliputi pengenalan produk atau jasa
baru, memasuki pasar baru, menggunakan bentuk pemasaran yang baru, memulai penjualan
Internet selain penjualan langsung, membentuk aliansi atau joint venture dengan organisasi
lain, dan memodifikasi hubungan dengan para pemasok (misalnya menjadi rekanan dengan
beberapa pemasok yang dapat diandalkan). Perubahan dalam strategi sering kali meminta
perubahan konsisten pada orang-orang, peran kerja, dan teknologi. Kecuali perubahan
lainnya ini terjadi, strateginya bisa gagal.
d. Pentingnya Diagnosis
Banyak organisasi yang menerapkan program perubahan umum yang populer ada
waktu itu bahkan jika hanya ada sedikit atau tidak ada bukti empiris bahwa mereka adalah
efektif. Sebuah kesalahan umum adalah menerapkan sebuah program perubahan umum tanpa
diagnosis yang teliti atas permasalahan yang menghadapi sebuah organisasi. Sebuah program
umum tidak mungkin menyelesaikan sendiri masalah organisasi itu, dan mungkin
membuatnya lebih buruk (Beer et al, 1990). Sebelum memulai perubahan besar, para
pemimpin harus jelas mengenai sifat dari masalah itu dan sasaran dari program perubahan.
Tepat seperti dalam pengobatan untuk penyakit fisik, langkah pertama adalah diagnosis teliti
untuk menentukan apa yang salah dengan pasiennya. Diagnosis organisatoris dapat dilakukan
oleh tim manajemen puncak, oleh konsultan dari luar atau oleh satuan tugas yang terdiri dari
perwakilan dari berbagai stakeholder penting dalam organisasi. Setelah diagnosis itu
diselesaikan, sebuah program perubahan yang tepat harus dirancang dengan perubahan yang
melengkapi dalam peran, orang teknologi, dan jika dimungkinkan, juga perubahan dalam
strategi kompetitif.

2. Proses Perubahan Organisasi


Upaya akan menerapkan perubahan organisasi akan lebih mungkin berhasil jika
permimpin memahami alasan mengapa orang menerima atau menolak perubahan, tahan
proses perubahan yang berurutan, jenis perubahan yang berbeda-beda, dan kegunaan dari
menggunakan model yang tepat untuk memahami masalah organisasi
a. Alasan yang Berbeda-Beda Untuk Menerima Perubahan
Reaksi awal untuk perubahan yang diusulkan bisa berupa penerimaan, dan ada alasan
yang berbeda-beda mengapa seseorang bersedia menerima perubahan,dan bukan
menolaknya.Penerimaan terhadap perubahan mungkin terjadi bila orang percaya bahwa

19
ini adalah penerapan sah dari otoritas pemimpin (kekuasaan yang sah), atau bila merea
takut dihukum arena menolak perubahan(kekuasaan yag memaksa).
b. Perlawanan terhadap Perubahan
Perlawanan terhadap perubahan merupakan fenomena umum bagi orang dan
organisasi.Terdapat sejumlah alasan berbeda mengapa orang menentang perubahan besar
dalam organisasi
 Tidak ada rasa Percaya.
Alasan dasar untuk menolak perubahan adalah rasa tidak percaa terhadap orang yang
mengusulkannya. Rasa tidak percaya dapat memperbesar dampak dari sumber
perlawanan lainnya. Bahkan ketika tidak ada ancaman yang jelas, perubahan dapat
ditentang jika orang membayangkan adanya implikasi besar dan tersembunyi yang
hanya akan menjadi jelas pada beberapa waktu mendatang
 Yakin bahwa Perubahan Tidak Perlu
Penolakan lebih mungkin teradi jika cara melakukan segala sesuatu saat ini telah
terbukti sukses di masa lalu dan tidak ada bukti yang jelas akan adanya masalah serius
yang membutuhkan perubahan besar.
 Yakin bahwa Perubahan Tida Mungkin dilaksanakan
Meskipun masalahnya diakui, perubahan yang diusulkan mungkin dtentang karena
terlihat tidak mungkin berhasil. Kegagalan program sebelumnya menciptakan sinisme
dan membuat orang ragu bahwa program berikutnya akan lebih baik.
 Ancaman Ekonomis
Meskipun perubahan akan menguntungkan organisasi , hal ini akan ditentang oleh
orang yang akan menderita kerugian pendapatan pribadi, tunjangan atau keamanan
pekerjaan. Hal terakhir ini khusus nya relevan ketika perubahan melibatkan
penggantian orang dengan teknologi atau proses yang disempurnakan untuk
membuatnya lebih efisien.
 Biaya Relatif tinggi
Meskipun perubahan memiliki manfaat yang jelas, hal ini selalu membutuhka biaya.
Rutinitas yang telah dikenal harus diubah yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
membutuhkan upaya yang lebih besar. Dibutuhkan sumber daya untuk menrapkan
perubahan , dan sumber daya yang telah diinvestasikan untuk melakukan bebrapa ral
secara tradisional akan hilang.
 Ketakutan atas kegagalan pribadi

20
Perubahan membuat beberapa keahlian menjadi usang dan menuntut pembelajaran
cara baru untuk melakukan pekerjaan tertentu.Orang yang tidak memiliki rasa percaya
diri akan segan menukar prosedur yang teah mereka kuasadi dengan prosedur baru
yang mungkin terbukti terlalu sulit dikuasai.
 Hilangnya Status dan Kekuasaan
Perubahan besar organisasi pasti menghasilkan beberapa perubahan kekuasaan yang
bersifat relatif serta status bagi orang dan subunit tertentu. Orang yang bertanggung
jawab atas aktivitas yang akan dipotong atau dihilangkan akan kehilangan status dan
kekuasaan yang membuat mereka menentang perubahan.
 Ancaman terhadap nilai dan idelisme
Perubahan yang terlihat tidak konsisten dengan nilai dan idealisme yang kuat dan
ditentang.Ancaman terhadap nilai seseorang meningkatkan emosi yang kuat
mendorong penolakan terhadap perubahan.
 Kemarahan terhadap Campur Tangan
Beberapa orang menentang perubahan karena mereka tidak ingin dikendalikan oleh
orang lain. Upaya untuk memanipulasi mereka atau memaksakan perubahan akan
mendatangkan kemarahan dan sikap bermusuhan.
Tahapan Proses Perubahan
Teori proses perubahan menjelaskan pola peristiwa khas tertentu yang terjad dari awal
perubahan hingga akhir. Salah satu teori proses perubahan paling awal adalah model medan-
gaya dari Lewin (1951). Ia mengusulkan bahwa proses perubahan dapat dibagi menjadi 3
tahap : mencairkan, mengubah, dan membekukan kembali.
Dalam tahap mecairkan, orang menyadari bahwa cara lama melakukukan segala hal
tidak lagi memadai. Kesadaran ini bisa teradi sebagai akibat dari kriris yang terlihat jelas atau
bisa dihasilkan dari upaya untuk menggambarkan ancaman atau peluang yang belum terbukti
kepada orang banyak dalam organisasi.
Dalam tahap perubahan, orang mencari cara baru untuk melakukan segala hal dan
memilih pendekatan yang menjanjikan. Dalam tahapan membukan kembali, pendekatan
baru diterapkan dan didirikan. Ketiga tahapan itu semuanya penting bagi perubahan yang
berhasil. Upaya untuk langsung pindah ke tahapan penolakan yang kuat. Kurangnya
diagnosis dan pemecahan masalah yang sistematis dalam tahap pembuatan konsensuites dan
antusiasme yang berkurang dalam tahapan ketiga dapat mengakibatkan perubahan ditolak
segera diterapkan.

21
Perubahan dapat dicapai dengan dua jenis tindakan. Satu pendekatan adalah dengan
meingkatkan gaya pendorong terhadap perubahan (misalnya ; meningkatkan insentif,
menggunakan kekuasaan posisi untuk mendorong perubahan). Pendekatan lainnya adalah
mengurangi gaya yang membatasi yang menciptakan penolakan terhadap perubahan
(misalnya mengurangi rasa takut akan kegagalan atau kerugian ekonomi, mengundang atau
menghilangkan lawan). Jika gaya yang membatasi itu lemah, mungkin cukup hanya dengan
meningkatkan gaya yang mendorong. Namun, ketika gaya yang membatasi itu kuat,
disarakan menggunakan pendekatan ganda.
3. Penerimaan dan Penolakan
Teori proses lainnya menjelaskan bagaimana orang dalam organisasi beraksi terhadap
perubahan yang dikenakan pada mereka ( Gebert, Boerner & Lanwehr, 2003, Krause, 2004,
Jick,1993 woodward & Bucholz, 1987). Teori dibangun berdasarkan pengamatan mengenai
urutan khas tentang reaksi orang terhadap peristiwa mendadak berdasarkan pengamatan
mengenai urutan khas tentang reaksi orang terhadap peristiwa mendadak yang traumatis
seperti kematian orag yang dikasihi , perceraian, atau bencana alam yang menghancurkan
rumah seseorang ( Lazarus,1991). Pola reaksi serupa diasumsikan terjadi selama perubahan
organisasi. Pola reaksi tersebut memiliki empat tahapan : penolakan, kemarahan,kedukaan
dan adaptasi. Reaksi awal adalah menolak bahwa perubahan ini diperlukan. Tahapan
berikutnya adalah marah dan encari seseorang untuk dipersalahkan. Pada saat yang sama,
orang secara keras kepala menentang untuk melepaskan cara yang telah biasa dalam
melakukan segala hal. Pada tahap ketiga, orang berhenti dari menolak bahwa perubahan tidak
terhindarkan, mengakui apa yang telah hilang, dan berduka atasnya. Tahapan akhirnya adalah
menerima perlunya berubah dan melanjutkan hidup. Durasi dan keparahan tiap-tiap jenis
reaksi bias amat beragam dan beberapa orang terjepit pada tahapan menengah. Pemahaman
terhadap tahapan ini penting bagi pera pemimpin perubahan, yang harus belajar bersabar dan
membantu. Banyak orang yang membutuhkan bantuan untuk engatasi penolakan,
menyalurkan kemarahan mereka secara konstruktif, berduka tanpa menjaditerlalu depresi,
dan memiliki optimism mengenai penyesuaian ini dengan berhasil.

4. Inovasi dan Pembelajaran Kolektif


Pembelajaran organisasi melibatkan perolehan dan penggunaan pengetahuan baru.
Pengetahuan baru dapat diciptakan secara internal atau didapat dari luar organisasi (Nevis,
Dibella & Gould, 1995). Setelah pengetahuan baru didapat, hal itu harus disampaikan ke

22
orang yang membutuhkannya dan diterapkan untuk menyempurnakan produk, layanan, dan
proses kerja (Crossan, Lane, & White, 1999).
a. Pembelajaran Organisasi
Istilah pembelajaran organisasi telah digunakan untuk menggambarkan organisasi yang
cepat belajar dan menggunakan pengetahuan itu untuk menjadi lebih efektif (misal, Crossanet
al., 1999; Fiol & Lyles, 1985; Huber, 1991; Levitt & March, 1988). Dalam organisasi ini,
nilai dari pembelajaran, inovasi, eksperimentasi, fleksibilitas, dan inisiatif tertanam dengan
kuat di dalam budaya organisasi (Baer & Frese, 2003; James, 2002; Kotter & Heskett, 1992;
Miron, Frez, &Naveh, 2004; Popper & Lipshitz, 1998). Pemimpin mengembangkan dan
menyempurnakan perangkat konseptual dan model mental bersama untuk memahami
bagaimana segala hal bekerja, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, dan bagaimana
mencapai tujuan organisasi. Semua orang pada setiap tingkatan diberdayakan untuk
menghadapi masalah dan menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan itu.
Pengetahuan disebarkan atau dibuat mudah tersedia bagi siapa saja yang membutuhkannya,
dan orang didorong untuk menerapkannya pada pekerjaan mereka. Manajemen puncak
menciptakan dan mempertahankan proses untuk menumbuhkan ide dan mendukung
perubahan yang diawali oleh orang di tingkat yang lebih rendah dalam organisasi.
b. Dorongan Apresiasi Terhadap Fleksibilitas dan Inovasi.
Perubahan besar akan lebih mudah diterima dan tidak terlalu mengganggu jika orang
mengembangkan kebanggaan dan keyakinan akan kapasitas mereka untuk beradaptasi dan
belajar. Orang yang percaya diri akan lebih memandang perubahan sebagai tantangan yang
menggairahkan bukannya beban yang tidak menyenangkan. Untuk mengembangkan apresiasi
terhadap fleksibilitas dan adaptasi, doronglah orang untuk memandang semua praktek ini
sebagai hal yang bersifat sementara waktu. Setiap aktivitas harus diuji secara periodik untuk
menentukan apakah hal ini masih dibutuhkan dan bagaimana cara hal ini ditingkatkan atau
dihilangkan. Doronglah dan dukunglah praktik pembelajaran dan program peningkatan
kualitas yang relevan (misal, peninjauan setelah aktivitas kerja, pembuatan tolok ukur, Six
Sigma, Total Quality Manajemen, dan siklus kualitas).
c. Dorongan dan Fasilitasi Pembelajaran oleh Individu dan Tim.
Organisasi bisa belajar hanya ketika anggota individu organisasi itu belajar (Senge,
1990). Pemimpin seharusnya membuat bawahan terus mendapat informasi tentang peluang
pembelajaran yang relevan (misal, lokakarya, program pelatihan, kursus) dan membuat hal
itu lebih mudah mereka mengejar peluang mereka (misal, menyediakan waktu, memberi

23
bantuan pendidikan). Pemimpin juga bisa mendorong dan memfasilitasi pembelajaran
kolektif kepada tim.
d. Bantu Orang Meningkatkan Model Mental Mereka.
Untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang kompleks,
sering diperlukan pemikiran sistem. Pemimpin seharusnya membantu orang untuk memahami
dan menyempurnakan model mental mereka tentang cara kerja segala sesuatu di organisasi
itu dan alasan bagi keberhasilan atau kegagalannya. Dengan membantu orang untuk
memahami sistem yang kompleks, pemimpin bisa meningkatkan kemampuan mereka belajar
dan memecahkan masalah (Senge, 1990). Dalam cara ini, pemimpin juga membantu orang
memahami bahwa mereka tidaklah tak berdaya dan bisa secara kolektif memengaruhi
peristiwa dalam organisasi.
e. Tarik Pelajaran dari Kejutan dan Kegagalan.
Kejutan dan kegagalan biasanya memberikan lebih banyak kesempatan untuk belajar
dibandingkan peristiwa dan hasil yang dapat diperkirakan. Hal-hal yang terjadi seperti yang
diperkirakan menguatkan teori atau asumsi yang ada, tetapi tidak memberikan wawasan baru.
Penting untuk menyebutkan terlebih dahulu apa hasil yang diharapkan dari aktivitas atau
perubahan dan asumsi yang menjadi dasar prediksi itu. Jika tidak, bukannya menggunakan
hasil yang tidak diharapkan untuk mengevaluasi kembali model itu, orang akan lebih
mungkin mengabaikannya atau mengasumsikan bahwa hal itu seharusnya dapat
diprediksikan sejak awal. Buatlah prediksi dan alasan khusus untuk membuat mereka menjadi
bagian reguler dari proses perencanaan, dan buatlah evaluasi hasil untuk memprediksi bagian
reguler dari proses kaji ulang setelah aktivitas.
f. Dorong dan Fasilitasi Penyebaran Pengetahuan dan Ide.
Pemimpin di semua tingkatan seharusnya mendorong dan memfasilitasi penyebaran
pengetahuan yang efektif dalam organisasi. Dorong bawahan untuk menyebarkan ide dan
pengetahuan yang relevan ke orang lain dalam organisasi yang bisa menggunakan hal itu
untuk meningkatkan kinerja mereka sendiri. Dorong bawahan untuk mendukung dan
menggunakan program manajemen pengetahuan (misal, direktori sumber daya, basis data,
perangkat lunak kolaborasi).
g. Tetapkan Sasaran Inovasi.
Pemimpin seharusnya mendorong aktivitas kewirausahaan dan membantu karyawan
untuk menemukan waktu guna mengejar ide mereka tentang produk dan proses baru atau
yang telah disempurnakan. Satu cara untuk meningkatkan jumlah ide kreatif adalah dengan
menetapkan sasaran inovasi baik bagi individu atau tim. Sasaran juga dapat ditetapkan untuk

24
aplikasi. ide guna menyempurnakan produk dan proses kerja tersebut. Sebagai contoh,
beberapa perusahaan menetapkan sasaran untuk memiliki produk atau jasa baru (yang
diperkenalkan selama tiga tahun terakhir) yang memberikan persentase besar atas penjualan
setiap tahunnya.
h. Hargai Perilaku yang Berjiwa Kewirausahaan.
Karyawan yang menemukan produk baru atau menyarankan cara untuk
menyempurnakan produk dan proses yang telah ada seharusnya menerima pengakuan yang
layak dan penghargaan yang setara. Dukungan dan kerja sama dengan banyak orang
diperlukan agar ide baru diterima dan diterapkan secara efektif dalam organisasi. Adalah
penting untuk memberikan pengakuan dan penghargaan yang setara tidak hanya ke individu
atau tim yang menyumbangkan ide kreatif, tetapi juga ke individu yang berfungsi sebagai
sponsor, penasihat, dan jawara inovasi.

ANALISIS KEPEMIMPINAN TOKOH IGNASIUS JONAN

Perubahan Organisasi pada PT KAI pada masa kepemimpinan Jonan Ignasius berbeda
dengan pemimpin KAI sebelumnya yang bergaya birokrat. Baik dari gaya dan juga
filosofinya. Jonan memiliki latar belakang profesional sehingga kulturnya adalah korporasi.
Dia mengubah budaya perusahaan di KAI dari birokrasi menjadi korporasi. Dalam birokrasi
aturan menjadi menonjol, tujuannya adalah untuk menjalankan itu sendiri. Sedangkan dalam
korporasi, aturan adalah alat mencapai tujuan. Lebih dari itu, menurut Martinus Swasono,
Jonan memiliki dedikasi dan komitmen yang besar untuk memajukan KAI. Jika tidak, dia
sudah keluar karena banyak perusahaan lain yang siap menerima dengan gaji yang jauh lebih
besar. Hal itu menjadi catatan tersendiri bagi para karyawan, sehingga mereka bisa

25
digerakkan untuk berubah menjadi lebih baik. Melalui pendekatan evolusi yang dipercepat,
obsesi itu kini sudah menampakkan tanda-tanda perwujudannya. Budaya korporasi itulah
yang kini menopang eksistensi KAI sebagai service company, dengan 4 Pilar Utama yaitu
Keselamatan, Ketepatan Waktu, Pelayanan, dan Kenyamanan. Jonan mengakui mengubah
budaya perusahaan hingga ke bentuk yang relatif sempurna butuh waktu panjang. Tapi itu
adalah tugas yang harus dijalankan sebagai seorang CEO: "My job as a CEO is to change the
culture. But it takes 10 to 20 years to change the culture."
Ignasius Jonan melakukan perubahan PT KAI melalui Teknologi , Selama bertahun-tahun
manajemen KAI mencanangkan perang melawan calo. Caranya dengan menggandeng aparat
keamanan dan mengim bau penumpang agar tidak membeli tiket dari calo. Penumpang
diminta melapor ke petugas jika menjumpai calo beroperasi di stasiun. Spanduk imbauan
dipasang di berbagai sudut. Nyatanya "manajemen perang" seperti itu tidak mempan
memberantas calo. Para calo masih bebas berkeliaran. Musababnya, pembelian tiket
terkonsentrasi di loket stasiun, dan adanya oknum KA yang kongkalikong dengan para calo.
Ignasius Jonan pun mencanangkan perang serupa, tapi dengan pendekatan yang berbeda.
Beliau menanfaatkan secara maksimal teknologi informasi (TI) sehingga penjualan tiket tidak
terkonsentrasi di stasiun. KAI menjalin kerja sama dengan PT Pos, Alfamart, dan Indomaret
sehingga calon penumpang bisa membeli tiket di mana saja. Pemanfaatan TI disertai dengan
kebijakan one seat one passenger dan boarding system yang mewajibkan nama penumpang
sesuai antara yang tertera di tiket dan di kartu identitas. Pendekatan ini ternyata efektif
membuat para calo mati kutu. Teknologi telah mengusir calo dari stasiun. Stasiun-stasiun
menjadi tertib dan nyaman, begitu juga dengan perjalanan kereta api.

DAFTRA PUSTAKA
Djuraid M H. (2013). Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, BUMN Track, Jakarta
Gary A, Yulk 2017. Kepemimpinan dalam Organisasi Edisi Ketujuh. PT Indeks.
Kambangan Utara-Jakarta Barat 11610
Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Kelima (2005), PT Indeks,
Jakarta
RPS 4
“PEMBERDAYAAN KEPEMIMPINAN”
KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan berbagai macam prosedur keputusan
yang memberi orang lain pengaruh tertentu terhadap keputusan pemimpin tersebut. Istilah

26
lainnya yang biasa digunakan untuk menunjuk ke aspek kepemimpinan partisipatif mencakup
konsultasi, pengambilan keputusan bersama, pembagian kekuasaan, desentralisasi,
pemberdayaan, dan manajemen yang demokratis. Kepemimpinan partisipatif dapat dianggap
sebagai jenis perilaku yang berbeda walaupun dapat digunakan bersama dengan perilaku
tugas dan hubungan yang khusus (Likert, 1967; Yukl, 1971). Sebagai contoh, konsultasi
dengan para karyawan mengenai rancangan sistem waktu kerja yang fleksibel dan yang
simultan dapat melibatkan perencanaan jadwal kerja dan memperhatikan perhatian atas
kebutuhan karyawan yang lebih baik.
Macam-Macam Partisipasi
Kepemimpinan partisipatif dapat mengambil berbagai bentuk. Empat prosedur
pengambilan keputusan berikut ini sebagai yang khusus dan bermakna:
a) Keputusan yang Otokratis. Manajer membuat keputusan sendiri tanpa meminta
pendapat atau saran dari orang lain, dan orang tersebut tidak mempunyai pengaruh
langsung terhadap keputusan itu (tidak ada partisipasi).
b) Konsultasi. Manajer menanyakan pendapat dan gagasan, kemudian mengambil
keputusannya sendiri setelah mempertimbangkan saran dan perhatian mereka dengan
serius.
c) Keputusan bersama. Manajer bertemu dengan orang lain untuk mendiskusikan masalah
keputusan tersebut dan mengambil keputusan bersama. Manajer tidak mempunyai
pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir, demikian juga partisipan lainnya.
d) Pendelegasian. Manajer memberikan otoritas dan tanggung jawab untuk membuat
keputusan kepada seseorang atau grup. Manajer biasanya menyebutkan batasan di mana
pilihan akhir itu harus berada, dan persetujuan awal mungkin ya atau mungkin tidak perlu
diminta sebelum keputusan itu dapat diimplementasikan.
Manfaat Potensial Partisipasi
a) Kualitas Keputusan
Tindakan untuk melibatkan orang lain dalam membuat keputusan akan lebih bisa
meningkatkan kualitas keputusan jika para partisipan memiliki informasi dan
pengetahuan yang tak dimiliki pemimpin dan bersedia bekerja sama dalam menemukan
solusi yang baik atas masalah keputusan tertentu. Kerja sama dan berbagi pengetahuan
tergantung pada hingga sejauh mana para partisipan memercayai pemimpin dan
memandang prosesnya sebagai sah dan menguntungkan. Jika partisipan dan pemimpin
memiliki sasaran yang tidak dapat dibandingkan, kerja sama tidak mungkin akan terjadi.
Jika tidak ada kerja sama, partisipasi dapat mengurangi bukannya meningkatkan kualitas

27
keputusan. Bahkan dengan kerja sama yang tinggi, tidak ada jaminan bahwa partisipasi
akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Proses keputusan yang digunakan oleh
grup akan menentukan apakah anggota mampu mencapai kata sepakat, dan akan
menentukan batas di mana keputusan itu menggabungkan keahlian dan pengetahuan para
anggotanya. Jika para partisipan memiliki persepsi berbeda akan masalah itu atau
prioritas berbeda untuk berbagai hasil, sangatlah sulit menemukan keputusan yang
berkualitas tinggi. Akhirnya, aspek lain situasi keputusan seperti tekanan waktu, jumlah
partisipan, dan kebijakan formal dapat membuat bentuk partisipan menjadi tidak praktis.
b) Penerimaan Keputusan
Orang dengan pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan cenderung
mengenali dan memandangnya sebagai keputusan mereka. Rasa kepemilikan ini
meningkatkan motivasi mereka untuk menerapkannya dengan berhasil. Partisipasi juga
memberikan pemahaman yang lebih baik atas sifat masalah keputusan dan alasan
alternatif tertentu diterima dan lainnya ditolak. Partisipan mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana mereka akan terpengaruh oleh keputusan tertentu, yang
akan mungkin mengurangi ketakutan dan kecemasan yang tidak beralasan atas keputusan
itu. Jika ada kemungkinan konsekuensi yang merugikan, partisipasi memungkinkan orang
mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan kekhawatiran mereka dan membantu
menemukan solusi yang berhubungan dengan kekhawatiran ini. Akhirnya, jika keputusan
dibuat oleh proses partisipastif yang dianggap sah oleh sebagian besar anggota, maka
grup itu akan mungkin menerapkan tekanan sosial pada anggota yang segan melakukan
bagian mereka dalam menerapkan keputusan.
c) Kepuasan dengan Proses Keputusan
Penelitian mengenai keadilan prosedural (misalnya Earley & Kind, 1987; Lind &
Tyler, 1988) menemukan bahwa kesempatan untuk memperlihatkan pendapat dan pilihan
sebelum keputusan tertentu dibuat (yang disebut “suara”) dapat memiliki pengaruh yang
menguntungkan berapa pun jumlah pengaruh aktual yang dimiliki partisipan atas
keputusan akhir (yang disebut “pilihan”). Orang akan lebih mungkin merasa bahwa
mereka diperlakukan dengan bermartabat dan rasa hormat ketika mereka memiliki
kesempatan untuk memperlihatkan pendapat dna pilihan tentang keputusan yang akan
memengaruhi mereka. Hasil yang mungkin terjadi adalah persepsi yang lebih besar atas
keadilan prosedural dan kepuasan yang lebih besar dengan proses keputusan itu
(Roberson, Moye & Locke, 1999). Namun, jika tidak ada pengaruh sebenarnya atas
keputusan, suara saja mungkin tidak menghasilkan komitmen yang kuat untuk

28
menerapkan keputusan itu. Selanjutnya, proses tersebut dapat mengurangi kepuasan
bukannya meningkatkan kepuasan jika partisipan memandang bahwa pemimpin sedang
berusaha memanipulasi mereka agar mendukung keputusan yang tidak disukai.
d) Pengembangan Keterampilan Partisipan
Pengalaman dalam membantu membuat keputusan rumit dapat menghasilkan
pengembangan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih besar oleh partisipan.
Apakah manfaat potensial itu dicapai atau tidak tergantung pada berapa banyak
keterlibatan yang dimiliki partisipan dalam pross mendiagnosis penyebab masalah,
membuat solusi yang mungkin diterapkan, mengevaluasi solusi untuk mengidentifikasi
solusi yang terbaik, dan merencanakan bagaimana menerapkannya. Partisipan yang
terlibat dalam semua aspek proses keputusan akan belajar lebih banyak daripada
partisipan yang hanya berkontribusi pada satu aspek. Bagi partisipan yang memiliki
sedikit pengalaman dalam membuat keputusan yang rumit, belajar juga bergantung pada
batasan di mana partisipan menerima pelatihan dan dorongan dari pemimpin selama tahap
sulit proses keputusan.

DELEGASI DAN PEDOMAN


Delegasi
Seperti dijelaskan sebelumnya, pendelegasian menyangkut penugasan tanggung jawab
yang baru kepada para bawahan serta otoritas tambahan untuk melaksanakannya. Meskipun
pendelegasian terkadang dianggap sebagai bentuk kepemimpinan partisipatif, terdapat cukup
banyak alasan untuk memperlakukannya sebagai kategori perilaku manajerial tersendiri.
Manajer mungkin berkonsultasi dengan bawahan, rekan sejawat, atau atasan, namun dalam
banyak hal, pendelegasian hanya cocok bila dengan bawahan. Pendelegasian mempunyai
faktor penentu situasi yang agak berbeda dibanding dengan konsultasi (Leana, 1987).
Misalnya, manajer dengan beban kerja yang berlebihan kemungkinan besar akan lebih
banyak menggunakan pendelegasian tetapi lebih sedikit melakukan konsultasi. Jadi, tidaklah
mengherankan bahwa analisis faktor dari kuesioner tentang kepemimpinan biasanya
menghasilkan faktor-faktor yang berbeda untuk konsultasi dan pendelegasian (Yukl & Fu,
1999).
Pedoman untuk Pendelegasian
Terdapat cukup banyak kesepakatan literatur para praktisi tentang kapan dan bagaimana
menggunakan pendelegasian secara efektif. Pedoman tentang apa yang harus didelegasikan,

29
diikuti dengan pedoman tentang bagaimana melakukan pendelegasian itu disajikan sebagai
berikut:
 Apa yang Didelegasikan
Pemilihan tugas yang akan didelegasikan sebagian tergantung pada tujuan pemdelegasian
tersebut. Beberapa pedoman tentang apa tugas yang harus didelegasikan adalah sebagai
berikut :
1. Delegasikan tugas yang dapat dilakukan dengan lebih baik oleh bawahan
2. Delegasikan tugas yang mendesak tetapi bukan yang mempunyai prioritas tinggi
3. Delegasikan tugas yang relevan bagi karier bawahan
4. Delegasikan tugas dengan kesulitan yang sesuai
5. Delegasikan tugas yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
6. Delegasikan tugas yang tidak dominan bagi peran manajer
 Bagaimana Mendelegasikan
1. Spesifikasikan tanggung jawab secara jelas
2. Berikan otoritas yang cukup dan tetapkan batas tanggung jawabnya
3. Spesifikasikan persyaratan pelaporan
4. Pastikan penerimaan tanggung jawab oleh bawahan
 Bagaimana Mengelola Pendelegasian
1. Teruskan informasi kepada mereka yang harus mengetahuinya
2. Pantaulah kemajuan dengan cara yang sesuai
3. Usahakan agar bawahan memperoleh informasi yang dibutuhkan
4. Berilah dukungan dan bantuan, namun hindarkan pendelegasian terbalik
5. Buatlah agar kesalahan itu menjadi proses belajar

PEMBERDAYAAN DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN


Pemberdayaan
Tindakan para pemimpin merupakan faktor penentu yang penting pada pemberdayaan,
tetapi tindakan itu tidak menjelaskan kapan dan mengapa orang akan merasa benar-benar
diberdayakan. Dalam pemberdayaan, terdapat istilah pemberdayaan psikologis yang
menjelaskan bagaimana motivasi intrinsik dan kapasitas diri orang terpengaruh oleh perilaku
kepemimpinan, karakteristik pekerjaan, struktur organisasi, dan kebutuhan serta nilai mereka
sendiri. Salah satu alasan penting untuk mempertimbangkan proses psikologis adalah bahwa
praktik partisipatif dan program keterlibatan karyawan tidak selalu mengurangi perasaan
tidak memiliki kekuasaan atau membiarkan orang merasa bahwa pekerjaan mereka bermakna

30
dan berharga (Conger & Kanungo, 1988). Sebagai contoh, mengizinkan orang menentukan
cara melakukan tugas sepele dan merendahkan diri adalah tidak mungkin meningkatkan
perasaan mereka akan nilai diri dan kepuasan diri. Pendelegasian tanggung jawab untuk tugas
yang lebih penting tidak akan memberdayakan bila orang kekurangan keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar berhasil melaksanakan tugas itu dan merasa khawatir
tentang kegagalan. Kesempatan untuk memilih pemimpin mungkin hanya mengurangi sedikit
perasaan tidak berkuasa jika pilihannya adalah antara dua kandidat yang sama-sama tidak
memuaskan. Teori mengenai pemberdayaan psikologis berusaha menjelaskan kapan dan
mengapa usaha untuk memberdayakan orang akan mungkin berhasil.
Studi yang dilakukan oleh Spreitzer (1995) menemukan dukungan bagi usulan bahwa
pemberdayaan psikologis meliputi empat elemen yang sangat penting: (1) makna, (2)
determinasi diri, (3) kapasitas diri, (4) dampak. Seseorang akan merasa lebih terberdayakan
bila isi dan konsekuensi pekerjaan konsisten dengan nilai dan ide, orang memiliki kapabilitas
untuk menentukan bagaimana dan mengapa pekerjaan itu dilakukan, orang memiliki
keyakinan yang tinggi bahwa dia mampu melakukannya secara efektif, dan orang percaya
bahwa mereka memiliki dampak penting bagi pekerjaan dan lingkungan kerja. Penekanan
pada keempat elemen ini menghubungkan pemberdayaan psikologis dengan teori dan
penelitian sebelumnya mengenai motivasi kerja (misalnya, Bandura, 1986; Shamir, 1991),
rancangan pekerjaan (misalnya Hackman & Oldham, 1980; Fried & Ferris, 1987),
kepemimpinan partisipatif (misalnya, Vroom & Jago, 1978; Sagie & Koslowsky, 2000), dan
program organisasi untuk keterlibatan karyawan (misalnya, Cotton, 1993; Lawler, 1986).
Program Pemberdayaan
Beberapa program pemberdayaan untuk organisasi ini dijelaskan sebagai berikut :
a) Pemilihan dan Penilaian Pemimpin
Lebih banyak kemungkinan pemberdayaan terjadi ketika bawahan mengangkay
pemimpin mereka untuk jangka waktu tertentu. Ini umum terjadi dalam organisasi sukarela,
asosiasi profesional, dan unit politik demokratis (misal, dewan kota, dewan sekolah, DPRD).
Banyak organisasi bisnis swasta memiliki pemimpin yang ditunjuk, bukan dipilih tetapi
beberapa perusahaan menggunakan bentuk pemilihan campuran. Pemimpin dipilih oleh
lembaga perwakilan yang dipilih oleh anggota (de Jong & van Witteloostuijn, 2004).
Terlepas dari bagaimana cara pemimpin dipilih, pengaruh anggota lebih besar ketika mereka
berpartisipasi dengan aktif dalam menilai kinerja pemimpin, terutama bila mereka mampu
mengganti pemimpin yang kinerjanya tidak memuaskan.
b) Prosedur Keputusan yang Demokratis

31
Pemberdayaan juga meningkat ketika prosedur formal untuk membuat keputusan yang
penting memberi anggota pengaruh penting atas keputusan ini. Dalam sejumlah organisasi,
dokumen resmi menjelaskan bahwa rapat atau referendum harus dilaksanakan untuk
membolehkan anggota memutuskan masalah penting dengan memilih suara terbanyak.
Dalam organisasi yang besar, di mana partisipasi langsung tidak mungkin terjadi, bentuk lain
pemberdayaan yang terkadang digunakan adalah dengan memilih perwakilan tiap-tiap unit
besar pada lembaga pemilik kekuasaan, atau membiarkan anggota yang tingkatannya lebih
rendah memilih satu perwakilan untuk duduk di dewan direksi.
Di dalam banyak organisasi sektor publik, anggota juga memiliki hak menghadiri rapat
terbuka dewan untuk mengutarakan pendapat tentang masalah penting sebelum keputusan
diambil. Pemilihan pemimpin dan penggunaan dewan pembuat keputusan dengan anggota
terpilih merupakan hal yang umum dalam organisasi sektor publik dan asosiasi profesional,
tetapi cara pemilihan itu jarang ada dalam organisasi sektor bisnis di AS.
c) Tanggung Jawab Kepemimpinan Bersama
Pemberdayaan juga meningkat ketika tanggung jawab kepemimpinan dimiliki secara
bersama oleh anggota organisasi atau tim kecil, tidak hanya ada dalam satu pemimpin saja.
Satu contoh adalah penggunaan tim otonom yang semakin banyak dalam organisasi bisnis.
Bentuk paling ekstrem kepemimpinan bersama terjadi ketika semua keputusan penting dibuat
secara kolektif dan tanggung jawab kepemimpinan aktivitas sehari-hari didistribusikan ke
anggota dan sering dirotasi. Bentuk pemberdayaan ini lebih banyak didapati dalam bisnis
kecil yang di situ pemilik juga menjadi karyawan, koperasi, dan organisasi sukarela.
ANALISIS TOKOH KEPEMIMPINAN IGNASIUS JONAN

Ignasius Jonan merupakan pemimpin yang partisipatif dapat dilihat dengan


diselenggarakannya Regular Executive Commitee Meeting sebulan sekali. Inilah forum yang

32
membahas seluruh persoalan secara terbuka, dan mengambil keputusan. Semua peserta
memiliki hak sama untuk mengemukakan pendapat dan urun rembuk untuk memecahkan
persoalan yang terlontar. Sebuah ajang komunikasi yang efektif antarbidang, antarunsur, dan
antarkorsa di tubuh KAI. Jonan mencermati semua pembicaraan, mencatat sendiri di buku
agendanya, sekaligus moderator yang mengatur lalu lintas pembicaraan. Selain menjadi
forum pengambilan keputusan, Excom juga menjadi media bagi Jonan menagih implementasi
keputusan yang telah diambil sebelumnya. Jonan sebagai pemimpin rapat mengenal dengan
baik semua peserta yang hadir. Dia hafal semua nama, faham latar belakangnya, sehingga
bisa berkomunikasi dengan enak diselingi joke-joke segar. Dia tidak membedakan siapa
lawan bicaranya, baik yang berasal dari jajaran direksi, manager, maupun pelaksana
lapangan. Sentuhan personal ini membuat semua orang merasa "diorangkan" secara wajar
dan tanpa jarak dengan pucuk pimpinan. Inilah cara Jonan membuat seluruh unsur pimpinan
faham secara utuh persoalan yang ada di perusahaan, sekaligus membangun komitmen
bersama untuk hal-hal penting dan mendasar yang menyangkut nasib perusahaan. Forum ini
juga salah satu cara agar mereka yang ada di posisi satu level di bawah direksi siap menerima
estafet kepemimpinan KAI. Dalam konteks itu pula, mulai Juni 2013 Jonan berinisiatif
menyelenggarakan Leadership Training. Peserta terdiri dari para VP dan manager. Setiap
batch diikuti 25 orang, dibedakan antara VP dan manager. Jonan sendiri bertindak sebagai
nara sumber utama. Selepas pelatihan peserta akan dipantau perkembangannya.
Jonan mendelegasikan tugas-tugas kepada para bawahannya dengan menegakkan
aturan dengan tegas, bahkan keras. Reward and punishment ditegakkan dengan konsisten dan
konsekuen. Siapa yang terbukti melanggar aturan akan mendapat sanksi setimpal, baik secara
internal maupun proses oleh penegak hukum, Mereka yang terbukti tidak mampu
menjalankan tugas dengan baik, akan digeser atau dimutasikan ke tempat atau posisi lain.
Untuk kasus seperti ini, di internal KAI ada istilah "promosingkir". Namun sikap tegas itu
tidak menghalangi Jonan untuk berhubungan baik dengan semua karyawan di semua
tingkatan. Jonan mengenal dengan baik anak buahnya, tahu kapan hams berfungsi sebagai
atasan, sebagai bapak, sebagai teman.
DAFTAR PUSTAKA
Djuraid M H. (2013). Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, BUMN Track, Jakarta
Gary A, Yulk 2017. Kepemimpinan dalam Organisasi Edisi Ketujuh. PT Indeks.
Kambangan Utara-Jakarta Barat 11610

33

Anda mungkin juga menyukai