Pendahuluan
Dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari terutama dalam menangani pasien,
dokter diharapkan selalu mengingat etika, disiplin dan hukum kedokteran. Etika profesi
sebagai dokter juga telah dibuat dalam KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) yang
mengatur prinsip-prinsip dokter dalam menjalankan profesinya.
Dokter wajib mengetahui hukum yang berlaku agar pada saat dimintai keterangan
sebagai saksi ahli maupun saat memeriksa keadaan medis tersangka, dokter dapat
memberikan keterangan sesuai dengan hukum tersebut.Hukum-hukum yaitu sepert
KUHP(Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maupun KUHPer (Kitab Undang-undang
Hukum Perdata) serta juga KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Pembahasan
Prinsip Etika Kedokteran
Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus dibedakan
dengan sains yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik deskriptif
mempelajari pengetahuaan empiris tentang moralitas atau menjelaskan pandangan moral
yang saat itu berlaku tentang isu-isu tertentu. Etik terbagi ke dalam etik normatif dan
metaetik (etik analitik). Pada etik normatif, para filosof mencoba menegakkan apa yang
benar secara moral dan mana yang salah secara moral dalam kaitannya dengan tindakan
manusia. Pada metaetik, pada filosof memperhatikan analisis kedua konsep moral
diatas.1
Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu (a) kebutuhan fisiologis
yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, (b) kebutuhan psikologis yang dipenuhi
dengan rasa kepuasan, istirahat, santai, dan lain-lain, (c) kebutuhan sosial yang dipenuhi
melalui keluarga, teman dan komunitas, serta (d) kebutuhan kreatif dan spiritual yang
dipenuhi dengan melalui pengetahuan, kebenaran, cinta, dan lain-lain.1
Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara berimbang. Apabila seorang
memilih untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara tidak berimbang, maka ia telah
menentukan secara subyektif apa yang baik bagi dirinya yang belum tentu baik secara
obyektif. Baik disebabkan oleh ketidaktahuan atau akibat kelemahan moral, seseorang
dapat saja tidak mempertimbangkan semua kebutuhan tersebut dalam membuat
keputusan etik, sehingga berakibat terjadinya konflik di bidang keputusan moral.1
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif di atas. Bioetik atau biomedical
ethics adalah etik yang berhubungan dengan prakter kedokteran dan atau penelitian di
diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercemin di dalam sumpah
dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak moral antara
dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan
kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat
profesinya.1
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban
moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah
kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban
moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran.
Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.1
Deklarasi umum Hak Asasi Manusia (HAM)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human
Rightsadalah sebuah deklarasi yang di adopsi oleh Majelis Umum PBB pada 10
Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris, Perancis melalui General Assembly
Resolution 217 A (III). Deklarasi ini merupakan standar umum yang menyatakan bahwa
hak asasi manusia secara internasional haruslah dilindungi.2
Deklarasi ini merupakan pernyataan umum pertama dari masyarakat dunia tentang
hak asasi manusia dan di dalamnya termuat 30 pasal. Deklarasi ini kemudian mengilhami
lahirnya berbagai perjanjian internasional, instrumen hak asasi manusia di tingkat
regional, konstitusi masing masing negara, dan UU di masing masing negara yang
terkait dengan isu isu hak asasi manusia.2
Secara umum, International Bill of Human Rights terdiri dari Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik beserta dua optional
protocolnya -, dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia2
Pasal 3
(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia,
tanpa diskriminasi.
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
Pasal 5
(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang samasesuai dengan martabat
kemanusiaanya di depan hukum.
(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari
pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Pasal 9
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan
batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana,
perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan
tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemerikasaan yang
objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan
benar.
Pasal 18
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan
sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan
hukum yang diperlakukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
(2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak
pidana itu dilakukannya.
(3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perudang-undangan maka beralaku
ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.
(4) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat
penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(5) Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama
atas suatu perbutan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.
Pasal 29
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan hak miliknya.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi
dimana saja ia berada.
Pasal 30
Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Pasal 33
(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan
yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan
nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, dittahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau
dibuang secara sewenag-wenang.
Pasal 35
Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai,
aman, dan tentram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya
hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undangundang ini.
Kewajiban2
Kewajiban setiap individu menurut undang-undang no 39 tahun 1999 antara
lain:
Pasal 67
Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada
peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional
mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
Pasal 69
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung
jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas
Pemerintah untuk menghormati, melindungi, meneggakan, dan memajukannya.
Pasal 70
Dalam menjalankan hak dan kewajiban, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Konvesi Internasional tentang Penghapusan Penganiayaan
Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia telah diadopsi oleh majelis umum
persrikatan bangsa-bangsa (PBB) dalam resolusinya no. 39/46 tanggal 10 desember 1984
dan mulai diberlakukan tanggal 26 Juni 1987. 3
Dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik inilah, maka hal tentang manusia bebas dari
penyiksaan diatur di dalamnya. Pasal 7 dalam Konvenan ini mengatur dengan sanagat
jelas konsern tentang perlindungan manusia dari ancaman penyiksaan yang dilakukan
pihak lain: Tidak seorangpun boleh dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman
yan keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabatnya, khususnya secara sukarela
dapat dijadikan eksperimen medis atau ilmiah. 3
Penganiayaan atau torture adalah setiap tindakan yang menyebabkan rasa sangat sakit
atau penderitaan, baik fisik maupun mental, baik jasmani maupun rohani pada seseorang
untuk tujuan seperti memperoleh darinya atau informasi orang ketiga atau pengakuan,
menghukum dia untuk tindakan ia atau orang ketiga yang telah lakukan atau diduga
memiliki komitmen, atau mengintimidasi atau memaksa dia atau orang ketiga, atau
untuk alasan apapun berdasarkan diskriminasi apapun, ketika rasa sakit atau penderitaan
tersebut ditimbulkan oleh atau atas hasutan atau dengan persetujuan atau persetujuan dari
pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Ini tidak termasuk
rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat pada atau terkait dengan
sanksi hukum.3
Secara umum, pihak Konvensi wajib untuk mengambil "legislatif, administratif,
yudisial dan lainnya langkah-langkah efektif untuk mencegah tindakan penyiksaan di
dalam wilayah yuridikasi. 3
Konvensi ini memuat banyak aturan tentang kewajiban negara Pihak, dengan tujuan
untuk menguatkan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar lainnya. Enam
belas pasal dari 33 pasal dalam konvensi ini mengatur kewajiban negara untuk
menghormati berbagai hak dasar manusia untuk bebas, tidak disiksa dan mendapatkan
perlakuan kejam lainnya. 3
Pasal 2 ayat 1 dari Konvensi ini misalnya menyebut soal kewajiban setiap negara
pihak untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum dan langkahlangkah efektif untuk mencegah tindakan penyiksaan di wilayah manapun dalam batas
kekuasaannya. Sementara itu dalam ayat 2 pasal 2 juga diingatkan : Tiada ada keadaan
pengecualian apapun, apakah keadaan perang atau ancaman perang, ketidakstabilan
politik dalam negeri ataupun keadaan darurat, yang dapat digunakan sebagai pembenaran
untuk penyiksaan.
Penggunaan kekerasan pada suatu interogasi hanya boleh dilakukan
apabila:3
Hanya boleh dilakukan setelah upaya persuasif tidak berhasil
Hanya untuk tujuan-tujuan perlindungan dan penegakan HAM secara
proposional dengan tujuan yang sah.
Diarahkan untuk memperkecil terjadinya kerusakan dan luka baik bagi
petugas maupun bagi masyarakat.
Digunakan hanya apabila diperlukan dan untuk penegakan hukum
Penggunaan kekerasan harus sebanding dengan pelangaran dan tujuan
yang hendak dicapai.
Harus meminilasasi kerusakan dan cedera serta memelihara kehidupan
manusia
Harus memastikan bahwa bantuan medisdan penunjangnya diberikan
kepada orang-orang yang terluka atau terkena dampak pada waktu
sesegera mungkin.
Harus memastikan bahwa sanak keluarga atau teman terdekat yang
terlukaatau terkena dampak diberitahu sesegera mungkin.
Gigi
Forensik,
Biomolekuler
Forensik,
Medikolegal,
Toksikologi
b. Unsur perbuatan.
Yang dimaksud perbuatan dalam penganiayaan adalah perbuatan dalam arti
positif. Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan aktivitas atau kegiatan dari
manusia dengan menggunakan (sebagaian) anggota tubuhnya sekalipun sekecil
9
10
b.
c.
d.
e.
f.
Penyelesaian Masalah 6
Menurut kasus diatas, terdapat alternative yang dapat dilakukan tanpa harus dilakukan
tindak penganiayaan terhadap tersangka, yaitu dengan penggunan obat-obatan yang biasa
digunakan untuk teknik interogasi.
Dalam uji analisis test, imajinasi subjek dinetralkan dengan membuat orang tersebut
setengah sadar. dalam keadaan ini, tersangka akan sulit berbohong.
Para ahli atau dokter akan menyuntikan tersangka dengan Sodium Penthotal atau
Sodium Amythal. Dosis yang disuntikkan tergantung dengan jenis kelamin, kesehatan
dan kondisi fisik seseorang. Dosis yang salah dapat berakibat dengan koma atau
kematian.
1. Sodium Amythal
Sodium Amytal mampu menurunkan hambatan, di mana orang yang disuntikkan
zat ini dapat memberikan pikiran yang jelas dan mendorong untuk memberikan
keterangan kepada interogator secara gamblang. Digunakan pertama kali pada Perang
Dunia II, yaitu ketika interogator sudah kehabisan cara untuk membuat tawanan mau
11
Kesimpulan
Sebagai dokter, etika sangat diperlukan dalam menangani pasien. Pada skenario
diatas, seorang dokter dihadapkan dengan pilihan yang sangat bertentangan, yaitu antara
melanggar kode etik kedokteran, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan
melanggar perintah atasan dan risiko untuk membahayakan nyawa masyarakat. Dokter
sebaiknya dapat bertindak tepat dan tegas dengan menggunakan ilmu kedokteran yang
telah
dipelajarinya.
Dalam
kasus
skenario
diatas,
penggunakan
obat-obatan
narcohypnosis.
Daftar Pustaka
1. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjeptjep Dwidja Siswaja. Bioetik dan hukum
kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka
Dwipar; 2007.h.30-2.
2. Sudibyo, E., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia. http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_39_99.htm. Diakses tanggal 11
Januari 2016.
3. Hardiman, Budi F. Terorisme, definisi, aksi dan regulasi. Jakarta: Imparsial; 2005.
4. Undang-undang kepolisian. Diunduh dari
http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20KEPOLISIAN.pdf . 11 Januari 2016.
12
5. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.54-6.
6. Semiloka Kesehatan dan Hak Asasi Manusia.Prisoners and DetaineesMardjono
Reksodiputro. Penerbit: IDI. 2005 hal. 63-7.
13