Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM


SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2016/2017

PRODUK JADI SUSPENSI EKSTRAK ETANOL DAUN JATI BELANDA (Guazuma


ulmifolia L.)
Oleh :
Ketua

Rain Kihara

(260110150021)

Anggota

Rosidah

(260110150001)

Riska Nelinda
(260110150004)
Qisti Fauza

(260110150005)

Wiwit Nuridayah

(260110150008)

Chairunnisa

(260110150014)

Derif Aziz Abdullah (260110150019)


Zafira Zahra

(260110150022)

Hani Nuraeni

(260110150029)

Rieda Nurwulan S (260110150032)


Latifa Nadya

(260110150039)

Rahma Alya N
(260110150040)
Yunita

(260110150038)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM


DEPARTEMEN BIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

ABSTRAK

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan tugas laporan akhir praktikum
farmakognosi yang berjudul PRODUK JADI SUSPENSI EKSTRAK ETANOL
DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia L.). Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas Praktikum Farmakognosi bahan alam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan akhir ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan

kritik

dan

saran

yang

sifatnya

membangun

demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi


bagi

pembaca,

mahasiswa

dan

bermanfaat

untuk

pengembangan

wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jatinangor, 17 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................iii
I.

PENDAHULUAN.................................................................1
1.1.

Latar Belakang........................................................................1

1.2.

Rumusan Masalah...................................................................1

1.3.

Maksud dan Tujuan..................................................................2

1.4.

Manfaat................................................................................... 2

II.

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................3

2.1.

TINJAUAN BOTANI TANAMAN..........................................................3

2.1.1.

Klasifikasi Tumbuhan...............................................................3

2.1.2.

Nama Daerah..........................................................................3

2.1.3.

Habitat.................................................................................... 3

2.1.4.

Morfologi.................................................................................3

2.1.5.

Makroskopik............................................................................ 4

2.1.6.

Mikroskopik.............................................................................4

2.2.

TINJAUAN KIMIA............................................................................. 5

2.2.1.
2.3.

Biosintesis Kuersetin.....................................................5

TINJAUAN FARMAKOLOGI TANAMAN...............................................6

2.3.1.

Empiris.................................................................................... 6

2.3.2.

Pengujian pra Klinis.................................................................6

2.3.3.

Pengujian Klinis.......................................................................7

2.4.

TINJAUAN FARMAKOGNOSI TANAMAN............................................7

2.4.1.

Parameter spesifik...................................................................7

2.4.2.

Parameter non spesifik............................................................7

2.5.

TINJAUAN METODE.........................................................................8

2.5.1.

Ekstraksi..................................................................................8

2.5.2.

Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman..........8

III.

METODE PRAKTIKUM.......................................................12

3.1.

Alat.............................................................................................. 12

3.2.

Bahan.......................................................................................... 12

3.3.

Tahapan Praktikum......................................................................13

3.3.1.

Penyiapan Simplisia...............................................................13

3.3.2.

Pemeriksaan Parameter Kualitas Spesifik dan Non-Spesifik

Simplisia............................................................................................ 13
3.3.3.

Ekstraksi................................................................................13

3.3.4.

Pemeriksaan Parameter Kualitas Spesifik dan Non-Spesifik

Ekstrak 15
3.3.5.

Pembuatan dan Evaluasi Produk Jadi Suspensi Ekstra Daun

Jati Belanda........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................19

I.

1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia l.) merupakan
tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai
10

sampai

20

m.

Daun

Jati

Belanda

diduga

dapat

mendegradasi lemak dan menurunkan kadar kolesterol dalam


darah dengan kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin,
tanin, musilago, karotenoid, asam fenol, dan damar. Menurut
Rahardjo, et al., 2006 , kandungan alkaloid daun Jati Belanda
memiliki kemiripan struktur kimia dengan Orlistat, obat sintesis
yang dapat menekan nafsu makan dengan cara menghambat
kinerja enzim lipase sehingga absorpsi lemak dalam tubuh
berkurang. Berkurangnya lemak yang terserap dalam tubuh
mengakibatkan penurunan berat badan. Senyawa tanin dan
musilago

yang terkandung dalam daun

Jati Belanda dapat

mengendapkan protein yang ada di dalam permukaan usus halus


sehingga dapat mengurangi penyerapan makanan sehingga
proses kegemukan dapat dihambat.
Sediaan daun jati belanda yang tersedia di pasaran berupa
simplisia kering (untuk disedu), kapsul dan tablet, dari sediaan
yang ada sediaan kapsul yang dapat manutupi rasa pahit dari
daun jati belanda. Selain kapsul bentuk sediaan yang bisa
digunakan untuk menutupi rasa adalah sediaan cair, maka dari
itu penulis bermaksud untuk membuat sediaan daun jati belanda
berupa sediaan syrup dengan harapan dapat menghilangkan
rasa pahit dari dauntu tersebut, dan membuat obat herbal dari
sediaan jati belanda bisa lebih terkenal dipasaran.
1.2.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pembuatan ekstrak ini adalah :


1. Bagaimana deskripsi tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) ?
2. Apa saja kandungan kimia yang terdapat dalam daun jati belanda ?
3. Apa saja manfaat daun jati belanda untuk kesehatan?

4. Bagaimana metode dan hasil standarisasi ekstrak?

1.3.

Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dalam pembuaatan laporan ini adalah :


1. Mengetahui deskripsi tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.)
2. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam daun jati
belanda
3. Mengetahui manfaat daun jati belanda untuk kesehatan
4. Mengetahui metode dan hasil standarisasi ekstrak
1.4.

Manfaat
Praktikum ini diharapkan memiliki manfaat untuk menambah

pengetahuan mengenai pembuatan sediaan dari ekstrak daun jati


belanda khususnya bagi mahasiswa sehingga dapat diaplikasikan dan
sediaan yang dibuat dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai obat
herbal.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN BOTANI TANAMAN


2.1.1.Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom
: plantae
7

Subdivisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
2.1.2.Nama Daerah
Melayu
Jawa

:
:
:
:
:
:

angiospermae
dicotiledonae
malvales
sterculiaceae
guazuma
Guazuma ulmifolia Lamk.
(Suharmiati, 2003).

: Jati Belanda
: Jati Londo
(Suharmiati, 2003).

2.1.3.Habitat
Tumbuhan jati belanda tumbuh di daerah beriklim tropis
serta dataran rendah dengan ketinggian 800 mdpl (meter di atas
permukaan laut). Daerah yang banyak terdapat pohon jati
belanda adalah di sumatera dan jawa. Tanaman ini biasanya
dijadikan pohon peneduh atau ditanam di pekarangan. Bahkan di
beberapa tempat tanaman jati belanda ini tumbuh liar begitu saja
(Suharmiati, 2003).
2.1.4.Morfologi
1) Tumbuhan
Tumbuhan berupa semak atau pohon, tinggi 10 m sampai
20 m, percabangan ramping. Bentuk daun bundar telur
sampai lanset, panjang helai daun 4 cm sampai 22,5 cm,
lebar 2 cm sampai 10 cm, pangkal menyerong berbentuk
jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun bagian atas
berambut jarang, permukaan bagian bawah berambut rapat;
panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, mempunyai daun
penumpu berbentuk lanset atau berbentuk paku, panjang 3
mm sampai 6 mm (Depkes RI, 1978).
Perbuangan berupa mayang, panjang 2 cm sampai 4 cm,
berbunga banyak, bentuk bunga agak ramping dan berbau
wangi; panjang gagang bunga lebih kurang 5 mm; kelopak
bunga lebih kurang 3 mm; mahkota bunga berwarna kuning,
panjang 3 mm sampai 4 mm; tajuk terbagi dalam 2 bagian,
berwarna ungu tua kadang kadang kuning tua, panjang 3
mm sampai 4 mm, bagian bawah berbentuk garis, panjang 2
mm sampai 2,5 mm; tabung benang sari berbentuk mangkuk;
bakal buah berambut, panjang buah 2 cm sampai 3,5 cm.
Buah yang telah masak berwarna hitam (Depkes RI, 1978).

2.1.5.Makroskopik
1) Morfologi daun
Daun tunggal, bentuk bundar telur sampai lanset, panjang
helai daun 4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2 cm sampai 10 cm,
pangkal daun berbentuk jantung yang kadang kadang tidak
setangkup, ujung daun meruncing, pinggir daun bergigi,
permukaan daun kasar, warna hijau kecoklatan sampai coklat
muda; tangkai daun panjang 5 mm sampai 25 mm (Depkes RI,
1978).
2) Serbuk
Serbuk daun berbentuk Serbuk daun jati belanda berwarna
hijau tua hingga kecoklatan (Suharmiati, 2003).
3) Simplisia
Daun bundar menjorong sampai lanset, berwarna hijau
kecoklatan sampai cokelat muda, berbau khas lemah; rasa
agak

kelat;

ujung

daun

meruncing,

tepi

daun

bergigi,

permukaan daun kasar, tangkai daun panjangnya 5 25 mm.


Isi simplisia berupa Tanin, lendir dan damar. Penggunaan
simplisia untuk Astringen (Depkes RI, 2008).
4) Ekstrak
Pemerian Ekstrak kental; warna coklat tua; tidak berbau;
rasa agak kelat. Senyawa identitasnya Tilirosida (Depkes RI,
2008).
2.1.6.Mikroskopik
Fragmen pengenal adalah epidermis atas, epidermis bawah
dengan stomata, rambut penutup berbentuk bintang, rambut
penutup pada tulang daun, serabut dengan kristal kalsium oksalat
dan rambut kelenjar dengan kristal kalsium oksalat (Depkes RI,
2008).
Daun jati belanda secara mikroskopis memperlihatkan
bagian bagian yaitu : epidermis terdiri dari 1 lapis sel, berambut
penutup

dan

berambut

kelenjar.

Sel

epidermis

besar,

di

penampang tangensial tampak berbentuk polygonal, kutikula


agak tebal, tidak berstomata, berambut penutup dan berambut
kelenjar. Sel epidermis bawah lebih kecil daripada epidermis atas,
di penampang tangensial tampak dinding samping bergelombang,
stomata tipe anisositik, berbentuk jorong, panjang 20 40 mm
(mikrometer).

Bentuk rambut penutup menyerupai bintang, terdiri dari


beberapa

rambut

bersel

tunggal

yang

berimpit

di

bagian

pangkalnya, dinding tebal tidak berwarna, panjangnya berbeda


beda, dan ruang rambut berwarna coklat. Rambut kelenjar terdiri
dari 2 3 sel tangkai dan 3 sel kepala dengan salah satu sel
kepala lebih besar daripada sel lainnya. Mesofil terdiri dari
jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Di dalam mesofil
terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma. Jaringan
palisade terdiri dari 1 lapis sel. Jaringan bunga karang tersusun
rapat terdiri dari 2 4 lapis sel. Berkas pembuluh tipe kolateral
disertai serabut sklerenkim dan serabut hablur yang berisi hablur
kalsium oksalat berbentuk prisma. Hablur kalsium oksalat yang
terdapat di tulang daun lebih banyak daripada di mesofil. Di
parenkim tulang daun terdapat sel lendir atau saluran lendir
(Suharmiati,
2003).
2.2. TINJAUAN KIMIA
2.2.1.Biosintesis Kuersetin
Biosintesis kuersetin dalam sel tumbuhan dimulai dengan
prekursor

fenilalanin

yang

melibatkan

beberapa

senyawa

aktivator diantaranya satu molekul 4-coumaroyl-CoA dan 3


molekul malonyl-CoA. Kegiatan sintesis akan melibatkan dua
enzim utama yaitu resveratrol synthase (disebut juga sebagai
stilbene synthase, disingkat STS) dan chalcone synthase (CHS).
Berat molekul kedua enzim diprediksi sekitar 42,7 kDa. Kedua
enzim ini diperkirakan merupakan kunci reaksi biosintesis semua
senyawa flavonoid pada tumbuhan dan merupakan homodimerik
dari poliketide synthase spesifik tumbuhan. Keduanya bekerja
melakukan

kondensasi

menggunakan

reaksi

kondensasi

sekuensial dengan malonyl CoA membentuk senyawa antara


tetraketida,

hanya

cincinnya (final

saja

ring-

pada

STS

folding) agak

akhir

pembentukan

berbeda.

Hasil

inti

berupa

tetraketida linear yang selanjutnya tergantung dari aktivitas


kedua enzim diatas; apabila CHS yang muncul dan aktif maka
produk akhir yang terbentuk adalah kuersetin. Namun apabila

10

enzim STS yang lebih aktif maka yang akan terbentuk sebagai
produk akhir adalah reservatrol (Jusuf,2010).
2.3. TINJAUAN FARMAKOLOGI TANAMAN
2.3.1.Empiris
Data empiris menyebutkan bahwa
umumnya

menggunakan

daun

jati

masyarakat

belanda

sebagai

pada
obat

pelangsing dan obat darah tinggi (Dalimartha,2000).


2.3.2.Pengujian pra Klinis
a. Ekstrak daun jati belanda yang diberikan secara oral dengan
konsentrasi 15 % dan 30 % dapat menurunkan kadar kolesterol
total serum kelinci. Pemberian ekstrak daun jati belanda
dengan konsentrasi yang semakin meningkat menyebabkan
penurunan kadar kolesterol total serum kelinci (Monica, 2000).
b. Pemberian lendir daun jati belanda secara oral dengan dosis
350 mg/kg berat badan menunjukkan adanya penghambatan
kenaikan bobot badan tikus dibandingkan dengan pemberian
air suling sebagai kontrol. Efek penghambatan kenaikan bobot
badan yang disebabkan pemberian lendir daun jati belanda
dengan dosis 350 mg/kg berat badan lebih kecil dibandingkan
dengan efek seduhan daun jati belanda dosis 500 mg/kg. Efek
penghambatan kenaikan bobot badan yang ditimbulkan oleh
lendir dan seduhan daun jati belanda tidak berkolerasi dengan
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi (Pramono S,
2002).
c. Daun jati belanda bisa meningkatkan aktivitas in vitro enzim
lipase yang berfungsi menghidrolisis lemak setelah mengalami
emulsifikasi (Joshita D, 2000).
d. Pemakaian daun jati belanda dalam jangka panjang tidak
mempengaruhi fungsi lever atau hati (Jeniwati, 1984).
e. Pemberian infus daun jati belanda dengan konsentrasi 5 %, 10
%, 15 %, dan 20% kepada mencit betina dengan berat badan
21 23 gram, secara signifikan menurunkan berat badan
dibandingkan dengan kontrol (Suharmiati, 2003).
2.3.3.Pengujian Klinis
Ekstrak Daun Jati Belanda menurunkan kadar kolestrol LDL
manusia. Pada hasil penelitian, rerata kadar LDL subjek penelitian
sebelum mengonsumsi ekstrak daun jati belanda adalah 146,79
mg/dL. Setelah mengonsumsi ekstrak daun jati belanda terjadi

11

penurunan menjadi 133,97 mg/dL. Persentase penurunan kadar


kolesterol LDL adalah 8.73%. Rerata penurunan kadar kolesterol
LDL pada laki- laki adalah 13,72 (10,92%). Pada perempuan,
rerata penurunan kadar kolesterol LDL adalah 7,56 (5,56%)
(Nugroho, 2014).
2.4. TINJAUAN FARMAKOGNOSI TANAMAN
2.4.1.Parameter spesifik
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan
kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang
bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis
tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi :
a. Identitas (parameter identitas ekstrak)
b. Organoleptik
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
d. Uji kandungan kimia ekstrak
e. Pola kromatogram
f. Kadar kandungan kimia tertentu
(Depkes RI, 2000).
2.4.2.Parameter non spesifik
Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan
aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi
keamanan konsumen dan stabilitas (Sifuddin, dkk., 2011).
Parameter non spesifik ekstrak, meliputi :
a. Bobot jenis
b. Kadar air
c. Kadar abu
d. Sisa pelarut
e. Cemaran Mikroba
(Dirjen

POM,

2000).
f. Cemaran aflatoksin (Saifudin, dkk., 2011).
g. Cemaran Logam berat (Depkes RI, 2000).
2.5. TINJAUAN METODE
2.5.1.Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut
dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak

atsiri,

alkaloida,

falvonoida

dan

lain-lain.

Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan


mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat
(Ditjen POM,2000).

12

2.5.2.Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman


1) Parameter Spesifik
a. Metode Kromatografi
Fase gerak
: Kloroform P, aseton P, asam formiat P
(10:2:1)
Fase diam
Larutan Uji

: silika gel 60 F254


: 1% dalam etanol P, gunakan larutan uji

KLT
Larutan pembanding
: Kuersetin 0,1% dalam etanol P
Volume Penotolan : totolkan 20 mikro liter larutan uji dan 2
Deteksi

mikroliter larutan pembanding


: aluminium klorida LP
(DepKes RI, 2008).

b. Penetapan Kadar Kandungan Total Senyawa Kimia


1) Kadar kandungan flavonoid
2) Kadar kandungan fenolat
(Depkes RI, 2008).
2) Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Kadar Abu Total
Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram ekstrak yang telah
digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam krus
silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambah air panas,
saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas
dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke
dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.
Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (DepKes RI, 2000).
b. Penetapan kadar Air
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam
pencuci, bilasi dengan air, keringkan dalam lemari pengering.
Ke dalam labu kering dimasukkan simplisia 5 gram. Masukkan
lebih kurang 200mL toluene ke dalam labu, hubungkan alat.
Tuang toluene ke dalam tabung penerima melalui alat
pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluene mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2
tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling kemudian
naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.
Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung

13

penerima pendingin hingga suhu kamar . Setelah air dan


toluene memisah sempurna baca volume air. Hitung kadar air
dalam persen (DepKes RI, 2000).
c. Penetapan Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram
sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang
dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan
menggoyangkan botol,

hingga merupakan

lapisansetebal

lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. jika ekstrak yang diuji


berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk.
Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu 105C hingga bobot tetap.
Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika
ekstrak

sulit

kering

dan

mencair

pada

pemanasan,

ditambahnkan 1 gram Klasti pengering yang telah ditimbang


seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam desikator
pada suhu kamr. Campurkan Klasti

tersebut secara rata

dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali


pada suhu penetapan hingga bobot tetap (DepKes RI, 2000).
d. Sisa pelarut
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
lakukan penetapan dengan cara destilasi. Cara ini sesuai
untuk penetapan sebagian besar ekstrak cair dan tingtura
asalkan kapasitas labu destilasi cukup (umumnya 2 sampai 4
kali cairan yang akan dipanaskan) dan kecepatan destilasi
diatur sedemikian sehingga diperoleh destilat yang jernih.
Destilat yang kerug dapat dijernihkan dengan pengocokkan
menggunakan talk P atau kalsium karbinat P, saring. Setelah
itu suhu filtrate diatur dan kandungan etanol ditetapkan
dengan bobot jenis. Lakukan semua pekerjaan dengan hatihati untuk mengurangi kehilangan etanol oleh penguapan
(DepKes RI, 2000).
e. Residu Pestisida

14

Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etabol berkadar


tinggi dan tidak mengandung senyawa nitrogen non polar
dapat dicoba menggunakan metode kromatografi lapis tipis
atau kromatografi gas secara langsung tanpa pembersihan.
Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia
pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai metode
f.

baku (DepKes RI, 2000).


Parameter Cemaran Logam Berat
Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
cemaran logam yang dengan ion sulfide menghasilkan warna
pada kondisi penetapan, tidak melebihi batas logam berat
yang dipersyaratkan, dinytakan dalam % (bobot) timbal dalam
zat uji, ditetapkan dengan membandingkan secara visual

seperti yang tertera pada pembanding (DepKes RI, 2000).


g. Cemaran Mikroba
Uji Angka Lempeng Total: Ekstrak jati belanda dilarutkan ke
dalam aquadest untuk membuat larutan ekstrak konsentrasi
1%. Disiapkan 3 tabung rekasi atau lebih untuk pengenceran
10-1, 10-2, dan 10-3. Dibuat pengenceran 10-1 dari larutan
ekstrak yang dibuat 1 ml dan penambahan aquades hingga
10 ml.

Selanjutnya dibuat pengenceran 10 -2 dari larutan

ekstrak 10-1 sebanyak 1 ml dan penambahan aquades hingga


10 ml. Terakhir dibuat pengenceran 10-3 dari larutan ekstrak
10-2 sebanyak 1 ml dan penambahan aquades hingga 10 ml.
Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri
dan dibuat duplo. Ke dalam cawan petri dituangkan 15-20 ml
media TSA (suhu 1 oC). Cawan petri segera digoyang dan
diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata.
Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji
control (blanko). PAda satu cawan diisi 1 ml pengencer dan
mediaagar, dan pada cawanyang lain hanya diisi media.
Setelah media memadat, cawandiinkubasi pada suhu 35-37 oC
selama 24-48 jam dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung (Depkes, 2000).
h. Parameter Cemaran Kapang, Khamir, dan Aflatoksin

15

Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9


ml ASA. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh
dipipet 1 ml pengenceran 10 -1 ke dalam tabung ASA pertama
hingga diperoleh pengenceran 10 -2, dan dikocok sampai
homogeny. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10 -4. Dari
masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada
permukaan
suspensi

PDA,

segera digoyang

tersebar

merata

dan

sambal
dibuat

diputar agar
duplo.

Untuk

mengetahui sterilitas media dan pengencer, dilakukan uji


blangko. Ke dalam satu cawan petri dituangkan media dan
pengencer, kemudian dibiarkan memadat. Seluruh cawan
petri diinkubasi pada suhu 20-25oC selama 5-7 hari. Sesudah 5
hari inkubasi, dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh,
pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari. Koloni ragi
dibedakan karena bentuknya bulat kecil-kecil putih hampir
menyerupai bakteri. Lempeng Agar yang diamati adalah
lempeng

dimana

terdapat

40-60

koloni

(Depkes, 2000).

III.

METODE PRAKTIKUM

III.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu,

16

Kapang/Khamir

1. Alumunium Foil
2. Botol Kaca
3. Cawan Penguap
4. Chamber
5. Corong
6. Desikator
7. Evaporator Rotatory
8. Gelas Ukur
9. Gunting
10.Jirigen
11.Kertas Saring
12.Krus
13.Labu Evaporasi
14.Mikroskop
15.Mortar

16.Neraca Analitik
17.Oven
18.Pembakar spirtus
19.Penangas Air
20.Piknometer
21.Pipa Kapiler
22.Pipet Tetes
23.Pipet ukur
24.Plastik Wrap
25.Plat KLT
26.Silika Gel
27.Spatel
28.Spektrofotometer UV-VIS
29.Tabung Reaksi
30.Water Bath

III.2. Bahan
31.Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aquades
Asam Format
Aseton
Benzene
Besi (III) klorida 1%
Ekstrak daun jati belanda
Ekstrak daun jati belanda

8. Etanol 70%
9. Quersetin
10.Serbuk Simplisia daun jati
belanda
11.Simplisia daun jati belanda
12.Toluen

yang telah di evaporasi

17

III.3. Tahapan Praktikum


3.3.1.Penyiapan Simplisia
32.

Simplisia

yang

sudah

kering,

dirajang

atau

dipotong-potong sampai menjadi ukuran yang lebih kecil dengan


menggunakan

gunting

atau

dengan

tangan.

Lalu

hasil

Spesifik

dan

Non-

perajangan ditimbang (Depkes RI, 2000).


3.3.2.Pemeriksaan

Parameter

Kualitas

Spesifik Simplisia
a. Evaluasi Makroskopik Simplisia
1. 0,5 gram Simplisia Guazuma ulmifolia L digunakan untuk uji
makroskopis, meliputi :
a. Bentuk atau rupa simplisia Guazuma ulmifolia L
b. Warna simplisia Guazuma ulmifolia L
c. Bau simplisia Guazuma ulmifolia L
d. Ukuran simplisia Guazuma ulmifolia L
e. Rasa simplisia Guazuma ulmifolia L
33. (Depkes RI, 2000).
2. Hasil yang diperoleh dicatat, kemudian bandingkan dengan
literature (Misalnya Farmakope Herbal Indonesia)
b. Evaluasi Mikroskopik Simplisia
34. Dilakukan dengan melihat anatomi jaringan dari
serbuk simplisia yang ditetesi larutan kloralhidrat di atas objek
glass, lalu ditutup dengan deg glass, kemudian diamati
menggunakan mikroskop (Depkes RI, 2008).
3.3.3.Ekstraksi
a. Maserasi
35.

Proses

pembuatan

ekstrak

diawali

dengan

melakukan perajangan terhadap simplisia Daun jati belanda .


Daun jati belanda diperkecil ukurannya dengan cara dipotong
dengan gunting atau alat bantu lainnya. Setelah itu, dilakukan
sortasi kering dengan cara dipisahkan bagian daun jati belanda
dari bagian tanaman yang tidak dibutuhkan yang masih tertinggal
seperti ranting atau pengotor lainnya.
36.

Setelah

disortasi,

serbuk

simplisia

yang

telah

dirajang dan disortasi kemudian diekstraksi. Ekstraksi dilakukan


dengan

cara

maserasi,

dimana

serbuk

simplisia

kering

dimasukkan ke dalam wadah maserator lalu tambahkan etanol


70% hingga seluruh serbuk simplisia terbasahi, diamkan 10 menit

setelah itu tambahkan etanol 70% sampai simplisia terendam


seutuhnya kemudian maserator ditutup dengan rapat. Pelarut
etanol diganti setiap 24 jam, selama 2 hari sehingga ada 2 kali
penggantian pelarut. Penggantian pelarut dilakukan dengan cara
maserat disaring dan dilakukan remaserasi, yaitu pengulangan
penambahan pelarut.
37.
Maserat hasil penyaringan kemudian dievaporasi.
Evaporasi dilakukan dengan pemanasan maserat dengan Rotary
Evaporator.

Evaporasi

dilakukan

dengan

cara

menguapkan

pelarut yang terdapat dalam maserat dan dilakukan hingga


didapatkan ekstrak kental ( 100 menit). Proses evaporasi
menghasilkan ekstrak berupa ekstrak cair. Ekstak hasil dari
evaporasi kemudian dipindahkan ke cawan dan dikeringkan
menggunakan waterbath, dilakukan hingga berat ekstak konstan.
b. Evaporasi
38.

Sampel atau ekstrak cair yang ingin diuapkan

dimasukan kedalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian


dari volume labu alas bulat yang digunakan. kemudian waterbath
di panaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah
suhu tercapai, labu alas bulat yang telah terisi sample atau
ekstrak cair di pasang dengan kuat pada ujung rotor yang
menghubungkan dengan kodensor. Untuk memudahkan dalam
memasang

labu,

maka

dioleskan

vaselin

pada

bagian

penghubung kedua benda, digunakan juga klip untuk memperkuat


sambungan aliran air pendingin dan pompa vakum di jalankan,
kemudian tombol rotor diputar dengan kecepatan tertentu (5-8
putaran).
39.
ekstrak

Proses penguapan ini dilakukan hingga memperoleh


yang

ditandai

dengen

terbentuknya

gelembung-

gelembung udara yang pecah pada permukaan ekstrak atau jika


sudah tidak ada lagi pelarut yang menetes pada alas bulat
penampung.
40.

Setelah

proses

penguapan

selesai,

Rotary

Evaporator di hentikan dengan cara terlebih dahulu dilakukan

pemutaran tombol rotor ke arah nol (menghentikan putaran rotor)


dan temperatur pada watherbath di nol kan. Pompa vakum di nol
kan, kemudian pompa labu alas bulat di keluarkan setelah
sebelumnya kran mengetur tekanan pada ujung kondensor di
buka (Depkes RI, 2000).
3.3.4.Pemeriksaan

Parameter

Kualitas

Spesifik

dan

Non-

Spesifik Ekstrak
a. Susut Pengeringan Ekstrak
41.
Simplisia ditimbang secara seksama sebanyak 1
gram sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang
dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang,
simplisia

diratakan

dalam

botol

timbang,

dengan

menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisansetebal lebih


kurang 5 mm sampai 10 mm, lalu dimasukkan kedalam oven
105oC hingga bobot tetap dengan keadaan tutup terbuka. Dalam
keadaan tertutup, botol didinginkan dalam desikator hingga
suhu ruang sebelum ditimbang.

( Co+m )Ct
x 100
m

42.

Susut Pengeringan =

43.

Ket :

44.

Co

= Bobot botol kosong

45.

Ct

= Bobot botol + ekstrak

46.

= bobot ekstrak

b. Standarisasi Mutu Ekstrak


1. Kadar Sari Larut Air
47. Simplisia sebanyak 5 gram ditimbang. Kemudian,
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, kemudian dilarutkan
dalam 100 mL air jenuh kloroform. Lalu dikocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, dan dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring. Filtrat yang didapat, diambil 20 mL lalu
diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah
dipanaskan terlebih dahulu pada 105 oC dan ditara. Kemudian
residu yang didapat, dipanaskan pada 105 oC hingga bobot

tetap. Kadar sari larut air ditetapkan dengan rumus sebagai


berikut :

( Ct Co ) x
48.

Kadar Sari Larut Air =

100
20

x 100

49.

Ket :

50.

Co

= Bobot cawan kosong

51.

Ct

= Bobot cawan + simplisia

52.

= Bobot simplisiaKadar Sari Larut Etanol


53.

(DepKes RI, 2000).

2. Kadar Sari Larut Etanol


54. Simplisia sebanyak 5 gram ditimbang. Kemudian,
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, kemudian dilarutkan
dalam 100 mL etanol 95%. Lalu dikocok berkali-kali selama 6
jam pertama, dan dibiarkan selama 18 jam. Kemudian
disaring. Filtrat yang didapat, diambil 20 mL lalu diuapkan
hingga kering dalam cawan penguap yang telah dipanaskan
terlebih dahulu pada 105 oC dan ditara. Kemudian residu yang
didapat, dipanaskan pada 105 oC hingga bobot tetap. Kadar
sari larut etanol ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :

( CtCo ) x
55. Kadar sarilarut etanol=
56.
57.
58.
59.

Ket :
Co = Bobot cawan kosong
Ct = Bobot cawan + simplisia
m = Bobot simplisia
60.

100
20

x 100

(DepKes RI, 2000).

3. Kromatografi Lapis Tipis


1) Beberapa fase gerak KLT disiapkan yaitu :
Toluen 7 ml
Aseton 3 ml
Asam format 1 ml
2) Seluruh fase gerak dicampur dalam suatu gelas kaca
3) Gelas kaca ditutup dengan plastic wrap dan penutup kaca
4) Plat KLT disiapkan dengan mengukur dan menggaris plat
KLT 1 cm dari bagian bawah dan 1 cm dari bagian atas

5) Plat KLT ditotolkan sampel ekstrak dengan menggunakan


pipa kapiler pada salah satu bagian yg telah digarisi tepat
di bagian tengahnya
6) Plat KLT dimasukkan ke dalam gelas kaca pada saat pelarut
di dalamnya sudah dalam keadaan jenuh dengan ditandai
adanya embun dan sediki tonjolan pada bagian permukaan
Klastic wrap
7) Plat KLT diletakkan dalam posisi miring agar rendaman
pelarut tidak melewati batas yang telah digarisi dan ditutup
8) Plat KLT ditunggu hingga mencapai batas garisan bagian
atas yang telah digarisi
9) Plat KLT yang telah mencapai tanda batas kemudian
disemprot dengan H2SO4 dan dipanaskan di atas penangas
air hingga terjadi perubahan warna serta didinginkan
10) Plat KLT diukur pada alat spektrofotometri
11) Kemudian dihitung nilai Rf
61. (Depkes RI, 2008).
4. Kadar Abu
62. 2 gram simplisia ditimbang dengan seksama ke dalam
kurs yang telah ditara. Suhu dinaikan secara bertahap hingga
600 25oC sampai bebas karbon. Dinginkan dalam desikator
serta timbang berat abu. Dihitung kadar abu dalam persen
terhadap berat sampel awal, ditetapkan dengan rumus
sebagai berikut :
63.

Kadar AbuTotal=
64.

Ket :

65.

Co

66.

Ct

67.

( CtCo )
x 100
m

= Bobot krus kosong


= Bobot krus + simplisia
= Bobot ekstrak Kadar Abu Tidak Larut Asam
68.

(DepKes RI, 2000).

5. Kadar Abu Tidak Larut Asam


69.
Abu hasil penetapan kadar abu total dididihkan
dengan 25 mL HCl encer selama 5 menit. Kumplkan bagian
yang tidak larut dalam asam. Lalu saring menggunakan kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, saring dan timbang

kembali. Dihitung kadar abu yang tidak larut asam dalam


persen terhadap berat sampel, ditetapkan dengan rumus
sebagai berikut :
70. Kadar AbuTidak Larut Asam=

( CtCo )
x 100
m

71.
72.
73.
74.
75.

Ket :
Co
Ct
M

= Bobot krus kosong


= Bobot krus + kertas saring bebas abu
= Bobot simplisia
76.

(DepKes RI, 2000).

3.3.5.Pembuatan dan Evaluasi Produk Jadi Suspensi Ekstra


Daun Jati Belanda
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.


Bogor : Trobus Agriwidya.

103.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope


Herbal Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

104.

Ditjen POM.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman 3-5, 10-11.

105.

Jeniwati. 1984. The Influences of Tradisional slimming remedy


and Guazuma ulmifolia leaves on the liver of white Wistar rats.
Review of research on medical plant. Center for Pharmaceutical
Research & Development, Ministry of Health. Jakarta : Ministry of
health of Republic of Indonesia.

106.

Joshita D, Azizahwati, Wahyuditomo. 2000. Pengaruh daun jati


belanda terhadap kerja enzim lipase secara in vitro. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 6 (No.2). Halaman 16 22.

107.

Jusuf, Eddy.2010.Kandungan Kuersetin dan Pola Proteomik


Varietas Jambu Batu (Psidium guajava.L) Tumbuhan Liar di
Kawasan Cibinong, Bogor.Berita Biologi, Vol 1 (3) halaman 401415.

108.

Anda mungkin juga menyukai