Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

NUTRISI KLINIK VETERINER

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN

Nama : Christyanti R. Gedi


NIM : 125130107111047
Kelas :D

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan agar dapat menjadi peternak sukses sehingga
kelangsungan usaha ternak tersebut dapat berjalan. Ketiga hal tersebut yaitu breeding
(bibit/bakalan), feeding (pakan), dan management (manajemen), yang saling terkait satu sama
lain dan saling melengkapi.Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam usaha
peternakan, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi yaitu sekitar 75%nya.

Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan, sedangkan pengertian
pangan (food) digunakan untuk manusia. Berkaitan dengan pakan, maka dihadapkan pada
masalah-masalah: kuantitatif, kualitatif, kontinuitas, dan keseimbangan zat pakan yang
terkandung di dalamnya. Bahan pakan (bahan makanan ternak) adalah segala sesuatu yang
dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun organik) yang sebagian
atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan makanan
sekurang-kurangnya mempunyai 3 fungsi/peran, yaitu: a) peran sosial, b) peran psikologis,
dan c) peran fisiologis. Zat pakan (zat makanan) adalah bagian dari bahan pakan yang dapat
dicerna, dapat diserap dan bermanfaat bagi tubuh (ada 6 macam zat pakan: air, mineral,
karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin). Ransum adalah campuran 2 atau lebih bahan pakan
yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam.
BAB II

PEMBAHASAN

Manajemen pakan

Manajemen Pemberian Pakan Pada Sapi

Jumlah pemberian

Pemberian pakan pada sapi potong dapat dilakukan secara ad libitum dan restricted (dibatasi).
Pemberian secara ad libitum sering kali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan
banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan
sebagainya yang akan membahayakan ternak bila termakan (Santosa, 2002).

Tingkat konsumsi ternak ruminansia umumnya didasarkan pada konsumsi bahan kering
pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat, persentase konsumsi bahan kering
memiliki grafik meningkat sejalan dengan pertambahan berat badan sampai tingkat
tertentu,kemudian mengalami penurunan. Ratarata kemampuan konsumsi bahan kering bagi
ruminansia adalah 2 3% dari berat badan (Mc.Cullough, 1973). Atau 2,5 – 3,2 % menurut
(Sugeng, 2002).

Imbangan Hijauan dan Konsentrat

Ransum ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian
ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya nutrien dan
biayanya relatif murah. Namun bisa juga ransum terdiri dari hijauan ataupun konsentrat saja.
Apabila ransum terdiri dari hijauan saja maka biayanya relatif murah dan lebih ekonomis,
tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai, sedangkan pemberian ransum hanya terdiri dari
konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya produksi yang tinggi, tetapi biaya
ransumnya relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi gangguan pencernaan (Siregar, 1996).

Pakan ternak untuk penggemukan sapi merupakan faktor yang penting untuk

meningkatkan produksinya. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung


protein,karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah unsur utama dalam
pemeliharaan organ tubuh dan pertumbuhan, sedangkan karbohidrat berguna sebagai sumber
energi yang akan digunakan untuk proses metabolisme (Darmono, 1993)

Pada usaha penggemukan sapi, pemberiaan pakan konsentrat lebih banyak daripada hijauan,
hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertambahan berat badan yang cepat. Perbandingan
jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum penggemukan sapi atas dasar bahan kering
adalah 70 % dan 30 %( Anonimus 2001).

Frekuensi Pemberian
Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari semalam. Pemberian
konsentrat dua kali dalam sehari semalam dapat dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00
dan sekitar pukul 15.00. Lain lagi dengan pemberian yang dilakukan tiga kali dalam sehari
semalam pada saat pukul 08.00, sekitar pukul 12.00, dan sekitar pukul 16.00. Sedangkan
pemberiaan hijauan dilakukan sekitar 2 jam setelah pemberian konsentrat. Pemberian hijauan
ini dilakukan secara bertahap dan minimal 4 kali dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian
hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi itu untuk
mengonsumsi ransum dan juga meningkatkan kencernaan bahan kering hijauan (Siregar,
2003).

Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih
tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian
konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam
sehari semalam. Hijauan diberikan sekitar dua jam setelah pemberian konsentrat pada pagi
hari dan dilakukan secara bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam (Siregar,2003).

Sistem pemberian

Dalam pemberian konsentrat sebaiknya dalam bentuk kering (tidak dicampur air),namun
pemberian bentuk basah juga bisa dilakukan. Yang perlu diperhatikan bila pemberian bentuk
basah adalah konsentrat tersebut harus habis dalam sekali pemberian sehingga tidak terbuang.
Perubahan jenis pakan, yang secara mendadak dapat berakibat ternak stress, sehingga tidak
mau makan. Oleh karena itu cara pemberiannya dilakukan sedikit demi sedikit agar ternak
beradaptasi dahulu, selanjutnya pemberian ditambah sampai jumlah pakan yang sesuai
kebutuhannya, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum (Anonimus, 2001).

Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih
tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian
konsentrat dengan hijauan. Hijauan diberikan sekitar dua jam setelah pemberian konsentrat
pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam.
Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan
sapi untuk mengkonsumsi ransum dan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu
sendiri(Cullough, 1973).

Manajemen Pemberian Pakan Pada Kelinci

Imbangan hijauan dan konsentrat

Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan
konsentrat. Pada peternakan kelinci intensif hijauan diberikan 60–80%, sisanya konsentrat.
Ada juga yang memberikan 60% kosentrat dan sisanya hijauan (SARWONO, 2002). Pakan
komersial bentuk pellet yang merupakan campuran hijauan dan kosentrat pada peternakan
intensif dibuat dengan imbangan 50–60% hijauan, 50–40% konsentrat (ENSMINGER, 1991).
Dalam kaitannya dengan pemberian kosentrat, RAHARDJO et al. (2004) melaporkan hasil
penelitiannya pada ternak kelinci Rex yang diberi rumput lapang ad libitum (100%) dan
rumput lapang ad libitum ditambah konsentrat, hasil penelitian menunjukkan bahwa
performans produksi terbaik ditunjukkan oleh pemberian rumput lapang ad libitum + 60 g
kosentrat dengan pertambahan bobot badan sebesar 1191 g/ekor, selama 12 minggu
sedangkan pada ternak kelinci yang diberikan rumput lapang ad libitum tanpa konsentrat,
pertambahan bobot badannya hanya sebesar 610 g/ekor dalam waktu yang sama. Bentuk
pakan yang diberikan pada kelinci bergantung pada tujuan dan sistem pemeliharaan. Pada
beberapa peternakan intensif memformulasikan hijauan dan konsentrat dalam bentuk “pellet”
sehingga komposisi bahan keringnya lebih akurat dan peternak tidak perlu lagi memberikan
hijuan dalam bentuk segar atau tambahan pakan lain. Namun kendalanya bagi peternak kecil
biaya proses pembuatan pellet ini cukup mahal. Untuk kondisi peternak kecil di pedesaan
pemberian pakan dengan mengutamakan pemberian beragam jenis hijauan dan limbah
sebagai tambahan seperti dedak, ampas tahu, onggok dan limbah pertanian lainnya adalah
alternatif yang paling memungkinkan dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak kelinci
secara efisien.

Pemberian hijauan

Sebelum diberikan pada ternak hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara
membiarkan/diangin-anginkan pada ruangan sekitar kandang. Zat toksik pada beberapa
hijauan seperti adanya HCN pada daun singkong dapat membahayakan kesehatan ternak.
Melalui proses pelayuan zat toksik yang terkandung pada hijauan dapat dikurangi. Selain itu
pelayuan dapat menurunkan kadar air hijauan yang sangat basah, dimana hijauan yang basah
dapat mengakibatkan kembung (bloat) dan mencret (enteritis) pada kelinci (BELANGER,
1977).

Diantara jenis hijauan ada yang sangat bergetah bahkan ada struktur hijauan yang dapat
menyebabkan gatal-gatal dan merusak mulut kelinci (SITORUS et al., 1982). Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pencacahan. Pencacahan dilakukan dengan
memotong-motong hijauan sepanjang 2−3 cm dengan cara manual atau mekanis. Melalui
proses pencacahan tekstur hijauan yang kasar dan getah hijauan dapat dikurangi.

Pemberian konsentrat

Konsentrat yang akan diberikan dipilih dari bahan yang disukai, mudah didapat dan tersedia
secara kontinu. Konsentrat harus bersih, tidak rusak, tidak berjamur. Konsentrat diberikan
pada tempat pakan yang mudah dijangkau oleh kelinci. Tempat pakan harus selalu dijaga
kebersihannya, sisa pakan yang sudah berjamur segera dibuang. Kecuali bentuk pellet atau
crumble, konsentrat bentuk all mash (tepung) sebaiknya dicampur dengan air panas atau
diseduh kemudian dikepal-kepal, selain bermanfaat untuk membunuh organisme penyebab
penyakit yang mungkin ada, juga dapat mengaktifkan enzym inhibitor yang dapat
mengurangi kualitas dari konsentrat tersebut (KRATZER dan PAYNE, 1977 dalam
SITORUS et al., 1982). Sebaliknya pemberian konsentrat kering menyebabkan kelinci sering
berbangkis dan menyebabkan intake makanan rendah. Kelinci yang mendapat pakan dari
gandum yang telah dikukus menunjukkan pertumbuhan lebih cepat (LEBAS, 1976 dalam
LANG, 1981).

Pemberian air minum


Air sangat diperlukan untuk melancarkan makanan dalam saluran pencernaan, terlebih lagi
terkait dengan produksi susu bagi induk yang sedang menyusui (SANFORD, 1979). Air
minum diberikan secara adlibitum. Pemberian dapat dilakukan dengan menyediakan tempat
minum pada masing-masing kandang. Pada beberapa peternakan intesif air minum diberikan
dengan sistem nipple yang diinstalasikan pada masing-masing kandang. Untuk kondisi
pedesaan tempat minum dapat dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat misalnya
dari bahan plastik yang dilapisi semen sebagai pemberat agar tidak mudah tumpah.

Waktu pemberian pakan

Walaupun pakan kelinci diberikan secara tak terbatas (ad libitum), namun pemberian secara
berangsur angsur dengan pengaturan waktu yang tepat akan lebih mengefisienkan dan
mengefektifkan jumlah pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari.
Konsentrat diberikan pada pagi hari sekitar pkl 10:00 setelah pembersihan kandang dan 1/3
bagian hijauan diberikan pada siang hari sekitar pkl 13:00 dan 2/3 bagian hijauan diberikan
pada sore hari sekitar pkl 18:00. Mengingat kelinci termasuk binatang malam (noctural),
dimana aktivitasnya lebih banyak dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume pakan
terbanyak pada sore hari sampai malam hari. HARSOJO (1988) melaporkan kelinci yang
diberi pakan dari pkl 18:00–06:00 bobot badannya lebih tinggi dibanding kelinci yang diberi
pakan dari pkl. 06:00–18:00.

Manajemen Pemberian Pakan pada kambing

Pemberian Pakan Hijauan

Menurut Pamungkas dkk (2005) jumlah kebutuhan hijauan pakan sebanyak 10-20% dari
bobot tubuh adalah sebagai berikut :

Anak sapih diberikan sebanyak 2-3 kg/ekor/hari

Pejantan Muda diberikan 4-5 kg/ekor/hari

Pejantan diberikan 5-6 kg/ekor/hari

Pakan hijauan umumnya lebih murah dibandingkan bahan pakan lain, sehingga maksimalkan
pemberian dan konsumsi hijauan pakan. Pastikan alokasi hijauan telah mencukupi (harus
terdapat sisa). Seekor kambing dewasa membutuhkan kira-kira 6 kg hijauan segar sehari yang
diberikan 2 kali, yaitu pagi dan sore. Tetapi kambing lebih suka mencari dan memilih
pakannya sendiri di alam terbuka (browser) (Sosroamidjojo, 1985).

Pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak yaitu 3 – 4% bahan kering dari
bobot hidup (Sianipar, dkk, 2006). Hijauan merupakan bahan pakan berserat kasar yang dapat
berasal dari rumput dan dedaunan. Kebutuhan hijauan untuk kambing sekitar 70 % dari total
pakan (Setiawan dan Arsa, 2005). Pemberian pakan hijauan diberikan 10% dari bobot badan
(Sugeng, 1992).
Sosroamidjojo (1985) menyatakan cara memilih hijauan pakan adalah :

Pilih tanaman berumur relatif muda sekitar 35-42 hari

Imbangan daun/batang setinggi mungkin

Utamakan bagian daun dibandingkan batang

Gunakan lebih dari satu jenis; 2-3 jenis hijauan yang disukai ternak

Tanaman legum sangat baik sebagai sumber protein yang murah

Cara Pengolahan Hijauan Potongan:

Jenis tanaman pakan yang berbatang besar (rumput gajah, rumput raja, Panicum sp,)
sebaiknya dicacah menjadi potongan 10-20 cm

Untuk tanaman pakan berbatang kecil (Brachiaria ruziziensis, Paspalum guenoarum,


Paspalum ateratum dan Brachiaria humidicola) tidak perlu dicacah dan dapat langsung
diberikan

Waktu pemotongan yang ideal ada pada sore hari

Frekuensi Pemberian Pakan Hijauan:

Efisiensi penggunaan pakan meningkat mengikuti taraf konsumsi (efisiensi meningkat bila
konsumsi meningkat)

Upayakan konsumsi pakan maksimal

Konsumsi pakan meningkat bila frekuensi pemberian pakan meningkat

Frekuensi pemberian hijauan yang ideal adalah 3 x dalam sehari,

Berikan sore hari dalam jumlah terbanyak, pagi hari dalam jumlah sedang dan siang hari
dalam jumlah sedikit

Namun, dapat diberikan 2x dalam sehari bila membebankan biaya untuk tenaga kerja.

Hindari pemberian 1 x dalam sehari

Jenis hijauan pakan yang ideal untuk cara potong-angkut umumnya memiliki sifat tumbuh
tegak dan memiliki ukuran batang dan daun yang relative besar atau lebar. Rumput raja atau
rumput gajah termasuk kedalam kategori tersebut. Untuk jenis tanaman pakan seperti ini,
maka sebaiknya dilakukan upaya pengolahan sebelum diberikan kepada kambing agar
pemanfaatnnya menjadi optimal Namun demikian, terdapat pula jenis hijauan pakan yang
sesuai untuk potong angkut namun tidak membutuhkan proses pengolahan/pencacahan
sebelum digunakan sebagai pakan kambing, seperti Paspalum guenoarum, Paspalum
ateratum,.Brachiaria ruziziensis dan Brachiaria humidicola .

Kambing akan memperoleh semua gizi yang dibutuhkan dari hijauan bila pakan berupa
campuran daun-daunan dan rumput-rumputan dicampur dengan perbandingan 1 : 1. Dengan
komposisi demikian, zat gizi yang terdapat pada masing-masing jenis hijauan yang diberikan
tersebut akan saling melengkapi dan menjamin ketersediaan gizi yang lebih baik sehingga
pencernaan tidak terganggu (Mulyono dan Sarwono, 2008).

Dari kelompok leguminosa jenis Stylosanthes guianensis yang termasuk kedalam legum
merambat sangat disukai ternak kambing dan memiliki kualitas nutrisi yang baik, karena
kandungan proteinnya tinggi dan mudah dicerna. Tanaman pakan tersebut diatas dapat
dikembangkan diareal kebun rumput dan digunakan dengan cara potong-angkut (cut and
carry system), atau ditanam diareal pengembalaan (grazing system), atau kombinasi
keduanya. Dari jenis leguminosa pohon beberapa yang cocok untuk ternak kambing antara
lain Gliricidia sepium (sengon), Leucaeca leucochepala (lamtoro), Calliandra callothyrsus
(Kaliandra) dan Indigofera sp. Jenis legumoinosa pohon biasanya tidak digunakan sebagai
pakan dasar, namun lebih sering sebagai pakan suplemen untuk memnuhi kebutuhan protein.
Jenis leguminosa pohon sangat baik sebagai sumber pakan pada musim kering saat mana
ketersediaan jenis rumput dapat menurun dengan tajam (Mulyono dan Sarwono, 2008).
Biasanya ternak kambing membutuhkan waktu adaptasi selama 1-2 minggu untuk dapat
mengkonsumsi leguminosa pohon dalam jumlah normal, kecuali jenis lamtoro. Apabila
produksi leguminosa pohon cukup besar, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pakan,
maka hijauan ini dapat digunakan sebagai pakan dasar (Sutama dan Budiarsana, 2009).

Pemberian Pakan Konsentrat

Hartadi et al, (1980) menyatakan konsentrat adalah bahan pakan atau ramuan dari beberapa
bahan pakan yang mengandung zat gizi (protein, vitamin, mineral) dan energi dalam
konsentrasi tinggi dan seimbang per satuan berat atau volume. Pemberian pakan konsentrat
pada kambing sangat membantu dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini dikarenakan
penggunaan pakan dasar saja sering tidak mampu mencapai tingkat produktifitas yang tinggi
akibat tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai kemampaun genetik ternak. Oleh
karena konsentrasi nutrisinya tinggi maka harga per satuan berat juga relatif tinggi,sehingga
jumlah pemberiannya juga perlu dibatasi untuk mencapai optima biologis maupun optima
ekonomik. Pada kambing pemberian konsentrat biasanya berkisar antara 200-300 g per ekor
per hari atau sebanyak 0,5-1,5% dari bobot tubuh. Jumlah ini sebenarnya tergantung kepada:
1) kualitas serta ketersediaan pakan dasar (hijauan), 2) tingkat produktivitas ternak yang
diinginkan, dan 3) harga pakan konsentrat. Jika kualitas nutrisi pakan dasar (hijauan) baik,
dan tersedia dalam jumlah cukup, maka penggunaan pakan konsentrat dapat disesuaikan
menurut kebutuhan.
Pembuatan pakan konsentrat diformulasi sebagai berikut: bekatul 35 %, pollard 20%, bungkil
kedelai 13%, empok jagung 8%, onggok 20%, mineral dan garam dapur 4% (Ali, dkk, 2012).
Menurut Siregar (1990) standar nutrien dalam konsentrat untuk penggemukan kambing
protein minimal 16% dan serat kasar kurang 18%. Strategi pemberian konsentrat dengan
dicomborkan sebelumnya pakan konsentrat dimasukkan sejumlah air panas membentuk
comboran cair, diaduk merata, menunggu dingin baru diberikan pada ternak. Dengan
demikian akan meningkatkan efisiensi pakan karena nutrien konsentrat menjadi bypass.

Kandungan protein kasar dalam pakan konsentrat untuk ternak kambing dapat dirancang pada
kisaran 16-18%, sedangkan kandungan energi dicerna antara 2700-2800 kkal/kg bahan kering
pakan. Untuk menyusun formula pakan konsentrat dengan spesifikasi protein dan energy
tersebut diatas beberapa bahan pakan sumber protein dan energi harus digunakan secara
bersamaan. Bahan utama sumber protein yang mudah diperoleh adalah bungkil kacang kedele
dan tepung ikan. Namun, karena harga kedua bahan sumber protein ini tergolong tinggi,
maka jarang digunakan untuk ternak kambing ataupun kalau digunakan hanya dalam jumlah
yang relatif kecil (1-2%) (Murtidjo, 1993).

Bahan sumber protein yang cukup bagus dengan harga relatif lebih murah adalah bungkil
kelapa dan bungkil inti sawit. Kedua bahan ini juga merupakan sumber enersi dan mineral
yang baik untuk ternak kambing. Bahan baku lain sebagai sumber energi yang tersedia secara
lokal adalah dedak halus/dedak kasar, tepung gaplek dan tepung jagung. Pakan
suplemen/konsentrat yang ideal adalah pakan tambahan yang berasosiasi secara positif
dengan pakan dasar; artinya bahwa pemberian suplemen mengakibatkan peningkatan
konsumsi pakan dasar. Secara ekonomis hubungan asosiasi positif ini penting, karena pakan
dasar selalu lebih murah dibandingkan dengan pakan konsentrat per satuan berat. Namun,
tidak jarang terjadi bahwa pakan suplemen berasosiasi secara negative dengan pakan dasar
yaitu pemberian suplemen menurunkan konsumsi pakan dasar. Oleh karena pakan dasar
umumnya lebih murah dibandingkan dengan suplemen, maka faktor biaya menjadi penting
dalam meramu suatu formula suplemen, dan hubungan asosaitif-negatif antara suplemen
dengan pakan dasar akan mengurangi tingkat efisiensi ekonmis pakan. Oleh karena itu,
pemilihan bahan baku dalam penyusunan suplemen menjadi penting. Pemberian pakan
tambahan atau konsentrat dapat meningkatkan bobot tubuh kambing secara nyata yaitu
berkisar anatara 70-110 g/h (tergantung rumpun, jenis kelamin dan umur kambing),
dibandingkan dengan tanpa pakan tambahan yang hanya menghasilakn pertambahan bobot
tubuh sekitar 35-40 g/h (Haryanto dan Djajanegara, 1993).

Chuzaemi dan Hartutik (1988), menyatakan walaupun pemberian konsentrat akan


meningkatkan laju pertumbuhan kambing, namun dalam merancang sistem pakan dalam
usaha produksi peningkatkan laju pertumbuhan harus mampu mengkompensasi peningkatan
biaya pakan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pakan perlu selalu mempertimbangkan
keselarasan antara optima biologis dan optima ekonomis. Dalam kaitan ini arti efisiensi
penggunaan pakan menjadi sangat penting. Untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan
pakan konsentrat, maka dapat dikembangkan program pemberian konsentrat secara strategis
yaitu sistem pengalokasian pakan konsentrat yang berprinsip kepada kebutuhan nutrisi
kambing selama periode kristis (puncak produksi) saat mana kebutuhan nutrisi berada pada
tingkat paling tinggi. Periode kritis ini adalah menjelang melahirkan, awal masa laktasi, dan
awal pasca sapih. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi jumlah pemberian konsentrat, dan
dengan sendirinya biaya pakan, tanpa mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas ternak
kambing.

Pemberian Air Minum

Air merupakan unsur sangat penting dan tak tergantikan yang sangat dibutuhkan oleh ternak
kambing untuk hidup dan berproduksi. Sebagian besar (70%) tubuh ternak merupakan unsur
air. Oleh karena peran air sangat penting untuk kehidupan dan tidak tergantikan oleh unsur
lain, maka kekurangan air dapat berakibat fatal. Misalnya, apabila ternak kehilangan air
sebanyak 20% dari cairan tubuh akan menyebabkan kematian. Kekurangan air dalam volume
yang lebih sedikit akan menggangu proses metabolism nutrisi, sehingga menurunkan
produktivitas, terutama pada induk yang sedang menyususi (laktasi). Kebutuhan akan air
semakin meningkat pada induk yang sedang menyesusi (laktasi). Dalam fase laktasi tersebut
air diperlukan untuk memproduksi susu yang mengandung 80-90 % air. Kekurangan air akan
menyebabkan turunnya produksi susu yang selanjutnya akan mengganggu pertumbuhan anak
(Sutama dan Budiarsana, 2009).

Mulyono dan Sarwono (2008) menyatakan kebutuhan air sesuai dengan periode umur ternak
yaitu ternak muda membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan ternak dewasa.
Sesuaikan jumlah pemberian air minum dengan status umur ternak

Kebutuhan induk laktasi (menyusui) akan air meningkat tajam. Ternak kambing seperti
halnya jenis ternak lain mendapatkan air untuk kebutuhan hidupnya dari bahan pakan yang
dikonsumsi. Namun, umumnya jumlah air yang diperoleh dari pakan tidak mencukupi
kebutuhan metabolismanya. Oleh karena itu, air minum harus disediakan agar dapat
dikonsumsi setiap saat. Pemberian air minum semakin penting, apabila kepada ternak
diberikan pakan komplit yang umumnya kering. Pentingnya penyediaan air minum juga perlu
diperhatikan pada ternak kambing yang digembalakan. Oleh karena itu, air minum harus
selalu tersedia didalam kandang setiao saat.

Konsumsi air yang tinggi akan memacu laju pelepasan pakan didalam saluran pencernaan,
disamping akan mengakibatkan pula semakin rendahnya konsentrasi mikrobia per unit
volume cairan rumen. Kedua hal ini dapat memacu penurunan tingkat kecernaan pakan.
Terdapat hubungan negatif antara konsumsi air dengan kecernaan pakan berserat tinggi, baik
pada kambing dengan habitat kering (kambing Bedouin) maupun pada kambing dari daerah
beriklim sedang (kambing Mamber). Konsumsi air pada kambing lebih rendah dibandingkan
dengan domba. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu penyebab lebih tingginya tingkat
koefisien cerna pakan pakan pada kambing. Peranan penting reticulorumen sebagai organ
penampung air merupakan cara adaptasi oleh kambing didaerah beriklim kering. Pastikan air
minum tersedia setiap saat dalam jumlah cukup untuk induk yang sedang menyusui
anak. Kebutuhan asupan (konsumsi) air berkisar antara 1,5 – 2,5 liter/ekor/hari. Kebutuhan
air meningkat pada pemberian pakan yang kering, misalnya pakan komplit. Ternak akan
mengkonsumsi air setiap saat beberapa kali dalam sehari. Pastikan air minum tersedia setiap
waktu. Ternak tidak akan mengkonsumsi air minum yang telah tercemar kotoran (feses atau
urin). Sediakan selalu air yang bersih, ganti air yang telah terkontaminasi feses atau urin (air
seni).

Manajemen Pemberian Pakan pada kuda

Jenis Pakan

Pakan kuda di bagi menjadi 2 kategori yaitu serat atau bahan kasar dan konsentrat (Goncalves
2002 et al. dan Kacker 1996 ). Sumber serat utama bagi kuda adalah rumput. Biasanya
rumput di berikan dalam bentuk kering (hay), sehingga kadar airnya rendah. Rumput kering
yang biasa diberikan pada kuda adalah Timothy, Bromedan rumput Orchade (Syefrizal,
2008).

Serat merupakan bagian penting dalam susunan pakan kuda karena kesehatan saluran cerna
sangat di pengaruhi oleh keberadaan serat dalam pakan. Serat mengandung bahan kasar dan
membantu dalam proses transportasi dan pemecahan bahan konsentrat sehingga serat
merupakan sumber penting dalam nutrisi. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis
sumber serat yang di gunakan sebagai pakan kuda, antara lain rumput panicum muticum dan
braccaria mutica (Soehardjono, 1990).

Konsentrat adalah pakan yang mengandung unsur protein, karbohidrat, lemak dan mineral
yang dapat di berikan dalam jumlah sedikit. Contoh konsentrat ynag di gunakan sebagai
pakan kuda di Indonesia antara lain adalah, bungkil kedelai, kacang hijau, gabah dan dedak.
Pemberian kedua jenis pakan ini haruslah seimbang dan sangat tergantung pada berbagai
faktor, seperti usia kuda, jenis pekerjaan dan berbagai kondisi lain. Jumlah pakan dan waktu
pakan kuda yang berubah tiba-tiba, dapat menyebabkan perubahan motilitas usus pencernaan
kuda dan perubahan aliran darah. Hal tersebut sangat berbahaya bagi kuda karena dapat
menyebabkan terjadinya kolik (Hamer 1993 dan soehardjono 1990).

Hijauan

Kandungan gizi pakan ternak sangat sangat tergantung pada bahan hijauan yang diberikan.
Hijauan yang diberikan berupa rumput alam dan rumput lapangan, rumput tanam (rumput
unggul), hijauan kacang-kacangan (kaliandra, lamtoro, gamal, turi, dll), dan hijauan limbah
pertanian (batang ubi jalar, jerami padi, jerami kacang-kacangan, dll). Kandungan protein
hijauan kacang-kacangan sebesar 21%, rumput lapangan dan rumput unggul sebesar 10,20%
(Rukmana, 2005), sedangkan hijauan limbah pertanian (jerami padi) kandungan proteinnya
sebesar 3,6% (Komar, 1984)

Beberapa hijauan atau tanaman pakan kuda subtropik yang mempunyai kualitas baik, yang
telah dikenal golongan rumput: Bahia (Paspalum notatum, Flügge), Bermuda (Cynodon
dactylon (L.) Pers.), Digitaria (Digitaria decumbens, Stent), Ryegrass (Lolium perenne L.),
Pearlmillet (Pennisetum americanum(L.) Leeke); golongan biji-bijian: Rye (Lolium
multiflorum, Lam.), Wheat (Agropyron sp.) Oats (Avena sp), Triticale: dan legum: Rhizome
peanut (Arachis sp), Alfalfa (Medicago sativa L), Alyceclover (Alysicarpus vaginalis),
Crimson (Trifolium incarnatum L.), Redclover (Trifolium pratense) (Chambliss dan Jhonson,
2002) dan masih banyak yang lainnya seperti rumput Matua yang sangat baik pada saat
kehamilan dan masa laktasi (Guay et al.,2002).

Frekuensi Pemberian pakan

Seekor kuda di alam liar akan terus merumput sepanjang hari, hal tersebut disebabkan
kemampuan mencerna kuda yang terbatas. Jumlah pakan yang terlalu banyak dalam satu kali
pemberian akan menyebabkan proses pencernaan pakan menjadi tidak efektif dan efisien.
Pakan yang tidak tercerna akan terbuang percuma melalui feses, sehingga pakan kuda harus
diberikan dalam jumlah yang tepat dengan frekuensi yang sering. Jika memungkinkan, pakan
kasar dan berserat seharusnya tersedia secaraad libitum dalam kandang kuda agar dapat
mengganti energinya yang hilang setelah melakukan berbagai aktifitasnya sepanjang hari.
Jumlah pakan yang sedikit dengan frekuensi yang sering akan membuat sistim pencernaan
kuda bekerja dengan baik. Frekuensi pemberian pakan kuda kompetisi setidaknya 4 sampai 5
kali sehari sedangkan untuk kuda biasa pemberian pakan minimal 2 kali sehari (Drummond
1988 dan McBane 1994).

Jumlah Pakan

Jumlah total pakan yang sebaiknya diberikan tiap hari pada kuda adalah 2,5 persen dari total
berat tubuhnya (Hamer, 1993). Pemberian serat dan konsentrat haruslah seimbang sesuai
dengan aktivitasnya. Kuda merupakan hewan ternak yang merumput sehingga kebutuhan
akan serat wajib untuk dipenuhi untuk menjaga kesehatan saluran cernanya. Jumlah serat
yang harus didapatkan kuda tiap hari adalah adalah seberat 0.75 kg/hari untuk tiap 50 kg
berat badan (Syefrizal, 2008). Sedangkan Hamer (1993) jumlah minimum serat yang harus
didapat seekor kuda per hari adalah 1 persen dari total berat tubuhnya.

Jumlah pemberian konsentrat dalam satu waktu pemberian pakan, jumlahnya tidak boleh
melebihi 0.5 persen dari total berat tubuh kuda. Alasannya adalah bahwa konsentrat yang
terdiri dari gula dan zat tepung akan dicerna dan diserap di dalam usus halus, sehingga jika
jumlahnya berlebih maka zat-zat tersebut akan menumpuk di sekum dan akan menyebabkan
kuda mengalami kolik (Syefrizal, 2008).

Kuda dengan berat 500 kg harus mendapat 10 kg pakan perharinya, yaitu setidaknya
mendapatkan 5 kg serat dan jumlah konsentrat yang diberikan tidak lebih dari 2.5 kg. dari
perhitungan tersebut maka frekuensi pemberian pakan adalah dua kali sehari, namun
frekuensi yang lebih sering dengan jumlah yang lebih sedikit lebih dianjurkan.

Waktu Pemberian Pakan

Waktu pemberian pakan kuda yang tepat adalah saat tubuh kuda berada pada kondisi yang
tenang dan rileks sehingga pencernaan dapat bekerja dengan baik. Jika yang menjadi acuan
adalah aktivitas, maka waktu pemberian yang tepat adalah saat sebelum dan sesudah kuda
melakukan aktivitas yaitu pada pagi , sore dan malam hari. Kuda tidak dapat mencerna pakan
jika diberikan kerja bersamaan dengan waktu pakannya. Jadi lebih baik pakan diberikan
setelah kuda melakukan kerja dengan jeda waktu beberapa saat (Drummond, 1988).
5 Frekuensi Pemberian Minum

Tubuh kuda setidaknya dari 65 sampai 75 persen air. Air berperan penting dalam semua
proses metabolisme. Selain itu air juga dibutuhkan bagi proses fisiologi termasuk penggunaan
saat mencerna nutrisi, regulasi suhu tubuh. Kontraksi otot, pelumasan sendi dan pembuangan
zat-zat yang tidak diperlukan bagi tubuh. Atas kepentingan tersebut maka kuda harus aelalu
mendapatkan air setiap harinya, sehingga air harus selalu tersedia secara ad libitum dalam
kandang kuda.

Kuda membutuhkan ketersediaan air yang berkualitas baik dan palatabel. Kebutuhan air kuda
adalah 10 sampai 12 galon (45,5 – 54,6 liter) air perhari. Pemberian air harus sangat dibatasi
saat kuda setelah melakukan pekerjaan dan aktivitas yang berat. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya minum yang berlebihan yang akan menyebabkan gangguan pada
pencernaan dan gangguan metabolism tubuh lainnya (Anonim, 2011d).

Manajemen Pakan Pada Babi

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak babi. Sebab 60% dari
keseluruhan biaya dihabiskan untuk keperluan babi-babi induk (bibit), dan 80% untuk
keperluan babi fattening. Oleh karena itu suatu hal yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa
walaupun babi itu secara alamiah tergolong hewan yang makannya sangat rakus, dan suka
makan apapun, namun mereka perlu diberi makanan dengan perhitungan yang betul. Sebab,
di samping ternak babi itu banyak makan dan rakus, konversi terhadap makanan pun sangant
bagus, sehingga apabila pemeliharaannya baik, laju pertumbuhannya pun akan baik pula.
Perlu diingat bahwa babi termasuk hewan yang memiliki alat pencernaan sederhana, yang tak
mampu mencerna bahan makanan yang kadar serat kasarnya tinggi. Pakan untuk ternak babi
umumnya merupakan campuran dari berbagai macam bahan makanan yang diberikan dalam
kurun waktu tertentu (ransum).

Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan peternak dalam pemberian pakan/ransum
pada ternak babi adalah sebagai berikut:

Kandungan Zat Makanan

Semua bahan makanan yang diperlukan oleh babi terutama terdiri dari enam unsur pokok :
karbohidrat, serat kasar, lemak, protein, vitamin-vitamin, mineral dan air.

Penyusunan Ransum

Apabila jumlah babi yang dipiara itu hanya bebarapa ekor saja, maka kepada babi tersebut
bisa diberikan sisa-sisa bahan makanan dari dapur, seperti kulit pisang, pepaya, sayuran, nasi
dan lain sebagainya. Akan tetapi betapapun banyak sisa makanan yang bisa diberikan, namun
praktek pemberian makanan semacam itu kurang bisa dipertanggung jawabkan. Sebab bahan
makanan tersebut bukanlah merupakan rasum yang mempunyai susunan zat makanan dalam
imbangan yang tepat seperti yang diperlukan tubuh babi untuk keperluan pertumbuhan dan
berproduksi.
Kandungan zat makanan dalam ransum diperhitungkan berdasarkan beberapa faktor
diantaranya :

Tujuan peternakan itu sendiri, misalnya sebagai babi fattening, bibit

Fase hidup babi, starter, grower, finisher atau berat babi

Pedoman yang telah ada seperti zat-zat makanan yang diperlukan dan pertimbangan
ekonomis, serta bahan yang tersedia pada sepanjang tahun.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka dapat disusun berbagai macam ransum
sesuai dengan kebutuhan babi dan tujuan peternak.

Ransum Starter

Yang dimaksud dengan babi starter ialah anak babi yang masih menyusui dengan umur 8 –
10 minggu. Pada fase atau periode ini mereka harus mendapatkan ransum starter, yaitu
ransum yang terdiri dari :

Komposisi bahan makanan yang mudah dihisap oleh anak babi dan pula mudah dicerna
(creep feeder)

Kandungan serat kasarnya rendah, misalnya dari bahan jagung giling halus, tepung susu
skim. Sebab susu kandungan proteinnya tinggi, sedangkan jagung memiliki kadar cerna yang
tinggi dan merupakan sumber karbohidrat

Kandungan protein 20 – 22 %, MP 70

Serat kasar 3 %.

Ransum Grower

Babi grower yaitu anak babi sesudah melampaui fase starter sampai umur 5 bulan. Babi-babi
yang telah melewati fase grower dan mencapai berat 50 kg. Hal ini dimaksudkan agar :

Babi tumbuh cepat, sehat dan kuat

Bisa menghasilkan babi-babi fattening yang tidak banyak lemak atau spek, melainkan banyak
daging

Babi bibit (breeding) dalam periode menyusui nanti akan bisa memproduksi air susu cukup
banyak.

Babi-babi yang hidup pada fase ini harus mendapatkan ransum grower, yaitu ransum yang
terdiri dari :
Bahan yang agak kasar sedikit dari pada ransum starter

Kadar protein kurang lebih 17%, MP 68

Serat kasar 5%

Ditambah ekstra hijauan segar, vitamin-vitamin dan mineral.

Ransum Fattening

Babi fattening adalah babi-babi yang digemukkan sebagai babi potongan yang beratnya 50 –
100 kg. penggemukan ini dimulai semenjak mereka sudah melewati fase grower yang berat
hidupnya 50 kg sampai dengan bisa dipotong yaitu pada waktu mencapai berat 100 kg.
Ransum yang diberikan ialah ransum fattening, yang terdiri dari :

- Bahan makanan yang agak kasar

- Kadar protein 14%, MP 69.

Ransum Bibit

Ransum bibit merupakan ransum yang diberikan kepada babi dara, sebagai pengganti
makanan fase grower atau babi bunting3 bulan pertaman. Yang perlu diperhatikan dalam hal
ini ialah babi tidak boleh terlampau gemuk dan banyak fat. Untuk menghindarkan keadaan ini
maka babi tersebut harus diberikan ransum khusus yaitu ransum bibit yang terdiri dari:

Bahan-bahan makanan yang kadar serat kasarnya relative tinggi kurang lebih 8,5%

Protein 14,5 %, MP 64

Ditambah hijauan.

Ransum Induk Menyusui

Ransum induk menyusui yaitu ransum yang diberikan pada bulan terakhir pada masa bunting
dan selama mereka menyusui. Ransum tersebut terdiri dari :

- Bahan yang kandungan serat kasarnya relative rendah, 7%

Serat kasar yang tidak terlalu tinggi dimaksudkan untuk menghidari kemungkinan terjadinya
kesukaran buang kotoran (konstipasi) pada saat hendak melahirkan. Untuk mengatasi
konstipasi ini babi bisa ditolong dengan diberikan obat pencahar (urus-urus), misalnya garam
inggris sebanyak 1 (satu) sendok makan yang dicampur makanan. Pemberiannya dilakukan
beberapa hari sebelum dan sesudah melahirkan. Pada saat ini jumlah ransum bisa dikurangi,
tetapi harus betul-betul bermutu.
-Kadar protein tinggi, 18,5%, MP 66

Protein yang tinggi diperlukan untuk : pertumbuhan embrio dan persiapan produksi air susu.

3. Pemberian Ransum

Untuk anak babi berumur kurang lebih 8 minggu 0,25 kg/ ekor/hari

Untuk anak babi berumur 1 tahun sebanyak 2 kg/ekor/hari.

Untuk induk yang tidak menyusui/ tidak bunting kurang lebih 2 kg/ekor/hari.

Untuk induk babi yang bunting sebanyak kurang lebih 2,5 kg/ekor/hari.

Untuk induk menyusui 2 kg/ekor/hari ditambah dengan jumlah anak dikalikan 0,25
kg/ekor/hari.

Untuk pejantan sebanyak 3 – 4 kg/ekor/hari.

Makanan diberikan 2-3 kali sehari dan tidak mutlak harus dimasak karena zat-zat vitamin
dalam campuran makanan yang dimasak akan rusak atau hilang, namun ada pula yang perlu
dimasak seperti ubi kayu, daun keladi dan kacang kedelai sebab mengandung racun, dapat
menimbulkan gatal gatal, mengandung zat anti metabolik. Ternak babi disamping
membutuhkan makanan juga membutuhkan air minum yang bersih setiap hari dan disediakan
secara tak terbatas dalam kandang sehingga babi dapat minum sesuai dengan kebutuhannya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam menjalankan usaha ternak terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu ketersediaan bibit yang memadai baik dari segi kualitas
maupun kuantitas dan tatalaksana pemeliharaan yang meliputi perkandangan, kebersihan
kandang, pemeliharaan induk, manajemen pemberian pakan.Manajemen pemberian pakan
harus di sesuaikan dengan jenis ternak yang akan di pelihara.
DAFTAR ISI

Anonimus. 1991. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta

Belanger, J. 1977. Raising Small Livestock. Rodale Press. Inc. Book Division, Emmaus,
Pennsylvania18049.

Chambliss, C. G. and E. L. Jhonson. 2002. Pastures and Forages Crops for Horses. In: C.G.
Chambliss (Ed.). Florida Forage Handbook. Institute of Food and Agricultural
Sciences, University of Florida.

Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition: Feed


and Feeding. Second edition. Prentice Hall Inc. Upper Saddle River, New Jersey.

Cunha, T. J., 1991. Feeding and Nutrition Horse. 2nd Edition. Academic Press Inc. San
Diego. California.

Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius Yogyakarta.

Ensminger , M.E. 1991. Animal Science. 9th Edition. The Interstate Printers. And Publisher.
Inc. Denville, Illionis. USA.

Gibbs, P. G. and K. E. Davison. 1992. Nutritional Management of Pregnant and Lactating


Mares. Texas Agricultural Extension Service. Bull. No. 5025. Texas A&M University,
College Station.

Guay, K. A., H. A. Brady, V. G. Allen, K. R. Pond, D. B Wester, L. A. Janecka and N. L.


Heningger. 2002. Matua Bromegrass Hay for Mares In Gestation and Lactation. J.
Anim. Sci. 80: 2960 – 2966

Hamer. D. 1993. Understanding Fitnes and Training. Ward Lock. London

Hamer. D. 1993. Care of the Stable Horse. B.T. Batsford Ltd. London

Harsojo, D. dan C.K. Sri Lestari. 1988. Pengaruh bobot badan kelinci persilangan jantan
akibat perbedaan waktu pemberian pakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan
Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian.

Kacker, R, Panwar B. 1996. Textbook of Equine Husbandry. Vikas publishing House. New
Delhi

Kidd, J. 1985. International Encyclopedia of Horse Breed. HPBooks Inc. London

Komar, A. 1984. Teknologi pengolahan Pengolahan Jerami sebagai bahan Makanan Ternak.
Bandung: Dian Grahita
Lang, J. 1981. The Nutrition of the Commercial Rabbit. Feeding and General Aspects of
Nutrition. Nutr. Abstr. Rev. 51(5): 287.

McBane. S. 1994. Modern Stable Management. Ward Lock. London

Parakkasi, A. 1988. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik Vol IB. UI Press.

Rahardjo , Y.C., T. Mutiasari dan E. Juarini. 2004. Peningkatan produktivitas dan mutu
produk kelinci eksotis.. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2003.

Buku II. Ternak Non Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.

Rahardjo, Y.C., T. Murtisari, Sajimin, B.Wibowo, Nurhayati, D, Purwantari,Sanfrond, J.C.


1979. The Domestic Rabbit. 3rd Ed.Granada London, Toronto, Sydney, New York.

Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius: Yogyakarta.

Santosa, U. 2002. . Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono, B. 2002. Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta

Sarwono, B dan H. B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Sarwono, B. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Kelinci Potong dan Hias.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setiadi, B. 2001. Beternak Sapi Pedaging dan Masalahnya. Aneka Ilmu. Semarang.

Siregar, S. B., 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta..

Sitorus, P., S. Sastrodihardjo, Y.C. Raharjo, I.G. Putu, Santoso, B. Sudaryanto dan A.
Nurhadi. 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelinci di Jawa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.

Soeharjono. O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang Equistian Centre. Jakarta

Sugeng, Y. B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai