Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SIKAP BERBAHASA

Dosen Pembimbing:
Anggia Suci Pratiwi

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
S1K1A
1.Muhammad Iqbal assabiq ( C2114201032 )
2.Nafil ikhsan hibatullah ( C2114201059 )
3.Sinta Nabila ( C2114201025 )
4.Salma siti khujaipah ( C2114201043 )
5.Siti lediawati ( C2114201034 )
6.Anisa nurul zannah ( C2114201023 )
7.Anggi ramdhani ( C2114201099 )
8.Reval gunawan fikriansyah ( C2114201096 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 ILMU KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan kepada
kami untuk dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah bahasa Indonesia
yang berjudul Sikap Berbahasa.

Makalah ini disusun agar pembaca dan pendengar dapat memahami


pengertian bahasa dan sikap berbahasa yang kami sajikan dari berbagai sumber.
Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bentuan banyak pihak.
Banyak rintangan yang kami hadapi dalam membuat makalah ini. Namun dengan
penuh kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan pendengar.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk

menyempurnakan makalah ini agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan masalah........................................................................ 3
C. Tujuan ......................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................. 4

A. Sikap Bahasa ............................................................................... 4


B. Penggunaan Bahasa Dalam Berbagai Media .............................. 9
C. Pedoman sikap bahasa yang baik bagi kalangan tertentu............12

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................ 15

A. Kesimpulan................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perjuangan fisik bangsa Indonesia sebelum tahun 1928 tersekat-
sekat oleh kepentingan masing-masing daerah. Padahal, kita adalah sebangsa, kita
adalah setanah air. Paham kedaerahan acap kali dimanfaatkan penjajah untuk
memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Hal tersebut akhirnya benar-benar
disadari oleh para pendiri rebublik ini. Kita sangat membutuhkan alat perekat
persatuan untuk menyamakan langkah menuju Indonesia meredeka. Salah satu
yang benar-benar diperlukan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang
beraneka ragam suku, budaya, agama, ras, dan bahasa ini adalah adanya pilihan
satu bahasa yang dapat digunakan secara umum di seluruh wilayah nusantara.
Sejak peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 bahasa Indonesia
mendapatkan tempat yang terpenting di antara bahasa-bahasa lain yang ada dari
Sabang sampai Merauke. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa
negara. Hal ini sebagaimana dikukuhkan dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Realaitas objektif tentang kedudukan
bahasa Indonesia ini menimbulkan konsekuensi bahwa bahasa Indonesia memiliki
fungsi antara lain sebagai alat pemersatu dan penanda kepribadian bangsa.
Bahasa tidak dapat dilepaskan dari masyarakat, kesadaran tentang hubungan
yang erat antara bahasa dan masyarakat baru muncul pada pertengahan abad ini
(Hudson 1996). Para ahli bahasa mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa
mengaitkannya dengan masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek
penting dan menarik, bahkan mungkin menyempitkan pandangan terhadap
disiplin bahasa itu sendiri.
Bicara tentang bahasa maka bicara juga mengenai sikap bahasa. Sikap
bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa
orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Dari perspektif

1
sosiolinguistik fenomena sikap bahasa (language attitude) dalam masyarakat
multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji, karena melalui sikap
bahasa dapat menentukan keberlangsungan hidup suatu bahasa.
Kenyataannya, di dalam praktik berbahasa, pemilahan bahasa resmi dan
tidak resmi masih sulit diwujudkan. Sumowijoyo mengemukakan bahwa guru,
wartawan, penulis, penyiar, pemimpin, para pemuka masyarakat dapat
dikategorikan sebagai pembina bahasa Indonesia bahkan sekaligus berperan
sebagai pembantu bahasa Indonesia. Namun, kenyataannya mereka masih sering
melakukan pelanggaran-pelanggaran kaidah bahasa Indonesia. Fenomena ini
sangat menarik untuk dicermati. Kita tidak bisa menutup realitas yang
berkembang di masyarakat saat ini, bagaimana remaja-remaja di kota-kota selain
Jakarta atau bahkan yang tinggal di Indonesia sebagai bahasa nasional. Berkaitan
dengan masalah tersebut, penulis tertarik untuk membahasa mengenai sikap
berbahasa sebagai bagian dari kepribadian.
B. Rumusan Masalah
Sehubung dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, ada beberapa
masalah yang dapat dirumuskan, diantaranya
1. Apa yang dimaksud dengan sikap bahasapelosok desa sekalipun lebih
menggunakan bahasa
2. Bagaimana penggunaan bahasa dalam berbagai media?
3. Apa saja pedoman sikap berbahasa yang baik bagi kalangan tertentu?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui seluk beluk tentang bahasa
2. Mengetahui penggunaan Bahasa dalam berbagai media
3. Mengetahui pedoman sikap berbahasa yang baik bagi kalangan terte

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sikap Bahasa

Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri
atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Dalam bahasa Indonesia kata
sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau
gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan
(pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau
kejadian.Sikap merupakan fenomena kejiwaan, yang biasanya termanifestasi
dalam bentuk tindakan atau perilaku. Sikap tidak dapat diamati secara langsung.
Untuk mengamati sikap dapat dilihat melalui perilaku, tetapi berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa apa yang nampak dalam perilaku tidak selalu
menunjukkan sikap. Begitu juga sebaliknya, sikap seseorang tidak selamanya
tercermin dalam perilakunya. Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa tidak
jauh dari keadaan dan proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sebagaimana
halnya dengan sikap, maka sikap bahasa juga merupakan peristiwa kejiwaan
sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa dapat diamati melalui
perilaku berbahasa atau perilaku tutur. Namun dalam hal ini juga berlaku
ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan sikap bahasa.
Demikian pula sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya tercermin dalam perilaku
tutur. Dibedakannya antara bahasa (langue) dan tutur (parole) (de Saussure, 1976),
maka ketidaklangsungan hubungan antara sikap bahasa dan perilaku tutur makin
menjadi lebih jelas lagi. Sikap bahasa cenderung mengacu kepada bahasa sebagai
sistem (langue), sedangkan perilaku tutur lebih cenderung merujuk kepada
pemakaian bahasa secara konkret (parole).

Triandis (1971) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap


suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada
“sikap perilaku”. Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental dan saraf,

3
yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang
dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang
menyangkut sikap itu. Sedangkan Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu
terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan
komponen konatif. Penjelasan ketiga komponen tersebut sebagai berikut.

1. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam


sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan
dalam proses berpikir.
2. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak
suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang itu dikatakan
memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki sikap negatif.
3. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan
akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan.
Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga
bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya.
Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya
berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman“menyenangkan‟ atau
“tidak menyenangkan” yang didapat seseorang di dalam masyarakat
menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga
komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap.
Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan
untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku
belum tentu menunjukkan sikap.
Edward (1957) mengatakan bahwa sikap hanyalah salah satu faktor, yang
juga tidak dominan, dalam menentukan perilaku. Oppenheim (1976) dapat
menentukan perilaku atas dasar sikap. Sedangkan Sugar (1967) berdasarkan
penelitiannya memberi kesimpulan bahwa perilaku itu ditentukan oleh empat buah
faktor utama, yaitu sikap, norma sosial, kebiasaan, dan akibat yang mungkin
terjadi. Dari keempat faktor itu dikatakan bahwa kebiasaan adalah faktor yang
paling kuat, sedangkan sikap merupakan faktor yang paling lemah. Jadi, dengan

4
demikian jelas bahwa sikap bukan satu-satunya faktor yang menentukan perilaku,
tetapi yang paling menentukan perilaku adalah kebiasaan.
Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap
kebahasaan dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politis, sikap keagamaan,
dan lain-lain. Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi
yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek
bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenanginya. Namun sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan
negatif, maka sikap terhadap bahasa pun demikian. Garvin dan Mathiot (1968)
merumuskan tiga ciri sikap bahasa yaitu:

Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa


mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa
lain.

1. Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang


mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat.
2. Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang
mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun
merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu
kegiatan menggunakan bahasa (language use).

Ketiga ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut merupakan ciri-
ciri sikap positif terhadap bahasa. Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap
penggunaan bahasanya (bahasa yang digunakan oleh kelompoknya/masyarakat
tutur dimana dia berada). Sebaliknya jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau
melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat
tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau
kelompok orang itu. Ketiadaan gairah atau dorongan untuk mempertahankan

5
kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda sikap negatif, bahwa
kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa berlanjut menjadi hilang sama
sekali. Sikap negatif terhadap bahasa dapat juga terjadi bila orang atau
sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan
mengalihkannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor etnis, ras,
gengsi, menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya.
Sebagai contoh yaitu penggunaan bahasa Jawa di lingkungan masyarakat Jawa.
Dewasa ini penggunaan bahasa Jawa dikalangan masyarakat Jawa sendiri dirasa
kurang begitu antusias. Hal ini merupakan tanda-tanda mulai munculnya sikap
yang kurang positif terhadap bahasa tersebut. Bahasa-bahasa daerah terkadang
dianggap sebagai bahasa yang kurang fleksibel dan kurang mengikuti
perkembangan jaman. Demikian pula bahasa Jawa. Anak-anak muda pada jaman
sekarang kurang begitu mengerti dan antusias menggunakan bahasa tersebut,
karena ada yang merasa bahwa bahasa Jawa terlalu rumit bagi mereka, banyak
leksikon dari bahasa Jawa yang tidak dimengerti, ditambah dengan penggunaan
tingkat tutur bahasa Jawa dan sebagainya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa
mereka sudah tidak berminat lagi untuk mempelajari bahasa Jawa, atau hal itu
juga dipengaruhi oleh perkembangan keadaan yang menghendaki segala sesuatu
yang serba praktis dan simpel. Tidak hanya bahasa daerah, tetapi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional pun dirasa telah mulai pudar ciri sikap bahasa positifnya.
Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya apabila seseorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa. Sikap
tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa perlu untuk
menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.

Berkenaan dengan sikap bahasa negatif ada pendapat yang menyatakan


bahwa jalan yang harus ditempuh adalah dengan pendidikan bahasa yang
dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma-norma sosial dan budaya

6
yang ada dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Namun menurut Lambert
(1976) motivasi belajar tersebut juga berorientasi pada dua hal yaitu:

1. Perbaikan nasib (orientasi instrumental). Orientasi instrumental


mengacu/banyak terjadi pada bahasa-bahasa yang jangkauan
pemakaiannya luas, banyak dibutuhkan dan menjanjikan nilai ekonomi
yang tinggi, seperti bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa Jepang.
2. Keingintahuan terhadap kebudayaan masyarakat yang bahasanya dipelajari
(orientasi integratif). Orientasi integratif banyak terjadi pada bahasa-
bahasa dari suatu masyarakat yang mempunyai kebudayaan tinggi, tetapi
bahasanya hanya digunakan sebagai alat komunikasi terbatas pada
kelompok etnik tertentu.

Kedua orientasi tersebut juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi


sikap bahasa seseorang. Selain itu sikap bahasa juga bisa mempengaruhi
seseorang untuk menggunakan suatu bahasa, dan bukan bahasa yang lain, dalam
masyarakat yang bilingual atau multilingual.
Mengacu pada sikap bahasa pada masyarakat yang bilingual atau
multilingual, terdapat dampak positif dan negatif bagi pembinaan bahasa
Indonesia dan bahasa daerah. Memang semakin meluasnya pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, adalah suatu hal yang positif. Tetapi dampak
negatifnya seseorang sering mendapat hambatan psikologis dalam menggunakan
bahasa daerahnya yang mengenal tingkatan bahasa, seringkali memaksa mereka
terbalik-balik dalam bertutur antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Akhirnya sering terjadi kalimat-kalimat / kata-kata (karena banyaknya terjadi
interferensi / campur kode yang tidak terkendali) muncul kata-kata sebagai suatu
ragam bahasa baru. Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa
Indonesia yang keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun mulai sering
ditemui di masyarakat pengguna bahasa sekarang.

7
B. Penggunaan bahasa dalam berbagai media

Penggunaan bahasa dalam berbagai media di era sekarang ini sudah banyak
dipengaruhi atau dipadu padankan dengan bahasa asing,gaul dan alay. Bahasa
indonesia yang di pakai sudah melenceng dari aturan baku bahasa indonesia.
Bahasa indonesia yang tadinya baku menjadi tidak baku dikarenakan adanya
kreatifitas dalam mengolah kata. Dan itu terjadi bukan hanya di televisi akan
tetapi di media cetak,contohnya majalah.
Di era sekarang sudah tidak asing lagi jika dalam percakapan bahasa
Indonesia di padu padankan dengan bahasa asing. Sebenarnya dalam bahasa
Indonesia peraturan yang seperti itu tidak ada. Kita tidak tahu siapa yang pertama
kali menggunakan bahasa campuran itu. Sebagai contoh dalam percakapan antar
pemain entah itu disinetron atau komedi menggunakan bahasa campuran dan kata-
katanya terkadang di balik-balik sehingga kelihatan kurang efektif. Tidak cuma di
acara
komedi atau yang lainnya, iklanpun ada yang menggunakan bahasa
campuran(bahasa indonesia dan bahasa asing). Selain di media televisi,di media
cetak pun ada yang menggunakan bahasa campuran tersebut. Seperti yang kita
tahu sekarang bahasa Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dari masa ke
masa.Sekarang juga bahasa Indonesia telah diwarnai dengan bahasa-bahasa gaul
seperti loe,gue.
Di zaman modern ini bahasa indonesia telah mengalami perubahan. Bahasa
indonesia sebagian telah mengalami perubahan dalam pengucapannya. Bahasa
yang tadinya merupakan kata baku dalam bahasa indonesia sekarang menjadi kata
tidak baku karena munculnya kreativitas dalam mengolahan kata. Pada zaman
sekarang bahasa indonesia telah mengalami percampuran dengan bahasa
asing,contohnya dalam percakapan sehari-hari pasti ada satu atau dua bahasa
asing yang kita gunakan seperti I,you,fine,enjoy dan masih banyak lagi. Sehingga
itu membuat bahasa indonesia menjadi kurang efektif dan baku.Kebanyakan
media massa terutama televisi dan remaja sekarang menggunakan bahasa

8
indonesia yang dipadu padankan dengan bahasa asing agar kelihatan keren.Bahasa
campuran tersebut bisa juga disebut bahasa gaul untuk remaja.Padahal itu bukan
bahasa indonesia yang baik.Bahasa indonesia yang baik dan benar harusnya
mengikuti aturan/kaidah yang telah ditetapkan dalam bahasa indonesia dan
merupakan kata baku. Akibatnya perkembangan dan pertumbuhan

bahasa indonesia menjadi terhambat karena menyimpang dari aturan/kaidah


bahasa indonesia. Kurangnya mencintai bahasa indonesia berdampak pada
lunturnya bahasa indonesia di masyarakat terutama kalangan remaja.Hal ini juga
di pengaruhi oleh perkembangan teknologi. Contoh:

1. Bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan.

a. Adanya pemakaian akhiran „o‟

Jadi kata bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -o, atau seperti akhiran a [
.awaJ asahab malad ] ‫כ‬

b. Adanya pemakaian akhiran „-en‟

ang baku adalah ambilah.

Kata ambil dalam bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -en yang
merupakan akhiran dalam bahasa Jawa.

]mənεmba?ki].

d. Adanya pemakaian akhiran „-ke‟

biar + ke

9
Akhiran -ke tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, akhiran -ke disini digunakan
seperti dalam penggunaan akhiran –ake dalam bahasa Jawa.

2. Bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan

Hal ini biasanya terdapat dalam pengucapan/pelafalan bahasa Indonesia yang


menyerupai pelafalan/pengucapan bahasa Inggris.

Contoh:

q ]bεchε?]

fonem t [t] diucapkan c [c]

3. Bahasa Jawa yang keindonesia-indonesiaan.

Penggunaan akhiran -lah.

Contoh:

C. Pedoman sikap bahasa yang baik bagi kalangan tertentu

10
Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta sosial dan
menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya, serta
sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi fenomena
pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan sekaligus
menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur.
Dalam kaitannya dengan situasi kebahasaan di Indonesia, kajian pemilihan
bahasa dalam masyarakat di Indonesia bertemali dengan permasalahan pemakaian
bahasa dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa karena situasi kebahasaan
di dalam masyarakat Indonesia sekurang-kurangnya ditandai oleh pemakaian dua
bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu (pada sebagaian besar masyarakat
Indonesia), bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa asing. Studi
pemilihan bahasa dalam masyarakat seperti itu lebih mengutamakan aspek tutur
(speech) daripada aspek bahasa (language). Sebagai aspek tutur, pemakaian
bahasa relatif berubah-ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur dalam konteks
sosial budaya. Hymes (1972; 1973; 1980) merumuskan unsur-unsur itu dalam
akronim SPEAKING, yang merupakan salah satu topik di dalam etnografi
komunikasi (the etnography of communication), yang oleh Fishman (1976: 15)
dan Labov (1972: 283) disebut sebagai variabel sosiolinguistik.

Pedoman sikap bahasa yang baik dan benar harus berpacu kepada komponen
peristiwa tutur dan faktor-faktor penentu pemilihan bahasa. Karena dari kedua
acuan tersebut hadir bagaimana cara manusia berinteraksi dwilingual maupun
multilingual secara benar.

KomponenPeristiwaPenutur:

Hymes (1980) mengemukakantujuh belas komponen peristiwa tutur (components


of speech event) yang bersifat universal. Ketujuh belas komponen itu oleh Hymes
diklasifikasikan lagi menjadi delapan komponen yang diakronimkan dengan
SPEAKING:

11
(1) setting and scene (latar dan suasana tutur),
(2) participants (peserta tutur),
(3) ends (tujuan tutur),
(4) act sequence (topik/urutan tutur),
(5) keys (nada tutur),
(6) instrumentalities (sarana tutur),
(7) norms (norma-norma tutur), dan
(8) genre (jenis tutur).

Pandangan Hymes tentang kedelapan komponen peristiwa tutur tersebut


merupakan faktor luar bahasa yang menentukan pemilihan bahasa.

Faktor-faktor penentu pemilihan bahasa:

Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982:125) mengidentifikasikan empat faktor utama


yang menyebabkan pemilihan bahasa sebagai berikut.

a. Situasi dan latar (waktu dan tempat).


b. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup hal-hal, seperti: usia, jenis
kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal, latar belakang kesukuan,
dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.
c. Topik percakapan.
d. Fungsi interaksi

12
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. .Kesimpulan

Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau
bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Sikap bahasa adalah anggapan atau
pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap
bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa.

Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa tidak jauh dari keadaan dan
proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sikap bahasa dapat diamati melalui
perilaku berbahasa 8atau perilaku tutur. Namun dalam hal ini juga berlaku
ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan sikap bahasa. Sikap
negatif terhadap bahasa dapat juga terjadi bila orang atau sekelompok orang tidak
mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkannya kepada
bahasa lain yang bukan miliknya. Pada zaman sekarang bahasa indonesia telah
mengalami percampuran dengan bahasa asing, contohnya dalam percakapan
sehari-hari pasti ada satu atau dua bahasa asing yang kita gunakan. Kurangnya
mencintai bahasa indonesia berdampak pada lunturnya bahasa indonesia di
masyarakat terutama kalangan remaja .Karena, pedoman sikap bahasa yang baik
dan benar harus berpacu kepada komponen peristiwa tutur dan faktor-faktor
penentu pemilihan bahasa.

B. Saran

Kami sadar bahwa banyak kekurangan dalam makalah ini,baik dari tulisan
maupun bahasan yang kami sajikan,oleh karena itu mohon diberikan sarannya
agar kami bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-hakiki-
kemerdekaan/sikap-bahasa- language-attitude/
http://www.google.co.id/search?
site=&source=hp&ei=ECNzVKmmGYaUuAT03oKQCw&q=sikap+b
ahasa&btnG=
http://m.kompasiana.com/post/read/572512/3/sikap-bahasa-.html
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=3&ved=0CB8Q
FjAC&url=http%3A
%2F%2Ftianfatmanuraini.blogspot.com%2F2011%2F06%2Fsikap-
bahasa-dan-pemilihan- bahasa-
oleh.html%3Fm%3D1&rct=j&q=sikap%20bahasa&ei=JiNzVOP-
JomMuASn- YCQDA&usg=AFQjCNHPlF9ZQpg_gOAc-ac-
ob3wiCaJww&sig2=SmEzHk8-BtSk-
uRyCcsVAA&bvm=bv.80185997,d.c2E
http://ainulyaq1n.blogspot.com/2012/08/bab-i-sikap-
bahasa.html?m=1

http://meystkip.wordpress.com/tag/maka-sikap-bahasa-juga-ada-
yang-positif-dan-ada-yang- negatif-ada-tiga-ciri-sikap-bahasa-yaitu-
1-kesetiaan-bahasa-language-loyalty-yang- mendorong-masyarakat-
suatu-bahasa-mempertahankan-bahasanya-d-2/
https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/27/sikap-bahasa-
language-attitude/

16

Anda mungkin juga menyukai