Anda di halaman 1dari 15

MODUL PATOFISIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN DEFISIENSI

(NUT 318)

MODUL PERTEMUAN 4
PATOFISIOLOGI KEKURANGAN VITAMIN A

DISUSUN OLEH
MERTIEN SA’PANG, S.Gz, M.Si
KHAIRIZKA CITRA PALUPI, S,Gz, MS
YULIA WAHYUNI, S.Kep, M.Gizi

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 15
PATOFISIOLOGI KEKURANGAN VITAMIN A

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan epidemiologi kekurangan Vit. A
2. Menjelaskan etiologi , patogenesis dan manifestasi kekurangan Vit. A
3. Menjelaskan pemeriksaan untuk diagnosis kekurangan Vit. A
4. Menjelaskan terapi kekurangan Vit. A

B. Uraian dan Contoh


1. Epidemiologi kekurangan Vit. A
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut
dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh,
sehingga harus dipenuhi dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk
penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit.
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas,
vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
prekursor/ provitamin A/ karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai
retinol. Vitamin A vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam minyak ikan,
keju, kuning telur, sayuran berwarna hijau dan kemerah-merahan, seperti tomat
dan wortel.
Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan salah satu penyebab kebutaan
(yang bisa dicegah) utama pada anak-anak dan juga meningkatkan resiko
kematian akibat infeksi parah. Besaran masalah kekurangan Vitamin A berbeda
pada masing-masing negara sehingga menjadi hal yang perlu diperhatikan
sebelum mengimplementasikan program untuk mengendalikan masalah tersebut.
Hingga 1950-an ada laporan xerophthalmia endemik di India, Indonesia dan
beberapa negara lain, tetapi sedikit yang diketahui. Pada awal 1960-an, World
Health Organization (WHO) melakukan survei global yang menunjukkan bahwa
sekitar 50 negara di mana VADD diduga merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Survei ini mengungkapkan sifat meluas dan besarnya masalah yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 15
serius, terutama di sebagian besar Asia Selatan dan Timur, dan sebagian Afrika
dan Amerika Latin. (McLaren & Kraemer, 2012a).
Beberapa tahun terakhir, Vitamin and Mineral Nutrition Information
System (VMNIS) dibawah WHO terus melakukan update data mengenai
masalah gizi mikro salah satunya adalah masalah KVA. Hasil survey tersebut
menunjukkan prevalensi KVA di seluruh dunia dalam kurun waktu 1995-2005
pada kelompok rentan (anak prasekolah dan ibu hamil) berdasarkan kejadiaan
buta senja dan hasil pemeriksaan serum retinol yang secara detail terlihat pada
Gambar 1-2.

Gambar 1 Prevalensi buta senja (A) dan Prevalensi KVA berdasarkan pemeriksaan serum retinol (B)
untuk kelompok anak prasekolah sebagai masalah Kesehatan masyarakat 1995-2005

Gambar 2 Prevalensi buta senja (A) dan Prevalensi KVA berdasarkan pemeriksaan serum retinol (B)
untuk kelompok ibu hamil sebagai masalah Kesehatan masyarakat 1995-2005

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 15
Meskipun KVA tingkat berat (Xerophthalmia) sudah jarang ditemui di Indonesia
namun kejadian KVA tingkat subklinis, tingkat yang belum menampakkan gejala nyata,
masih banyak terjadi di masyarakat terutama pada kelompok balita. Kondisi erat
kaitannya dengan tingginya penyakit infeksi dan kematian pada Balita di Indonesia.
Oleh karena itu, penuntasana KVA menjadi salah satu prioritas program gizi di
Indonesia.
Puslitbang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006
memperlihatkan bahwa sebesar 14,6% Balita mengalami KVA berdasarkan hasil
pemeriksaan serum retinolnya. Meskipun hasil tersebut menunjukkan bahwa masalah
KVA sudah bukan masalah Kesehatan masyarakat (Batasan 15%) namun strategi
penanggulangan KVA msih terus dilakukan sebagai tindakan pencegahan. (Depkes,
2009)

2. Patofisiologi kekurangan Vit. A


Kekurangan vitamin A ialah penyakit sistemik yang merusak sel
dan organ tubuh dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran
pernapasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga
saluran ini relatif awal terjadi karena kerusakan yang terdeteksi pada mata.
Namun, karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis
yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata. Kekurangan vitamin A dapat
terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan yang disertai kelain pada mata
umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun.
Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan di mana simpanan
vitamin A dalam tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala
rabun senja, atau kurang dapat melihat pada malam hari. Nama penyakit
tersebut adalah hemeralopia (rabun senja/ rabun ayam). Gejala tersebut juga
ditandai dengan menurunnya kadar serum retinol dalam darah (kurang dari 20
µg/dl). Pada tahap selanjutnya terjadi kelainan jaringan epitel dari organ tubuh
seperti paru-paru, usus, kulit dan mata. Gambaran yang khas dari kekurangan
vitamin A dapat langsung terlihat pada mata.
Penyakit mata lain yang dapat terjadi bila kekurangan vitamin A
adalah seroftalmia (xeropthalmia). Seroftalmia adalah adalah keadaan bila

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 15
orang mengalami kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata
mengalami keratinisasi kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak
diobati, mata akan menjadi buta.
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang penting bagi tubuh dan
mempunyai banyak manfaat bagi tubuh. Sifat kimia vitamin A adalah suatu
kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak.
Dalam makanan biasanya vitamin A terdapat dalam bentuk ester retinil yaitu
terikat dalam asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi
dalam dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk) alkohol,
retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam).

Gambar 3 Alur transport vitamin A (Azrimaidaliza, 2007)

Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Pangan nabati
mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) A. Karotenoid di alam
hanya dalam bentuk alfa, beta dan gama serta kriptosantin. Vitamin A yang ada di
makanan, sebagaian besar dalam bentuk ester retinil, bernama karotenoid bercampur
dengan lipida lain di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil
dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
4 / 15
diabsorpsi daripada daripada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama beta
karoten di dalam sitoplasma sl mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Bila tubuh
memerlukan vitamin A , maka vitamin A di mobilisasi dari hati dalam bentuk retinol
yang diangkut oleh retinol binding protein (RBP) yang disintesis di dalam hati.
Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permulaan
membran yang yang spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membran
sel untuk kemudian diikatkan pada cellular retinol binding protein (CRBP) dan RBP
kemudian dilepaskan. Di dalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam
sel epitel sebagai asam retinoat.
Tanda dan Gejala Serta Penanganan
Gangguan penglihatan akibat KVA
Tanda adanya kekurangan vitamin A yang berdampak pada fungsi mata untuk melihat
atau dikenal dengan Xeroftalmia. Xeroftalmia secara harfiah berarti “mata kering” yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin A. Menurut WHO dampak penglihatan dari KVA
diklasifikasian yaitu:
a) Xn: Rabun Senja
Kondisi ini sebagai tanda awal adanya kekurangan vitamin A, yang
menyebabkan gangguan pada batang retina. Pada Kondisi ini mata sulit
beradaptasi pada ruang yang kurang cahaya seperti senja hari sehingga
penglihatan menurun pada senja hari, dikenal dengan istilah buta senja. Jika
dilakukan pemeriksaaan pada mata, belum dijumpai adannya kelainan atau
perubahan pada mata (mata terlihat normal) (Depkes RI, 2002).
Kondisi buta senja merupakan bagian xeroftalmia yang paling sering
muncul. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gangguan adaptasi
penglihatan terhadap cahaya sudah mulai terasa jika serum retinol berada pada
rentang 20-30µg/dL (McLaren & Kraemer, 2012c).
Buta senja dapat diatasi dengan pemberian kapsul vitamin A sesuai
dengan dosis, penglilhatan akan membaik dalam waktu 2-4 hari. Bila kondisi
dibiarkan maka dapat berkembang ke tahap yang lebih berat (Depkes RI,
2002).
b) X1A: Xerosis konjungtiva (kekeringan pada konjungtiva)
Pada kondisi ini terlihat selaput lender atau bagian putih bola mata

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 15
tampak kering, berkeripu, dan berpigmentasi dengan permukaan terlihat kasar
dan kusam (Depkes RI, 2002). Pada kondisi ini pemberian kapsul vitamin A
sesuai dosis sangat disarankan. Kondisi akan mebaik dalm 2-3 hari dan
kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 pekan.

Gambar 4 Xerosis konjungtiva

c) X1B : Xerosis Konjungtiva Dan Bercak Bitot


Kondisi ini ditandai dengan tanda-tanda yang sama dengan X1A
ditambah dengan bercak putih seperti busa sabun atau keju (bercak bitot) terutama
di daerah celah mata sisi luar. Dalam kondisi berat akan tampak kekeringan
meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata) dan konjungtiva
tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut. (Depkes RI, 2002). Penanganan
kondisi ini harus dilakukan ssecepatnya agar kondisi tidak bertambah parah.
Penanganan dilakukan dengan pemberian kapsul vitamin A dan pengobatan,
bercak bitot dapat membaik dalam 2-3 hari dan kelainan mata akan menghilang
dalam 2 pekan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 15
Gambar 5 Xerosis Konjungtiva dan bercak bitot (Sumber: Depkes, 2002 dan McLaren & Kraemer,
2012b)

d) X2 : Xerosis kornea
Pada Xerosis kornea, kekeringan sudah terjadi sampai pada bagian korne
(bagian mata hitam). Jika diamati kornea akan tampak suram dan kering dan
permukaan kornea tampak kasar. Pada kondisi ini, diberikan kapsul vitamin A
dan pengobatan, kornea akan membaik 2-5 hari dan kelainan pada mata akan
sembuh setelah 2-3 minggu (Depkes RI, 2002).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 15
Gambar 6 Xerosis Kornea (Sumber: Depkes, 2002 dan McLaren & Kraemer, 2012b)

e) X3 : Keratomalasia dan ulserasi kornea


Bila ditemukan pada tahap ini, akan terjadi kebutaan yang bersifat
irreversible. Kondisi Keratomalasia di bagi menjadi 2 tahap berdasarkan tahap
kerusakan pada permukaan kornea,yaitu:
- X3A: Bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea

Gambar 7 Keratomalasia (X3A)

- X3B: Bila kelainan menganai sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.
-

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 15
Gambar 8 Keratomalasi (X3B)

Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) atau terjadi likuifaksi
(pencairan) pada bagian kornea yang mengalami nekrosis.
f) XS : Xeroflalmia scars

Kondisi ini juga disebut dengan jaringan parut pada kornea yang terlihat
denga tampak bagian putih pada kornea atau bolah mata tampak mengempis.
Bila ditemukan pada tahap ini, akan terjadi kebutuaan yang tidak bisa
disembuhkan.

Gambar 9 Xeroftalmia scars (XS)


g) XF: Fundus Xeraoftalmia

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 15
Efek lain dari KVA
Selain gangguan penglihatan, KVA juga dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan lain seperti penyakit infeksi, gangguan pada kulit, gangguan pertumbuhan
dan anemia. Apabila terjadi defisien vitamin A, kekebalan tubuh menurun sehingga
mudah terkena penyakit infeksi. Selain itu, kekurangan vitamin A menyebabkan
lapisan sel yang melapisi trakhea dan paru-paru mengalami keratinisasi sehingga tidak
mengeluarkan lendir yang berakibat mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri dan
virus yang menyebabkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan. Kondisi ini
bila terjadi pada permukaan dinding usus dapat menyebabkan diare, dan bila
terjadi pada saluran kemih dan kelamin akan menyebabkan penyakit infeksi pada
ginjal, kantung kemih dan vagina. Apabila terjadi infeksi pada saluran kemih, maka
akan terjadi pengendapan kalsium yang dapat menimbulkan adanya batu ginjal
dan gangguan kantung kemih. Apabila anak-anak yang menderita campak juga
mengalami defisiensi vitamin A akan berakibat fatal yaitu kematian.(McLaren &
Kraemer, 2012b; Rochani et al., 2017)
Vitamin A berperan terhadap fungsi kekebalan tubuh (imunitas) manusia.
Jika terjadi kekurangan vit. A mengakibatkan mekanisme protektif spesifik dan non
spesifik rusak, yaitu respon humoral terhadap bakteri, imunitas mukosal, aktivitas sel
NK dan phagositosis. Sehingga meningkatnya resiko penyakit infeksi, seperti
campak, diare, ISPA dan malaria. Dengan suplementasi vitamin A dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas karena penyakit campak dan diare, begitu juga menurunnya
morbiditas malaria Plasmodium falciparum dan morbiditas serta mortalitas ibu saat
hamil (Azrimaidaliza, 2007).
Retinol dan beberapa retinoid dapat terdeteksi di kulit. Kondisi hyperkeratosis pada
kulit kepala merupakan salah satu tanda kekurangan vitamin A(McLaren & Kraemer,
2012b). Pada individu yang mengalami kekurangan vitamin A juga menunjukkan kulit
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
10 / 15
kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar, mengeras dan mengalami
keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis folikular. Perubahan kulit mula-mula
terjadi di lengan dan paha kemudian dapat menyebar ke seluruh tubuh (Rochani et al.,
2017)
Kekurangan vitamin A akan menghambat pertumbuhan sel-sel termasuk sel-sel
tulang, sel-sel yang membentuk email gigi dimana terjadi atrofisel-sel yang
membentuk dentin sehingga gigi mudah rusak. Perubahan lain yang terjadi adalah
keratinisasi sel-sel pada lidah yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan
berakibat juga terjadi anemia (Rochani et al., 2017).

Fungsi Vitamin A
Fungsi vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar:

a) Fungsi vitamin A dalam proses melihat


Pada proses melihat vitamin A berperan sebagai retinal (retinete) yang
merupakan komponen dari zat penglihat. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein
yang disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinete.
Rhodopsin merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya dan mengubah
energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera penglihatan. Selain itu
vitamin A juga berperan menjaga agar kornea mata selalu sehat.

b) Fungsi dalam metabolisme umum


Fungsi ini tampaknya berkaitan erat dengan metabolisme protein

• Integritas epitel
• Pertumbuhan
• Permeabilitas membran
• Pertumbuhan gigi
c) Fungsi dalam proses reproduksi
Fungsi vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh asam
vitamin A (retinoic acid).

Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A


✓ Buta senja ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang atau

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 15
senja hari.
✓ Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah
bagian depan dan lengan atas bagian belakang
✓ Pada keratinisasi didapatkan xerosis konjungtiva, bercak bitot,
xerosis kornea, tukak kornea
✓ Kornea tampak lunak dan nekrotik pada keratomalasia dan kadang juga
terjadi perforasi
✓ Pada KVA yang lama dan berat dapat terjadi kekeringan pada konjungtiva
dan kornea, ulcer juga skar
Faktor Resiko
- Diiringi penyakit defisiensi gizi lainnya yaitu asupan pangan sumber vitamin
A yang kurang dan adanya penyakit yang menghambat penyerapan vitamin A
dalam tubuh.
- pola makan tidak seimbang yaitu walaupun seseorang asupan makan sumber
vitamin A dari sayur dan buah tercukupi tetapi asupan protein dan lemak
tidak tercukupi maka akan mengganggu proses penyerapan vitamin A dalam
tubuh.
- Disisi lain apabila tubuh mengalami penyakit khususnya penyakit infeksi,
maka kebutuhan tubuh akan vitamin A tinggi untuk membantu proses
penyembuhan atau untuk meningkatkan daya tahan tubuh. A
- Apabila penyakit infeksi ini terjadi pada usia anak-anak yang rentan terhadap
penyakit menular, maka penyakit KVA juga meningkat pada anak-anak.
- Hal tersebut dapat diketahui pada anak-anak yang menderita penyakit kurang
energi protein atau gizi buruk akan mengalami penyakit KVA, demikian juga
pada anak-anak yang menderita penyakit campak atau diare.
Penanganan KVA
Penyebab utama kondisi ini adalah kurangnya konsumsi Vit. A dari konsumsi
makanan sehari-hari. Kondisi ini sangat sering dijumpai di negara-negara berkembang
salah satunya di Indonesia. Salah satu program pemerintah dan beberapa organisasi
LSM/NGO untuk menangani masalah KVA adalah dengan pemberian kapsul Vit. A
yang di peruntukkan pada bayi, balita dan ibu nifas. Namun, perbaikan pola makan juga

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 15
sangat diperlukan agar tidak terjadi KVA setelah melewati masa pemberian kapsul Vit.
A.
Program pemberian suplementasi vit. A dijadwalkan dilakukan 2 kali setahun
pada bulan februari dan Agustus ydi layanan Kesehatan seperti puskesmas.

Gambar 10 Kapsul Vit. A


Sasaran Suplementasi Vitamian A
a. Bayi (6-11 bulan)
Bayi diberikan kapsul biru dengan dosis 100.000 SI (1 kali setahun)
b. Anak balita (12-59 bulan)
Balita diberikan kapsul merah dengan dosis 200.000 SI (2 kali setahun)
c. Ibu Nifas (0-42 Hari)
Ibu nifas diberikan kapsul merah dengan dosis 200.000 SI (2 kali setahun)

Referensi
Azrimaidaliza. (2007). Vitamin A, imunitas dan kaitannya dengan penyakit infeksi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), 90–96. https://doi.org/I:
https://doi.org/10.24893/jkma.1.2.90-96.2007
Depkes. (2009). Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A.
Depkes RI. (2002). Deteksi Dini Xeroftalmia. Departemen Kesehatan RI dan Hellen
Keller Indonesia.
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012a). Global occurrence. World Review of Nutrition
and Dietetics, 103, 106–123. https://doi.org/10.1159/000178136
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012b). Other effects of VAD. World Review of
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
13 / 15
Nutrition and Dietetics, 103(2001), 93–100. https://doi.org/10.1159/000210455
McLaren, D. S., & Kraemer, K. (2012c). Xerophthalmia. World Review of Nutrition and
Dietetics, 103, 65–75.
Rochani, S. N., Ngadiarti, I., & Moviana, Y. (2017). Bahan Ajar Gizi Dietetika Penyakit
Infeksi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 341.
Price SA & Wilson LM, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit,
EGC
Krause’s,Kathleen Mahan, Sylvia Escoot Stump. Food, Nutrition, & Diet Therapy.
edisi ke 14, Saunders, 2017
Guyton & Hall, 1997, Buku ajar Fisiologi Kedoteran, EGC

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 15

Anda mungkin juga menyukai