Pert 4. Patofisiologi Kekurangan Vit. A
Pert 4. Patofisiologi Kekurangan Vit. A
(NUT 318)
MODUL PERTEMUAN 4
PATOFISIOLOGI KEKURANGAN VITAMIN A
DISUSUN OLEH
MERTIEN SA’PANG, S.Gz, M.Si
KHAIRIZKA CITRA PALUPI, S,Gz, MS
YULIA WAHYUNI, S.Kep, M.Gizi
Gambar 1 Prevalensi buta senja (A) dan Prevalensi KVA berdasarkan pemeriksaan serum retinol (B)
untuk kelompok anak prasekolah sebagai masalah Kesehatan masyarakat 1995-2005
Gambar 2 Prevalensi buta senja (A) dan Prevalensi KVA berdasarkan pemeriksaan serum retinol (B)
untuk kelompok ibu hamil sebagai masalah Kesehatan masyarakat 1995-2005
Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Pangan nabati
mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) A. Karotenoid di alam
hanya dalam bentuk alfa, beta dan gama serta kriptosantin. Vitamin A yang ada di
makanan, sebagaian besar dalam bentuk ester retinil, bernama karotenoid bercampur
dengan lipida lain di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil
dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
4 / 15
diabsorpsi daripada daripada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama beta
karoten di dalam sitoplasma sl mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Bila tubuh
memerlukan vitamin A , maka vitamin A di mobilisasi dari hati dalam bentuk retinol
yang diangkut oleh retinol binding protein (RBP) yang disintesis di dalam hati.
Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permulaan
membran yang yang spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membran
sel untuk kemudian diikatkan pada cellular retinol binding protein (CRBP) dan RBP
kemudian dilepaskan. Di dalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam
sel epitel sebagai asam retinoat.
Tanda dan Gejala Serta Penanganan
Gangguan penglihatan akibat KVA
Tanda adanya kekurangan vitamin A yang berdampak pada fungsi mata untuk melihat
atau dikenal dengan Xeroftalmia. Xeroftalmia secara harfiah berarti “mata kering” yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin A. Menurut WHO dampak penglihatan dari KVA
diklasifikasian yaitu:
a) Xn: Rabun Senja
Kondisi ini sebagai tanda awal adanya kekurangan vitamin A, yang
menyebabkan gangguan pada batang retina. Pada Kondisi ini mata sulit
beradaptasi pada ruang yang kurang cahaya seperti senja hari sehingga
penglihatan menurun pada senja hari, dikenal dengan istilah buta senja. Jika
dilakukan pemeriksaaan pada mata, belum dijumpai adannya kelainan atau
perubahan pada mata (mata terlihat normal) (Depkes RI, 2002).
Kondisi buta senja merupakan bagian xeroftalmia yang paling sering
muncul. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gangguan adaptasi
penglihatan terhadap cahaya sudah mulai terasa jika serum retinol berada pada
rentang 20-30µg/dL (McLaren & Kraemer, 2012c).
Buta senja dapat diatasi dengan pemberian kapsul vitamin A sesuai
dengan dosis, penglilhatan akan membaik dalam waktu 2-4 hari. Bila kondisi
dibiarkan maka dapat berkembang ke tahap yang lebih berat (Depkes RI,
2002).
b) X1A: Xerosis konjungtiva (kekeringan pada konjungtiva)
Pada kondisi ini terlihat selaput lender atau bagian putih bola mata
d) X2 : Xerosis kornea
Pada Xerosis kornea, kekeringan sudah terjadi sampai pada bagian korne
(bagian mata hitam). Jika diamati kornea akan tampak suram dan kering dan
permukaan kornea tampak kasar. Pada kondisi ini, diberikan kapsul vitamin A
dan pengobatan, kornea akan membaik 2-5 hari dan kelainan pada mata akan
sembuh setelah 2-3 minggu (Depkes RI, 2002).
- X3B: Bila kelainan menganai sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.
-
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) atau terjadi likuifaksi
(pencairan) pada bagian kornea yang mengalami nekrosis.
f) XS : Xeroflalmia scars
Kondisi ini juga disebut dengan jaringan parut pada kornea yang terlihat
denga tampak bagian putih pada kornea atau bolah mata tampak mengempis.
Bila ditemukan pada tahap ini, akan terjadi kebutuaan yang tidak bisa
disembuhkan.
Fungsi Vitamin A
Fungsi vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar:
• Integritas epitel
• Pertumbuhan
• Permeabilitas membran
• Pertumbuhan gigi
c) Fungsi dalam proses reproduksi
Fungsi vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh asam
vitamin A (retinoic acid).
Referensi
Azrimaidaliza. (2007). Vitamin A, imunitas dan kaitannya dengan penyakit infeksi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), 90–96. https://doi.org/I:
https://doi.org/10.24893/jkma.1.2.90-96.2007
Depkes. (2009). Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A.
Depkes RI. (2002). Deteksi Dini Xeroftalmia. Departemen Kesehatan RI dan Hellen
Keller Indonesia.
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012a). Global occurrence. World Review of Nutrition
and Dietetics, 103, 106–123. https://doi.org/10.1159/000178136
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012b). Other effects of VAD. World Review of
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
13 / 15
Nutrition and Dietetics, 103(2001), 93–100. https://doi.org/10.1159/000210455
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012c). Xerophthalmia. World Review of Nutrition and
Dietetics, 103, 65–75.
Rochani, S. N., Ngadiarti, I., & Moviana, Y. (2017). Bahan Ajar Gizi Dietetika Penyakit
Infeksi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 341.
Price SA & Wilson LM, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit,
EGC
Krause’s,Kathleen Mahan, Sylvia Escoot Stump. Food, Nutrition, & Diet Therapy.
edisi ke 14, Saunders, 2017
Guyton & Hall, 1997, Buku ajar Fisiologi Kedoteran, EGC