Anda di halaman 1dari 60

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan tentang konsep dan teori berfikir kritis dan asuhan

keperawatan.

A. Berfikir Kritis

1. Definisi

Menurut Di Vito-Thomas dalam Potter& Perry (2010), definisi pemikiran

kritis menitik beratkan pada fikiran logis dan alasan yang mendasarinya. Hal

ini seiring dengan pendapat Chaffee dalam Potter& Perry (2010), yang

mengatakan bahwa berfikir kritis adalah proses kognitif yang aktif dan

terorganisasi yang digunakan untuk mengetahui fikiran seseorang dan

pemikiran terhadap orang lain. Hal tersebut meliputi identifikasi adanya

masalah, analisis semua informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut,

evaluasi informasi dan membuat kesimpulan. Pemikiran yang kritis akan

memperhatikan apa yang penting dalam sebuah situasi, membayangkan dan

mengeksplorasi semua alternatif, mempertimbangkan kode etik dan kemudian

membuat suatu keputusan.

Berfikir kritis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu

proses kognitif yang mengarahkan pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan, dimana merupakan proses perbaikan dari pemikiran yang

mengubah metode proses berfikir untuk meyakinkan bahwa kesimpulan yang


13

diambil telah tepat, beralasan dan teliti (Black & Hawk, 2009). Menurut

Facione, 1990 dalam Potter& Perry (2010), berfikir kritis tidak hanya

memerlukan kemampuan kognitif tetapi juga kebiasaan untuk bertanya,

mempunyai hubungan yang baik, jujur dan selalu mau untuk berfikir jernih

tentang suatu masalah, berfikir kritis juga merupakan suatu komitmen untuk

berfikir jernih, tepat dan akurat serta bertindak sesuai dengan keadaan dimana

pengetahuan berdasarkan hasil pengetahuan atau pengalaman klinis akan

membantu seseorang menjadi pemikir kritis.

2. Tingkat Berfikir Kritis Dalam Keperawatan

Kaoka dan Saylor dalam Potter& Perry (2010), mengembangkan model

berfikir kritis yang meliputi tiga tingkat pemikiran kritis yaitu: pemikiran

kritis dasar, pemikiran kritis kompleks dan komitmen.

a. Pemikiran kritis dasar

pemikiran kritis dasar adalah suatu tahap awal untuk mengembangkan

suatu penjelasan, belajar menerima berbagai opini dan nilai yang berbeda

dari beberapa ahli. Bagaimanapun juga tidak memiliki pengalaman,

kompetensi yang lemah, dan sikap yang tidak fleksibel akan mengurangi

kemampuan seseorang untuk berpindah ketahap berikutnya.

b. Pemikiran kritis kompleks

Pada pemikiran kritis kompleks, setiap solusi memiliki keuntungan dan

resiko masing-masing yang harus difikirkan dengan hati-hati sebelum

menentukan keputusan terahir. Pemikiran kritis kompleks mau


14

mempertimbangkan pilihan pilihan yang berbeda dari prosedur rutin jika

terjadi situasi kompleks.

c. Komitmen

Pada tahap ini seseorang dapat mengantisipasi keadaan untuk menentukan

suatu pilihan tanpa bantuan orang lain apapun keputusan yang diambil

akan dipertanggung jawabkan.

3. Model Berfikir Kritis

a. Model Berfikir Kritis Untuk Pengambilan Keputusan Klinis

Berfikir kritis merupakan tanda atau standar untuk perawat professional

yang kompeten. Kemampuan untuk berfikir kritis meningkatkan praktik

klinik dan mengurangi kesalahan pada penilaian klinis adalah visi dari

praktik keperawatan (Di Vito-Thomas, 2005 dalam Potter & Perry, 2009).

Kataoka-Yahiro & Saylor (1994) dalam Potter & Perry, (2009)

mengembangkan model berfikir kritis dengan lima komponen yaitu

pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi, berfikir kritis (dengan

pendekatan pada proses keperawatan), prilaku dan standar.

1) Pengetahuan Dasar Spesifik

Pengatahuan perawat bergantung pada pengalaman pendidikan,

termasuk pendidikan dasar perawat, kursus pendidikan berkelanjutan

dan kuliah tambahan. Pengetahuan dasar yang dibutuhkan oleh

perawat antara lain teori ilmu dasar, rasa kemanusiaan, ilmu perilaku

dan keperawatan. Kedalaman dan luasnya pengetahuan seseorang akan


15

mempengaruhi kemampuan untuk berfikir kritis dalam menangani

masalah keperawatan.

2) Pengalaman keterampilan

Keperawatan merupakan sebuah disiplin ilmu yang menerapkan

praktik pengalaman belajar klinis diperlukan untuk memenuhi

keterampilan membuat keputusan klinis (Rocbe, 2002 dalam dalam

Potter & Perry, 2009). Pada situasi klinis perawat akan belajar mulai

dari mengobservasi, merasakan, berbicara pada klien dan keluarga

serta merefleksikanya secara aktif. Dengan pengalaman perawat akan

memahami situasi klinis, mengenali pola kesehatan klien dan menilai

apakah pola tersebut berhubungan atau tidak dengan kesehatan klien.

3) Kompetensi

Setiap perawat yang menjalankan profesi keperawatan harus memiliki

kompetensi. Kompetensi yang dimaksud disini yaitu potensi yang

terkait dengan proses keperawatan. Perawat dapat menerapkan

komponan model pemikiran kritis pada setiap tahap proses

keperawatan. Dengan menerapkan model pemikiran kritis maka

diharapkan perawatn dapat memberikan pelayanan keperawatan yang

berkualitas.

4) Perilaku

Terdapat 11 perilaku yang merupakan gambaran utama seorang

pemikir kritis (Paul, 1993 dalam Potter & Perry, 2009). Perilaku

tersebut menggambarkan bagaimana pendekatan seorang pemikir


16

kritis yang berhasil dalam menyelesaikan masalah. Dalam

menyelesaikan suatu masalah perawat akan selalu ingin tahu. Perilaku

rasa ingin tahu meliputi kemampuan untuk mengenali adanya masalah

dan mencari data untuk mendukung kebenaran dari apa yang

dipikirkan (Watson dan Glaser, 1980 dalam Potter & Perry, 2009).

Berfikir kritis merupakan acuan bagaimana melakukan pendekatan

terhadap masalah atau situasi pengambilan keputusan. Bagian yang

penting dalam pemikiran kritis adalah intervensi, evaluasi dan

membuat penilaian dari berbagai pendapat dan data yang ada.

(a) Percaya Diri

Seseorang yang percaya diri maka akan memiliki kepastian dapat

menyelesaikan tugas/ tujuan seperti melakukan proses

keperawatan atau membuat keputusan diagnostic. Rasa percaya

diri tumbuh seiring dengan pengalaman dalam mengenai kekuatan

dan keterbatasan. Fokus perawat akan beralih dari kebutuhan diri

sendiri manjadi kebutuhan klien (White, 2003 dalam dalam Potter

& Perry, 2009). Saat perawat menunjukan rasa percaya diri maka

klien akan melihat dari cara perawat berkomunikasi dan

memberikan perawatan.

(b) Berfikir Independen

Saat perawat akan memperoleh pengetahuan baru perawta belajar

untuk mempertimbangkan berbagai macam konsep dan ide

sebelum membentuk opini dan penilaian. Saat perawat berfikir


17

independen perawat melihat cara berfikir orang lain dan mencari

jawaban yang logis dan rasional untuk sebuah masalah. Berfikir

independen merupakan langkah pening dalam praktik berbasis

bukti. Berfikir independen dan memberikan penjelasana

merupakan hal yang penting untuk kemajuan dan perluasan praktik

keperawatan (Potter & Perry, 2009). Perawat juga memberikan

perbaikan berorientasi pada diri sendiri, pasien dan system.

Perbaikan yang berorientasi kepada diri sendiri akan

mengidentifikasi kebutuhan belajar, mencari informasi baru dan

menemukan cara untuk mengatasi keterbatasi diri (Lefevre, 2004).

(c) Keadilan

Seorang pemikir dapat mengatasi segala situasi dengan adil.

Perawat harus menunjukkan sifat terbuka dan berfikiran adil untuk

perawat dapat menunjukan toleransi jika ada sudut pandang yang

berbeda. Perawat juga harus mampu menunjukkan sikap empati

kepada pasien antara lain dengan cara mendengarkan dengan baik,

menunjukkan kemampuan untuk membanyangkan perasaan dan

kesulitan orang lain (Lefevre, 2004).

(d) Tanggung Jawab dan Akuntabilitas

Saat perawat merawat klien, maka perawat bertangung jawab

untuk melakukan aktivitas keperawatan yang benar sesuai standar

praktik. Standar praktik adalah tingkatan minimum yang harus

dipenuhi untuk memastikan perawat yang berkualitas tinggi.


18

Perawat professional memiliki kompetensi dalam melakukan terapi

keperawatan dan membuat keputusan klinis untuk klien. Perawat

juga harus bisa mempertangung jawabkan semua hasil atas

tindakan yang diberikan perawat kepada klien. Perawat juga harus

mengakui jika perawatan yang diberikan tidak efektif (Perry &

Potter, 2009).

(e) Mengambil Resiko

Seorang pemikir kritis selalu mau mengambil resiko dalam

mencoba cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah.

Kemauan untuk mengambil resiko berasal dari pengalaman dalam

mengatasi masalah yang sama. Pada saat mengambil resiko selalu

pertimbangkan semua pilihan, menganalisis semua bahaya

potensial terhadap klien setelah itu ambil tindakan yang beralasan,

logis dan baik ((Perry & Potter, 2009).)

(f) Disiplin

Pemikir yang disiplin hanya kehilangan sedikit detail dan akan

mengikuti aturan atau pendekatan yang sistematis pada saat

mengambil keputusan atau tindakan. Menjadi orang yang disiplin

akan membantu kita mengidentifikasi masalah lebih akurat dan

dapat mengambil tindakan yang sesuai (Perry & Potter, 2009).

(g) Kegigihan

Seorang pemikir kritis diharuskan menemukan solusi yang efektif

bagi masalah klien. Hal ini diperlukan terutama bila masalah yang
19

ada belum dapat diselesaikan atau jika masalah yang sama timbul

kembali. Sifat gigih akan mendorong perawat untuk mencoba

pendekatan lain agar tetap dapat berkomunikasi sampai ia

menemukan cara lain untuk berkomunikasi dengan klien. Seorang

pemikir kritis tidak pernah puas dengan usaha yang minimal, tetapi

selalu bekerja keras untuk mencapai hasil yang maksimal dalam

perawatan klien (Perry & Potter, 2009).

(h) Kreatif

Kreatif meliputi pemikiran untuk menyelesaikan masalah dengan

solusi yang baru namun tetap sesuai standar keperawatan.

Kreatifitas adalah motivator yang akan menolong perawat untuk

memikirkan segala pilihan dengan pendekatan yang unik. Masalah

klinis klien, dukungan dari system sosial dan lingkungan tempat

tinggal merupakan beberapa factor yang menyebabkan perawatan

menjadi lebih kompleks (Perry & Potter, 2009). Pemikir yang

kreatif akan menawarkan dan pendekatan alternative, dapat

muncul dengan ide-ide yang berguna.

(i) Rasa Igin Tahu

Pada situasi klinis perawat akan belajar mengamati seluruh

informasi mengenai klien. memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

akan memotivasi untuk mencari lebih jauh dan menyelidiki situasi

klinis sehingga akan mendapatkan seluruh informasi yang dapat

membantu dalam mengambil keputusan (Perry & Potter, 2009).


20

Rasa igin tahu perawat akan membuat perawat mencari alasan,

kelejasan, makna dan mencari informasi baru untuk memperluas

pemahaman (Lifevre, 2004).

(j) Integritas

Pemikir kritis selalu bertanya dan menguji pengetahuan dan

keyakinan dirinnya sendiri. Integritas pribadi sebagai perawat

dapat membangun kepercayaan dari rekan kerja atau perawat yang

lain. Perawat menghadapi banyak masalah dan dilemma dalam

praktik klinis sehari-hari dan semua orang pasti pernah berbuat

kesalahan. Seseorang yang memiliki integritas tinggi, akan jujur

dan mau mengakui kesalahan dalam perilaku, ide dan pemikiran

(Perry & Potter, 2009).

(k) Rendah Hati

Seseorang perlu untuk mengakui keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan diri sendiri. Pemikir kritis mengakui apa yang tidak

diketahui dan mencoba mencari pengetahuan yang diperlukan agar

dapat membuat keputusan yang tepat. Setiap perawat akan

mempunyai keahlian dalam bidang tertentu dalam praktik klinis

dan mungkin juga ada perawat yang masih pemula. Sebagai

seorang pemula harus mengakui adanya keterbatasan pengetahuan

dan mau belajar dari senior. (Perry & Potter, 2009).

Seorang perawat juga harus jujur dan tegas dalam mencari

kebenaran. Perawat juga hendaknya menjunjung tinggi standar,


21

mau mengakui kekurangan dalam pemikiran, hati-hati

mempertimbangkan makna data dan interaksi interpersonal,

meminta umpan balik, mangoreksi pemikiran sendiri, waspada

terhadap potensi kesalahan oleh orang lain dan diri sendiri serta

menemukan cara untuk menghindari kesalah dimasa depan

(Lefevre, 2004).

5) Stadart

Perawat dalam berfikir kritis sebaiknya memenuhi standar. Standar

untuk berfikir kritis dalam model pemikiran kritis meliputi standar

intelektual dan standar professional (Perry & Potter, 2009).

(a) Standar Intelektual

Merupakan petunjuk atau prinsip untuk berfikir rasional (Paul,

1993 dalamPerry & Potter, 2009). menemukan 14 standar

intelektual yang diperlukan dalam berfikir kritis antara lain jelas,

tepat, spesifik, akurat, relevan, beralasan, konsisten, logis, dalam

luas, lengkap, signifikan, tercukupi dan adil. Saat melakukan

asuhan keperawatan gunakanlah standar intelektual seperti

ketepatan, akurasi dan konsistensi untuk memastikan bahwa

keputusan klinis perawat telah benar. Penggunaan standar

intelektual dengan menyeluruh dalam praktik klinik akan

memastikan bahwa perawat tidak melakukan kesalah fatal dalam

pemikiran kritis.
22

(b) Standar Profesional

Standar professional untuk pemikir kritis merujuk pada kriteria

etik untuk penilaian keperawatan, kriteria berdasarkan bukti untuk

evaluasi dan kriteria untuk tanggung jawab professional (Paul,

1993 dalam Perry & Potter, 2009). Penerapan standar professional

memerlukan penggunaan pemikiran kritis baik secara individual

maupun kelompok (Kataoka Yahiro dan Sailor 1994 dalam Perry

& Potter, 2009).

b. Model Berfikir Kritis Knowing How You Think

Rubenfeld & Scheffer (2007) mengembangkan model berfikir kritis pada

prakrik keperawatan yaitu Total Recall, Habits, Inguiry, New Ideas,

Kreativity dan Knowing How You Think yang disingkat THINK. Seorang

perawat dikatakan dapat berfikir kritis apabila dapat menggunakan semua

model tersebut dalam setiap waktu.

1) Total Recall (ingatan total)

Kemampuan mengingat kembali merupakan kemampuan mengingat

beberapa fakta, dimana tempat dan bagaimana menemukan

pengalamannya dalam memori ketika dibutuhkan. Fakta-fakta

keperawatan didapatkan berasal dari berbagai sumber, baik dari kelas,

buku, informasi dari klien atau sumber lainnya. Total Recall sangat

tergantung pada kemampuan memori otak. Kemampuan mengkaji


23

sangat penting karena dengan pengetahuan itu seseorang belajar dan

mengaplikasikannya dengan wawasan yang luas.

2) Habits (Kebiasaan)

Pola pikir yang diulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan baru yang

secara spontan dapat dilakukan. Hasil dari kebiasaan tersebut menjadi

cara baru dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Proses berfikir dalam

kebiasaan sudah tersusun secara sistematis dan dapat berjalan

mendekati otomatis tanpa banyak waktu untuk mempertimbangkan

penggunaan cara-cara baru dalam melakukan suatu aktivitas tertentu.

3) Inguiry (pendidikan)

Merupakan suatu penemuan fakta melalui pembuktian dengan

pengujian terhadap suatu penting atau pertanyaan yang membutuhkan

suatu jawaban. Penyelidikan merupakan buah pemikiran pertama yang

digunakan dalam memperoleh suatu kesimpulan. Tahap pendidikan

dalam praktik keperawatan sangat penting, dimana perawat harus

mampu berfikir dengan membandingkan dan menganalisis antar

informasi yang telah ditemukan dengan pengetahuan.

4) New Ideas and Creativity (Ide baru dan kreativitas)

merupakan ide-ide dan kreativitas yang menekankan bentuk berfikir

yang sangat khusus. Ide-ide baru dan kreativitas dasar perlu

dikembangkan dalam keperawatan, karena keperawatan memiliki

banyak standar yang dapat menjamin pekerjaan lebih baik, tetapi tidak

selalu dapat dilakukan.


24

5) Knowing How You Think (Tau bagimana kamu berfikir)

Merupakan kemampuan pengetahuan kita tentang baimana kita

berfikir. Model ini dapat membantu perawat bekerja secara kolaborasi

dengan profesi kesehatan lain.

4. Karakterisktik Berfikir Kritis

Menurut Facione, 1990 dalam Potter& Perry (2010), karakteristik berfikir

kritis dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Disposisi Berfikir Kritis

1) Melihat Jelas (Truth Seeking)

Keberanian untuk mendapatkan pengetahuan dan memahami arti

sebenarmya dari suatu situasi, meskipun bertentangan dengan

pendapat yang telah ada.

2) Berfikir Terbuka (Open Maindedness)

Toleransi terhadap pendapat lain, mengontol, fokus terhadap pendapat

yang menyimpang.

3) Berfikir Analitis (Analicity)

Analisis situasi yang berpotensi menjadi masalah, antisipasi

kemungkinan hasil atau konsekuensi, penjelasan bermakna

menggunakan pengetahuan berdasarkan bukti.

4) Sistematis (Systematicity)

Berfikir terorganisir, fokus dan bekerja keras dalam tiap pekerjaan

5) Percaya Diri (Self Confidence)


25

Percaya terhadap penjelasan diri sendiri

6) Rasa ingin Tahu (Inquis itiveness)

Mempunyai keinginan untuk mendapatkan pengetahuan dan belajar

menjelaskan walaupun dalam penerapan tidak selalu baik.

b. Karakteristik Intelektual

1) Kerendahan Hati (Intelektual Humility)

Kesadaran terhadap keterbatasan pengetahuan diri sendiri, dengan

bijak mengakui kekurangan diri.

2) Keberanian (Intelektual Courage)

Kesadaran membutuhkan ide, keyakinan dan pandangan yang pada

kenyataan sulit diterima.

3) Empati (Intelektual empathy)

Kesadaran untuk memahami orang lain

4) Kemandirian (Intelektual Autonomy)

Mempunyai control terhadap keyakinan, nilai dan kesimpulan sendiri

dari pemikiran sendiri.

5) Integritas (Intelektual integrity)

Mengaplikasikan standar intelektual berfikir, melakukan sesuai

standar dan bijak mengakui kemungkinan kekurangan diri.

6) Keyakinan beralasan (Confidence reason)

Keyakinan merupakan proses yang panjang, menggunakan pemikiran

dan keberanian untuk meyakini sesuatu berdasarkan suatu alasan yang

telah dipelajari.
26

7) Tanpa prasangka (Fair mindedness)

kesadaran secara pribadi membutuhkan berbagai sudut pandang.

8) Dewasa

Bijaksana dalam melakukan sesuatu, meninjau ulang pernyataan,

menyadari berbagai solusi dapat diakui, menghargai kekurangan.

c. Budaya Berfikir

1) Kepercayaan (Confidence)

Memberikan jaminan terhadap suatu alasan

2) Pertimbangan (Contextual Perspective)

Selalu menimbang segala sesuatu dari berbagai sudut pandang,

hubungan, latar belakang, lingkungan terkait dengan suatu kejadian.

3) Kreativitas (Creativity)

Kemampuan intelektual untuk menciptakan dan digunakan untuk

menghasilkan, menemukan atau memperbaiki suatu ide dalam

membuat suatu pilihan.

4) Fleksibel (Flexibility)

Kemampuan beradaptasi, mengakomodasi, memodifikasi atau

perubahan ide dan prilaku.

5) Ingin tahu (Iquisitiveness)

keinginan tahuan dengan mencari pengetahuan dan berfikir memahami

hasil pengamatan dan mengali berbagai alternative yang

memungkinkan.
27

6) Keutuhan (Intelektual integrity)

Melihat kebenaran secara bersunguh-sunguh, jujur dalam proses

bahkan hasil berbeda dengan keyakinan.

7) Intuisi (Intution)

pemahaman mendalam tentang pengetahuan tanpa menggunakan

alasan yang disadari.

8) Berfikir terbuka (Open Maindedness)

Karakteristik suatu pendapat dengan menerima perbedaan dari

persepsi yang berbeda.

9) Terus menerus (Perseverance)

Terus menerus mengejar pengetahuan dengan berbagai hambatan.

10) Pemikiran mendalam (Reflection)

Merenungkan subjek khususnya pendapat dan berfikir lebih dalam

untuk memahami dan mengevaluasi diri.

Kemampuan berfikir ktitis tergambar pada seseorang dengan kriteria

berdasarkan sintesis dari tiga pedapat ahli tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Keberanian Intelektual

Kesadaran membutuhkan pengetahuan, ide, keyakinan dan pandangan

meskipun bertentangan dengan pendapat yang telah ada yang didasari

kesadaran, keterbatasan pengetahuan diri sendiri dan dengan bijak

mengakui kekurangan diri.


28

b. Berpikiran Terbuka

Kesadaran dan toleransi untuk memahami pendapat dari sudut pandang

yang berbeda.

c. Flekasibel

Kemampuan beradaptasi, mengakomodasi, memodifikasi atau perubahan

ide dan perilaku.

d. Berfikir Analitis

Menganalisis situasi yang berpotensi menjadi masalah, mengantisipasi

kemungkinan hasil atau konsekuensi, penjelasan berharga, menggunakan

pengetahuan berdasarkan bukti sebagai jaminan terhadap suatu alasan.

e. Sistematis (Systematicity)

Berfikir terorganisasi, fokus dan bekerja keras dalam tiap pekerjaan.

f. Percaya diri (Self Confidence)

Mempunyai control terhadap keyakinan, nilai dan kesimpulan sendiri dari

pemikiran sendiri.

g. Rasa ingin tahu (Inquistiveness)

Mempunyai keinginan untuk mendapatkan pengetahuan dan belajar

menjelaskan walaupun dalam penerapan tidak selalu baik, menggali

berbagai alternative yang memungkinkan.

h. Dewasa

Bijaksana dalam melakukan sesuatu, meninjau ulang pernyataan dari

berbagai sudut pandang, hubungan, latar belakang, lingkungan terkait


29

dengan suatu kejadian. Menyadari berbagai solusi yang dapat diakui,

menghargai kekurangan.

i. Kreatifitas (Creativity)

Kemampuan intelektual untuk menciptakan dan digunakan untuk

menghasilkan, menemukan atau memperbaiki suatu ide dalam membuat

suatu pilihan.

j. Intuisi (Intution)

Pemahaman mendalam tentang pengetahuan tanpa menggunakan alasan

yang disadari.

k. Pemikiran mendalam (Reflection)

Merenungkan subjek khususnya pendapat dan berfikir lebih dalam untuk

memahai dan mengevaluasi diri.

5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berfikir Kritis

Faktor-faktor yang menpengaruhi kemampuan berfikir kritis yang

disampaikan oleh Alfaro-Le Fevre,R. (2004) adalah factor individu dan situasi

sebagai berikut:

a. Faktor Individu

Faktor individu yang mempengaruhi kemampuan berfikir kritis adalah:

1) Perkembangan moral dan berfikir jujur

Ada hubungan yang positif antara perkembangan moral, berfikir jujur

dan berfikir kritis. Seseorang dengan perkembangan moral yang


30

matang akan berfikir jelas, penalaran hati-hati terhadap apa yang

benar, salah dan jujur lebih baik dari pada berfikir kritis.

2) Usia

Usia berhubungan dengan kemampuan berfikir kritis, semakin

bertambah usia semakin meningkat kemampuan berfikir kritis, hal ini

disebabkan semakin bertambah usia biasanya seseorang semakin

matang dan semakin bertambah usia seseorang mempunyai banyak

peluang pengalaman dalam berbagai situasi (Alfaro-Le Fevre,R.

(2004)

3) Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri dapat membantu individu berfikir kritis. Tetapi bila

percaya diri berlebihan akan menghambat kemampuan berfikir kritis,

karena tidak mau belajar dari orang lain.

4) Kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan membuat emosi

bekerja secara positif dan meningkatkan berfikir kritis. Sebagaimana

sesuatu mempengaruhi fikiran kita tetapi kita sering tidak menyadari

besarnya kekuatan emosi yang mempengaruhi.

5) Keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif

Keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif merupakan dasar

berfikir kritis untuk memahami orang lain, saling mempercayai untuk

mendapatkan fakta terkait dengan alasan dalam pemikiran kritis.


31

Komunikasi bukan hanya sekedar berbicara dan mendengarkan tetapi

memahami komunikasi bahasa tersirat.

6) Budaya evaluasi

Budaya evaluasi merupakan kebiasaan yang dilakukan segera menguji

segala sesuatu secara akurat, lengkap dan berdasarkan data terbaru

untuk dapat segera mengoreksi kesalahan.

7) Pengalaman yang lalu

Pengalaman dapat menjadi faktor yang meningkatkan berfikir kritis

tetapi dapat juga menghambat bila mempunyai pengalaman yang

buruk. Pengalaman kerja seseorang menentukan bagaimana seseorang

perawat manjalankan fungsinya sehari-hari, karena semakin lama

perawat bekerja maka akan semakin terampil dan berpengalaman

dalam menghadapi masalah dalam pekerjaannya.

8) Keterampilan menulis, membaca dan belajar efektif

Keterampilan menulis efektif membuat individu belajar menerapkan

prinsip-prinsip berfikir kritis dengan mengidentifikasi pendekatan

terorganisir, menentukan apa yang sesuai dan focus sudut pandang

yang berbeda. Keterampilan membaca dan belajar efektif merupakan

cara belajar bagaimana membaca efesien, mengidentifikasi hal-hal

yang penting dan mengambarkan kesimpulan tentang materi yang

dibaca.
32

b. Faktor Situasi

Faktor situasi yang mempengaruhi kemampuan berfikir kritis meliputi:

1) Kecemasan, Stress dan kelelahan

Kecemasan, stress dan kelelahan menguras energi otak membuat sulit

berkonsentrasi, tetapi kecemasan pada tingkat rendah dapat

meningkatan berfikir kritis karena memotivasi untuk selalu siaga.

2) Pengetahuan factor terkait

Semakin banyak individu mengetahui factor terkait akan membantu

meningkatkan berfikir kritis, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang dan semakin kritis, logis dan sistematis cara berfikir

sehingga meningkat pula kualitas kerjanya.

3) Kesadaran terhadap resiko

Kesadaran terhadap resiko merupakan factor yang meningkatkan

berfikir kritis karena individu akan berfikir hati-hati tetapi dapat

menghambat karena dapat menimbulkan kecemasan.

4) Penghargaan positif

Penghargaan positif meningkatkan berfikir kritis dan membangun rasa

percaya diri.

5) Faktor Motivasi

Adanya factor-faktor yang memotivasi akan membuat individu

berfikir kritis.
33

6. Manfaat Dan Hambatan Berfikir Kritis

a. Manfaat berfikir kritis

Manfaat berfikir kritis meningkatkan perhatian dan observasi, lebih fokus

terhadap bacaan, meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi

point-point penting pada suatu teks, meningkatkan kemampuan berespon

terhadap poin penting dalam suatu pesan, melakukan pilihan dengan

mudah, keterampilan menganalisa yang dipilih dalam beberapa situasi

(Cottrell, 2005).

Manfaat berfikir kritis dalam keperawatan meliputi penggunaan proses

berfikir kritis dalam aktivitas keperawatan sehari-hari, mengidentifikasi

dan merumuskan masalah keperawatan, menganalisis pengertian

hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan tujuan serta tingkat

hubungan, menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan

dan melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam

keperawatan membuat dan memeriksa kembali dasar analisis dan validasi

data keperawatan, merumuskan dan menjelaskan tentang aktifitas

keperawatan.

b. Hambatan berfikir kritis

Hambatan yang dapat terjadi dalam berfikir kritis adalah keliru memahami

makna kritis, kurangnya metode dan strategis, kurangnya praktik, segan

melakukan kritik terhadap suatu keahlian, respon afektif, salah informasi

untuk memahami, kurangnya focus dan perhatian.


34

7. Tehnik Pengukuran kemampuan Berfikir Kritis

Kemampuan Berfikir kritis seseorang dapat diketahui dengan pengukuran,

baik menggunakan pemilihan ganda maupu menggunakan skala likert

(Facione & Facione, 2008).

a. California Critical Thinking Dispositions Inventory

California Critical Thinking Dispositions Inventory dapat digunakan

untuk mengukur sejauh mana seseorang memiliki sikap sebagai seorang

pemikir kritis (Facione & Facione 2008). Alat ukur ini sering digunakan

bersamaan dengan California Critical Thinking skill test, tetapi hanya

dapat dilakukan untuk mengukur hal-hal yang bersifat umum dan

mungkin tidak dapat mengukur aspek keperawatan.

b. Critical Thinking Disposition Assessment Instrument (UF- EMI)

UF-EMI mengukur tiga hal yaitu engagement (keterlibatan), cognitive

maturity (kematangan kognitif) dan innovatiness (Inovatif) (Bartl, 2010

dalam jurnal Mulyatiningsih, 2011). Engagement (keterlibatan) untuk

mengukur rasa percaya diri seseorang terhadap pemikirannya dan

kemampuan komunikasi (Irani, et all, 2007). Seseorang dengan

engagement (keterlibatan) yang tinggi akan mampu mengantisipasi situasi

dengan menggunakan rasional yang baik. Orang yang mempunyai

engagement (keterlibatan) yang tinggi juga akan mencari kesempatan

untuk menggunakan keterampilan penalaran dan kemampuannya untuk

memberikan alasan, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Orang tersebut juga dapat menjadi komunikator yang baik dan juga
35

mampu menjelaskan proses penalaran yang digunakan untuk membuat

keputusan atau menyelesaikan masalah.

Cognitive maturity (kematangan kognitif) diukur untuk mengetahui sejauh

mana kesadaran diri dan objektivitas seseorang (Irane, et all, 2007).

Seorang individu dengan cognitive maturity (kematangan kognitif) yang

tinggi akan menyadari kecendrungan dan bisa dalam proses pengambilan

keputusan. Orang tersebut akan menyadari pendapat dan posisinya akan

dipengaruhi oleh orang lain, lingkungan dan pengalaman. Seorang

individu dengan cognitive maturity (kematangan kognitif) akan terbuka

dengan pendapat orang lain dan membutuhkan masukan untuk

menyatukan perbedaan pandangan dan akan objektif ketika membuat

keputusan atau penyelesaian masalah.

Innovatiness (Inovatif) diukur untuk mengatahui keingintahuan seseorang

terhadap sesuatu yang baru (Irane, et all 2007). Seseorang yang memiliki

innovatiness (Inovatif) yang tinggi digambarkan sebagai orang yang selalu

lapar. Orang dengan inovasi tinggi akan selalu mencari pengetahuan baru.

Individu yang memiliki inovasi yang tinggi akan tahu apa yang harus

dipelajari lebih banyak tentang profesi mereka, situasi mereka, hidup

mereka dan dunia mereka. Seseorang dengan inovasi tinggi akan merasa

penasaran dengan tantangan baru dan aktif berusaha untuk tahu lebih

banyak melalui penelitian, membaca, dan mempertanyakan.


36

B. Karakteristik Perawat dalam Keterampilan Berfikir

1. Jenis Kelamin

Keperawatan sebagai profesi pada awalnya berasal dari Mother Instinct yang

menyatakan bahwa setiap wanita adalah perawat (Nightingale 1969, dalam

Walker, 2011). Rusmegawati, (2011) mendapatkan hasil penelitian jenis

kelamin perempuan lebih banyak dibadingkan dengan jenis kelamin laki-laki.

Hal ini juga sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprisunadi

(2011) menyatakan bahwa profesi keperawatan lebih banyak perempuan

dibandingkan dengan laki-laki.

2. Usia

Usia produktif berada pada rentang 25 – 30 tahun yang merupakan awal

individu berkarir. Ericson (Dalam Crave & Hirnle, 2009) mengatakan salah

satu perkembangan dewasa muda (20-40 tahun) mempunyai tugas

membangun hubungan personal dan professional, mengembangkan kreaifitas

serta produktifitas dalam pekerjaan dan hubungan personal dan professional.

Kematangan individu dengan bertambahnya usia berhubungan erat dengan

kemampuan analisis terhadap permasalahan atau fenomena yang ditemukan

(Siagiaan, 2002) yang mengatakan bahwa umur mempunyai kaitan erat

dengan berbagai segi organisasi, kaitan umur dengan tingkat kedewasaan

psikologis menunjukkan kematangan dalam arti individu semakin bijaksana

dalam mengambil keputusan bagi kepetingan organisasi. Slamento (2003)

menyatakan bahwa kemampuan analisis akan berjalan sesuai dengan


37

pertambahan usia, sehingga seorang individu diharapkan dapat belajar untuk

memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu sesuai dengan

kematangan usia. Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rusmegawati (2011) yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia

perawat maka akan semakin menunjukkan keterampilan dalam berfikir kritis.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan profesional keperawatan dimulai dari jenjang pendidikan tinggi

yaitu program Diploma III seperti yang telah dijelaskan dalam kurikulum

Nasional pendidikan Keperawatan. Menurut Wilkinson pendidikan tinggi

akan meningkatkan kemampuan intektual, interpersonal dan tehikal yang

dibutuhkan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Tingkat

pendidikan sangat mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan, semakin

tinggi tingkat pendidikan perawat semakin tinggi pula kemampuan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Siagiaan (2002), menyebutkan semakin

tinggi pendidikan seseorang maka kinerja akan semakin baik karena dengan

bertambahnya keahlian ada tuntutan untuk bekerja menjadi lebih baik

terutama pada pendidikan yang kejuruan, semakin tinggi tingkat pendidikan

maka semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilan. Aprisuadi (2011) dalam penelitiannya mengatakan latar

belakang pendidikan perawatan merukan hal yang mendasari kemampuan

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


38

4. Masa Kerja

Produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada keterampilan fisik saja

tetapi juga dipengaruhi oleh pengalaman dan lama kerja. Siagiaan (2002),

menyebutkan seorang pekerja yang sudah lama bekerja dalam suatu organisasi

relative bekerja lebih baik karena tidak lagi berfikir untuk pindah ketempat

lain, sedangkan pekerja yang lebih muda dan baru bekerja masih memikirkan

dan merasa mudah untuk pindah ketempat kerja yang lain. Semakin

bertambah masa kerja seseorang maka semakin bertambah pengalaman

kerjanya sehingga pengalaman dan masa kerja saling terkait. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian Aprisunadi (2011) yang mangatakan bahwa

masa kerja memiliki kontribusi yang bermakna dalam hubungan berfikir kritis

dengan kualitas asuhan keperawatan.

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengertian

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik

keperawatan langsung pada klien/ pasien diberbagai tatanan pelayanan

kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan

merupakan inti praktik keperawatan. Kaidah profesi keperawatan tersebut

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang bersifat humanistic sesuai

dengan kebutuhan objek klien (Zaidin Ali, 2010). Asuhan keperawatan

merupakan inti pelayanan/ praktik keperawatan dalam upaya membantu

mencapai kebutuhan dasar melalui bentuk tindakan keperawatan dengan


39

menggunakan ilmu dan kiat keperawatan serta memanfaatkan potensi

berbagai sumber (Zaidin Ali, 2010).

Asuhan Keperawatan merupakan suatu tahapan untuk memenuhi upaya

mempertahankan kesehatan klien yang optimal dan bila ada perubahan pada

kondisi klien, asuhan keperawatan memodifikasi jumlah dan kualitas tindakan

keperawatan guna mengembalikan status kesehatan klien kembali kekeadaan

normal (NANDA, 2009).

Wilkinson (2006) menyatakan asuhan keperawatan merupakan kerangka kerja

perawat dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk menolong

klien memenuhi kebutuhan kesehatan. Asuhan keperawatan terdiri dari

pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan dan

evaluasi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam mengatasi

masalah klien.

Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasein yang terdiri

lima langkah yang kongkrit yaitu pengkajian, penegakan diagnose, intervensi,

implementasi dan evaluasi, kelima langkah ini adalah pusat untuk tindakan

keperawatan dan memberikan asuhan pasien yang berkualitas dalam berbagai

situasi (Doengoes, 2000).


40

2. Tahapan Dalam Proses Keperawatan

a. Pengkajian

1) Definisi

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan dan

merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya, oleh

karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat

sehingga seluruh kebutuhan perawat pada klien dapat diidentifikasi

(Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012)

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien

pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola

respon klien saat ini dan sebelumnya (Carpenito – Moyet, 2005 dalam

Potter dan Perry, 2010). Pengkajian keperawatan meliputi dua tahap

yaitu:

a) Pengumpulan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan

sumber sekunder (Keluarga, tenaga kesehatan)

b) Analisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis

keperawatan, mengidentifikasi berbagai masalah yang saling

berhubungan dan mengembangkan rencana keperawatan yang

sifatnya individual.

2) Macam Data

a) Data Dasar
41

Data dasar merupakan seluruh informasi tentang status kesehatan

klien. Data dasar ini meliputi data umum, data demografi, riwayat

keperawatan, pola fungsi kesehatan dan pemeriksaan. Data dasar

yang menunjukan pola fungsi kesehatan efektif/ optimal

merupakan data yang dipakai dasar untuk menegakkan diagnosis

keperawatan sejahtera.

b) Data Fokus

Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang

menyimpang dari keadaan normal. Data fokus dapat berupa

ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung oleh perawat.

Data ini yang nantinya mendapat porsi lebih banyak menjadi dasar

timbulnya masalah keperawatan. Segala penyimpangan yang

berupa keluhan hendaknya dapat divalidasi dengan data hasil

pemeriksaan, sedangkan untuk banyi atau klien yang tidak sadar

banyak menekankan pada data fokus yang berupa hasil

pemeriksaan.

c) Data Subjektif

Data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung

dari klien maupun tak langsung melalui orang lain yang

mengetahui keadaan klien secara langsung dan menyampaikan

masalah yang terjadi kepada perawat berdasarkan keadaan yang

terjadi pada klien. Untuk mendapatkan data subjektif, dilakukan

anamnesis.
42

d) Data Objektif

Data yang diperoleh oleh perawat secara langsung melalui

observasi dan pemeriksan pasa klien. Data objektif harus dapat

diukur dan diobservasi, bukan merupakan interpretasi atau asumsi

dari perawat. Contoh tekanan darah klien, suhu dan nadi.

3) Sumber Data

a) Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung

dari klien. Sebagai sumber data primer, bila klien dalam keadaan

tidak sadar menggalami ganggun bicara atau pendengaran, klien

masih bayi, atau karena beberapa sebab klien tidak dapat

memberikan data subjektif secara langsung, perawat dapat

menggunakan data objektif untuk menegakkan diagnosis

keperawatan. Bila diperlukan klarifikasi data subjektif, hendaknya

perawat melakukan anamnesis pada keluarga.

b) Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien

yaitu keluarga, orang terdekat, teman dan orang lain yang tau

tentang status kesehatan klien, selain itu tenaga kesehatan yang

lain seperti dokter, ahli gizi, ahli fisiotherapi, laboratorium,

radiologi juga termasuk sumber data sekunder.


43

4) Tehnik Pengumpulan Data

a) Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab/ komunikasi secara langsung

dnegan klien (autoanamnesis) maupun tak langsung

(Alloanamnesis) dengan keluarganya untuk menggali informasi

tetang status kesehatan klien. Komunikasi yang digunakan disini

adalah komunikasi teraupetik, yaitu suatu pola hubungan

interpersonal antara klien dan perawat yang bertujuan untuk

menggali informasi mengenai status kesehatan klien dan

membantu menyelesaikan masalah yang terjadi.

Dalam melakukan anamnesis/ komunikasi ini perawat harus

mempunyai kemampuan yang baik karena perawat dalam

berinteraksi dengan klien harus memperhatikan aspek verbal dan

prilaku non verbal. Perawat yang terlatih akan dapat melakukan

komunikasi yang menyenangkan untuk membangun kepercayaan

dari klien sehingga klien akan merasa nyaman dalam berbagi

perasaan. Diharapkan data yang diinginkan dapat digali secara

komprehensif.

Untuk melakukan anamnesis/ komunikasi yang baik dengan klien,

diperlukan pengetahuan yang memadai tentang tehnik anamnesis,

penyakit yang diderita, kebutuhan biospikososial dan spiritual.

Diperlukan juga bahasa yang tepat (sesuai dan dapat dimengerti

oleh klien), mengenali, mempersepsikan bahasa verbal dan prilaku


44

non verbal dengan baik dan keterampilan membangun hubungan

saling percaya.

b) Observasi

Observasi adalah pengamatan secara umum terhadap perilaku dan

keadaan klien. Observasi memerlukan keterampilan, disiplin dan

praktik klinik.

c) Pemeriksaan

(1) Fisik

Dilakukan dengan menggunakan empat cara yaitu:

(a) Inspeksi

Proses observasi yang dilakukan dengan cara melihat.

Inspeksi digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik

yang berhubungan dengan status fisik. Fokus inspeksi pada

setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,

posisi, simetris, luka, perubahan yang terjadi pada kulit dan

kelainan anatomi.

(b) Palpasi

Suatu bentuk pemeriksaan dengan cara perabaan. Tangan

dan jari-jari adalah instrument yang sensitive untuk

merasakan adanya suatu perubahan yang terjadi pada

tubuh. Palpasi digunakan untuk mengumpulkan data

tentang: Temperatur, turgor, bentuk dan ukuran, masa,

kelembapan, fibrasi, tekstur.


45

(c) Perkusi

Merupakan metode pemeriksaan dengan cara mengetuk,

tujuannya adalah untuk menentukan batas-batas organ/

bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang

ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan dibawah

jaringan. Melalui perkusi kita mampu membedakan apa

yang ada dibawah jaringan (udara, cairan dan zat padat).

(d) Auskultasi

Metode pemeriksaan dengan cara mendengar yang dibantu

dengan stetoskop. Tujuannya adalah untuk mendegarkan

bunyi jantung, suara nafas, bunyi usus, denyut jantung

janin dan mengukur tekanan darah.

(2) Penunjang

Penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi, contoh: Foto

Thorax, laboratorium, rekam jantung.

5) Hambatan Dalam Pengumpulan Data

a) Tidak Mampu Melakukan Anamnesis dengan Tepat

Anamnesis yang baik berpengaruh terhadap data yang akan

diperolah terutama untuk menggali data subjektif. Hubungan

saling percaya yang dibina sebelum anamnesis lebih lanjut sangat

diperlukan. Klien pada umumnya akan menampakkan sikap

terbuka bila ia merasa percaya bahwa pembicaraan yang dilakukan


46

dengan perawat akan membantu menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Sebaliknya klien akan menampilkan sikap tertutup bila ia

tidak percaya bahwa pembicaraan yang dilakukan akan bermanfaat

terhadap perbaikan keadaan yang diinginkan. Kesulitan anamnesis

ini pada umumnya dihadapai oleh perawat pemula yang belum

berpengalaman melakukan anamnesis dengan klien.

b) Tidak Mampu Melakukan Pemeriksaan Fisik dengan Tepat

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memvalidasai data dari hasil

anamnesis. Pada keadaan tertentu bila perawat tidak dapat

melakukan anamnesa maka data dari pemeriksaan fisik sangat

diperlukan. Kesalahan dalam mengartikan hasil pemeriksaan atau

ketidakmampuan melakukan pemeriksaan mempengaruhi hasil

pengumpulan data. Apabila ternyata data itu merupakan

karakteristik mayor dari suatu diagnosis keperawatan, tipe dari

diagnosis tersebut dapat berubah yang semestinya actual menjadi

resiko dan sebaliknya.

c) Tidak Mampu Mengorganisasi Data

Data yang sudah diperoleh kemudian ditempatkan pada item-item

yang sesuai. Data tentang demografi, riwayat keperawatan, pola

fungsi kesehatan dan hasil pemeriksaan harus ditempatkan dengan

benar. Kesulitan pada umumnya terletak saat menentukan data ini

termasuk dalam pola fungsi kesehatan yang mana, hasil

pemeriksaan ditempatkan pada item yang mana. Tehnik mencegah


47

dan menyelesaikan masalah tersebut adalam memahami dengan

benar maksud masing-masing item yang akan dikaji sehingga

ketika data sudah diperoleh tinggal dimasukkan pada item yang

dimaksud.

d) Data Tidak Lengkap

Hambatan ini pada umumnya berhubungan dengan hambatan pada

item 1 dan item 2. Perawat dapat melengkapi saat pengkajian

berikutnya, akan tetapi hambatan ini akan menjadi kendala yang

cukup signifikan bila data yang kurang ternyata sangat penting dan

kondisi klien telah berubah. Hendaknya bila kita memilih dan

memilah data harus jelas data prioritas pada saat pengkajian awal.

e) Data Tidak Akurat

Hambatan ini dapat terjadi karena berbagai penyebab, misalnya

cara melakukan pemeriksaan yang kurang tepat atau klein

menyembunyikan data yang sebenarnya. Tehnik untuk mengatasi

bila kita ragu-ragu terhadap hasil pemeriksaan perlu dilakukan

validasi atau dikonsultasikan dengan perawat senior atau

kolaborasi dengan ahli yang lain. Klien yang menyembunyikan

data dapat diantisipasi dengan membina hubungan saling percaya

dan membuat kontrak kerja sama sebelum malakukan anamnesis.

f) Terdapat Data yang Saling Bertolak Belakang

Hambataan ini sering terjadi pada pengkajian yang dilakukan

secara parsial: data yang diperlukan tidak divalidasi dengan data


48

yang sudah diperoleh sebelumnya. Dari kesalah ini sering

ditemukan data yang saling bertolak belakang. Praktisi perawat

yang baru belajar mengumpulkan data harus sering melihat dan

membandingkan data yang telah diperoleh. Bila timbul kontradiksi

data harus dikaji sekali lagi mana data yang sesunguhnya terjadi.

g) Duplikasi Data

Adanya data yang sama di tempat yang berbeda mengurangi

efesiensi dokumentasi. Sebaliknya bila hal ini terjadi pilih salah

satu item yang paling sesuai dengan data tersebut.

b. Diagnosis Keperawatan

1) Definisi

Pernyataan yang mengambarkan respon manusia (keadaan sehat atau

perubahan pola interaksi actual/ potensial) dari individu atau

kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat

dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan dan mencegah

perubahan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan komunitas

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual maupun

potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk

mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Nikmatur Rohmah

& Saiful Walid, 2012).


49

2) Tujuan

Tujuan Diagnosis keperawatan menurut Nikmatur Rohmah & Saiful

Walid (2012) dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Memungkinkan perawat untuk menganalisis dan mensintesis data

yang telah dikelompokkan dibawah pola kesehatan

b) Digunakan untuk mengidentifikasi masalah, factor penyebab

masalah dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau

memecahkan masalah.

3) Langkah-langkah menentukan diagnosis keperawatan

a) Klarifikasi data

Klarifikasi adalah aktifitas mengelompokkan data klien untuk

keadaan tertentu tempat klien mengalami permasalahan kesehatan

atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya.

Klarifikasi ini berdasarkan pada kebutuhan dasar manusia yang

dikelompokkan dalam data subjektif dan data objektif.

b) Interprestasi data

Perawat bertugas membuat interprestasi atas data yang sudah

dikelompokkan dalam bentuk masalah keperawatan atau masalah

kolaboratif.

c) Menentukan sebab akibat

Dari masalah keperawat yang sudah ditentukan kemudian perawat

menentukan factor-faktor yang berhubungan atau faktor resiko

yang menjadi kemungkinan penyebab dari masalah yang terjadi.


50

Kemungkinan penyebab harus mengacu pada kelompok data yang

sudah ada.

d) Merumuskan diagnose keperawatan

Perumasan diagnosis keperawatan didasarkan pada identifikasi

masalah dan kemungkinan penyebab.

4) Pernyataan Diagnosis Keperawatan

Menurut Gordon dalam (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012)

pernyataan diagnosis terdiri dari:

a) Problem/ Masalah

Problem yaitu menjelaskan status kesehatan dengan singkat dan

jelas.

b) Etiologi/ Penyebab

Penyebab masalah yang meliputi faktor penunjang dan factor

resiko yang terdiri dari:

(1) Patofisiologi

Semua proses penyakit yang dapat menimbulkan tanda/ gejala

yang menjadi penyebab timbulnya masalah keperawatan.

(2) Situasional

Situasi personal (hubungan dengan klien sebagai individu) dan

environment (berhubungan dengan lingkungan yang

berinteraksi dengan klien)

(3) Medication/ Treatment


51

Pengobatan/ tindakan yang diberikan yang memungkinkan

terjadinya efek yang tidak menyenangkan yang dapat

diantisipasi atau dapat dicegah dengan tindakam keperawatan.

(4) Maturasional

Tingkat kematangan atau kedewasaan klien dalam hal ini

berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan.

c) Simtom/ Tanda

Definisi ketakteristik tentang data subjektif atau objektif sebagai

pendukung penegakan diagnosis.

5) Tipe diagnosis

a) Diagnosis keperawatan actual

Diagnosis keperawatan actual adalah diagnosis yang menjelaskan

masalah yang nyata terjadi saat ini, harus ada unsur PES, simtom

harus memenuhi kriteria mayor dan sebagian kriteria minor.

Komponen nya adalah: label, definisi, batasan karakteristik, factor

yang berhubungan, rumusan PES.

b) Diagnosis keperawatan resiko/ resiko tinggi

Diagnosis keperawatan resiko/ resiko tinggi adalah keputusan

klinis bahwa individu, keluarga, komunitas sangat rentan untuk

mengalami masalah dibandingkan yang lain pada situasi yang

sama atau hampir sama. Komponenya adalah: label, definisi,

batasan karakteristik, factor yang berhubungan, rumusan PES.


52

c) Diagnosis keperawatan kemungkinan

Diagnosis keperawatan kemungkinan pernyataan tentang masalah

yang diduga akan terjadi atau masih memerlukan data tambahan.

Data tambahan diperlukan untuk memastikan adanya tanda/ gekala

utama (aktual), factor resiko, mengeyampingkan adanya diagnosis.

Komponenya adalah: label, definisi, batasan karakteristik, factor

yang berhubungan, rumusan PES.

d) Diagnosis keperawatan sejahtera

Diagnosis keperawatan sejahtera merupakan keputusan klinis yang

divalidasi oleh ungkapan subjektif yang positif ketika pola fungsi

dalam keadaan efektif. Dimana keputusan klinis tentang keadaan

individu, keluarga atsau masyarakat dalam transisi dari tingkat

sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi.

Komponenya adalah: label, definisi, batasan karakteristik, factor

yang berhubungan, rumusan PES.

c. Perencanaan Keperawatan/ Intervensi

1) Definisi

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi

dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan mengambarkan

sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah

dengan efektif dan efesien ( Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).
53

2) Tujuan

a) Administrasi

Administrasi mengidentifikasi fokus keperawatan. Fokus

intervensi keperawatan dapat di identifikasi melalui rencana

keperawatan yang disusun. Rencana keperawatan yang bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative merupakan suatu

rangkaian rencana keperawatan yang disusun berdasarkan masalah

yang terjadi. Administrasi membedakan tanggung jawab perawat

dengan profesi lain. Administrasi menyediakan kriteria guna

mengevaluasi hasil keperawatan.

b) Klinik

Merupakan petunjuk dalam melaksanakan tindakan keperawatan,

sebagai alat komunikasi antara perawat yang bertugas antar shif

dan merupakan gambaran intervensi yang spesifik.

3) Tahapan

a) Menentukan prioritas masalah keperawatan

b) Menetapkan tujuan dan kriteria hasil

c) Merumuskan rencana tindakan keperawatan

d) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan

4) Menentukan Prioritas Masalah Keperawatan

Kegiatan ini dilakukan untuk masalah yang prioritas untuk

diselesaikan terlebih dahulu. Beberapa tehnik membuat skala prioritas

antara lain sebagai berikut :


54

a) Standar V: Standar asuhan keperawatan

Pada standar V prioritas dititik beratkan pada masalah yang

mengancam kehidupan yang ditentukan berdasarkan: prioritas

pertama yang mengancam kehidupan, prioritas kedua yang

mengancam kesehatan, prioritas ketiga adalah masalah yang

mempengaruhi perilaku manusia.

b) Depkes RI, 1992 Pedoman Asuhan keperawatan

Pedoman asuhan keperawatan menetapkan bahwa prioritas

pertama diberikan pada masalah actual dan masalah kedua

potensial. Dalam praktiknya ternyata tidak selalu yang actual

menjadi prioritas yang lebih tinggi karena masalah yang diduga

akan mengancam nyawa dapat menjadi prioritas masalah utama.

c) Hierarki Maslow

Maslow telah membuat lima tahapan hierarki kebutuhan dasar

manusia yang diawali dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis

(oksigen ,cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat tidur, aktivitas,

mobilisasi dan seksualitas), prioritas kedua rasa aman nyaman,

prioritas ketiga cinta dan kasih sayang, prioritas keempat

kebutuhan harga diri dan kebutuhan terahir adalah aktualisasi diri.

5) Menetapkan Tujuan dan Kriteria Hasil

Tujuan adalah perubahan perilaku pasien yang diharapkan oleh

perawat setelah tindakan berhasil dilakukan. Kriteria dalam tujuan

mencakup : rumusan singkat dan jelas, disusun berdasarkan diagnosis


55

keperawatan, specific, dapat diukur, realistis. Rumusan yang sering

digunakan adalah SMART (S: specific berfokus pada klien, M:

Merasurable dapat diukur, A: Achievable realistic, R: Reasonable

ditetukan oleh perawat dan klien dan T: Time yaitu waktu yang di

tentukan untuk menyelesaikan masalah).

6) Merumuskan Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan adalah desain specific untuk membantu

klien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil. Karakteristik rencana

tindakan keperawatan berdasarkan standar V asuhan keperawatan

adalah: berdasarkan tujuan, merupakan alternative tindakan terbaik,

melibatkan pasien dan keluarga, mempertimbangkan latar belakang

budaya klien, mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang

berlaku, menjamin rasa aman dan nyama klien, berupa kalimat

instruksi, ringkas, tegas dan penulisan menggunakan bahasa yang

mudah dimengerti serta menggunakan formulir yang baku.

7) Menetapkan Rasional Rencana Tindakan Keperawatan

Rasional rencan tindakan keperawatan adalah dasar pemikiran atau

alasan ilmiah yang mendasari ditetapkannya rencana tindakan

keperawatan. Kegiatan ini pada umumnya diperlukan untuk proses

pembelajaran dengan harapan perawat dapat menerapkan prinsip dan

konsep ilmiah yang mendasari ditetapkannya desain rencana

keperawatan. Rasional rencana tindakan keperawatan menetapkan


56

berfikir kritis dan bertangungjawab terhadap pengambilan keputusan

dan menyelesaikan masalah klien.

d. Tindakan Keperawatan/ Implementasi

1) Definisi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama

dan sesudah pelaksanaan tindakan serta menilai data yang baru

(Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

2) Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

a) Keterampilan kognitif

Keterampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan yang

menyeluruh. Perawat harus mengetahui alasan untuk setiap

intervensi teraupetik, memahami respon fisiologis,psikologis

normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan

pembelajaran dan pemulangan klien serta mengali aspek-aspek

promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit.

b) Keterampilan interpersonal

Keterampilan interpersonal penting untuk tindakan yang efektif.

Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, keluarga

dan tim kesehatan yang lain. Perhatian dan rasa saling percaya
57

ditunjukkan ketika perawat berkomunikasi secara terbuka dan

jujur.

c) Keterampilan psikomotor

Keterampilan psikomotor mencakup kebutuhan langsung terhadap

perawatan kepada klien, seperti perawatan luka, memberi suntikan,

membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perawat

mempunyai tanggung jawab professional untuk mendapatkan

keterampilan ini.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

a) Kemampuan intelatual, tehnikal dan interpersonal

b) Kemampuan menilai data baru

c) Kreatiftas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana

tindakan

d) Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien

e) Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi

pelaksanaan

f) Kemampuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan serta

efektifitas tindakan.

4) Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan

a) Tahap persiapan

(1) Review rencana tindakan keperawatan

(2) Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

(3) Antisipasi komplikasi yang akan timbul


58

(4) Mempersiapkan peralatan yang akan diperlukan

(5) Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan legal etis

(6) Memperhatikan hak-hak klien.

b) Tahap pelaksanaan

(1) Berfokus pada klien

(2) Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil

(3) Memperhatikan keamanan fisik dan psikologis klien

(4) Kompeten

c) Tahap sesudah pelaksanaan

(1) Menilai keberhasilan tindakan

(2) mendokumentasikan tindakan meliputi: Aktivitas/ tindakan

keperawatan, hasil/ respon klien, Tanggal/ jam, nomor

diagnosis keperawatan dan tanda tangan.

e. Evaluasi

1) Definisi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan klien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan ( Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

2) Tujuan

a) Mengahiri rencana tindakan keperawatan

b) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

c) Meneruskan rencana tindakan keperawatan


59

3) Proses Evaluasi

a) Mengukur pencapaian tujuan

Pengukuran aspek kognitif dapat dilakukan dengan interview

secara komprehensif dan aplikasif, observasi terhadap perubahan-

perubahan fungsi tubuh klien.

b) Penentuan keputusan

Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan

dimana kondisi ini tercapai bila semua data yang ditentukan dalam

kriteria hasil telah dipenuhi. Klien masih dalam proses pencapaian

hasil yang ditentukan bila hanya sebagian saja dari kriteria hasil

yang ditentukan terpenuhi dan klien tidak mencapai kriteria yang

telah ditentukan bila hanya sebagian kecil dari kriteria hasil yang

dapat dipenuhi.

4) Macam Evaluasi

a) Evaluasi Proses (Formatif)

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai

tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus

menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

b) Evaluasi Hasil (Sumatif)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah ahir

tindakan keperawatan secara peripurna. Evaluasi sumatif

berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan

dan ketidakberhasilan dan meruapakan rekapitulasi dan


60

kesimpulan status kesehatan klein sesuai dengan kerangka waktu

yang ditetapkan.

5) Kerangka Waktu dalam Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan kerangka waktu penetapan tujuan, tetapi

selama proses pencapaian tujuan perubahan yang terjadi pada klien

juga harus selalu dipantau. Beberapa Rumah Sakit menetapkan

kebijakan yang berbeda evaluasi dapat diukur tiap shift atau ditetapkan

tiap 24 jam. Pada prinsipnya semakin cepat perubahan yang terjadi

pada klien baik kearah perbaikan atau penurunan, semakin sering

evaluasi proses itu dilakukan.

6) Komponen SOAP/SOAPIER

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien digunakan komponen SOAP/SOAPIER dimana

penggunaannya tergantung kebijakan Rumah Sakit tersebut.

a) S: Data Subjektif

Yaitu perawat menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan

setelah dilakukan tindakan keperawatan.

b) O: Data Objektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat

secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

c) A: Analisis
61

Yaitu interprestasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/ diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah

teridentifikasi datanya dalam subjektif dan objektif.

d) P: Planning

Yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang tekah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah

menentukan hasil memuaskan dan tidak memerlukan tindakan

ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu dilanjutkan

adalah tindakan yang masih kompeten untuk menyelesaikan

masalah klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai

keberhasiannya.

e) I : Implementasi

Yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

instruksi yang telah diidentifikasi dalam komponen perencanaan .

f) E: Evaluasi

Yaitu respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan

g) R: Reassesment

Yaitu pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan

setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu

dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.


62

D. Berfikir Kritis Dalam Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan merupakan kegiatan kompleks yang menuntut keterampilan

kognitif, psikomotor dan afektif untuk menilai intuitive dan kreatifitas. Berfikir

kritis dalam asuhan keperawatan meliputi pengkajian, merumuskan diagnose

keperawatan, membuat rencana tindakan, implementasi dan evaluasi (Perry dan

Potter, 2010).

1. Berfikir Kritis dalam Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsinal klien pada saat ini

dan waktu sebelumya (Carpenito-Moyet dalam Perry dan Potter, 2010 ).

Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber

(wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,

laboratorium, diagnostic dan review catatan sebelumnya) yang berhubungan

dengan kondisi klien yang meliputi fisik, psikologis, sosiokultural, spiritual,

kognitif, kemampuan fungsional, perkembangan ekonomi dan gaya hidup

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Data yang

diperoleh kemudian akan dikelompokkan menjadi data objektif dan subjektif.

Keterampilan berfikir kritis dalam pengkajian dilakukan dengan melakukan

observasi yang dapat dipercaya, membedakan data yag relevan daiantara data

yang tidak relevan, membedakan data yang penting diantara data yang tidak

penting , memvalidasi data, mengorganisasikan data, mengkategorikan sesuai

kerangka data dapat menerima asumsi. Alfaro –LeFevre (2004) juga


63

mengtakan pengkajian dalam berfikir kritis merupakan proses mengumpulkan

dan merekam data untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam

memprediksi, mendeteksi, mencegah, mengelola, dan menghilangkan masalah

kesehatan dan fakor resiko.

2. Berfikir Kritis dalam Merumuskan Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas dimana perwat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan gambaran tentang masalah atau status

kesehatan terhadap masalah yang actual, potensial, resiko tinggi dan wellnes

(NANDA Internasional, 2007. dalam Perry dan Potter, 2010 ). NANDA juga

menjelaskan komponen-komponen dalam diagnose keperawatan meliputi

masalah (Problem), Penyebab (Etiology) dan data (Symptom).

Menurut Wilkinson dalam Perry dan Potter (2010), keterampilan berfikir

kritis perawat dalam menentukan diagnose asuhan keperawatan dilakukan

dengan menemukan bentuk dan hubungan dari tanda-tanda, mengidentifikasi

kesenjangan data, membuat kesimpulan, menunda pernyataan ketika data

kurang, membuat hubngan antara profesi, menyatakan masalah, menguji

asumsi, membandingkan dengan nilai normal, mengidentifikasi factor yamg

mempengaruhi masalah.
64

3. Berfikir Kritis dalam Membuat Rencana Keperawatan

Pada tahap ini perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi

klien dan merencanakan intervensi keperawatan menurut Perry dan Potter,

(2010). Perencaaan perawatan berisi langkah-langkah perencanaan yang telah

dipertimbangkan secara sistematis dan mendalam saat membuat keputusan

dan upaya mengatasi masalah dengan cara mencegah, mengurangi atau

menurunkan permasalahan kesehatan dan keperawatan yang diidentifikasi

pada diagnose keperawatan klien.

Keterampilan berfikir kritis perawat dalam menentukan rencana keperawatan

menurut Wilkinson dalam Perry dan Potter (2010), perawat dapat melakukan

generalisasi bentuk rencana berdasar rencana perawatan. Rencana intervensi

dibuat berdasarkan standar ataupun dengan berbagai pengetahuan dari suatu

situasi kepada perawat lainnya sebagai evidence base, mengembangkan

kriteria evaluasi, membuat hipotesis, membuat hubungan antar profesi,

memprioritaskan masalah klien, mengeneralisasi prinsip dari pengetahuan

lainnya.

Alfaro- LeFevre (2004), mengatakan perencanaan dalam berfikir kritis

merupakan kegiatan untuk memastikan klien memiliki rencana komprehensif,

individual, klarifikasi dari hasil yang diharapkan, intervensi individual dan

memastikan rencana itu dicatat. Rencana harus dirabcang untuk mencegah

dan mengelola masalah-masalah kesehatan dan kontribusi factor-faktor yang


65

mendasari. Rencana berfokus pada masalah dan factor resiko yang harus

dikelola untuk mencapai keseluruhan hasil perawatan. Rencana perawatan

meningkatkan fungsi optimal kemandirian dan kesehatan klien. Rencana

perawatan dikoordinasikan termasuk dengan klien dalam pengambilan

keputusan untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan aman, efesien dan

biaya efektif.

4. Berfikir Kritis dalam Implementasi

Menurut Gordon dalam Potter dan Perry (2010), implementasi keperawatan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan guna membantu klien dari

masalah kesehatan yang dialaminya agar dpat menjadi lebih baik dan

mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan.

Implementasi dapat berupa tindakan independen perawat dan tindakan

kolaboratif untuk membantu pemenuhan dasar fungsi kesehatan klien.

Alfaro- LeFevre (2004), mengatakan implementasi sebagai salah satu langkah

dalam berfikir kritis merupakan pelaksanaan dari rencana keperawatan dengan

menilai kesesuaian intervensi dan memutuskan apakah pasien siap,

memperioritaskan, mendelegasikan dan koordinasi perawatan seperti yang

ditunjukkan, termasuk pasien sebagai mitra dalam pengambilan keputusan

dan perawatan.
66

5. Berfikir Kritis dalam Melakukan Evaluasi

Evaluasi merupakan proses perbandingan yang sistematis dan terencana dari

hasil-hasil yang diamati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan. Pada tahap ini perlu pengetahuan tentang tujuan dan

kriteria hasil yang normal sehingga dapat membandingkan data yang

diperoleh dengan kriteria yang telah dibuat, menarik kesimulan atas

pencapaian tujuan, menghubungkan tindakan keperawatan dengan kriteria

hasil dan mengkaji kembali rencana keperawatan.

Menurut Wilkinson keterampilan berfikir kritis perawat dalam melaksanakan

evaluasi keperawatan, perawat memutuskan apakah hipotesis tepat dan

membuat kriteria dasar untuk evaluasi. Tahap evaluasi ini perawat melakukan

observasi kembali untuk menentukan pencapaian tujuan. Alfaro- LeFevre

(2004), mengatakan evaluasi sebagai salah satu langkah dalam berfikir kritis

merupakan menilai status klien untuk menentukan apakah hasil yang

diharapkan telah terpenuhi dan apa factor penghambat keberhasilan dari

rencana, mencapai perbaikan dan kemandirian klien serta memodifikasi

rencana sesuai indikasi dalam perkembangan.

E. Konsep Keperawatan Menurut KRISTEN M. SWANSON

Swanson dalam dalam Tomey dan Olligood (2006) menjelaskan bahwa caring

adalah cara alami untuk berhubungan dengan orang lain yang ditandai dengan

seseorang memiliki rasa komitmen dan tanggung jawab terhadap orang lain.
67

Caring merupakan tindakan yang bertujuan memberikan perhatian emosi dengan

meningkatkan rasa aman dan keselamatan kepada klien selama proses asuhan

keperawatan berlangsung dari tahap pengkajian, penegakan diagnose, intervensi,

implementasi dan evaluasi. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan

dan komitmen.

Dalam teori Swanson menyebutkan bahwa caring terdiri dari lima konsep yaitu:

maintaining belief, knowing, being with, do for dan enabling. Komponen-

komponen dalam struktur ini saling terintegrasi dan berhubungan, masing-masing

tidak dapat berdiri sendiri yang ahirnya membentuk prilaku yang dapat

diaplikasikan oleh perawat dalam bentuk caring dalam melakukan setiap tahapan

dalam asuhan keperawatan dari pengkajian, penegakan diagnose, intervensi,

implementasi dan evaluasi Komponen struktur tersebut dapat dilihat dalam skema

2.1.

Skema 2.1 Structure Caring

1. Maintaining belief (mempertahankan keyakinan) merupakan cara untuk

memahami keyakinan dasar tentang manusia, kapasitas seseorang untuk


68

memahami makna suatu kejadian, mempertahankan harapan, bersikap optimis

dan realities membantu menemukan makna dan mempertahankan sikap yang

penuh harapan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus

memperhatikan aspek mempertahakan kepercayaan (Maintaining belief)

adalah mempertahankan iman agar dapat melalui suatu peristiwa dan

menghadapi masa depan dengan penuh makna, percaya pada kapasitas sendiri

dan mempunyai harga diri, memelihara sikap penuh harapan, optimisme dan

dapat menemukan makna (Swanson dalam Tomey dan Alligood, 2006). Pada

tingkatan masyarakat menjaga kepercayaan itu adalah keyakinan dalam hak

semua orang untuk melewati peristiwa dan menghadapi masa depan yang

bermakna pada tingkat interpersonal, mempertahankan kepercayaan ini dapat

dilihat dari soerang perawat yang caring akan memperhatikan pasiennya.

2. Knowing adalah memahami makna dan kehidupan orang lain, menghindari

asumsi, memfokuskan pada orang yang dirawat, mecari petunjuk verbal dan

non verbal, mengkaji hal-hal yang terkait dan berhubungan dengan orang

yang terdekat dengan klien yang berpusat pada kebutuhan klien.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus mengetahui kondisi

klien, mengetahui adalah memahami arti dari suatu peristiwa dalam

kehidupan, menghindari asumsi, berfokus pada klien, mencari isyarat, menilai

secara cermat, dan menarik (Swanson dalam Tomey dan Alligood, 2006).
69

3. Being with (bersama klien) yaitu secara emosional hadir dengan orang lain.

Hal ini meliputi keberadaannya sebagai seorang individu yang berbeda

dengan orang lain, mengkomunikasikan keberadaannya, berbagi rasa tanpa

menyusahkan orang lain, perawat memberikan perhatian kepada klien dan

keluarga, mendengarkan masalah yang dihadapi serta bersama-sama

memutuskan bagaimana mengatasi maslah tersebut.

Perawat menjadi ada, meliputi tidak hanya kehadiran secara fisik saja tetapi

juga jelas menyampaikan pesan ketersediaan dan keyakinan untuk bertahan

dengan klien. Hal ini termasuk berada disana secara pribadi, menyampaikan

kesediaan dan perasaan ingin berbagi tanpa membebani orang yang dirawat

(Swanson dalam Tomey dan Alligood, 2006)

Perawat harus dirasakan kehadirannya oleh klien, salah satu contohnya untuk

pasien yang dirawat ketika bel dibunyikan perawat segera hadir. Hal ini

membuktikan bahwa perawat selalu ada untuk pasien ketika pasien

membutuhkan kebersamaan mempunyai sub dimensi berada disana

menunjukkan kemapuan, berbagi perasaan dan tidak mudah marah (Potter dan

Perry, 2009).

4. Doing for (melakukan intervensi) yaitu melakukan sesuatu untuk orang lain

seolah seseorang melakukan sesuatu untuk dirinya. Termasuk didalamnya

anisipasi kebutuhan, memberikan perawatan yang nyaman, melakukan

tugasnya secara terampil dan kompeten, melindungi klien dan membangun

kepercayaan diri.
70

Perawat yang menerapkan doing for berarti melakukan sesuatu untuk orang

lain seperti melakukan terhadap diri sendiri, termasuk kebutuhan

mengantisipasi, menghibur, melakukan tindakan dengan terampil dan

kompeten dan melindungi orang yang dirawat dengan tetap menjaga martabat

pasien (Swanson dalam Tomey dan Alligood, 2006), dalam dimensi ini

mempunyai sub dimensi kenyamanan, antisipasi, menunjukkan keterampilan,

melindungi dan menunjukkan kepercayaan (Potter dan Perry, 2009).

5. Enabeling (memberdayakan) yaitu ,memfasilitasi orang lain melalui transisi

kehidupan dan kejadian yang tidak dikenal dengan memfokuskan kejadian,

menginformasikan, menjelaskan, mendukung, menvalidasi perasaan, mencari

alternative, berfikir focus sehingga meningkatkan perawatan diri dan

penyembuhan. Enabeling adalah memfasilitasi orang lain untuk dapat

melewati transisi kehidupan dan peristiwa yang asing. Enabling mempunyai

sub dimensi memberitahukan, mejelaskan, mendukung, mengizinkan, fokus,

membuat alternative dan membenarkan memberikan umpan balik (Potter dan

Perry, 2009).
71

F. Kerangka Teori

Skema 2.2 Kerangka Teori Pengaruh Berfikir Kritis Terhadap Kemampuan

Perawat Pelaksana Dalam Melakukan Asuhan Keperawatan

Faktor yang mempengaruhi


berfikir kritis

Faktor Situasi 1. Engagement Faktor Individu


(Keterlibatan)
2. Cognitive Maturity
(Kedewasaan)
3. Innovativeness
(Inovasi)

1. pemikir kritis dasar


Berfikir Kritis 2. Pemikir kritis kompleks
3. Pemikir kritis komitmen

Karakteristik Berfikir kritis


1. Percaya Diri 7. Kegigihan
2. Berfikir Mendalam 8. Kreatif
3. Keadilan 9. Rasa Ingin Tahu
4. Disiplin 10. Integritas
5. Mengambil Resiko 11. Rendah Hati
6. Tanggung Jawan & Akuntabilitas

Komponen teori Swanson:


1. Jenis Kelamin Kemampuan melakukan
1. Maintaining Balief
2. Usia asuhan keperawatan dari tahap
2. Knowing
3. Tingkat Pendidikan pengkajian penegakan
3. Being With
4. Masa Kerja diagnose intervensi  4. Doing For
5. Pelatihan implementasi evaluasi 5. Enabling

Kualitas Asuhan Keperawatan berstandar Doengoes


.

Anda mungkin juga menyukai