Oleh : Kelompok 09
1. A. Chumaidi
2. A. Nailul Huda
3. Fairuz
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Kami sampaikan
terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen Makul Fiqih Jinayat dan semua pihak yang turut membantu
proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat
mengharap kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan menuduh seseorang sebagai pemerkosa atau pezina adalah kesalahan yang serius
dalam Islam. Malahan Islam membuat kehormatan pada salah satu dari lima kebutuhan dasar yang
mesti dijaga dalam Islam. Manakala sesuatu tuduhan zina pada seseorang tanpa barang bukti adalah
salah satu dari tujuh dosa besar. Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an surat an-nur ayat 23.
٢٣ يمٞ ِت لُ ِع ُنو ْا فِي ٱلد ُّۡن َيا َوٱأۡل ٓخ َِر ِة َولَهُمۡ َع َذابٌ َعظ ِ َت ۡٱل ٰغَ فِ ٰل
ِ ت ۡٱلم ُۡؤ ِم ٰ َن ِ ص ٰ َن
َ ُون ۡٱلم ُۡح َ إِنَّ ٱلَّذ
َ ِين َي ۡرم
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”.
Berkaitan dengan perbuatan ini, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits dari Abu
Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim menekankan agar kaum muslimin sangat berhati-
hati dalam melemparkan tuduhan keji atau tuduhan zina. Sehingga hukum hududpun seharusnya
ditinggalkan tanpa adanya bukti dan saksi yang sahih.
Artinya : “Tinggalkan hudud karena perkara-perkara yang syubhat atau yang masih samar-samar”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadzaf
Qadzaf dalam arti bahasa adalah ارة ونحوها11ر مي بالحج11 الartinya melempar dengan batu dan
lainnya.
Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang
menghilangkan nasabnya.
الرمى بغير الزنا أونفي النسب سواء كان من رمى محصنا أوغير محصن
Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang
dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan.
Dari definisi qadzaf ini, Abdur Rahman Al-Jaziri mengatakan sebagai berikut:
Qadzaf adalah suatu ungkapan tentang penuduhan seseorang kepada orang lain dengan tuduhan zina,
baik dengan menggunakan lafaz yang sharih (tegas) atau secara dilalah (tidak jelas)
Surat An-nuur: 4
ٓ ُ ت ُث َّم َلمۡ َي ۡأ ُتو ْا ِبأ َ ۡر َب َع ِة
٤ ون َ ِين َج ۡلد َٗة َواَل َت ۡق َبلُو ْا لَهُمۡ َش ٰ َه َد ًة أَ َب ٗد ۚا َوأ ُ ْو ٰ َل ِئ
َ ك ُه ُم ۡٱل ٰ َفسِ ُق َ ٱجلِدُوهُمۡ َث ٰ َمن
ۡ ش َهدَ ٓا َء َف ِ ص ٰ َن
َ ُون ۡٱلم ُۡح َ َوٱلَّذ
َ ِين َي ۡرم
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya, dan mereka itulah orang-
orang yang fasik. (Qs. An-Nuur: 4).
B. Usur-unsur Qadzaf
Unsur ini dapat terpenuhi apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan melakukan zina
atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya, dan ia (pelaku penuduh) tidak mampu membuktikan yang
dituduhkannya.
Tuduhan zina kadang-kadang menghilangkan nasab korban dan kadang-kadang tidak. Kata-kata
seperti “ ياابن الزناHai anak zina”, menghilangkan nasab anaknya dan sekaligus menuduh ibunya berbuat
zina. Sedangkan kata-kata seperti “ يازانىHai pezina” hanya menuduh zina saja dan tidak menghilangkan
nasab atau keturunannya.
Dasar hukum tentang syarat ihshan untuk maqzuf (orang yang tertuduh) adalah firman Allah
yang disebutkan dalam al-Qur’an surat an-nur ayat 23;
٢٣ يمٞ ِت لُ ِع ُنو ْا فِي ٱلد ُّۡن َيا َوٱأۡل ٓخ َِر ِة َولَهُمۡ َع َذابٌ َعظ ِ َت ۡٱل ٰغَ فِ ٰل
ِ ت ۡٱلم ُۡؤ ِم ٰ َن ِ ص ٰ َن
َ ُون ۡٱلم ُۡح َ إِنَّ ٱلَّذ
َ ِين َي ۡرم
Artinya: sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik- baik yang lengah,
lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.
(Qs. An-Nuur: 23)
Unsur melawan hukum dalam jarimah qadzaf dapat terpenuhi apabila seseorang menuduh
orang lain dengan tuduhan zina atau menghilangkan nasabnya, padahal ia tahu bahwa apa yang
dituduhkannya tidak benar. Dan seseorang dianggap mengetahui ketidakbenaran tuduhan apabila ia
tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhannya.
Ketentuan ini didasarkan kepada ucapan Rasulullah saw. Kepada Hilal ibn Umayyah ketia ia
menuduh istrinya berzina dengan Syarik ibn Sahma’:
“Datanglah saksi, apabila tidak bisa mendatangkan saksi maka hukuman had akan dikenakan kepada
kamu” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’ la)
Atas dasar inilah jumhur fuqaha berpendapat bahwa apabila saksi dalam jarimah zina kurang
dari empat orang maka mereka dikenai hukuman had sebagai penuduh, walaupun menurut sebagian
yang lain mereka tidak dikenai hukuman had, selama mereka betul-betul bertindak sebagai saksi.
1. Persaksian
Persaksian Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan persyaratan persaksian
dalam masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian dalam kasus zina. Bagi orang yang menuduh
zina itu dapat mengambil beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-laki atau
perempuan.
b. Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua
orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
c. Membuktikan kebenaran tuduhan secara penuh dengan mangajukan empat orang saksi.
d. Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami yang menuduh itu
dapat mengajukan sumpah li’an.
2. Pengakuan
Pengakuan yakni si penuduh mengakui bahwa telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang.
Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya
ember ke dalam sumur. Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita
yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran yang martabat
dan harga diri seserang. Para hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya,
baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan bertindak dalam menanganinya akan berakibat
sesuatu yang tak terbayangkan.
3. Sumpah
Menurut Imam Syafi’i jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan
pengakuan. Caranya adalah orang yang dituduh (korban) meminta kepada orang menuduh (pelaku)
untuk bersumpah bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah
maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah tersebut. Demikian pula
sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang yang dituduh (korban) bahwa penuduh benar
malakukan penuduhan. Apabila orang yang dituduh enggan melakukan sumpah maka tuduhan dianggap
benar dan penuduh dibebaskan dari hukuman had qadzaf.
Akan tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah,
sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i. sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama
dengan madzhab Syafi’i.
Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
1. Hukuman pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali, hukuman ini merupakan
hukuman had, yaitu hukuman yang sudah ditetapkan oleh syara, sehingga ulil amri tidak mempunyai
hak untuk memberikan pengampunan. Adapun bagi orang yang dituduh, para ulama berbeda pendapat.
Menurut mazhab Syafii, orang yang dituduh berhak memberikan pengampunan, karena hak manusia
lebih dominan dari pada hak Allah. Sedangkan menurut mazhab Hanafi bahwa korban tidak berhak
memberikan pengampunan, karena di dalam jarimah qadzaf hak Allah lebih dominan dari pada hak
manusia.
Surat An-nuur: 4
ٓ ُ ت ُث َّم َلمۡ َي ۡأ ُتو ْا ِبأ َ ۡر َب َع ِة
٤ ون َ ِين َج ۡلد َٗة َواَل َت ۡق َبلُو ْا لَهُمۡ َش ٰ َه َد ًة أَ َب ٗد ۚا َوأ ُ ْو ٰلَ ِئ
َ ُك ُه ُم ۡٱل ٰ َفسِ ق َ ٱجلِدُوهُمۡ َث ٰ َمن
ۡ ش َهدَ ٓا َء َف ِ ص ٰ َن
َ ُون ۡٱلم ُۡح َ َوٱلَّذ
َ ِين َي ۡرم
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu ) delapan puluh kali
dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya, dan mereka itulah orang-
orang yang fasik. (Qs. An-Nuur: 4).
Had qadzaf bisa gugur bila si penuduh dapat mendatangkan empat orang saksi, karena dengan
adanya para saksi itu berarti alternative negative yang mengharuskan had menjadi lenyap. Jika
demikian, maka si tertuduh harus dihadd karena berzina. Demikian juga bila si tertuduh itu mengaku
berzina atau mengaku atas kebenaran tuduhan penuduhnya.
Jika seorang istri menuduh zina suaminya, maka ia harus di- had bila syarat-syarat untuk
menjatuhkan had itu sudah terpenuhi. Akan tetapi, jika suami menuduh zina kepada istrinya dan ia tidak
dapat mendatangkan bukti-bukti, maka ia tidak dapat dijatuhi had, hanya saja ia harus bersumpah li’an,
apabila si suami tidak dapat mendatangkan bukti-bukti dan juga tidak mau bersumpah li’an, maka ia pun
harus dijatuhi had qadzaf.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
a) Qadzaf ialah melemparkan tuduhan zina kepada orang yang baik-baik lagi suci bahwa ia telah berbuat
zina.. Yaitu maksudnya qadzaf ialah membuat tuduhan zina yang tidak dibuktikan terhadap seorang
Islam yang akil baligh dan dikenali sebagai seorang yang bersih dari perbuatan zina tanpa pembuktian
dengan empat orang saksi laki-laki.
b) Qadzaf boleh dijatuhkan dengan syarat membuat suatu kenyataan dengan cara yang nyata seperti
menyatakan bahwa seseorang itu telah melakukan zina atau dengan cara tersirat seperti menyatakan
bahwa seseorang itu bukan anak atau bukan bapak kepada seseorang tertentu.
c) Kesalahan qadzaf boleh ditetapkan apabila ada salah satu bukti-bukti seperti berikut ini;
1 Penyaksian
2 Pengakuan
3 Sumpah, dan
4 Qarinah (bukti)
d) Orang yang melakukan kesalahan qadzaf hendaklah dihukum dengan hukuman dera/ dicambuk
dengan 80 kali cambukan dan keterangannya sebagai seorang saksi tidak boleh diterima lagi sehingga
dia bertaubat atas perbuatannya itu.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005
Imam Hasan al-Banna, Fiqih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007