Anda di halaman 1dari 16

“PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BI DI SD”

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SD 3

DOSEN PENGAMPU :
DRS. KHAIRIL ANWAR, M.PD
DESSY DWITALIA SARI, M.PD.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS 6A PGSD
Muhammad Hendra 1910125110009
Chabelita Puspita Sari 1910125120001
Nilli Lestiana 1910125220096
Muhammad Fakhrizan Ikhsan 1910125310028
Tutut Ariyani 1910125320011
Risna Heriyanti 1910125220076
Saidatin Halifah 1910125320056
Nor Lailiyah 1910125320031

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Pendidikan Bahasa Indonesia SD 3 dengan tema
“Problematika Pembelajaran Bi Di Sd”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini terkhusus Bapak Drs. Khairil
Anwar, M.Pd. dan Ibu Dessy Dwitalia Sari, M.Pd selaku dosen pengampu mata
kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia SD 3

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Problematika


Pembelajaran Bi Di Sd ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Banjarmasin, 15 Februari 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia......................................................3
B. Karakteristik Siswa Sd..................................................................................5
C. Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Sekolah Dasar.............6
D. Realitas Pembelajaran Bahasa......................................................................8
E. Solusi Terhadap Problematika Pembelajaran BI........................................10
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang  pemerintahan daerah, telah diberlakukan otonomi daerah
bidang pendidikan dan kebudayaan. Visi pokok dari otonomi dalam
penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya
pemberdayaan (empowering) terhadap masyarakat setempat untuk
menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan
sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah, fasilitas dan sarana
belajar.
Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya
berimplikasi pada perubahan sistem menajemen pendidikan dari
sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan. Bersamaan
dengan otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut, maka manajemen
yang dikembangkan lebih mengarah pada manajemen berbasis
sekolah (school based management) atau manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah (school based quality improvement management) yakni
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan secara partisipatif yang melibatkan
warga sekolah.
          Dengan adanya reformasi dalam sistem pendidikan tersebut, maka
semua elemen dituntut untuk meningkatkan kualitas diri. Tidak menutup
kemungkinan dalam proses ke arah kemajuan tersebut menemukan pula
berbagai problematik, salah satunya adalah problematik dalam bidang
pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
masih menghadapi berbagai problematik baik secara internal (diri guru)
maupun eksternal atau faktor pendukung lain dalam pembelajaran. Untuk
menjawab permasalahan tersebut, makalah ini secara singkat akan
menguraikan problematika dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah. Ada dua fokus kajian dalam makalah ini yaitu hakikat
pembelajaran bahasa (khususnya bahasa Indonesia) dan Problematika
pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah.

iii
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat dari pembelajaran bahasa indonesia ?
2. Apa saja Karakteristik siswa sekolah dasar?
3. Apa saja Problematika pembelajran BI di SD?
4. Bagaimana Realitas pembelajaran bahasa?
5. Bagaimana Solusi terhadap problematika pembelajaran BI?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat dari pembelajaran bahasa indonesia
2. Untuk menganalisis apa saja karakteristik siswa sekolah dasar
3. Untuk menganalisis apa saja Problematika pembelajran BI di SD
4. Untuk mengidentifikasi realitas pembelajaran bahasa
5. Untuk menemukan Solusi terhadap problematika pembelajaran BI

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia


Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi bagianinformasi
baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan
dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa
yang dikenal dengan istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by
doing) ” . Jadi keberhasilan pembelajaran tidakterletak pada seberapa banyak
materi atau informasi yang disampaikan gurukepada siswa. Sementara ukuran
utama keberhasilan pembelajaran terletak pada seberapa jauh guru dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Siswa belajar dengan menggunakan
tiga cara, yaitu melalui pengalaman(dengan kegiatan langsung atau tidak
langsung), pengamatan (melihat contohatau model), dan bahasa. (Taufik, 2012)

Menurut (Hadi, 2019) Belajar layaknya sebuah proes membangun gedung


anak-anak secara terus-menerus membangun makna baru (pengetahuan, sikap,
dan keterampilan) berdasarkan apa yang telah mereka kuasai sebelumnya. Belajar
bahasa, anak atau peserta didik (sebagai pengguna bahasa) adalah orang yang
membangun, maknanya adalah apa yang mereka bangun, dan apa yang mereka
miliki atau kuasai sebelumnya adalah material atau bahan bangunan yang akan
mereka gunakan untuk membangun bahasa yang akan mereka pelajari. Belajar
dikatakan sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap
apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya.

Para ahli menyatakan ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa yaitu:

1. Belajar bahasa
Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk
menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui berbicara) maupuntertulis

v
(melalui menulis), serta (2) kemampuan memahami, menafsirkandan
menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan (melalui kegiatan
menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca).
2. Belajar melalui bahasa
Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap,
keterampilan.
3. Belajar tentang bahasa
Seseorang mempelajari bahasa untuk mengetahui segala hal yangterdapat
pada suatu bahasa, seperti sejarah, sistem bahassa, kaidah berbahasa, dan
produk bahasa seperti sastra.
Apabila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa maka wujud
kemampuan itu biasanya diklasifikasikan menjadi empat macam:
1. Kemampuan menyimak atau mendengarkan Kemampuan memahami
dan menafsirkan pesan yang disampaikansecara lisan oleh orang lain.
2. Kemampuan berbicaraKemampuan untuk menyampaikan pesan secara
lisan kepada oranglain
3. Kemampuan membacaKemampuan untuk memahami dan menafsirkan
pesan yangdisampaikan secara tertulis oleh pihak lain.
4. Kemampuan menulis.Kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak
lain secaratertulis.
 Menurut (Hadi, 2019) cara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar
adalah sebagai berikut:
1. Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilak ukan dengan ‘menerjunkam’
siswa secara langsung dalam kegiatan berbahsa yang dipelajarinya;
2.  Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukandengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktifdalam
berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional danotentik;
3. Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melaluio demonstrasi
dengan pemodelan dan dukungan yang disediakan guru;

vi
4. tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa
yangmemberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya;
5. uji coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang
memberikankesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari
perspektifatau sudut pandang siswa;
6. Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya utuk suksesata
u berhasil dalam belajar jika ada merasa bahwa gurunyamengharapkan
dia menjadi sukses

B. Karakteristik Siswa Sd
1. Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru
sd seyogiyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya
unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model
pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya
diselang saling antara mata pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan
pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau
seni budaya dan keterampilan
2. Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk
dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau
bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama,
dirasakan anak sebagai siksaan.
3. Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang
penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan
kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan

vii
orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa
implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar
keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru
harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja
atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk
kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau
menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4. Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap
operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu,
fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD,
penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak
melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang
dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jikalangsung dengan
prakteknya

C. Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Sekolah Dasar


Secara umum dan sangat mendasar dalam Dasar Ilmu Pendidikan
Driyarkara mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia
muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma
dalam semua perbuatan mendidik. Pengertian dalam Dictionary of Education
menyebutkan bahwa pendidikan adalah (a) proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya
di dalam masyarakat dimana dia hidup, (b) proses sosial dimana orang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami

viii
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Pengertian ini dapat dikatakan sama oleh Sir Godfrey Thomson bahwa
pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap (permanen) didalam kebiasaan-kebiasaan
tingkah lakuknya, pikirannya, dan sikapnya.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua
dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai
tujuan isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Belajar layaknya sebuah proes membangun gedung anak-anak secara
terus-menerus membangun makna baru (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
berdasarkan apa yang telah mereka kuasai sebelumnya. Belajar bahasa, anak
atau peserta didik (sebagai pengguna bahasa) adalah orang yang membangun,
maknanya adalah apa yang mereka bangun, dan apa yang mereka miliki atau
kuasai sebelumnya adalah material atau bahan bangunan yang akan mereka
gunakan untuk membangun bahasa yang akan mereka pelajari. Belajar
dikatakan sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru
terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya.
Proses belajar terjadi ketika siswa dapat menghubungkan apa yang telah
mereka ketahui dengan apa yang mereka temukan melalui pengalaman belajar
yang dilaluinya. Pengalaman belajar itu terjadi melalui interaksi yang
bermakna antara siswa dengan siswa, guru, bahan pelajaran, dan lingkungan
belajarnya.
Melihat porsi ini, dapat diambil sebuah asumsi bahwa siswa belajar ketika
didukung oleh orang lain (dalam hal ini guru), yang memiliki pengetahuan
tentang sesuatu yang mereka tidak ketahui dalam kegiatan belajar yang suka
sehingga mereka terbantu untuk dapat belajar secara mandiri. Sebuah

ix
kenyataan bahwa aktivitas berbahasa Indonesia melibatkan lebih dari satu jenis
kegiatan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan
pembelajaran bahasa itu seyogyanya dilakukan secara terpadu, baik anta aspek
dalam bahasa (kebahasaan, kesastraan, dan ketrampilan berbahasa) bahkan
antar bahasa dengan mata pelajaran lainnya.
Dari uraian diatas itu muncul sebuha implikasi dari permasalahan yang
menjadi tantangan bagi guru atas implikasi sikap dan keadaan anak atau
peserta didik tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia berhubungan
dengan antar keterampilan berbahasa siswa dan keterampilan berbahasa dengan
keberadaan belajar. Terdapat beberapa tantangan bagi guru berdasarkan sikap
dan perilaku siswa dalam belajar dalam pembelajaran. Penulis mencoba
menggarisbawahi beberapa tantangan atas sikap dan perilaku siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Tantangan tersebut sebagai berikut:
1. Siswa belajar berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasai
sebelumnya;
2. Belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau
pengalaman belajar yang dilaluinya dalam pembelajaran;
3. Belajar siswa perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan
temannya;
4. Siswa dengan kemampuan berbahasa lisan (menyimak dan berbicara)
kurang efektif cenderung kurang mampu dalam berbahasa tulis (membaca
dan menulis);
5. Terdapatnya hubungan yang kuat atas kemampuan berbahasa yang
dimiliki siswa dengan kemampua akademik yang diperoleh sebelumnya.

D. Realitas Pembelajaran Bahasa


Hari ini, tensi pembelajaran bahasa Indonesia makin mengalami
penurunan. Banyak guru yang semakin sibuk mengurus program
“sertifikasi”untuk mencapai kualitas kesejahteraan yang juga penting. Tanpa
rasa pesimis, sejujurnya, pembelajaran bahasa Indonesia semakin dihadapkan
pada tantangan yang semakin berat. Apalagi meniliki realitas berbahasa

x
masyarakat “di luar kelas” yang makin marak dan bergerak cepat, semakin
meninggalkan bahasa Indonesia pada level pembelajaran dan kurikulum.
Realitas pembelajaran saat ini dihadapkan pada kondisi berikut.
Pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung monoton dan membosankan.
Metode pembelajaran terkesan itu-itu saja, metode ceramah, dikte, meringkas,
membaca dalam hati, dan latihan/tugas yang evaluasinya sering tidak dapat
dipertanggung jawabkan. Belajar bahasa Indonesia tidak diintegrasikan dengan
pemanfaatan media seperti: film, video, lagu, gambar, atau alam terbuka.
Siswa semakin malas belajar bahasa Indonesia. Sikap memandang remeh
dan acuh terhadap bahasa Indonesia “menyelimuti” sebagian besar siswa.
Gejalanya, siswa sering ngantuk, tidak bergairah, under estimate saat
mengikuti pelajaran bahasa Indonesia di kelas. Siswa tidak memiliki kesadaran
dan pemahaman yang cukup tentang pentingnya keterampilan berbahasa dan
tata bahasa praktis bahasa Indonesia.
Gejala bahasa “di luar kelas” makin “menyudutkan” pembelajaran bahasa
Indonesia. Fenomena bahasa jejaring sosial (facebook, twitter, bahasa gaul,
bahasa alay) dapat dianggap mengontaminasi perilaku bahasa siswa. Siswa
beranggapan bahasa Indonesia terlalu bersifat teoretik dan dipenuhi kaidah,
sedangkan dinamika perkembangan bahasa di masyarakat lebih bersifat praktis
dan berkembang pesat.
Sikap inferior atau rendah hati siswa dalam menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Siswa tidak mendapatkan “model” yang pas
dalam berbahasa Indonesia yang indah. Maka, siswa merasa lebih memiliki
“gengsi” apabila dapat menggunakan bahasa asing atau bahasa Inggris dalam
peristiwa tutur sehari-hari, baik secara lisan maupun tulis.
Realitas pembelajaran di atas patut menjadi perhatian semua pihak. Jika
tidak, bahasa Indonesia akan semakin tergerus eksistensinya di mata
pemakainya sendiri. Semua pihak harus menyadari “posisi” pembelajaran
bahasa Indonesia saat ini harus dievaluasi. Apapun jalan yang ditempuh,
pembelajaran bahasa Indonesia harus dikondisikan menjadi lebih “bergairah
dan antusias” dari sekarang!

xi
E. Solusi Terhadap Problematika Pembelajaran BI
Alternatif solusi problematik strategi pembelajaran bahasa Indonesia
yang pertama terkait dengan karakteristik siswa adalah melakukan pendekatan
secara psikologis sesuai keadaan siswa. Solusi tersebut bertujuan agar
pemahaman siswa terhadap pembelajaran bisa merata. Dengan meratanya
pemahaman siswa, maka strategi pembelajaran yang digunakan guru dapat
dikatakan berhasil. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sunendar dan
Iskandarwassid (2015:170) bahwa strategi pembelajaran harus dipilih sesuai
dengan kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Siswa
yang memiliki kesulitan dalam pembelajaran dapat dilihat dari sikap dan
kemampuannya dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru
bisa memberikan penanganan secara langsung kepada siswa. Alternatif solusi
problematik strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang kedua terkait dengan
kompetensi dasar adalah guru diharapkan mampu menentukan aspek-aspek
yang membedakan antara kompetensi pembelajaran bahasa dan pembelajaran
sastra. Pemilihan strategi yang ditentukan bergantung pada kompetensi yang
akan dinilai. Dengan demikian, metode yang dipakai sebagai bagian dari
strategi adalah dengan menggunakan metode kontesktual. Sedangkan pada
aspek sastra, kompetensi yang diharapkan adalah mampu menentukan usnur-
unsur instrinsik, maka metode yang dipakai adalah metode inkuiri.

xii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru harus memperhatikan
beberapa komponen-komponen yang diperlukan dalam pembelajaran.
Lebih-lebih guru harus dapat memecahkan persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan problematik pembelajaran, antara lain problematik
mengenai pembelajaran bahasa yang tidak komunikatif, pembelajaran
bahasa yang disajikan secara diskrit, rendahnya persepsi siswa terhadap
pembelajaran bahasa indonesia, pemanfaatan pokok sumber belajar (Buku
Teks) dalam pembelajaran, alat evaluasi yang tidak relevan.
Dalam suatu pembelajaran guru harus bersikap komunikatif
dengan siswanya. Seorang guru jangan beranggapan bahwa dirinyalah
yang paling paham akan materi yang disajikan kepada siswa. Guru harus
berpandangan seperti itu. Kemudian dalam penyampaian materipun, guru
harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini
diharapkan supaya terjadi komunikasi dua arah. Alangkah baiknya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia guru tidak boleh membeda-bedakan antara
materi bahasa dengan sastra. Semua materi yang disampaiakn harus sesuai
dengan proporsinya. Seorang guru pun harus dapat memotivasi siswa
untuk dapat meningkatkan kemauannya dalam mempelajari bahasa
Indonesia. Persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia supaya
dapat berubah ke arah yang positif. Dalam penggunaan buku teks sebagai
sumber belajar satu-satunya harus dihindari oleh guru. Selain
menggunakan buku teks tersebut, hendaknya guru juga menggunakan
buku-buku yang lain sebagai pendukungnya. Hal yang paling krusial
adalah guru harus dapat menyususn sebuah evaluasi. Alat evaluasi ini
dapat dilakukan melalui penyususnan rubrik atau kisi-kisi penilaian yang
akan digunakan.

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam
penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari

xiii
kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S. (2019a). Problematik Pendidikan Bahasa Indonesia Kajian Pembelajaran


Bahasa Indonesia pada Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan : Riset Dan
Konseptual, 3.
http://journal.unublitar.ac.id/pendidikan/index.php/Riset_Konseptual/
article/view/108

Hadi, S. (2019b). PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA


INDONESIA DI JENJANG SEKOLAH DASAR. Jurnal Studi Pendidikan
Dan Pedagogi Islam, 3, 54–55. file:///C:/Users/USER/Downloads/251-Article
Text-408-1-10-20190403.pdf
Hadi, S. (2019). Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Jenjang Sekolah
Dasar. edupedia, 54-55.

Izzaty,  Rita Eka, dkk.2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY


Press
Setyawati, Nanik. (2010). Analisis kesalahan Berbahasa Indonesia teori dan
Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka
Siki, Ferdinandus. (2019). Problematik Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(2), 71-76.

Taufik, E. (2012). PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA


INDONESIASISWA SEKOLAH DASAR. Academia.
https://www.academia.edu/23923282/PROBLEMATIKA_PEMBELAJARA
N_BAHASA_INDONESIA_SISWA_SEKOLAH_DASAR

Widharyanto, B (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk SD(Pendekatan


dan teknis). Media Maxima: Jakarta.

xv

Anda mungkin juga menyukai