Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Pada bab tinjauan pustaka ditekankan pada penulisan teori-teori yang

diuraikan secara sistematis, relevan dengan variabel studi kasus. Untuk studi

kasus tidak memuat kerangka konsep studi kasus.

2.1 Konsep Dasar Dengue Heamoragic Fever

Konsep dasar Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan membahas mengenai

definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan

pengobatan.

2.1.1 Definisi Dengue Hamoragic Fever (DHF)

Nyamuk Aedes Aegypti adalah vektor utama virus dengue, yang

menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai demam berdarah dengue (DHF).

Namun, spesies nyamuk lainnya termasuk Ae.Albopictus juga dapat berperan

sebagai vektor transmisi (Farasari, 2018).

Tanda-tanda klinis demam berdarah dengue (DHF), suatu kondisi menular

yang dibawa oleh virus dengue, termasuk demam, nyeri otot dan sendi, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Penyakit DHF

berkembang sangat cepat dan sering mengakibatkan kematian karena banyak

individu yang tidak mendapatkan terapi tepat waktu (Candra, 2019).

2.1.2 Etiologi

Etiologi DHF famili flavivirus adalah termasuk virus dengue Virus ini

memiliki empat serotipe yang berbeda: DEN-I, DEN-II, DEN-III, dan DEN-IV.

Dengan serotipe DEN-III terbanyak, keempatnya ditemukan di Indonesia. Karena


antibodi yang dihasilkan terhadap serovar lainnya cukup tidak menentu. Mereka

tidak dapat secara efektif terlibat dengan rotipe serupa,tetapi infeksi dengan satu

serova akan menghasilkan antibodi terhadap serova yang bersangkutan. Seorang

penduduk di daerah endemik dengue memiliki risiko seumur hidup tertular

serotipe III atau IV. Di berbagai daerah di Indonesia, keempat serova virus degue

dapat dideteksi (Nurarif & Kusuma, 2020).

2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Fitriani, (2020) berikut adalah tanda dan gejala demam berdarah

dengue: Panas tinggi disertai menggigil pada saat serangan

1) Tes tourniquet yang sukses

2) Lemah

3) Berkurangnya nafsu makan

4) Bulimia (gangguan makan yang serius)

5) Keluarnya isi perut melalui mulut (muntah)

6) Perasaan tidak nyaman pada sendi dan otot

7) Sensasi melayang, berputar (pusing)

8) Rendahnya jumlah trombosit salam darah <100.000/ul

9) Tanda dan gejala perdarahan, meliputi petekie, epistaksis, gusi berdarah,

melena, dan hematuria ekstensif.

10) Serangan itu diikuti oleh suhu tinggi dan kedinginan

Adapun gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada

penderita DHF menurut (Tiara, 2020) adalah:


1) Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu

menelan.

2) Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,

konstipasi

3) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada

otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-

pegal pada saluran tubuh dll.

Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia

(< 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20 %).

2.1.4 Klasifikasi Dengue hamoragic Fever (DHF)

DHF dikategorikan menjadi empat satuan ukuran suhu atau derajat,

sebagai berikut (Ramadhani, 2021):

1) Satuan ukuran suhu I, meliputi trombositopenia, hemokonsentrasi, dan

demam dengan gejala klinis biasa serta satu-satunya manifestasi

perdarahan pada uji tourniquet positif.

2) Satuan ukuran suhu II mirip dengan derajat I, namun dibedakan dengan

perdarahan kulit spontan atau perdarahan lainnya.

3) Satuan ukuran suhu III mengacu pada deteksi kegagalan peredaran darah,

yang ditunjukkan oleh denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah

(20 mmHg atau kurang), atau hipotensi serta sianosis di sekitar bibir, kulit

lembab, dan ekspresi gelisah pada wajah

4) Satuan ukuran suhu IV adalah jenis yang paling parah, ditandai dengan

detak jantung yang tidak menentu dan tidak ada denyut nadi yang terlihat..
2.1.6 Patofisiologi

Tubuh pasien telah terinfeksi virus dengue yang mengakibatkan viremia.

Pusat pengatur suhu hipotalamus akan merespon hal ini dengan melepaskan zat

kimia seperti bradikinin, serotonin, trombin, dan histamin, yang akan

mengakibatkan kenaikan suhu tubuh. Selain itu, viremia menyebabkan dilatasi

dinding pembuluh darah, yang menghasilkan transfer cairan dan plasma dari

intravaskular ke ruang interstisial, yang menyebabkan hipovolemia. Berkurangnya

sintesis trombosit sebagai respons terhadap antibodi terhadap virus dapat

menyebabkan trombositopenia (Qurohman, 2020).

Pada pasien dengan trombositopenia, terjadi pendarahan dari kulit seperti

petechiae atau pendarahan lendir di mulut. Hal ini mengakibatkan petechiae atau

lendir yang mengalir di mulut adalah contoh perdarahan kulit pada pasien

trombositopenia. Akibatnya, tubuh tidak dapat melakukan proses hemostatik yang

khas. Jika tidak diobati, ini dapat menyebabkan perdarahan dan syok. Inkubasi

virus dengue berlangsung 3-15 hari, dengan rata-rata 5-8 hari. Gigitan nyamuk

Aedes Aegypti akan memungkinkan virus masuk ke dalam tubuh. Gejala awalnya

adalah viremia, yang menyebabkan gejala seperti demam, sakit kepala, mual, sakit

dan nyeri di seluruh tubuh, ruam atau bercak merah pada kulit, hiperemia

tenggorokan, dan hal-hal lain seperti pembengkakan kelenjar getah bening,

pembesaran hati, atau hepatomegali yang mungkin terjadi. (Murwani 2018).

Kompleks antibodi virus kemudian dibuat sebagai hasil dari interaksi virus

dan antibodi. Sistem komplemen akan diaktifkan ketika dalam sirkulasi.

Pelepasan C3a dan C5a, dua peptida yang dapat melepaskan histamin dan
merupakan untuk meningkatkan permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah,

yang menyebabkan ekspansi plasma ke ruang ekstraseluler, merupakan hasil dari

aktivasi C3 dan C5. Volume plasma menurun sebagai akibat ekspansi plasma ke

dalam ruang ekstraseluler, yang juga menyebabkan hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi, syok, dan syok. Kebocoran atau rembesan ditunjukkan

atau dijelaskan oleh hemokonsentrasi, atau peningkatan hematokrit >20%, dalam

hal ini nilai hematokrit menjadi penting untuk membandingkan suplai cairan

intravena. (Albertus, 2021).

Ditemukannya akumulasi cairan pada rongga peritoneal, pleura, dan

perikardial, yang pada otopsi terungkap lebih besar dari cairan yang diberikan

secara intravena, membuktikan adanya kebocoran plasma ke daerah

ekstravaskuler. Untuk mencegah edema paru dan gagal jantung, pemberian cairan

intravena harus diperlambat dan dikurangi jumlahnya karena setelah terapi

pemberian infus, peningkatan jumlah komponen dalam darah menunjukkan

bahwa kebocoran plasma telah berhenti. Pasien akan mengalami kehilangan

cairan, yang akan mengakibatkan kondisi tersebut, dan berpotensi mengalami

syok, jika cairan yang diberikan tidak mencukupi. Jika hipovolemia atau syok

tidak ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis

metabolik, dan bahkan kematian (Fitriani, 2020).

Ae.Albopictus merupakan jenis atau spesies nyamuk yang membawa

virus dengue yang menggigit manusia. Pada saat masuk ke dalam fisik manusia,

virus dengue bergerak melalui pembuluh darah. Tubuh kemudian mengaktifkan

dan melepaskan C3 dan C5 sebagai akibat dari reaksi virus dengan antibodi.
Tubuh terasa ruam pada kulit, mual, sakit kepala, dan demam akibat pelepasan

senyawa tersebut. Peningkatan permeabilitas membran vaskular, yang

menyebabkan kebocoran plasma dan infiltrasi cairan ekstraseluler, merupakan

patofisiologi utama DHF. Penurunan jumlah trombosit, penurunan tekanan darah,

dan peningkatan hematokrit merupakan indikasi kebocoran plasma. Karena kadar

hemoglobin yang rendah, kehilangan plasma darah melalui kebocoran, dan faktor

lain, tekanan darah turun pada pasien DHF. dari Seri buku Keperawatan Medis

Bedah, Hardinegoro (Kardiyudiana, 2019)


Pathway Dengue Haemorragic Fever (DHF)

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran Infeksi virus dengue


nyamuk aedes darah (viremia)
aegypti)

PGE
PGE22hipotalamus
hipotalamus Membentuk & Mengaktifkan system
Mengaktifkan
melepaskan zat C3a, C5a komplemen
system komplemen

HIPERTERMI Peningkatan reabsorbsi Na+


dan H2O

Permeabilitas
Agregasi trombosit Kerusakan endotel membrane meningkat
pembuluh darah

Trombositopeni Kebocoran plasma


Manifestasi perdarahan,
kehilangan plasma
RISIKO PERDARAHAN Ke extravaskuler
RISIKO SYOK
(HIPOVOLEMI
K)

Paru-paru Hepar
Abdomen
Efusi pleura Hepatomegali
Ascites

KETIDAKEFEKTIF Penekanan intraabdomen Mual, Muntah


AN POLA NAPAS

NYERI AKUT

KEKURANGAN KETIDAKESEIMBAN
VOLUME GAN NUTRISI
CAIRAN KURANG DARI
KEBUTUHAN

Bagan 1. Pathway Dengue Haemoragic Fever


Sumber: Hannarusiani, 2019.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien DBD:

(Tiara, 2020)

1. Melakukan tes darah lengkap

Hematokrit, jumlah trombosit, dan kadar hemoglobin secara teratur dinilai

dengan tes darah. Tanda kebocoran plasma adalah peningkatan nilai

hematokrit, yang selalu ada pada DHF.

1) Pada hari kedua atau ketiga setelah tertular demam berdarah,

terjadi leukopenia.

2) Hemokonsentrasi dan trombositopenia merupakan gejala penyakit

dengue.

3) Pemeriksaan kimia darah dapat menghasilkan peningkatan

kebebasan salah satu larutan darah, salah satu enzim tubuh manusia

(SGPT, SGOT, resin karbamid, hipoproteinemia, hipokloremia).

2. Uji Serologi = HI (Uji Inhibisi Hemaglutinasi)

Dasar untuk pengujian serologis adalah pengembangan antibodi pada

pasien setelah infeksi. berdasarkan munculnya respon antigen-antibodi,

untuk memperkirakan jumlah antibodi atau antigen ada tiga kelompok

yaitu : esensial, inferior, dan jenis . Reaksi esensial adalah reaksi tahap

pertama yang selanjutnya dapat berkembang menjadi reaksi inferior dan

jenis. Visualisasi sering dicapai dengan menandai antibodi atau antigen

berpendar, radioaktif, atau enzimatik, yang tidak dapat dilihat dan sangat

cepat. Pengendapan, flokulasi, dan aglutinasi adalah contoh manifestasi in


vitro dari reaksi sekunder, yang merupakan kelanjutan dari reaksi utama.

Reaksi sekunder dengan bentuk tambahan yang dikenal sebagai tanggapan

tersier muncul sebagai tanda klinis.

3. Uji hambatan hemaglutinasi

Gagasan di balik pendekatan ini adalah untuk mengevaluasi kombinasi

titer IgM dan IgG berdasarkan kapasitas antibodi dengue untuk memblokir

respons hemaglutinasi inhibitor (HI), yang merupakan reaksi

hemaglutinasi virus dengue terhadap darah angsa.

4. Uji netralisasi (juga dikenal sebagai uji NT)

Tes serologi yang paling akurat dan sensitif saat ini tersedia untuk virus

dengue. memanfaatkan teknik PRNT (uji netralisasi pengurangan hama).

Plak, tempat virus menginfeksi sel, dapat dibedakan dari sel yang tidak

terinfeksi di dekatnya dengan batas yang jelas.

5. Uji ELISA anti dengue

Sensitivitas tes ini sebanding dengan tes tes uji HI. Dan juga lebih akurat

dari tes HI. Ide dibalik teknik ini adalah untuk mencari antibodi IgM dan

IgG dalam darah pasien.

6. Rontgen toraks: Efusi pleura terlihat pada rontgen dada (pada DBD derajat

III/IV dan sebagian besar kasus derajat II).


2.1.8 Pengobatan

Langkah pengobatan dilakukan untuk mengatasi gejala yang muncul, serta

mencegah infeksi virus semakin parah. Berikut ini beberapa upaya yang dilakukan

(Solichah, 2019) yaiut:

1. Cegah dehidrasi dengan minum air putih cukup.

2. Istrahat cukup.

3. Konsumsi obat penurun panas yang dianjurkan dokter.

4. Menghindari konsumsi obat-obatan pereda nyeri. Hal ini dapat

menyebabkan komplikasi pendarahan.

5. Pantau frekuensi buang air kecil dan jumlah urine yang keluar.

2.2 Konsep Dasar Kekurangan Volume Cairan pada DHF

2.2.1 Definisi Kekurangan Volume Cairan

Kekurangan volume cairan atau hipovolemia merupakan kondisi

dimana tubuh mengalami penurunan asupan cairan dikarenakan adanya

muntah yang banyak, kehilangan nafsu makan yang mengakibatkan asupan

yang masuk kedalam tubuh berkurang. Selain itu, penyebab kekurangan

volume cairan bisa diakibatkan demam yang sangat tinggi dan adanya luka

bakar pada derajat 2-4. Cairan yang ada dibawah kulit keluar atau menguap

karena demam atau adanya luka, sehingga cairan yang ada didalam

intrseluler akan keluar menuju intrvaskuler untuk menggantikan cairan

inravaskuler yang hilang secara terus menerus. Hal ini juga dapat

mengakibatkan kekurangan volume cairan (Nilam, 2018).


2.2.2 Etiologi Kekurangan Volume Cairan

Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya volume cairan (Nanda,

2015) meliputi:

1) Penurunan asupan cairan atau intake yang diakibatkan oleh

mual, muntah, penurunan kesadaran.

2) Hambatan mengakses cairan.

3) Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan.

4) Kehilangan cairan yang aktif.

1. Manifestasi Klinis Kekurangan Volume Cairan

Klien yang mengalami kekurangan volume cairan pada umumnya

ditemukan tanda dan gejala berikut: terjadi penurunan pada elstisitas

kulit, tekanan darah menurun, frekuensi nadi cepat, kencing sedikit

atau miksi, membran bibir tampak kering, kulit kering, suhu tubuh

meningkat, hematokrit meningkat, berat badan menurun, haus,

kelemahan (NANDA, 2018).

2. Pathofisiologi Kekurangan Volume Cairan

Kekurangan volume cairan atau hipovolemia adalah suatu kondisi

diamana tubuh mengalami penurunan asupan cairan atau bisa juga

disebabkan tubuh kehilangan cairan dan elektrolit secara

proporsional. Kekuarangan cairan terjadi ketika cairan yang ada di

intravaskuler hilang yang diakibatkan oleh suhu tubuh yang terlalu

tinggi , adanya luka dengan derajat 2-4. Untuk mengganti cairan

intravaskuler yang hilang tubuh mengkompensasi dengan


mengeluarkan atau memindahkan cairan intrerseluler ke

intravaskuler. Sehingga hal ini mengakibatkan tubuh mengalmi

penurunan cairan ekstraseluler (Nilam, 2018).

3. Komplikasi

1) Dehidrasi sedang hingga berat.

2) Syok hipovolemik.

3) Kejang.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan merupakan gambaran dari hubungan antara pasien dan

perawat, identitas dan peran profesionalitas perawat, dan pengembangan

pengetahuan perawat. Antusiasme perawat dalam menerima tantangan baru dalam

memberikan pelayanan telenursing sangat tinggi, hal tersebut dapat berdampak

pada kemampuan meningkatkan komunikasi yang efektif antara perawat dan

pasien (Padila et al., 2018).

Hubungan antara pasien dan perawat merupakan interaksi timbal balik

dimana respon pasien dan perawat saling memengaruhi dan terus berkembang

sejalan dengan perubahan respon antara pasien dan perawat. Salah satu fungsi

profesionalitas perawat adalah menemukan kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi

dan kemudian memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Proses

keperawatan memfasilitasi perawat untuk berkembang sebagai seorang pemikir

yang logis untuk menghasilkan peningkatan respon dan perilaku pasien dalam

pemenuhan kebutuhannya serta pentingnya partisipasi pasien dalam keseluruhan

proses (Stonehouse, 2017).


2.3.1 Pengkajian keperawatan

Saat memberikan asuhan keperawatan, evaluasi berfungsi sebagai

landasan dan sangat penting baik ketika pasien pertama kali tiba di rumah sakit

dan selama mereka tinggal (Widyorini et al. 2017).

1. Kaji riwayat keperawatan

1).Identitas DHF dapat menyerang siapa saja, baik orang dewasa

maupun anak-anak. Anak-anak biasanya rentan terkena DHF karena

kemampuan tubuh untuk melawan virus masih lemah.

2).Keluhan utama pada klien DHF, panas atau demam sering menjadi

keluhan utama pada saat pemeriksaan awal..

3).Informasi riwayat penyakit terkini mengenai perjalanan penyakit,

dari keluhan yang dibuat saat sakit hingga tindakan keperawatan,

dikumpulkan dari klien atau keluarga klien. Ketika seorang pasien

dirawat di rumah sakit, mereka biasanya mengeluh demam disertai

menggigil, mual, muntah, pusing, lemas, dan nyeri. Selain itu,

terdapat indikator perdarahan seperti petechiae, gusi berdarah, diare

berdarah, dan mimisan.

4).Riwayat penyakit sebelumnya tidak ditemukan hubungan antara

riwayat penyakit dahulu dengan penderita DHF. Hal ini karena

demam berdarah yang memiliki masa inkubasi rata-rata 15 hari

inilah yang menyebabkan DHF. Pasien yang sudah pernah menderita

DHF dapat mengalami serangan kedua. Namun, hal ini jarang terjadi
karena orang yang pernah terkena serangan sudah memiliki sistem

kekebalan yang kebal terhadap virus..

5) Riwayat keluarga dengan kondisi nyamuk pembawa virus dengue

yang menyebarkan DHF harus disalahkan. Keluarga lain dapat

terkena DHF dari gigitan nyamuk jika salah satu anggota keluarga

menderita DHF.

2. Pengkajian pola dan fungsi kesehatan

1. Nutrisi: Nafsu makan klien berkurang akibat mual dan muntah klien

sesudah makan.

2. Aktivitas: Klien sering mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-

hari karena kelemahan, nyeri pada tulang dan persendian..

3. Istirahat dan tidur: Terganggu oleh gejala seperti demam, vertigo,

ketidaknyamanan, dan nyeri.

4. Eliminasi: Klien dengan DHF memiliki feses yang keras, aliran

urin yang berkurang, dan diare.

5. Kebersihan diri: Karena demam, pasien sering mengalami nyeri dan

sensasi seperti terpotong pada kulitnya, sehingga memerlukan

bantuan orang lain untuk melakukan perawatan diri.

3. Pemeriksaan fisik

Dari kepala sampai kaki, kondisi keseluruhan dinilai menggunakan

pemeriksaan, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada tingkat DHF:


1. Derajat 1 terdiri dari tanda vital yang buruk, kesadaran

composmentis, dan nadi yang lemah.

1) Derajat 2 meliputi kesadaran composmetis, keadaan keseluruhan

yang melemah, perdarahan petekie spontan, gusi dan telinga berdarah,

serta denyut nadi kecil, lemah, tidak teratur

a) Derajat 3 termasuk kelesuan, denyut nadi lemah, pupil kecil dan

tidak teratur, dan tekanan darah berkurang.

b) Derajat IV memerlukan pengetahuan tentang koma serta tanda-

tanda vital berikut: tidak ada denyut nadi, tekanan darah tidak

menentu, pernapasan tidak teratur, ekstremitas tegang, keringat,

dan kulit tampak biru.

a. Kulit

Terdapat bercak merah (petechiae), hematoma, dan eccymosis pada

kulit akibat reaksi fisiologis dan suhu tinggi (memar).

b. Kepala

Sering ada indikasi mercu kepala cekung pada pasien DHF.

c. Wajah

Kemerahan di wajah, mungkin dengan bercak merah atau

petechiae.

d. Mulut

Gusi berdarah, mukosa tampak kering, dan lidah berubah warna.

e. Leher

Eskalasi JPV tidak terlihat.


f. Dada

Saat dada diperiksa, biasanya ditemukan pernapasan yang dangkal;

tes perkusi dapat mengungkapkan suara napas cepat, sering berat,

dan redup yang disebabkan oleh efusi pleura. suara menyimpang,

S1, S2 detak jantung tunggal, kemungkinan anemia karena

kekurangan cairan, dan sianosis pada organ perifer ditemukan

selama pemeriksaan jantung..

g. Abdomen

Ada ketidaknyamanan perut, dan pemeriksaan palpasi

mengungkapkan pembesaran hati dan kelenjar getah bening..

h. Anus dan genetalia

Kadang-kadang, kondisi yang disebabkan oleh diare atau

konstipasi dapat dideteksi pada pemeriksaan anus dan genitalia,

seperti kemerahan dan luka pada kulit di sekitar anus..

i. Ekstermitas atas dan bawah

Pemeriksaan fisik pasien DHF biasanya menunjukkan ekstremitas

dingin, lembab, kadang-kadang dengan sianosis, tanda syok..

4. Pemeriksaan laboratorium

Tes darah pada pasien DHF akan mengungkapkan hal berikut:

a) Kenaikan (≤20%) pada HB dan PVC

b) Kadar Trombosit dibawah 100.000

c) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)

d) Ig. D dengue positif


e) Hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia terdeteksi pada

hasil analisis kimia darah.

f) Ureum dan pH darah kemungkinan bakal meningkat

g) Metabolic acidosis: HCO3 dan tekanan parsial karbon di okssida

rendah 35–40 mmHg

h) Kemungkinan meningkat SGOT /SGPT.

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang adalah evaluasi klinis dari perilaku klien

dalam menanggapi masalah kesehatan atau peristiwa kehidupan, baik yang ada

maupun yang potensial. Tujuan dari diagnosis keperawatan adalah untuk

menentukan bagaimana klien, keluarga, dan komunitas tertentu bereaksi terhadap

kondisi yang berhubungan dengan kesehatan (Hannarusiani, 2019). Diagnosa

keperawatan berikut yang sering terjadi pada kasus DHF:

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen fisiologis

(inflamasi ,iskemia,neoplasma

2) Hipertermia berhubungan proses penyakit (inflamasi )

3) Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan  perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan pola

pernafasan

5) Resiko perdarahan berhubungan dengan  gangguan yang mengurangi

kualitas atau kuantitas trombosit yang bersirkulasi .


6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan Ketidakmampuan menelan makanan

7) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan volume

cairan aktif

8) nausea berhubungan dengan Gangguan biokimiawi (mis: uremia,

ketoasidosis diabetic)

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Bentuk tindakan keperawatan adalah semua terapi yang diberikan oleh

perawat berdasarkan keahlian dan ilmu klinisnya agar mendapatkan hasil yang

diinginkan (SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa keperawatan berikut memiliki

intervensi yang terkait dengannya:

1. Nyeri akut yang disebabkan oleh zat berbahaya secara fisiologis

Tujuan: Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat nyeri menurun

adalah :

a) Keluhan nyeri menurun

b) Meringis menurun

c) gelisah menurun

d) Frekuensi nadi membaik

Intervensi:
1) Identifikasi sumber, ciri, durasi, frekuensi, kualitas, dan derajat

ketidaknyamanan.

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi nyeri non verbal

4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingat nyeri

5) Identifikasi pengetahuan dan keyakina tentang nyeri

6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas tidur

8) Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan

9) Monitor efek samping penggunaan analgesik

10) Fasilitasi istirahat dan tidur

11) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

12) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

13) Jelaskan strategi meredakan nyeri

14) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

15) Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat

16) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Hipertermia terkait proses penyakit

Mempertahankan suhu tubuh normal adalah tujuan utama.

dengan Kriteria hasil :

1) Menggigil menurun

2) Suhu tubuh membaik


3) Suhu kulit membaik

Intervensi:

1) Manajemen hipertermia

2) Regulasi temperatur

3) Sediakan tempat yang dingin

4) Longgarkan atau lepaskan pakaian

5) Basahin dan kipasin seluruh tubuh

6) Berikan cairan oralit

7) Ganti linen lebih sering

8) Anjurkan tirah baring

9) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena dan antipiretik,

jika perlu.

3. Resiko Syok (hipovolemik).

Tujuan: Tingat syok menurun .

dengn Kriteria Hasil:

1) tekanan darah arteri rata rata membaik

2) tekanan darah sistolik membaik

3) frekuensi nadi membaik

4) frekuensi napas membeaik

Intervensi:

1) Mencegah syok

2) Pemantau cairan
3) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

4) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu

5) Pasang jalur IV, jika perlu

6) Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu

7) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

8) Edukasi

9) Jelaskan tanda dan gejala syok

10) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala

awal syok

11) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

12) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

13) Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

4. Tidak efektifak jalan nafas berhubungan dengan perubahan pola nafas

Tujuan: pola nafas membaik

Kriteria hasil:

1) Dipnea menurun

2) Penggunaan otot bantu napas menurun

3) Pemanjangan fase ekspirasi menurun


4) frekuensi napas membaik
5) kedalaman nafas membaik
Intervensi:

1) Management pola nafas

2) Memantau respirasi

3) Posisikan semi-fowler atau fowler

4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5) Bawakan air hangat

6) Jika diperlukan, berikan oksigen

7) Anjurkan konsumsi cairan 2000 ml/hari, jika tidak

dikontraindikasikan.

8) Bila perlu, kerjasama antara bronkodilator, ekspektoran, dan

mukolitik

5. Risiko perdarahan yang ditunjukkan dengan koagulasi (trombositopenia)

Tujuan : Tidak ada perdarahan.

Kriteria hasil meliputi:

Tujuan: Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil:

1) Membran mukosa lembab meningkat

2) Kelembaban kulit meningkat

3) Hemoptisis menurun

4) Hematemesis menurun

5) Hematuria menurun

6) Hemoglobin membaik
7) Hematokrit membaik

Intervensi :

1) Pertahankan bed rest selama perdarahan

2) Gunakan kasur pencegah decubitus

3) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

4) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

5) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Maksud dan tujuan: keadaan kehilangan selera makan dan kebutuhan gizi

dapat teratasi.

Kriteria Hasil:

a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

b) Frekuensi makan membaik

c) Nafsu makan membaik

Intervensi:

1) Pengenalan status nutrisi.

2) pengenalan alergi dan intoleransi makanan.

3) Menanyakan makanan yang disukai.

4) Pantau asupan makan.

5) Pantau berat badan.

6) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

7) Bagikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.

8) Alokasikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.


9) Bagikan suplemen makanan, jika perlu.

10) Berikan posisi nyaman, jika mampu.

11) Memberi diet yang diprogramkan.

12) Pemberian terapi obat sebelum makan (nyeri, antimietik), jika

perlu

13) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.

7. Kekurangan volume cairan.

Tujuan: volume cairan di dalam tubuh dapat terpenuhi

Kriteria Hasil:

1) Ketegangan jaringan kulit meningkat

2) Jumlah pengeluaran urine meningkat

3) Tekanan darah serta nadi kembali normal

4) Hb menunjukan nilai normal

Intervensi:

1) Identifikasi gejala dan indikator hipovolemia (misalnya:

peningkatan denyut nadi atau nadi lemah, penurunan tekanan

darah, tekanan nadi menyempit, penurunan turgor kulit, membran

mukosa kering, penurunan volume urin, peningkatan hematokrit,

rasa haus yang lemah)

2) Memantau cairan (intake/output )

3) Edukasi pentingnya kebutuhan cairan dalam tubuh


4) Anjurkan pasien untuk emperbanyak asupan cairan peroral

5) Pemberian cairan infus isotonis (NaCl dan RL)

6) Pemberian cairan infus hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)

7) Pemberian cairan infus koloid (albumin, plasmanate)

8) Pemberian darah.

8. nausea berhubungan dengan Gangguan biokimiawi (mis: uremia,

ketoasidosis diabetic)

Tujuan:  untuk membuktikan bahwa tingkat nausea menurun adalah:

Kriteria hasil :

1. Perasaan ingin muntah menurun

Intervensi
1.Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis: bau tidak sedap)
2. suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
3. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis: kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
4. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
5. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau, dan tidak berwarna,
jika perlu
6. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
7. Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu

2.3.4 Implementasi keperawatan


Selama fase implementasi, perawat melakukan intervensi keperawatan.

Untuk membantu pasien mencegah, mengurangi, dan/atau menghilangkan

dampak atau reaksi yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan,

perawat telah merencanakan untuk menyelesaikan implementasi sebagai langkah

keempat dari proses keperawatan. (Rukmasari, 2018).

Menurut Nurarif (2015) pentalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

Dengue Hemorrhage Fever (DHF) berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

a) Mempertahankan pola nafas.

b) Mempertahankan keseimbangan cairan.

c) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

d) Mempertahankan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

2.3.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah evaluasi hasil dan prosedur. Sejauh mana keberhasilan

diwujudkan sebagai hasil dari kegiatan ditentukan oleh evaluasi hasil. Penilaian

proses mengkaji dimulai dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi, untuk melihat apakah ada kekurangan. (Rinawati, 2018).

Tujuan evaluasi, yang merupakan tahap terakhir, adalah untuk menentukan

apakah intervensi keperawatan yang diambil untuk memecahkan masalah berhasil

atau tidak. (Debora, 2021).

2.3.6 Dokumentasi

Dokumentasi yang berkaitan dengan status seseorang sebagai pribadi

merupakan sarana komunikasi antara satu profesional dengan profesional lainnya

mengenai status orang tersebut sebagai pribadi. Dokumentasi ini juga berfungsi
sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, informasi yang terkandung di

dalamnya harus jelas dan terbaca; tidak diperbolehkan menggunakan simbol -

simbol yang ditulis secara malas atau singkatan dan itu harus ditulis dengan cara

yang jelas, terbaca, dan sistematis. Hal ini penting untuk diperhatikan karena

menghilangkan kemungkinan komunikasi itu (Asmadi , 2013).

Anda mungkin juga menyukai