Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN STUDI FENOMENOLOGI

PENGALAMAN KESEPIAN PADA JANDA MATI LANJUT USIA

Dosen Pengampu: Hermanto, Ners., M. Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

Arintina Herawati : 2019.C.11a.1000

Desri Handayai : 2019.C.11a.1004

Ega Ellisiya : 2019.C.11a.1006

Fatricia Viona Lorensa : 2019.C.11a.1009

Fordianus Candy : 2019.C.11a.1010

Malisa : 2019.C.11a.1017

Nataliana Doq : 2019.C.11a.1020

Niko Wibowo : 2019.C.11a.1021

Sunardi : 2019.C.11a.1029

Tina Novela : 2019.C.11a.1030

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan PROPOSAL “PENELITIAN
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN KESEPIAN PADA JANDA MATI LANJUT
USIA”

Proposal ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Proposal ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Proposal
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Proposal ini.

Akhir kata kami berharap semoga PROPOSAL “PENELITIAN STUDI FENOMENOLOGI


PENGALAMAN KESEPIAN PADA JANDA MATI LANJUT USIA” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palangka Raya, 4 Juli 2022

Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................4

BAB II TINJAWAN PUSTAKA...................................................................5

2.1 Konsep Dasar Kesepian..................................................................5

2.2 Kematian.........................................................................................7

2.3 Jenis Kelamin..................................................................................8

2.4 Lansia..............................................................................................9

2.5 Perbedaan Loneliness Pada Pria/Wanita Usia Lanjut Dalam

Menghadapi Kematian Pasangan Hidup...............................................10

BAB III METODE PENELITIAN................................................................11

3.1 Desain Penelitian Dan Pendekatan.................................................11

3.2 Landasan teori ................................................................................13

3.3 Lokasi Penelitian dan Partisipan.....................................................14

3.4 Instrumen Penelitian.......................................................................14

3.5 Pengumpulan Data..........................................................................15

3.6 Alat Pengumpulan Data..................................................................15

3.7 Analisa data....................................................................................16

3.8 Keabsahan Data..............................................................................17

3.9 Etika Penelitian...............................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, masa dimana
semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati
masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada
kenyataannya tidak semua lanjut usia mendapatkan kesempatan yang sama untuk
memperoleh kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup dapat menimpa
lanjut usia sepanjang hidupnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress
yang berkepanjangan atau bahkan kematian pasangan hidup (Syamsudin, 2011)
Kematian pasangan hidup bisa jadi merupakan salah satu peristiwa yang tidak
di prediksi. Beberapa orang mungkin akan cenderung memilih menikah lagi namun
terdapat beberapa individu yang lebih memilih meneruskan hidupnya tanpa mencari
pengganti pasangannya yang telah meninggal. Kematian pasangan hidup
mempengaruhi tingkat dan aktivitas sosial serta persahabatan yang biasa dilakukan
serta mempengaruhi pola hidupnya yang mengalami perubahan. Perubahan ini
menimbulkan efek terhadap penyesuaian diri dan pola kehidupan dalam keluarga.
Untuk itu mereka diharapkan dapat merasakan kebahagiaan dalam menjalani
kehidupan masa tuanya tanpa pasangan hidup. Kenyataan yang ada, banyak lanjut
usia yang tidak siap menghadapi hari tua tanpa pasangan hidup mereka .Mereka tidak
merasakan kepuasan dan kebermaknaan hidup seperti yang diharapkan, bahkan
banyak diantara mereka yang merasa tidak bahagia, depresi ataupun juga kesepian.
Kesepian sebagai salah satu problem psikologis yang dapat dialami oleh siapa saja,
termasuk juga oleh orang lanjut usia (susan,2007)
Kesepian merupakan sebuah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan
karena adanya perasaan kurang dalam hal hubungan seseorang (Deaux, dkk, 1993).
Kebanyakan dari individu lansia yang yang mengalami kesepian tidak mampu untuk
menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain dengan akrab.
Borys dan Perlman dalam Deaux, (1993) mengakatakan bahwa wanita
cenderung memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Wanita memiliki cirri khas terbuka akan dirinya, termasuk hal yang bersifat pribadi,
orientasi terhadap perasaan lebih tinggi, senang berdiskusi mengenai hal-hal yang
1
berbau intim, dan lebih terbuka tentang mengungkapkan perasaannya kepada orang
lain (Brehm, 1992).
Menurut Streubert dan Carpenter (2003) bahwa penelitian kualitatif dengan
fenomenologi adalah salah satu pendekatan untuk melihat proses, makna, dan
pemahaman seseorang. Penelitian fenomenologi yang digunakan adalah deskriptif.
Penelitian kualitatif dengan fenomenologi deskriptif dapat menggambarkan,
mengeksplorasi serta menjelaskan fenomena yang ada. Pendekatan kualitatif
mengenai pengalaman kesepian pada pada lansia wanita (janda) yang kehilangan
pasangan hidupnya karena kematian pada usia dewasa madya dan tidak menikah lagi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut
Bagaimana pengalaman kesepian pada lansia wanita yang menjanda sejak usia
dewasa madya?
1.1.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kesepian pada lansia
wanita yang menjanda karena suaminya meninggal dan tidak menikah lagi sejak usia
dewasa madya.
1.1.2 Tujuan Khusus
1.1.2.1 Mengeksplorasi persepsi kesepian pada janda mati lanjut usia.
1.1.2.2 Mengeksplorasi perasaan kesepian pada janda mati lanjut usia.
1.1.2.3 Mengeksplorasi pola kehidupan pada janda mati lanjut usia
1.1.2.4 Mengeksplorasi pandangan janda mati lansia tentang sakit dan
kematian.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi kepentingan ilmu
pengetahuan yaitu sebagai media pengembangan teori keperawatan terutama yang
berkaitan dengan dengan permasalahan pada lansia.
1.3.2 Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini penulis berharap pembaca Lebih mendalami
mengenai kesepian pada lansia wanita yang menjanda sejak usia dewasa madya
1.4 Penelitian Terdahulu

2
a) Penelitian yang dilakukan oleh katy marry bennet dan christina victor mengenai ‘He
wasn’t in that chair’: what loneliness means to widowed older people pada tahun
2012. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif campuran dengan
model naratif atau life history untuk mengetahui bagaiamana perasaan mereka yang
sebenarnya. Namun peneliti juga menggunakan metode kuisioner untuk mencari
perbedaan perasaan kesepian anatara janda dan duda. Guna menunjang penelitian ini
peneliti mewawancarai duda dan janda di inggris. hasil penelitian menunjukkan
perasaan kesepian yang paling mendalam dirasakan karena kehilangan pasangan.
b) Penelitian yang dilakukan oleh Neti Juniarti, Septi Eka R, dan Asma Damayanti pada
tahun 2008 dengan judul Gambaran Jenis Dan tingkat Kesepian pada Lansia Di Balai
Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang Ciparay Bandung, penelitian tersebut
bertujuan untuk mendapatkan gambaran jenis dan tingkat kesepian yang dialami
lansia yang tinggal di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan mengambil teknik purposive
sampling sebanyak 95 orang untuk mendukung berbagai kriteria, pengambilan data
dilakukan dengan wawancara terpimpin. Hasil dari penelitian ditujukan untuk ketua
pengelola panti agar tetap menjaga lingkungan panti yang sudah kondusif, serta bagi
tenaga keperawatan disana agar lebih menerapkan komunikasi yang terapeutik dalam
setiap pertemuan dengan lansia.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Danis Dwi Lestari dan M. Fakhrurrozi pada tahun
2008 dengan judul Kesepian Lansia Pria dan Wanita yang Bekerja dan Tidak
Bekerja, penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui tentang gambaran kesepian
lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja, serta factor-faktor yang
mempengaruhi kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena sesuai dengan masalah-masalah
yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang. Teknik pengumpulan
data penelitian ini menggunakan metode wwawancara dan observasi dengan subjek
dan significant other. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa ada beberapa
orang yang menjadi subjek penelitian. Subjek yang pertama mengalami kesepian saat
ditinggal ke luar kota oleh isterinya untuk beberapa hari. Subjek yang kedua sudah
ditinggal mati oleh suaminya dan sangat merasa kesepian apalagi saat ditinggal pergi
ke luar rumah oleh cucu-cucunya. Dan subjek yang ketiga merasa dirinya tidak perlu
was-was dan khawatir saat ditinggal pergi ke luar kota oleh isterinya.
3
d) Penelitian yang dilakukan oleh Rara Oktrtia dengan judul Kesepian Pria Usia Lanjut
yang Melajang, penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui penyebab pria usia
lanjut melajang, mengetahui gambaran kesepian pada pria usia lanjut yang melajang
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada pria usia lanjut yang melajang.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada beberapa penyebab kesepian pria usia
lanjut yang melajang yaitu diantaranya pertama subjek menjalin hubungan dengan
wanita selalu tidak mendapat restu dari sang ibu karena dianggap perilaku wanita itu
kurang baik, yang kedua karena tidak memiliki pekerjaan sampai saat ini sehingga
pacarnya sealalu memutuskan hubungan. Dan yang ketiga masalah kesehatan, alasan
pria ini tidak memiliki pekerjaan karena dia sakit sudah sepuluh tahun.
e) Penelitian yang dilakukan oleh Susan Puspita Mandasari dengan judul Perbedaan
Loneliness Pada Pria Dan Wanita Usia Lanjut Setelah Mengalami Kematian
Pasangan Hidup bertujuan untuk mengkaji perbedaan tingkat loneliness pada pria dan
wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu dengan memberikan
pernyataan melalui kuisioner. Pernyataan dalam kuisioner bersifat tertutup dengan
menggunakan skala likert. Hasil dari penelitian ini pada lansia wanita yang telah
ditinggalkan pasangan hidupnya memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi
dibandingkan dengan apabila ditinggalkan oleh anak, kerabat/saudara dan orang lain.

4
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1. Kesepian
2.1.1 Definisi Kesepian
Loneliness atau kesepian adalah Perasaan yang tidak menyenangkan karena kurang adanya
hubungan yang bermakna dan kurang adanya keakraban dengan orang lain.
a) Aspek – aspek Loneliness Menurut Peplau dan Perlman (1982) secara umum defenisi
kesepian meliputi tiga aspek utama,yaitu :
1. Aspek Need for Intimacy : aspek ini menitikberatkan pada faktor kedekatan atau
keakraban.Kesepian dipandang sebagai suatu perasaan sepi yang diakibatkan karena tidak
terpenuhinya kebutuhan akan keakraban dengan orang lain.
2. Aspek Cognitive Process : aspek proses kognitif ini menitikberatkan bahwa kesepian
merupakan hasil dari persepsi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang
dianggap tidak memuaskan.
3. Aspek Social Reinforcement : aspek penguatan sosial ini menitikberatkan bahwa
hubungan sosial yang memuaskan dapat dianggap sebagai suatu bentuk Reinforcement,
dan tidak adanya reinforcement ini dapat menimbulkan perasaan kesepian.
b) Tipe-tipe Loneliness
Menurut Weiss (dalam Deaux, dkk, 1993) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan
hilangnya kesempatan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang.
1. Emosional Loneliness yaitu kesepian yang disebabkan kurang dekat, intim, dan lekat
dalam hubungan dengan seseorang. Kesepian tidak bisa dianggap sebagai hal yang
sederhana atau akibat langsung dari keadaan sosial. Kesepian emosional lebih pada
respon pribadi terhadap situasi eksternal yang merubah reaksi mereka (Forbes, 2004).
Menurut Christie (2007) kesepian emosional ini bisa dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu yang pertama adalah seseorang mengalami kesepian emosional karena merasa takut
untuk membangun persahabatan atau membangun hubungan dengan orang lain, yang
kedua adalah adanya perasaan sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena
merasa tidak pernah merasa cocok dan jika merasa cocok harus dalam waktu yang lama.

2. Social Loneliness yaitu hasil dari ketiadaan teman dan family atau jaringan sosial
tempat berbagai minat dan aktifitas.

5
c) Karakteristik Loneliness
Ciri-ciri umum kesepian adalah Isolasi, alienasi, perasaan penolakan, merasa disalah
mengerti, merasa tidak dicintai, depresi, tidak mempunyai sahabat, malas membuka diri
(tertutup) atau bungkam, bosan, gelisah, putus asa, mengutuk dirinya sendiri, tak ada
tegur sapa, semua hubungan terasa mati, sepi sendiri, tak ada yang peduli, dingin-
membeku, merasa dilupakan, disingkirkan, tak ditemani, tak berguna, kurang memadai,
kurang efektif dalam membina dan mengembangkan pergaulan yang akrab, mengurung
diri dirumah, cangung dalam pergaulan, dan sangat berlebihan atau menutup tentang
dirinya.
d) Faktor –faktor yang mempengaruhi Loneliness
1. Loneliness dan jenis kelamin, Stokes & Cevin (dalam Marzukni, 2001) mengatakan
bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan standar untuk melihat derajat kepuasan
dalam hubungan sosialnya. 2. Loneliness dan aktivitas, salah satu indikator yang
digunakan untuk mengetahui perilaku sosial individu yang kesepian adalah menyangkut
frekuensi dengan siapa individu terlibat dalam aktivitas sosial, dan kepuasan yang
diperoleh individu dari hubungan tersebut.
3. Loneliness dan tempat tinggal , De Jong-Gierveld (1987), mengemukakan bahwa
pemilihan tempat tinggal merupakan faktor yang sangat penting terhadap kesepian dan
hal itu mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil yang diperoleh
adalah bahwa individu yang hidup bersama anak atau saudara memiliki tingkat kesepian
yang lebih rendah dari pada individu yang tinggal sendiri.
2.2 Kematian
Kematian adalah suatu peristiwa dalam kehidupan yang pasti dialami setiap manusia,
dimana semua fungsi kehidupan yaitu fungsi biologis dan psikologisnya berhenti.
Kematian dapat terjadi di segala fase siklus kehidupan manusia mulai dari perkembangan
prenatal seperti keguguran; selama proses kelahiran berlangsung atau beberapa hari
setelah kelahiran; dimasa kanak-kanak, kematian paling sering terjadi karena kecelakaan
atau sakit; masa remaja, seperti bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan; orang dewasa,
penyebab kematian paling sering terjadi karena penyakit kronis seperti penyakit jantung
dan kanker. Penyakit yang diderita orang dewasa seringkali melumpuhkan sebelum
akhirnya membunuh, dan individu kebanyakan berada dalam keadaan sekarat dimana
secara lambat laun keadaan tersebut menuju kearah kematian (Santrock, 2002).
6
2.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah suatu konsep yang digunakan untuk untuk mengidentifikasikan
perbedaan pria dan wanita dilihat dari sudut anatomi dan biologis.Hurlock (1996)
mengemukakan beberapa ciri yang mendasar pada pria dan wanita, yaitu:
Ciri-ciri Wanita: Peka, lembut, cerewet, emosional, manja, keibuan, senang berdandan,
penyabar, pemalu, mudah takut, cengeng, jujur, materialistik, setia, tertutup, dan penuh
pengertian. Ciri-ciri Pria :Melindungi, rasional, berani, agresif, tegas, kasar, terbuka, ingin
menguasai, maskulin, ingin memimpin, solider, pantang putus asa, keras dan pemarah.
2.4 Lansia
2.4.1 Pengertian Lansia
Banyak definisi tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita .(S.Tamher.2009)
Usia Lanjut adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan dari seseorang
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologik. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan
secara individual. Setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang
berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupan sehari-hari.(Siti, 2008) Secara individu,
pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis,
mental, maupun sosial ekonomis. Semakin Lanjut Usia, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat menyebabkan penurunan
sosial (Stanley,2007)
2.4.2 Batasan Lansia
Beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia.
a. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO Lanjut usia meliputi :
1) Usia Pertengahan (middle Age) = Usia 45-59 tahun
2) Usia Lanjut (elderly) = Usia 60-74 tahun
3) Usia Lanjut Tua (old) = Usia 75-90 tahun
4) Usia Sangat Tua (very old) =Usia Diatas 90 tahun

7
2.5 Perbedaan Loneliness Pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Dalam Menghadapi
KematianPasangan hidup
Usia lanjut adalah masa penutup dalam rentang kehidupan seseorang dimana terjadi
perubahan-perubahan seperti kemunduran yang diikuti oleh proses penurunan mental
yang disebabkan adanya perubahan secara fisik seperti perubahan pada penglihatan,
pendengaran, perasa dan penciuman maupun perubahan secara psikologis seperti merasa
tidak dihargai dan diacuhkan (Hurlock,1996). Salah satu tugas perkembangan pada masa
usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian
pasangan hidup. Perubahan ini menimbulkan efek terhadap penyesuaian diri dan pola
kehidupan dalam keluarga. Kematian seorang teman hidup merupakan trauma khususnya
bagi kedua pasangan yang sebelumnya selalu menjalani kehidupan yang sangat aktif
bersama-sama. Ini dapat berarti, aktif dari seluruh gaya hidup yang ditempuh bersama-
sama, berkenan dengan pekerjaan, hiburan, dan ketergantungan satu sama lainnya
(Sedarlah, 2004). Masalah penyesuaian karena kesendirian individu menjadi sangat sulit
bagi setiap individu yang ditinggalkan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa keadaan
ekonomi yang tidak mencukupi dan pengaruh kebutuhan sosial yang tidak bisa dijalani
bersama-sama lagi serta tidak ada lagi teman hidup yang memperhatikan dan menemani
seperti sedia kala, hal ini bisa menimbulkan masalah baru yaitu kesepian.
Banyak tokoh menjelaskan tentang kesepian, salah satunya adalah Bruno (2000)
menjelaskan bahwa kesepian adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama
dicirikan oleh adanya perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang
bermakna dengan orang lain. Dalam menghadapi kematian pasangan hidup, masing-
masing individu memiliki tingkat loneliness yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik tertentu yang membedakan antara pria dan wanita. Menurut Cohn,
Strassberg & Corby (dalam Brehm 1992), wanita biasanya mempunyai ciri khas seperti
cenderung membuka diri, termasuk hal-hal yang bersifat pribadi, lebih berorientasi pada
perasaan, senang terlibat dalam diskusi-diskusi intim, dan lebih terbuka dalam
membicarakan perasaan mereka kepada orang lain. Dalam kehidupannya khususnya
pergaulan, wanita cenderung memiliki banyak teman, senang memperkaya persahabatan
untuk berbagi cerita, mencurahkan segala masalah yang dialaminya, serta memecahkan
masalah mereka secara bersamasama.
Pria menurut Peetronio & Weiss (dalam Derlega 1993) pada umumnya tidak suka
membuka diri, terutama dalam hal yang berkaitan dengan hal-hal bersifat pribadi, karena
8
bagi pria membuka diri berarti mengungkapkan kelemahannya dan menurunkan sifat
maskulinitasnya. Sedangkan menurut Stein (1979) dalam pergaulannya sehari-hari pria
umumnya kurang mampu untuk beradapatasi dan hanya memiliki sedikit teman, selain itu
pria hanya mempunyai sedikit pengalaman interpersonalnya. Berdasarkan ciri-ciri
karakteristik wanita dan pria diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah kematian pasangan
hidupnya wanita cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi hal ini sesuai dengan
pendapat Borys & Perlman (dalam Deaux, 1993) yang mengatakan bahwa wanita
memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria, hal ini disebabkan karena
wanita ketika masih bersama pasangan hidupnya selalu menjalankan aktivitas yang aktif
secara bersama-sama, selain itu kondisi ekonomi yang mencukupi dan pengaruh
kebutuhan sosial yang biasa dijalani bersama-sama sekarang tidak bisa lagi dijalani
bersama-sama yang menyebabkan wanita lebih membutuhkan orang lain untuk
menjalankan kehidupan tanpa pasangan hidupnya untuk berbagi pikiran dan pengalaman.
Sedangkan pria setelah kehilangan pasangan hidupnya karena kenmatian kondisi
emosionalnya tidak terlalu berbeda karena karakteristik pria yang tidak suka membuka
diri. Apabila dikaitkan dengan loneliness setelah kematian pasangan hidup maka dapat
diasumsikan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria.
Hal ini dikarenakan wanita lebih mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih
membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih
banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut
adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial
(Borys & Perlman dalam Deaux, 1993). Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap
kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian
yang berarti menyimpang dari harapan tersebut (Deaux, 1993).
Tingkat kesepian dapat di lihat berdasrkan jenis kelamin lansia, dari hasil penelitian
menyatakan bahwa baik lansia laki-laki maupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama yaitu mengalami kesepian yang ringan namun beberapa penelitian menyatakan
bahwa lansia wanita cenderung lebih merasa kesepian dibandingkan pria. Penelitian
menemukan bahwa factor gender menjadi prediksi yang signifikan penyebab terjadinya
isolasi social dan kesepian. Usia yang lebih panjang pada wanita dibandingkan pria
menyebabkan ia memiliki banyak waktu sendiri, ditambah lagi dengan masalah kesehatan
kronis yang membatasi interaksi sosialnya. Namun, pria tampaknya memiliki kesulitan
dalam hal kemampuan kopingnya saat ia kehilangan pasangannya, mereka biasanya
9
memilki sedikit system pendukung social dibandingkan wanita dan kurangnya hubungan
social yang akrab termasuk dengan keluarga (Peters, 2004).

10
BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti
meliputi desain penelitian, landasan teori, lokasi penelitian dan partisipan, instrument
penelitian, prosedur pengumpulan data, data administrative, prosedur teknis, alat
pengumpulan data, analisa data, keabsahan data, etika penelitian dan alur penelitian. Melalui
metode penelitian ini, nantinya akan diketahui tentang pengalaman.

3.1 Desain Penelitian dan Pedekatan

Ditinjau dari jenis data pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh
gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti (Moleong,
2007).

Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan


orang yang diteliti dan semuanya tidak dapat diukur dengan angka. Penelitian kualitatif
dimulai dengan asumsi dan penggunaan kerangka teoritis yang membentuk atau
mempengaruhi studi tentang permasalahan riset yang terkait dengan makna yang dikenakan
oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan sosial atau manusia (Creswell, 2014).

Kualitas dari desain kualitatif hanya dapat dilihat dari kualitas hasil, kekayaan dan
keakuratan deskripsi, makna atau esensi, pengakuan atas situasi atau apa yang menjadi arti,
serta munculnya sebuah percabangan teori yang terkini. Fenomenologi digunakan sebagai
sebuah pendekatan untuk memahami pengalaman individu sehari-hari, peneliti yang
menggunakan metode fenomenologi dalam penelitiannya mencoba menemukan esensi dari
suatu fenomena dan memaknainya (Polit & Beck, 2012).

3.2 Landasan Teori

11
Studi fenomenologi mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu
terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep dan fenomena. Tujuan
utama dari fenomenologi adalah untuk mereduksi pengalaman individu pada fenomena
menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari universal. Hal ini mengidentifikasi fenomena
(“obyek” dari pengalaman manusia). Pengalaman manusia ini dapat berupa fenomena
(Creswell, 2014). Pendekatan fenomenologis dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian,
yakni untuk memeriksa secara rinci fenomena sosial yang terjadi secara nyata. Dalam
pandangan fenomenologis peneliti berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-
kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Penggunaan metode
fenomenologis dimaksudkan untuk dapat mendeskripsikan gejala atau fenomena yang
nampak sebagaimana adanya dari obyek penelitian (Moleong, 2007).

Ada dua pendekatan dalam fenomenologi yaitu fenomenologi hermeneutik dan


fenomenologi transendental atau psikologis atau empiris. Fenomenologi hermeneutik
mendeskripsikan bahwa riset diarahkan pada pengalaman hidup (fenomenologi) dan
ditujukan untuk menafsirkan “teks” kehidupan (hermeneutika). Fenomenologi bukan hanya
deskripsi tetapi juga merupakan prosespenafsiran yang penelitinya membuat penafsiran, yaitu
peneliti “memediasi” antara makna yang berbeda. Fenomenologi transendental kurang
berfokus pada penafsiran dari peneliti, namun lebih berfokus pada deskripsi tentang
pengalaman dari para partisipan. Para peneliti menyingkirkan pengalaman mereka sejauh
mungkin untuk memperoleh perspektif yang baru terhadap fenomena yang sedang dipelajari.
Sehingga dapat berarti segala sesuatu yang dipahami secara segar (baru) seolah-olah pertama
kalinya (Creswell, 2014).

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena
yang ada secara sistematis. Tujuan dari penelitian dengan pendekatan ini adalah
mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan
makna dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam
pengalaman hidup sehari-hari. Penelitian fenomenologi ditekankan pada subyektifitas
pengalaman hidup manusia, sebagai suatu metode yang merupakan penggalian langsung
pengalaman yang disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh
teori sebelumnya dan mungkin tidak perlu menguji tentang dugaan atau anggapan
sebelumnya (Polit & Beck, 2012).

12
Ada tiga langkah proses dalam fenomenologi deskriptif, yaitu yang pertama adalah
intuiting dimana peneliti secara total memahami fenomena yang diteliti. Peneliti menggali
fenomena yang ingin diketahui dari partisipan mengenai pengalamannya. Pada langkah ini
peneliti sebagai instrument dalam proses wawancara. Langkah kedua yaitu analyzing, dimana
peneliti mengidentifikasi arti dari fenomena yang telah digali dan mengeksplorasi hubungan
serta keterkaitan antara data dengan fenomena yang ada, data yang penting dianalisis secara
seksama. Langkah ketika yaitu describing, dimana peneliti mengkomunikasikan dan memberi
gambaran tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada pengklasifikasian dan
pengelompokan fenomena. Dalam tahap ini peneliti telah mendapatkan pemahaman
mendalam tentang fenomena yang akan diteliti (Carpenter, 2006).

3.3 Lokasi Penelitian dan Partisipan

Penelitian dilakukan hanya di wilayah kota makassar. Proses pengumpulan data


dilakukan di tempat tinggal atau tempat lain yang telah disepakati dengan partisipan.
Partisipan yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah wanita lanjut usia berusia 60 tahun
keatas yang sudah menjanda karena suami meninggal sejak usia dewasa madya dan tidak
menikah lagi.

sedangkan pemilihan partisipan sebagai narasumber diperoleh dengan teknik purposive


sampling. Teknik purposive sampling merupakan metode pengambilan partisipan sebagai
sumber data dengan pertimbangan tertentu yaitu partisipan yang dianggap paling mengetahui
apa yang diharapkan dari penelitian tersebut (Creswell, 2014).

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya (Arikunto, 2010). Instrument penelitian adalah alat yang digunakan
untuk merekam keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Alat ukur dalam penelitian
disebut instrument penelitian, jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur fenomena. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi sehingga
dalam pengambilan data menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview)
sehingga instrument penelitian ini berupa pedoman wawancara karena dalam proses

13
pengumpulan data menekankan wawancara mendalam terhadap narasumber untuk
mendapatkan pemahaman mengenai tema penelitian yang akan diambil.

3.5 Pengumpulan data


Teknik pengumpulan data merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan suatu data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2012). Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
wawancara mendalam (indept interview) dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan
semi terstruktur, selain itu juga menggunakan catatan lapang untuk melihat pengalaman
partisipan dengan memperhatikan respon non verbal dan situasi selama proses
wawancara.
3.6 Alat Pengumpulan Data/Posedur Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam (indept interview) dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan semi
terstruktur, selain itu juga menggunakan catatan lapang untuk melihat pengalaman
partisipan dengan memperhatikan respon non verbal dan situasi selama proses
wawancara. Prosedur pada pengumpulan data ini terdiri dari tiga tahapan yaitu :
1. Tahap persiapan yaitu peneliti mulai mengurus izin terkait lembaga setempat,
membuat kontrak untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, setelah partisipan
memahami maka mengisi lembar persetujuan menjadi partisipan, membuat kontrak
waktu, tempat dan lamanya pennelitian sesuai kesepatakn partisipan.
2. Tahap pelaksanaan yaitu peneliti melakukan wawancara sesuai dengan kesepakatan
yang sudah di sepakati dengan kembali mengingatkan kontrak yang sudah dbuat
dengan partisipan, peneliti mulai menghidupkan perekam dan memulai dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, selama wawancara peneliti juga membuat catatan
lapang serta memperhatikan respon non verbalnya dan mencatat ekspresi yang keluar
pada saat itu. Setelah itu peneliti membuat kesimpulan dari data yang diperoleh
dengan mengklarifikasi ulang terhadap partisipan, selanjutnya peneliti mengucapkan
terimakasih dan sebelum mengakhiri peneliti membuat kontrak untuk pertemuan
selanjutnya.
3. Tahap terminasi pada tahap ini peneliti melakukan validasi akhir terhadap gambaran
dari fenomena setelah itu menggabungkan kemudian menanyakan hasil transkip
tersebut apakah sudah sesuai dengan apa yang di alami oleh partisipan selama proses

14
wawancara, kemudian peneliti menyampaikan gambaran keadaan yang dialami
partisipan berdasarkan intuiting peneliti terhadap tema hasil analisis.
3.7 Analisa Data
Proses analisa data kualitatif merupakan proses mencari dan menyusun data secara
sistematik yang diperoleh dari wawancara,catatan lapangan, dokumentasi. Proses ini
dapat dilakukan berdasarkan tahapa mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola dan
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Umumnya bersifat induktif (Sugiono,
2014). Tahapan proses analisa terhadap data yang sudah dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah menggunakan langkah dari Colaizzi (Steuberts & Carpenter, 2003), yakni
sebagai berikut:
1. Peneliti mengolah data hasil wawancara yang berupa suara ke dalm bentuk transkrip
verbatim(menuliskan kembali kata/kalimat partisipan dengan jelas tanpa mengurangi
atau menyimpulkan maksudnya).Selanjutnya peneliti akan analisa lanjut dan tetap
memperhatikan data dan menganalisa data hasil catatan lapangan/field note tewrhadap
partisipan dan lingkungan tempat tinggal serta aktivitas partisipan untuk memperkuat
kebenaran informaasi atau pernyataan uyang diberikan oleh partisipan pada saat
wawancara.
2. Peneliti membaca hasil transkrip secara berulang untuk lebih memahami apa yang
dimaksud partisipan dalam setiap informasi yang diberikan
3. Peneliti memperhatikan pernyataan penting dari setiap jawaban yang diberikan oleh
partisipan untuk membentuk/ memformulasikan tema
4. Peneliti akan mengekplorasikan pernyataan yang sama dan bermakna kemudian
menilainya kembali dan membandingkannya dengan transkrip awal
5. Peneliti melakukan koding dan pengelompokan data ke dalam berbagai kategori untuk
selanjutnya dipahami secara utuh dan ditelusuri tema yang muncul sementara waktu
6. Peneliti mengulang proses ini untuk semua hasil transkrip dari partisipan
7. Peneliti akan mengunjungi kembali partisipan untuk melakukan verifikasi dan
mengkonfirmasi kembali data yang telah dikumpulkan dari partisipan. Kemungkinan
peneliti akan mendapatkan data tambahan untuk melengkapi data penelitian
8. Data tambahan dari proses konfirmasi ditambahkan dan dianalisa kembali untuk
menentukan tema-tema utama. Selanjutnya tema yang terbentuk akan dideskripsikan
15
ke dalam bentuk deskripsi naratif sehingga dapat menggambarkan fenomena yang
diteliti
9. Peneliti menggabungkan dan memformulasikan data tambahan yang ada ke dalam
deskripsi yang lengkap.
3.8 Keabsahan Data
Kualitas hasil dari keseluruhan proses penelitian kualitatif ditentukan oleh komponen
inti yaitu keabsahan data (trustworthiness). Konsep ini mencakup tentang proses data
yang diperoleh terjamin kebenarannya dengan baik berdasarkan metode yang jujur
dan obyektif dalam proses pengumpulannya. Untuk menjamin keabsahan data,
peneliti perlu menerapkan empat kriteria keabsahan data, yaitu kredibilitas
(credibility), kestabilan data (dependability), objektivitas (confirmability), dan
validitas (transferability).
1. Derajat kepercayaan (credibility)
Merupakan suatu temuan penelitian kualitatif yand dilakukan suatu penilaian
kebenaran yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kepercayaan pada temuan-
temuan yang dihasilkan (Speziale, 2007). Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan
mengungkapkan bahwa tema-tema penelitian memang benar-benar sebagai
pengalaman dirinya sendiri.
2. Kestabilan data (dependability)
Menurut Speziale (2012), dependability merupakan suatu kestabilan data dari waktu
ke waktu sesuai dengan hasil temuan. Dalam mencapai prinsip ini, peneliti melakukan
analisa data dengan tepat dan terstruktur sehingga mampu mencapai intepretasi hasil
yang benar. Hal ini dilakukan dengan analisa yang urut mulai dari pembuatan
transkrip verbatim, pemilihan kata kunci, reflektif, kategori, sub-sub tema, dan tema
besar. Dengan tahapan tersebut setalah itu dilakukan penyusunan hasil sesuai dengan
analisa yang telah dibuat.
3. Keteralihan (Transferability),
Merupakan suatu validasi eksternal dalam penelitian kualitatif. Menunjukkan derajat
ketepatan yaitu validitas eksternal atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke
populasi dimana partisipan tersebut diambil. Menurut Speziale & Carpenter (2007)
hasil temuan peneliti dari hasil wawancara partisipan kemungkinan memiliki makna
yang sama pada situasi yang sama disebut Transferability. Partisipan yang digunakan
telah dilakukan suatu perbandingan yang memiliki karakteristik demografi yang sama
16
untuk menilai apakah hasil penelitian tersebut memiliki makna pada situasi yang
sama, peneliti menerapkan hasil penelitian tersebut antara partisipan satu dengan yang
lainnya di berbeda tempat. Peneleti juga membandingkan hasil penelitiannya dengan
jurnal penelitian lainnya.
4. Kriteria Kepastian (confirmability),
Confirmability menurut Polit & Beck (2012) merupakan suatu objektifitas atau
netralitas data dimana tercapai persetujuan antara dua orang atau lebih tentang
relevansi dan arti data. Uji yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu uji
confirmability yang mirip dengan uji dependability dimana ujiannya dapat dilakukan
secara bersamaan. Peneliti melakukan confirmability dengan mendiskusikan seluruh
transkrip yang sudah ditambahkan catatan lapangan, tabel pengkatagorian tema awal
dan tabel analisis tema dengan pembimbing penelitian agar didapatkan standart proses
yang diinginkan. Peneliti akan melakukan wawancara kembali pada partisipan dengan
persetujuan atau mencari partisipan lain yang kaya akan data ketika peneliti belum
mendapatkan suatu data yang belum tersaturasi.
3.9 Etika penelitian
Penerapan prinsip etik diperlukan untuk perlindungan terhadap hak-hak
partisipan (Polit & Beck, 2012). Sesuai dengan kesepakatan pakar bioetik, terdapat
tiga prinsip umum etik dalam penelitan diantaranya yaitu menghormati harkat dan
martabat manusia (respect for reason), berbuat baik yang bermanfaat (beneficience)
dan tidak merugikan (non-maleficience), serta prinsip keadilan (justice). Prinsip
menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person) merupakan suatu
penghormatan terhadap kebebasan bertindak dmana partisipan dapat mengambil
keputusan sesuai dengna rencana yang ditentukannya sendiri, prinsip ini terdiri dari
penentuan nasib sendiri (self determination) dan perlindungan terhadap otonomi yang
terganggu atau kurang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Creswell, John W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu sosial. Jakarta :
penerbit salemba humanika
Hurlock, E. B. 1996. Psikologi Perkembangan. (edisi ke-5). Jakarta : Erlangga.
Jones, W.H. 1982. Loneliness and Social Behavior. Dalam L.A Peplau & D. Perlman (eds),
Loneliness: A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy (h.238-253).
New York: JohnWiley & Sons, Inc.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Polit & Beck. (2012). Nursing Research: Generating and Assending Evidence for Nursing
Practice. Philadelphia: Wolters Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.
Poerwandari, E. K. 2007. Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok : LPSP3.
Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia
Sandtrock,John. 2002. Life spain development:perkembangan masa hidupjilid dua . Jakarta :
penerbit erlangga
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kualitatif. Bandung : albeta

18

Anda mungkin juga menyukai