Modul 5 - Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Dan Toksikologi - Diuretik - Kelompok B3
Modul 5 - Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Dan Toksikologi - Diuretik - Kelompok B3
PERCOBAAN VI
“DIARE”
Disusun Oleh :
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu melakukan uji antidiare pada komposisi obat bahan alam yang
berbeda
2. Mahasiswa mampu mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan efek dari
beberapa tanaman antidiare terhadap tikus berdasarkan data farmakologinya.
B. Dasar Teori
Diare adalah penyakit yang di tandai dengan terjadinya perubahan bentuk dan
konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan cair dengan frekuensi lebih dari lima
kali sehari. Diare dapat merupakan penyakit yang sangat akut dan berbahya karena
sering mengakibatkan kematian bila terlambat penanganannya.(Pudiastuti,2011)
Diare merupakan syndrome penyakit yang di tandai dendan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja melambat sampai mencair, serta bertambahnya frekuensi buang air
besar dari biasanya hingga 3 kali atau lebih dalam sehari. Dengan ungkapan lain, diare
adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan.
Kandungan air dalam tinja lebih banyak daripada biasanya (normal 100-200 ml
perjam tinja) atau frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan 3 kali pada
anak.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti
malabsorbsi. Menurut (Ngastiyah, 2014), factor penyebab diare adalah sebagai
berikut.
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enternal
sebagai berikut :
a) Infekasi bakteri : Vibrio, Escherichia coli, Salmonella, Shigella,
Camphylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsakie, Poliomyelitis,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain).
c) Infeksi Parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba Histolyatica, Giardia Lambia, Trichomonas
Hominis), Jamur (Candida Albicans)
2) Infeksi Parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis, dan sebagainya.
b. Faktor Malabsorbsi
1). Malabsorbsi karbohidrat : diskarida (intoleransi laktosa, maltose, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Bayi
dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2) Malabsorbsi Lemak
3) Malabsorbsi Protein
c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
Klasifikasi Diare
Daun pepaya juga mengandung β karoten yang berfungsi sebagai pro vitamin A
dan dapat digunakan sebagai sumber Xantophyl alami (Depkes RI, 1991). Daun pepaya
mengandung protein kasar sebesar 20,88%, kalsium 0,99%, phosphor 0,47% dan Gross
energi 2912 kkal/kg(Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran,2007).
Menurut hasil penelitian dari Sukmawati (2017) senyawa yang mempunyai efek
antidiare adalah tanin dan flavonoid. Tanin bersifat adstringensia yang menciutkan
selaput lendir usus sehingga bersifat obstipansia dan mekanisme flavonoid juga bisa
menghambat mortilitas usus sehingga dapat mengurangi cairan dan elektrolit (Afrisa,
2016). Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa polifenol yang berfungsi sebagai agen
antidiare. Adapun mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat mortilitas usus
sehingga dapat mengurangi cairan dan elektrolit (Di Carlo dkk., 1993). Aktivitas
flavonoid (kuersetin) yang lain adalah dengan menghambat pelepasan asetilkolin di
saluran cerna (Rizal dkk., 2016). Penghambatan pelepasan asetilkolin akan
menyebabkan berkurangnya aktivasi reseptor asetilkolin nikotinik yang memperantarai
terjadinya kontraksi otot polos dan teraktivasinya reseptor asetilkolin muskarinik
(khususnya Ach-M3) yang mengatur motilitas gastrointestinal dan kontraksi otot polos
(Ikawati, 2008).
Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai
laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan
asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak
peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini
adalah 2 sampai 3 sendok makan (15-30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya
timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar
berbentuk encer (Anwar, 2000).
Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat yang dua sampai tiga
kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat (Tjay dan Raharjo,
2002). Loperamid memperlambat motalitas saluran cerna dengan mempengaruhi
sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga
diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh reseptor tersebut (Marcellus, 2001).
Loperamid mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa
yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam kondisi hipersekresi ke keadaan resorpsi
normal (Tjay dan Raharja, 2002). Loperamid HCl memperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus (Sardjono dkk., 2004).
Loperamide HCl sebagai kontrol positif merupakan derivat difenoksilat dengan
khasiat obstipasi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak
menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-
sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan
hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tjay dan Raharja, 2002).
A. Alat
1. Gelas ukur
2. Pipet tetes
3. Timbangan tikus
4. Stopwatch
5. Beaker glass
6. Spatel logas
7. Spuit
8. Jarum sonde
B. Bahan
1. Aquadest
2. Ekstrak etanol daun mengkudu
3. Ekstrak daun kelor
4. Ekstrak daun pepaya
5. Ekstrak metanol daun mengkudu
6. Oleum ricini (castol oil)
7. Kontrol positif = loperamide
8. Kontrol negatif = Na CMC
C. Hewan Uji : 3 Tikus Putih Jantan
BAB III
CARA KERJA
Ditimbang berat tikus lalu ditandai masing-masing tikus, kemudian dicatat beratnya
Dilakukan perhitungan dosis dan dibuat larutan dari masing-masing bahan uji
A. Hasil Percobaan
1. Tabel Hasil Praktikum Berat Feses Tikus
Kelompok Perlakuan No. Berat Feses + Tisu Berat Tisu Berat Feses
Tikus (gram) (gram) (gram)
CMC 1% 1 7,75 5,31 2,44
B1 Loperamid 2mg 2 5,56 5,32 0,24
Eks. Mengkudu 300 mg 3 5,12 4,19 0,93
10 mg
50 ml
0 ,2 mg 0 ,18 mg
=
1 ml x
0 , 2 x =0 ,18 ml
0 , 18 ml
x=
0,2
= 0,9 ml
172 gram
Tikus 1 : × 0 , 9=0,774 ml
200 gram
300 mg
50 ml
6 mg 5 , 4 mg
= =
1ml x
6 x=5 , 4
5,4
x=
6
¿ 0 , 9 mL
Volume yang diambil
174 g
Tikus 1 ¿ × 0 , 9mL
200 g
¿ 0,783 mL
b. 450 mg
Konversi Dosis
¿ 450 mg × 0,018
¿ 8 , 1 mg
450 mg 9 mg 8 ,1 mg
= =
50 mL 1mL x
8,1
x=
9
¿ 0 , 9 mL
Volume yang diambil
169 g
Tikus 2 ¿ ×0 , 9 mL
200 g
¿ 0,760 mL
c. 600 mg
Konversi Dosis
¿ 600 mg ×0,018
¿ 10 , 8 mg
600 mg 12 mg 10 , 8 mg
= =
50 mL 1 mL x
10 , 8
x=
12
¿ 0 , 9 mL
Volume yang diambil
191 g
Tikus 3 ¿ ×0 , 9 mL
200 g
¿ 0,859 mL
= 0,018 × 300 mg
= 5,4 mg
300 mg
50 ml
6 mg 5 , 4 mg
=
1ml x
6 x=5 , 4 mg
5 , 4 mg
x=
6 mg
¿ 0 , 9 ml
199
Tikus 1 : × 0 , 9 ml=0,895 ml
200
b. Dosis 450 mg
Bobot tikus 2 = 220 g
Konversi dosis tikus dari dosis manusia 70 kg
== 0,018 × 450 mg
= 8,1 mg
450 mg
50 ml
9 mg 8 ,1 mg
=
1ml x
9x = 8 , 1 mg
8 ,1 mg
x=
9 mg
= 0 , 9 ml
220
Tikus 2 : × 0 , 9 ml=0 ,99 ml
200
c. Dosis 600 mg
Bobot tikus 3 = 174 g
Konversi dosis tikus dari dosis manusia 70 kg
= 0,018 × 600 mg
= 10,8 mg
600 mg
50 ml
12mg 10 ,8 mg
=
1 ml x
12 x = 10 , 8 mg
10 ,8 mg
x =
12mg
= 0 , 9 ml
174
Tikus 2 : × 0 , 9 ml = 0,783 ml
200
300 mg
50 ml
6 mg 5 , 4 mg
=
1ml x
6 x = 5 , 4 mg
5 , 4 mg
x =
6 mg
= 0 , 9 ml
196
Tikus 1 : × 0 , 9 ml = 0 , 88 ml
200
b. Dosis 450 mg
Konversi dosis tikus dari dosis manusia 70 kg
= 0,018 × 450 mg
= 8,1 mg
450 mg
50 ml
9 mg 8 ,1 mg
=
1ml x
9 x = 8 , 1 mg
8 ,1 mg
x =
9 mg
= 0 , 9 ml
173
Tikus 2 : × 0 , 9 ml = 0,778 ml
200
c. Dosis 600 mg
Konversi dosis tikus dari dosis manusia 70 kg
= 0,018 × 600 mg
= 10,8 mg
600 mg
50 ml
12mg 10 ,8 mg
=
1 ml x
12 x = 10 , 8 mg
10 ,8 mg
x =
12mg
= 0 , 9 ml
202
Tikus 3 : × 0 , 9 ml = 0,909 ml
200
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu melakukan uji efek antidiare pada obat bahan alam yang
berbeda dengan menggunakan pelarut yang berbeda terhadap tikus putih.
Anti diare adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati penyakit diare yang
disebabkan oleh bakteri atau kuman, virus, cacing atau keracunan makanan. Gejala diare
adalah buang air besar berulang kali dengan banyak cairan terkadang disertai mulas (kejang
perut) kadang-kadang disertai darah atau lendir. (Neal, 2005) Beberapa kelompok obat anti
diare yang dapat digunakan sebagai pertolongan saat terjadi diare, yaitu golongan obstipansia
untuk terapi simptomatis yang bekerja dengan cara menciutkan selaput lendir usus seperti
tannin dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium. ( Husnul Khuluq. 2023)
Salah satu tumbuhan yang berfanfaat sebagai antidiare ialah daun pepaya, daun kelor
dan daun mengkudu. Ketiga ekstrak bahan alam tersebut mengandung senyawa tanin yang
dapat menciutkan selaput lendir usus (adstringensia) sehingga mengurangi absorpsi air ke
dalam usus dan mengurangi peristaltic usus. Oleh Karena itu senyawa tanin dapat membantu
menghentikan diare. (Halimah . 2015)
Pelarut yang kami gunakan untuk pembuatan ekstrak ini disesuaikan dengan pelarut
yang cocok yaitu aquades karena aquades bersifat polar dan tanin juga merupakan senyawa
aktif yang bersifat polar, semakin polar pelarut yang digunakan maka total tanin yang
diperoleh juga semakin tinggi. (Browning, 1966).
Percobaan ini bertujuan untuk menguji aktivitas obat anti diare dalam menghambat
diare yang disebabkan oleh penginduksi oleum ricini, terhadap hewan percobaan.
Pengamatan ini dilakukan setiap 10 menit selama 2 jam. Paramenter yang diamati ialah berat
feses, frekuensi defekasi, dan konsistensi feses pada aktivitas obat loperamid yang dapat
memperlambat peristaltic usus sehingga dapat mengurangi frekuensi defekasi dan
memperbaiki konsistensi feses, yaitu metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain kandang tikus, sonde,
spuit 3cc, spuit 1cc, beker glass, labu ukur 50ml, gelas ukur, beker glass, pipet tetes, lap
kering dan tissue. Bahan yang kami gunakan antara lain oleum ricini sebagai penginduksi
terjadinya diare, CMC-Na sebagai kontrol negative, ekstrak daun papaya sebagai kontrol
positif, loperamide 10mg sebagai pembanding, dan aqudes sebagai pelarut. Serta
menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan uji.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu ekstrak kental daun papaya yang akan diuji
daya antidiarenya diencerkan dengan 50ml aquades dan diberikan pada 3 tikus dengan dosis
berbeda, yaitu ekstrak aquades daun pepaya 300mg , ekstrak aquades daun pepaya 450mg
dan ekstrak aquades daun pepaya 600mg. Selanjutnya dihitung volumen larutan yang diambil
untuk tikus sesuai dengan berat badan masing-masing tikus.
Sebelum disuntikan ekstrak pada tikus secara intraperitorial (i.p) , tikus diberi oleum
ricini sebagai penginduksi secara peroral (p.o) . Pemberian secara peroral ini dimaksudkan
agar senyawa uji langsung masuk ke dalam saluran pencernaan tikus, sehingga sesuai dengan
tujuan percobaan yaitu mengamati efek antidiare yang terjadi di usus tikus. Sedangkan
digunakan oleum ricini sebagai penginduksi terjadinya diare karena oleum ricini mengandung
trigliserida dari asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang dihidrolisis oleh enzim lipase
menjadi gliserin sehingga memberi efek stimulus terhadap usus halus dan dalam 2-8 jam
akan timbul defekasi yang cair dari tikus.
Pemberian ekstrak dilakukan 30 menit setelah pemberian oleum ricini. Perlakuan ini
bertujuan untuk memastikan bahwa efek laksatif dari minyak jarak telah muncul dan usus
telah merespons dengan peningkatan gerakan peristaltik. Dengan memberikan waktu 30
menit sebelum perlakuan uji antidiare, dapat memastikan bahwa efek laksatif dari minyak
jarak ini telah stabil dan dapat diukur dengan baik. Hal ini membantu dalam mengevaluasi
efek antidiare potensial dari agen yang diuji, karena efek laksatif dari minyak jarak telah
diberikan waktu sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar obat telah bekerja dengan
memberikan efek diare pada mencit, kemudian setelah 30 menit pemberian oleum ricini, tikus
diberi obat ekstrak secara i.p. hal ini bertujuan karena untuk mencegah penguraian asam
asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Larutan asam asetat ini yang
dihawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute lain.Selanjutnya
diamati tikus menggunakan parameter berdasarkan konsistensi feses, bobot feses, dan
frekuensi defekasi setiap 10 menit selama 2 jam.
Pada kelompok kontrol, digunakan CMC-Na sebagai kontrol negative. Hal ini
dikarenakan Na CMC bersifat stabil sebagai pembawa sehingga tidak mempunyai pengaruh
apapun. Menurut (JIFS,Vol.1 nomor 1 . 2021) Na CMC sebagai kontrol negatif karena hanya
placebo yaitu bersifat netral atau tidak memiliki efek.
Sedangkan ekstrak daun papaya disini sebagai kontrol positif, berfungsi untuk
mengetahui apakah bahan uji memiliki efek yang sama dengan pembanding, dimana kontrol
positif yang digunakan sebaiknya adalah senyawa yang telah terbukti memiliki efek antidiare
dan disesuaikan dengan metode uji yang digunakan (mekanisme kerja pada metode uji).
Sementara itu, Loperamid HCl disini juga merupakan kontrol positif yang berfungsi
sebagai pembanding karena loperamid HCl merupakan senyawa yang menunjukkan aksi
antidiare pada saluran pencernaan dengan menghambat gerakan peristaltic dan
memperpanjang waktu transit penyerapan cairan dan elekrolit di dalam mukosa usus (AphA,
2003). Selain itu, menurut literature dari Tjay, Rahardja (2002), alasan obat loperamide
digunakan sebagai control positif karena Loperamide merupakan derivat difenoksilat dengan
khasiat obstipasi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan
ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel
mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan
resorpsi normal kembali (Tjay dan Raharja, 2002).
Hasil praktikum berdasarkan tabel berat feses, frekuensi defekasi serta konsistensi
ditunjukkan bahwa yang paling efektif sebagai antidiare atau efek antidiare paling kuat
adalah kelompok tikus yang diberikan perlakuan Ekstrak Aquades Daun Pepaya (dosis 300
mg/kgBB, dan 450 mg/kgBB), hal ini dibuktikan dengan jumlah feses atau frekuensi feses
yang dihasilkan paling sedikit dari kelompok lain, dan yang memiliki khasiat antidiare paling
kecil adalah kelompok tikus yang diberikan perlakuan Ekstrak Metanol Daun Mengkudu
(dosis 300 mg/kgBB, 450 mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB) hal ini dibuktikan dengan jumlah
feses tikus dengan perlakuan ekstrak daun mengkudu lebih banyak dari perlakuan kelompok
lainnya.
Sehingga menurut tabel-tabel tersebut dapat diurutkan perlakuan ekstrak yang paling
baik adalah Ekstrak Aquades Daun Pepaya > Ekstrak Aquadest Daun Kelor > Ekstrak
Methanol Daun Mengkudu >Ekstrak Metanol Daun Pepaya. Hal ini sesuai dengan literatur
dimana menurut (violani, 2011) yang menyatakan bahwa efek antidiare yang dihasilkan oleh
ekstrak daun papaya memiliki efektifitas yang paling kuat, hal ini disebabkan karena daun
papaya juga mengandung minyak atsiri yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membrane atau dinding sel tidak
terbentuk atau sel tidak terbentuk sempurna, sehingga dapat menghentikan diare.
BAB VII
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A.A. 2008. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa. Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Anwar, J., 2000, Farmakologi dan Terapi Obat-Obat Saluran Cerna, 511-
562.Hipocrates, Jakarta.
Browning, B.L. (1966). Phenolic Substances, Methods of Wood Chemistry.
Interscience Publishers. New York.
Ikawati, Z., 2008, Pengantar Farmakologi Molekuler, cetakan kedua, Gadjah. Mada
University Press, Yogyakarta.
Jamal S., & Suhardi, 1999, Penggunaan Obat Tradisional oleh Anggota Rumah Tangga
Jawa dan Bali Menurut SKRT 1995, Media Litbankes Edisi Khusus “Obat Asli
Indonesia”, 8(3), 10-13.
Kamal, N. 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Terhadap
Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi Vol. 1, Edisi 17, (78-
84).
Kamaruddin, M. dan Salim. 2003. Pengaruh Pemberian Air Perasan Daun Pepaya Pada
Ayam : Respon Patofisilogik Hepar. Journal Sain Veteriner. 20(1): 5-8.
Marcellus, K. S., 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, 179-191, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indenesia, Jakarta.
Sardjono, H., Santoso, O., Dewoto, H.R., 2004, Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat,
189-206. Jakarta. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya, Edisi Kelima, 270-279. Jakarta. Efek Media Komputindo.
Untung Widodo, Bircher, J., Lotterer, E. 1993. Kumpulan Data Klinik Farmakologi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Putra, W. S. 2015. Kitab Herbal Nusantara Kumpulan Resep & Ramuan Tanaman Obat
Untuk Berbagai Gangguan Kesehatan. Edisi 1. Editor Andien. Yogyakarta:
Katahati.
LAMPIRAN
Lembar ACC