Seperti yang sudah diketahui, cara atau metode untuk mendapatkan ilmu dibagi
menjadi tiga, yaitu metode pengamatan, metode percobaan dan metode analisa. (1) metode
pengamatan, atau biasa juga disebut dengan metode observasi. Dalam melakukan sebuah
penelitian atau mendapatkan ilmu pengetahuan pastinya seseorang akan memiliki sebuah rasa
penasaran yang tinggi terhadap sesuatu yang tidak mereka ketahui. Sehingga diperlukan lah
metode pengamatan untuk menjawab semua rasa penasaran tersebut. Seperti contoh, cerita
tentang putra nabi Adam AS, yang melihat burung gagak dalam menguburkan burung lain
sehingga dia memiliki sebuah pengetahuan atau cara dalam menguburkan saudaranya yang
telah mati dengan cara tersebut. (2) metode percobaan, yaitu cara mendapatkan ilmu
pengetahuan tersebut dengan cara mencoba dan mencoba sehingga mendapatkan sebuah ilmu
pengetahuan. Biasanya metode percobaan ini dilakukan setelah manusia melakukan sebuah
metode observasi atau pengamatan. Seperti contoh, para ilmuwan terdahulu yang menemukan
atau menciptakan sebuah alat yang pada zaman dahulu tidak dan sampai sekarang masih
dipergunakan sesuai dengan kebutuhan manusia, misalnya seorang ilmuwan yang bernama
Alexander Graham Bell yang pada saat itu menemukan sebuah telephone untuk pertama
kalinya. Dalam menemukan alat komunikasi tersebut Alexander tidak hanya melakukan
sebuah pengamatan saja tetapi dia juga melakukan sebuah percobaan yang berkali-kali untuk
menghasilkan sebuah alat yang canggih tersebut. (3) metode analisa, adalah sebuah metode
atau proses penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau sebuah penelitian untuk mengetahui
sebuah keadaan yang sebenarnya, seperti teori relativitas yang dikemukakan oleh Albert
Einstein.
Ilmu penegtahuan merupakan suatu produk hasil pemikiran manusia yang sekaligus
menyetarakan antara hukum-hukum pemikiran dunia luar. Sedangkan nilai adalah sebagai
tolak ukur penilaian oleh manusia untuk sesuatu yang akan dinilai. Paradigma ilmu dibagi
menjadi dua, yaitu paradigma ilmu bebas nilai dan paradigma ilmu tidak bebas nilai atau
terikat. Paradigma ilmu bebas nilai, bebas nilai disini berarti semua kegiatan yang berkaitan
dengan penelitian atau percobaan ilmiah harus disandarkan terhadap pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu harus bebas dalam pengendalian-pengendalian nilai, seperti bebas dari agama,
ideologi, sosial maupun budaya. Dengan adanya bebas nilai ini, ilmu pengetahuan akan
berkembang dengan sangat cepat. Sedangkan paradigma ilmu tidak bebas nilai menganggap
bahwa ilmu tersebut harus selalu berkaitan dengan nilai dan harus dikembangkan dengan
mempertimbangkan aspek nilai. Dan dengan jelas ilmu tidak akan mungkin terlepas dengan
nilai-nilai dengan kepentingan politik, agama, sosial, lingkungan, dan lain-lain. Ilmu tidak
bebas nilai akan menimbulkan bahwa ilmu pengetahuan tersebut tidak akan berkembang
dengan sangat pesat.
Terdapat dua golongan yang mengatakan terkait dengan ilmu bebas nilai dan ilmu
tidak bebas nilai. Golongan pertama mengatakan bahwa menginginkan ilmu harus bersifat
netral dan tugas para ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan apabila sudah didapat,
maka terserah orang lain mau menggunakan pengetahuan tersebut atau tidak. Sedangkan
golongan kedua menginginkan bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas
pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunannya dan penelitiannya harus
berlandaskan asas-asas moral dan sesuai dengan budaya dan tradisi masyarakat.