Anda di halaman 1dari 234

SINERGITAS ANTAR AKTOR PELAKSANA DALAM

PENYELENGGARAAN PARKIR BERLANGGANAN


DI KABUPATEN SIDOARJO

Skripsi

OLEH :
SITI FATIMAH
NIM : 142020100039

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2018
SINERGITAS ANTAR AKTOR PELAKSANA DALAM
PENYELENGGARAAN PARKIR BERLANGGANAN
DI KABUPATEN SIDOARJO

Skripsi
“Disusun sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana (S1)
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo”

OLEH :
SITI FATIMAH
NIM : 142020100039

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2018

i
ii
iii
iv
MOTTO

“Allah Kelak Akan Memberikan Kelapangan Sesudah Kesempitan” (QS. Ath-


Tholaq : 7)

“Ketika Hatimu Terlalu Berharap Kepada Seseorang, maka Allah Timpakan Ke


Atas Kamu Pedihnya Sebuah Pengharapan, Supaya Kamu Mengetahui Bahwa
Allah Sangat Mencemburui Hati yang Berharap Selain Dia. Maka Allah
Menghalangimu dari Perkara Tersebut agar Kamu Kembali Berharap
Kepada-Nya (Imam Syafi’i)

“Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Jika engkau


tak tahan lelahnya belajar, engkau akan menanggung perihnya kebodohan
(Imam Syafi’i)

“Nothing is Impossible, Anything Can Happen As Long As We Believe”

“Kegagalan Tidak Akan Membuat Saya Menyerah dan Berhenti Berusaha”

“Tetapkan Target dan Capailah Tujuanmu dengan Tekat yang Kuat, Semangat
Pantang Menyerah, Giat Berusaha, dan Selalu Mendekatkan diri
kepada Allah SWT”

“Lakukan Segala Hal yang Sesuai dengan Passion dengan Fokus, Keyakinan,
dan Detail”

“Hargai Orang Lain Sebegaimana Kita Ingin Dihargai”

“Hidup ini Keras, Maka Saya Akan Berusaha dengan Lebih Keras”

“Tidak Melayang Saat dipuji dan Tidak Tumbang Saat Dihina”

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena


rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sinergitas Antar
Aktor Pelaksana dalam Penyelenggaraan Parkir Berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk diajukan sebagai
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Ilmu Administrasi
Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Totok Wahyu Abadi, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang telah memberikan ijin
penelitian
2. Lailul Mursyidah, M. AP selaku Kepala Program Studi Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti ujian skripsi
3. Dr. Isnaini Rodiyah, M. Si selaku Dosen Pembimbing yang bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, saran,
dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini
4. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar di Program Studi Ilmu Administrasi Publik
yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menempuh pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
5. Kedua Orang Tua saya, H. Sodik dan Irianti Ningsih sebagai motivator saya
yang senantiasa memberikan kasih sayang, do’a, dorongan, semangat, dan
menjadi inspirasi dalam setiap langkah saya
6. Bapak Dr. Bahrul Amiq selaku Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo dan Bapak Feri Prasetyo B, S. STP selaku Kepala UPT Parkir Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo beserta stafnya yang telah memberikan ijin

vi
7. penelitian di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo dan menyempatkan
waktunya untuk wawancara
8. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten sidoarjo beserta
stafnya yang telah membantu dan memberikan ijin penelitian
9. Juru Parkir di Puskesmas Tulangan dan Pasar Larangan Sidoarjo yang
bersedia untuk diwawancarai
10. Masyarakat pengguna parkir berlangganan yang bersedia untuk diwawancarai
11. Teman-teman satu perjuangan saya dalam bangku kuliah yang telah banyak
memberikan bantuan selama kuliah
12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan menambah wawasan bagi semua pihak

Sidoarjo, 9 Juli 2018

Penulis

vii
ABSTRAK
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang telah
menerapkan kebijakan parkir berlangganan di Provinsi Jawa Timur. Pelaksanaan
parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo masih belum berjalan dengan optimal
karena masih banyak jukir berlangganan yang masih memungut uang parkir,
pengawasan yang kurang, dan sarana prasarana yang kurang. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan : implementasi kebijakan
parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo; sinergitas aktor pelaksana dalam
parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo; dan faktor pendukung dan
penghambat sinergitas aktor pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo belum berjalan dengan efektif karena standar
operasional prosedur belum dilaksanakan dengan optimal oleh para pengawas dan
jukir berlangganan; sarana dan prasarana belum memadai; dan gaji pengawas dan
jukir berlangganan yang minim.
Pada sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan pada
awalnya terdapat permasalahan yaitu pihak Polres tidak menyepakati presentase
bagi hasil dalam retribusi parkir berlangganan karena Polres hanya mendapat
sebanyak 5% sehingga draft kerjasama tidak dapat ditandatangani dan parkir
berlangganan tidak dapat dikenakan menyatu dengan mekanisme Samsat. Hal ini
menyebabkan implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
tidak berjalan dengan efektif. Dinas Perhubungan pada akhirnya dapat melakukan
pemungutan retribusi parkir berlangganan dalam mekanisme Samsat dengan
pembagian hasil yaitu Polres sebanyak 7,5%. Pada sinergitas aktor pelaksana
kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo saat ini khususnya dalam
koordinasi dan komunikasi terkait pelaksanaan parkir berlangganan sudah
dilaksanakan dengan baik oleh Samsat, Dinas Perhubungan, DPPKA (Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset); Bapenda (Badan Pendapatan
Daerah) Provinsi Jawa Timur, dan Polresta Sidoarjo dengan melakukan rapat dan
evaluasi bersama karena telah terdapat kesepakatan dan juga sistem bagi hasil
pada berbagai pihak tersebut. Pada faktor pendukung sinergitas aktor pelaksana
kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu adanya kerjasama dari
Bapenda Provinsi Jawa Timur dalam rangka pemungutan bagi hasil sebanyak 13%
dari retribusi parkir berlangganan untuk kas daerah Provinsi Jawa Timur dan
memberikan sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir
berlangganan karena Samsat adalah milik Pemerintah Provinsi serta Polresta
bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik apabila terjadi pelanggaran. Faktor
penghambat yaitu masih banyak jukir yang melakukan pungutan parkir; masih ada
pihak desa yang melakukan parkir dengan melakukan pungutan; masih banyak
kegiatan parkir di tepi jalan nasional/provinsi sebab di Sidoarjo banyak terdapat
kegiatan pertokoan; serta sarana dan prasarana jukir kurang memadai

Kata Kunci : Aktor Pelaksana, Implementasi Kebijakan, Parkir


Berlangganan, Sinergitas

viii
ABSTRACT
Sidoarjo regency is one of the regencies that has implemented subsidized
parking policy in East Java Province. Implementation of subscription parking in
Sidoarjo regency still not running optimally because there are still many parking
attendants subscribers who still collect parking money, less supervision, and lack
of infrastructure. This study aims to analyze and describe: implementation of
subsidized parking policy in Sidoarjo regency; the synergy of actors in the
parking area in Sidoarjo regency; and the supporting and inhibiting factors of the
actors acting in subsidized parking in Sidoarjo regency. The type of this research
is descriptive research with qualitative approach. The result of the research shows
that the implementation of subsidized parking policy in Sidoarjo regency has not
been effective since the standard operational procedures have not been
implemented optimally by the supervisors and parking attendants subscribers;
facilities and infrastructure are inadequate; and the salary supervisors and
parking attendants subscribers are minimal
In the synergy of the actors implementing the parking policy of
subscribing initially there is a problem that is the Polres does not agree on the
percentage of profit sharing in subscription parking levy because Polres only get
as much as 5% so that the draft cooperation can not be signed and the parking
subscription can not be worn together with Samsat mechanism. This resulted in
the implementation of subsidized parking policy in Sidoarjo regency was not
effective. Transportation Department can ultimately collect subscription parking
levy in Samsat mechanism with revenue sharing that is Polres as much as 7.5%.
In the synergy of actors implementing the current subsidized parking policy in
Sidoarjo Regency especially in coordination and communication related to the
implementation of parking is already well implemented by Samsat, Department of
Transportation, DPPKA (Revenue Service, Financial Management and Asset);
Bapenda (Regional Revenue Board) of East Java Province, and Police of Sidoarjo
by conducting joint meetings and evaluations because there has been agreement
as well as profit-sharing system at various parties. On the supporting factor of the
actors actors acting subsidized parking policy in Sidoarjo regency is the
cooperation of Bapenda of East Java Province in order to collect revenue share
as much as 13% from retribution of subscription parking for regional treasury of
East Java Province and give some place in Samsat for collecting subscription
parking levy because Samsat is owned by the Provincial Government. Police are
charged with cracking down, investigating and investigating in the event of a
violation. The inhibiting factor is that there are still many parking attendants who
conduct parking charges; there are still villages that park by levies; there are still
many parking activities on national / provincial roadside because in Sidoarjo
there are many shopping activities; as well as facilities and infrastructure parking
attendants less adequate

Keywords : Implementor Actor, Policy Implementation, Subscription Parking,


Synergy

ix
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................ i


Lembar Persetujuan ....................................................................... ii
Surat Pernyataan ............................................................................ iii
Lembar Pengesahan ....................................................................... iv
Motto ................................................................................................ v
Kata Pengantar ............................................................................... vi
Abstrak ............................................................................................ viii
Daftar Isi .......................................................................................... x
Daftar Tabel .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 12
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Penelitian Terdahulu ........................................... 14
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Kebijakan Publik ................................................ 31
2.2.2 Implementasi Kebijakan ..................................... 32
2.2.3 Model Implementasi Kebijakan ......................... 34
2.2.4 Sinergitas ............................................................ 42
2.2.5 Dimensi Sinergitas ............................................. 45
2.2.5.1 Koordinasi ......................................... 46
2.2.5.2 Komunikasi ....................................... 55
2.2.6 Aktor Pelaksana ................................................. 59
2.2.7 Retribusi Daerah ................................................. 62
2.2.8 Retribusi Parkir .................................................. 64
2.2.9 Dasar Hukum ..................................................... 65
2.3 Kerangka Konseptual ..................................................... 66
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe dan Dasar Penelitian .............................................. 68
3.2 Fokus Penelitian ............................................................. 69
3.3 Lokasi Penelitian ............................................................ 70
3.4 Teknik Penentuan Informan ........................................... 71
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................. 73
3.6 Teknik Penganalisisan Data ........................................... 76
3.7 Alur Berpikir Penelitian ................................................. 80

x
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Objek Penelitian ....................................... 82
4.2 Penyajian Data
4.2.1 Implementasi Kebijakan Parkir .......................... 104
4.2.2 Sinergitas Aktor Pelaksana Parkir ...................... 130
4.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat ................... 144
4.3 Pembahasan
4.3.1 Implementasi Kebijakan Parkir .......................... 147
4.3.2 Sinergitas Aktor Pelaksana Parkir ...................... 170
4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat ................... 184
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................... 189
5.2 Saran .............................................................................. 191

Daftar Pustaka
Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matrik Perbandingan Penelitian Terdahulu .............. 24


Tabel 3.4 Daftar Informan ........................................................ 72
Tabel 4.1.3Jumlah Pegawai di Dinas Perhubungan .................... 87
Tabel 4.1.4Fasilitas Uji di Dinas Perhubungan ........................... 89
Tabel 4.2.1.1 Obyek Kendaraan Bermotor Keseluruhan ................ 107
Tabel 4.2.1.2 Obyek Kendaraan Bermotor Retribusi ...................... 108
Tabel 4.2.2.1 Target dan Realisasi Pendapatan .............................. 138

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengguna kendaraan baik sepeda motor maupun mobil di Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui dari semakin

banyaknya volume kendaraan yang memadati jalan raya setiap harinya terutama

pada hari kerja efektif. Jumlah kendaraan yang terdaftar di Indonesia pada tahun

2018 mencapai angka 111.571.239 unit kendaraan. Angka tersebut termasuk

jumlah sepeda motor yang memberikan kontribusi terbesar sebesar 82% atau

sebanyak 91.085.532 unit sepeda motor. Jumlah kendaraan meningkat secara

signifikan dimana pada tahun 2017 terdapat sebanyak 102.328.629 unit kendaraan

menurut Korlantas Polri. Populasi kendaraan yang paling banyak terdaftar adalah

di wilayah Pulau Jawa yaitu sebanyak 63,82% dari jumlah kedaraan secara

nasional (Paryadi, 2018).

Perpakiran adalah salah satu masalah yang sering sekali dijumpai dalam

hal transportasi, terutama dalam penyebab kemacetan yang sedang merajalela.

Kondisi ini diperparah dengan adanya jajaran kendaraan yang melakukan parkir

liar di sepanjang jalan protokol. Pemerintah daerah dalam hal ini mempunyai

kewenangan dalam mengatasi masalah perpakiran (Balahmar : 2013). Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menimbulkan

kewenangan daerah menjadi lebih besar untuk mengelola dan mengurus rumah

tangganya sendiri termasuk mengelola berbagai sumber penerimaan daerah yang

1
2

selanjutnya digunakan untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Cara yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Daerah dalam

memaksimalkan penerimaan yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah yaitu

dengan mengoptimalkan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah yang telah

berjalan serta menerapkan jenis pajak dan retribusi daerah yang baru (Ubaya &

Lutfi : 2013)

Kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-

pilihan kolektif yang saling bergantung termasuk keputusan-keputusan untuk

tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah sedangkan

implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di

dalam kurun waktu tertentu (Dunn : 2003). Kebijakan parkir berlangganan telah

diterapkan di beberapa kabupaten/kota di Indonesia, khususnya pada provinsi

Jawa Timur. Regulasi terkait penyelenggaraan parkir berlangganan pada

Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur No.

47 Tahun 2011 tentang Persetujuan Bersama Fasilitasi Pemungutan Retribusi

Parkir Berlangganan pada Kantor Bersama Sistem Administrasi Manunggal di

bawah Satu Atap (Samsat) Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang telah

menerapkan kebijakan parkir berlangganan di Provinsi Jawa Timur. Pelaksanaan

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo masih belum optimal dari segi

pelayanan yaitu masyarakat pengguna parkir berlangganan selalu dipungut uang

parkir oleh juru parkir berlangganan meskipun berada di wilayah parkir

berlangganan dan telah membayar retribusi parkir berlangganan setiap tahunnya,

2
3

fasilitas berupa sarana dan prasarana dalam parkir berlangganan yang kurang

memadai dalam hal identitas juru parkir berlangganan seperti rompi dan baju,

selain itu papan informasi dan papan kawasan parkir berlangganan juga kurang

memadai karena hanya terdapat di 10 titik di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut

kurang ideal untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai titik

parkir berlangganan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo, dan pendapatannya

yaitu gaji yang didapatkan oleh juru parkir berlangganan sebesar Rp 800.000,-

perbulan sedangkan gaji yang didapatkan oleh pengawas parkir berlangganan

sebesar Rp 2.000.000,- perbulan. Gaji tersebut masih dirasa minim oleh para juru

parkir berlangganan sehingga menyebabkan para juru parkir berlangganan masih

melakukan pungutan parkir kepada pengguna parkir berlangganan

Berangkat dari masalah tersebut, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo

bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Badan Pendapatan Provinsi) Jawa

Timur membuat suatu program “Retribusi Parkir Berlangganan” dengan payung

hukumnya yakni Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi

Parkir di Kabupaten Sidoarjo, Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo No. 4 Tahun

2006 tentang Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo, Surat Keputusan (SK)

Bupati Sidoarjo No.188/71/404.1.1.3/2006, dan keputusan bersama dari berbagai

pihak (dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Badan Pendapatan Provinsi

Jawa Timur, dan Polresta Sidoarjo) (Balahmar : 2013)

Retribusi parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo sendiri diberlakukan

mulai tahun 2006. Tujuan dari diberlakukannya parkir berlangganan yaitu untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa parkir, mempermudah


4

pengguna jasa parkir dalam setiap kali memarkirkan kendaraannya, biaya yang

lebih murah dan efisien, dan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Hal ini

terlihat dari setiap tahunnya dimana semakin meningkatnya jumlah kendaraan

bermotor menyebabkan angka pengguna kendaraan bermotor semakin tinggi yang

selanjutnya akan semakin besar pajak kendaraan bermotor yang dibayarkan

bersamaan dengan pembayaran retribusi parkir berlangganan. Biaya retribusi

parkir berlangganan akan semakin bertambah seiring dengan banyaknya pengguna

jasa parkir yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Implementasi kebijakan ini tidak

lepas dari kewenangan daerah dalam mengelola keuangan daerah, ketertiban

daerah, dan tata ruang kota. Berbagai hal tersebut secara umum merupakan upaya

Pemkab Sidoarjo dalam mensejahterakan masyarakatnya (Balahmar : 2013)

Implementasi kebijakan parkir berlangganan bertujuan untuk

memperlancar arus lalu lintas karena parkir dapat ditata dengan baik oleh petugas

parkir yang ditunjuk, memperkecil munculnya petugas parkir liar karena petugas

parkir tidak diperbolehkan memungut retribusi parkir, dan disertai pengawas

sehingga tidak ada pungutan ganda. Program parkir berlangganan ini juga

membantu mengurangi pengangguran karena diadakan perekrutan juru parkir

resmi dan pengawas yang jumlahnya sampai tahun 2012 yaitu terdapat sebanyak

530 orang juru parkir dan 106 orang pengawas di 236 titik parkir yang tersebar di

Kabupaten Sidoarjo (Ramdan : 2015)

Tarif retribusi parkir berlangganan dikenakan kepada masyarakat

pengguna jasa parkir pada saat pembayaran pajak kendaraan bermotor di Kantor

Samsat Sidoarjo. Selama enam tahun pelaksanaan parkir berlangganan sejak


5

Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Parkir di Kabupaten Sidoarjo

diundangkan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo kemudian mengundangkan kembali

Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo

(Juhansya : 2012). Pelaksanaan kebijakan parkir berlangganan di lapangan tidak

berjalan secara efektif dan optimal karena kurangnya kerjasama antara pengawas

dan juru parkir berlangganan, masih banyak juru parkir berlangganan yang masih

memungut uang parkir, pengawasan yang kurang, dan sarana prasarana yang

kurang (Malik : 2013)

Parkir berlangganan yang diterapkan pemerintah tidak di semua tempat

lantas gratis, parkir berlangganan hanya terdapat pada tempat-tempat tertentu

yang bertanda kawasan parkir berlangganan berdasarkan rujukan Pemerintah

Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo. Perda yang telah dikeluarkan oleh pemerintah ini

merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik yang seharusnya bertujuan

untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat, akan tetapi setelah melihat

implikasi dari Perda tersebut pada kenyataannya terdapat kepentingan-

kepentingan yang diselipkan dalam kebijakan tersebut (Najib : 2014)

Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir yang selama ini ditangani oleh

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo mendapatkan perhatian dari berbagai

pihak. Pemungutan retribusi parkir berlangganan memang mampu mendongkrak

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo secara signifikan, namun

sangat merugikan masyarakat yang merasa membayar retribusi parkir ganda.

Kerugian ini terjadi karena juru parkir tetap memungut retribusi parkir kepada

pengguna kendaraan bermotor yang sudah membayar parkir berlangganan untuk


6

jangka waktu satu tahun. Keadaan tersebut menjadi tanggung jawab dinas daerah

yang terkait, dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan. Pengawasan terhadap

pengelolaan retribusi parkir sangat diperlukan untuk meminimalisir

penyelewengan agar tercapai efektivitas dan efisiensi kerja sehingga bukan target

dan tujuan menaikkan PAD saja yang dapat tercapai melainkan pelayanan kepada

masyarakat juga dapat ditingkatkan karena merupakan tujuan dari

diberlakukannya parkir berlangganan (Nirmalasari : 2012)

Pihak juru parkir tidak mau disalahkan terkait keluhan masyarakat dan

mengatakan bahwa pihaknya harus menyetor kepada pemilik lahan yang masih

kerap meminta jatah karena parkir di lahan yang diklaim sebagai miliknya

tersebut, sehingga para juru parkir masih harus berbagi dengan pemilik lahan.

Salah seorang juru parkir mengaku setoran kepada pemilik lahan bisa mencapai

Rp 3.500.000,- perbulan sehingga demi mencukupi target tersebut tidak jarang

juru parkir tersebut masih harus memungut kembali biaya parkir kepada pengguna

parkir di kawasan parkir berlangganan (Juhansya : 2012)

Hasil observasi awal menunjukkan bahwa masih banyak kegiatan parkir di

tepi jalan nasional/provinsi sebab di Sidoarjo jalan provinsi/nasional banyak

terdapat kegiatan pertokoan. Wilayah parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

terdapat di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir yang meliputi kantor

pemerintahan, Puskesmas, Pasar, Alun-Alun, dan jalan-jalan protokol yang

tersebar di 279 titik parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, yaitu di sekitar Jl.

Mojopahit, Jl. KH. Mukmin, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. Pahlawan,

Jl. Lingkar Barat, Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Raya Cemengkalang, Jl. Jaksa Agung
7

Suprapto, Jl. Monginsidi, Jl. Kartini, Jl. Ahmad Yani, Jl. Hangtuah, Jl. KMP M

Duryat, Jl. Raden Wijaya, Jl. Gajah Mada, Jl. Raden Fatah, Jl. Dr. Wahidin, Jl.

Tengku Umar, Jl. Dr. Cipto, Jl. Sultan Agung, Jl. Cokronegoro, Jl. Gubernur

Suryo, Jl. Dr. Soetomo, Jl. Pasar Ikan, Jl. Lingkar Timur, Jl. Raya Candi, Jl.

Sunandar P. Sudarmo, Jl. Raya Tenggulunan, Jl. Raya Buduran, Jl.Raya Bebekan,

Jl. Raya Wonocolo, Jl. Raya Taman, Jl. Stasiun, Jl. Raya Pepelegi, Jl. Raya

Wadungsari, Jl. Tropodo, Jl. Raya Sedati Gede, Jl. Betro, Jl. Raya Sedati, Jl. Raya

Gedangan, Jl. A. Yani Gedangan, Jl. Raya Sukodono, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Imam

Bonjol, Jl. Setiabudi, Pasar Krian, Jl. Ki Hajar Dewantara, Desa Barongkrajan, Jl.

Raya Watutulis, Jl. Raya Prambon, Jl. Raya Bulang, Jl. Raya Tarik, Jl. Raya

Balongbendo, Jl. Raya Wonoayu, Jl. Raya Tulangan, Jl. Raya Krembung, Jl. Raya

Tanggulangin, Jl. Raya Porong, Jl. Raya Bhayangkari, dan Jabon.

Hasil observasi awal di lapangan juga menunjukkan bahwa hampir semua

juru parkir dengan seragam parkir berlangganan di Pasar Larangan, di Jl Gajah

Mada, di Jl. Pahlawan, di Puskesmas, di kantor instansi pemerintah contohnya di

Dispendukcapil, dan di pinggir-pinggir jalan protokol tetap memungut uang parkir

kepada para pengguna parkir berlangganan meskipun para pengguna parkir

tersebut telah membayar retribusi parkir berlangganan setiap tahunnya dan berada

di wilayah tersebut yang notabene merupakan kawasan parkir berlangganan. Para

juru parkir di wilayah parkir berlangganan seperti Krian dan Taman justru

meminta tambahan apabila hanya diberi uang parkir sebesar Rp 1000,-.

Pembayaran retribusi parkir berlangganan sebesar Rp 25.000,- untuk motor dan

Rp 50.000,- untuk mobil setiap kali mengurus pajak kendaraan adalah sia-sia
8

karena hampir tidak tersedia tempat parkir gratis. Pada sejumlah lokasi parkir,

Dinas Perhubungan telah memasang rambu besar yang bertuliskan larangan

menarik uang parkir namun tetap saja rambu tersebut seperti hanya sebagai

hiasan. Tim pengawas parkir berlangganan yang diterjunkan oleh Dinas

Perhubungan di sejumlah titik parkir juga seperti tidak dihiraukan, pungutan

parkir tetap berjalan seperti tidak ada program parkir berlangganan.

Peran pemerintah dalam menghadapi kondisi tersebut menjadi suatu

tuntutan kewajiban untuk memberi jalan keluar terbaik bagi masyarakat, apalagi

sistem pungutan parkir selama ini dinilai banyak terjadi kejanggalan, mulai dari

kebocoran keuangan hasil pungutan parkir, pelayanan dari petugas juru parkir

yang buruk, hingga pada persoalan fasilitas tempat parkir yang tidak wajar.

Keberhasilan implementasi kebijakan parkir berlangganan sangat ditentukan oleh

hubungan antara pemerintah dan masyarakat atau dengan kata lain bahwa dalam

implementasi kebijakan parkir berlangganan, kemampuan pelaksana adalah

kemampuan mengelola jasa perparkiran secara efisien dan efektif (Anam, Zauhar,

& Sarwono : 2015)

Sinergitas adalah sebuah proses dimana interaksi dari dua atau lebih agen

atau kekuatan akan menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih besar

dibandingkan jumlah dari pengaruh mereka secara individual (Deardorff &

Williams : 2006). Sinergitas dapat terbangun melalui komunikasi dan koordinasi.

Komunikasi dibedakan menjadi dua bagian yang mana di satu sisi merupakan

kegiatan seseorang memindahkan stimulus untuk mendapatkan tanggapan dan di

sisi lain sebagai kegiatan menanggapi stimulus tersebut. Sinergitas juga


9

membutuhkan koordinasi yang merupakan integrasi dari kegiatan-kegiatan

individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu bekerja ke arah tujuan

bersama (Dwinugraha : 2016)

Pelaksanaan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo menimbulkan

gejolak di beberapa golongan aktor pelaksana kebijakan yang merupakan akibat

dari adanya tarik menarik kepentingan antara aktor pelaksana kebijakan yang

terkait dengan retribusi parkir berlangganan. Kebijakan pembayaran retribusi

parkir secara berlangganan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo merupakan

sarana perebutan sumber-sumber kekuasaan antar masing-masing aktor pelaksana

kebijakan (Juhansya : 2012)

Aktor pelaksana kebijakan yang terkait dalam parkir berlangganan antara

lain adalah : (1) Dinas Perhubungan. Instansi pemerintah yang bertugas sebagai

pelaksana kebijakan parkir berlangganan, melakukan pengawasan terhadap juru

parkir yang nakal atau curang, dan berwenang untuk menindak setiap pelanggaran

yang ada, (2) Samsat Sidoarjo. Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Undang-

Undang sebagai tempat pembayaran retribusi parkir berlangganan bersamaan

dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor, dan (3) Dinas Pendapatan,

Pengelolaan Keuangan, dan Aset (DPPKA) Sidoarjo. Instansi pemerintah yang

ditunjuk oleh Undang-Undang sebagai pengelola hasil dari penarikan retribusi

parkir berlangganan dan melaporkan kepada Pemkab Sidoarjo hasil dari retribusi

yang dipungut dari masyarakat (Malik : 2013)

Hasil observasi awal menunjukkan bahwa terdapat permasalahan pada

sinergitas antar aktor pelaksana dalam penyelenggaraan parkir berlangganan di


10

Kabupaten Sidoarjo yaitu pada awalnya pihak Polres Sidoarjo tidak menyepakati

presentase bagi hasil dalam retribusi parkir berlangganan yaitu Polres sebanyak

5%, Pemkab Sidoarjo sebanyak 80%, dan Pemprov Jawa Timur sebanyak 15%

sehingga draft kerjasama yang telah dibuat tidak dapat ditandatangani. Parkir

berlangganan tidak dapat dikenakan menyatu dengan mekanisme Samsat sehingga

harus berada di luar mekanisme Samsat. Hal ini menyebabkan implementasi

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan dengan

efektif.

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo kemudian memperbaiki

pendataan wajib retribusi dengan menandatangani MoU yang ditandatangani juga

oleh Pemkab Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur, dan Kapolres Sidoarjo agar

pelaksanaan pemungutan retribusi parkir berlangganan dapat dilaksanakan dalam

mekanisme Samsat. Dinas Perhubungan pada akhirnya dapat melakukan

pemungutan retribusi parkir berlangganan dalam mekanisme Samsat dengan

pembagian hasil yaitu Pemkab Sidoarjo sebanyak 77,5 %, Pemprov Jawa Timur

sebanyak 15%, dan Kepolisian Resort Sidoarjo sebanyak 7,5% dengan biaya

operasional ditanggung oleh Pemkab Sidoarjo. Pada sinergitas aktor pelaksana

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo saat ini sudah dilaksanakan

dengan baik oleh Samsat dan Layanan Unggulan, Dinas Perhubungan, DPPKA;

Bapenda Provinsi Jawa Timur, dan Polresta Sidoarjo dengan melakukan rapat

bersama, evaluasi bersama, serta serap aspirasi kepada masyarakat karena telah

terdapat kesepakatan dan juga sistem bagi hasil pada berbagai pihak tersebut.
11

Terdapat beberapa alasan empirik yang menjadi alasan dilakukannya

penelitian ini sebagai berikut : (1) Pelaksanaan kebijakan parkir berlangganan di

lapangan belum berjalan secara efektif dikarenakan kurangnya kerjasama antar

aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan yaitu baik antara Dinas

Perhubungan, Samsat, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan Bapenda Provinsi Jawa

Timur maupun antara pengawas dan juru parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti sekaligus untuk mengetahui

sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo,

(2) Pelaksanaan parkir berlangganan ini bersentuhan langsung dengan masyarakat,

khususnya pengguna parkir berlangganan. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti

sekaligus untuk mengetahui sejauhmana implementasi kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo sesuai dengan Perda No. 2 Tahun 2012

tentang Penyelenggaraan Parkir, dan (3) Pelaksanaan parkir berlangganan

bertujuan untuk menciptakan perparkiran di Kabupaten Sidoarjo yang lebih

teratur dan lebih baik sebagaimana harapan masyarakat, namun berdasarkan

pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa ketertiban pelaksanaan parkir

berlangganan belum berjalan dengan optimal, masyarakat masih harus membayar

parkir kepada juru parkir berlangganan. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi

karena dengan penerapan sistem parkir berlangganan, pembayaran retribusi parkir

berlangganan dilakukan hanya sekali dalam satu tahun bersamaan dengan

pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor bersama Samsat

Berdasarkan observasi awal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut dan memaparkan permasalahan tersebut ke dalam laporan penelitian ini


12

dengan judul “Sinergitas Antar Aktor Pelaksana dalam Penyelenggaraan Parkir

Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas, perlu diidentifikasi permasalahan

secara garis besar yang selanjutnya menjadi acuan penelitian ini, sehingga

demikian rumusan masalah yang ada yaitu :

1. Bagaimana implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo?

2. Bagaimana sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat sinergitas aktor pelaksana

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan sinergitas aktor pelaksana dalam

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

3. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat

sinergitas aktor pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo


13

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut :

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya khazanah

Ilmu Administrasi Publik khususnya dalam kajian tentang sinergitas aktor

pelaksana kebijakan publik dalam lingkup pemerintahan daerah.

1.4.2 Secara Praktis

Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat lain, yaitu

sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah

Memberikan gambaran dan masukan positif mengenai penyelenggaraan

parkir berlangganan bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sebagai pihak yang

berkompeten dalam pelaksanaan kebijakan parkir berlangganan untuk dapat

memaksimalkan dalam menjalankan tugas, khususnya pada Dinas

Perhubungan yang bertanggungjawab dalam pengawasan dan pengendalian

terhadap pelaksanaan parkir berlangganan sesuai ketentuan dalam Perda No.

2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo secara

teknis dan operasional.

2. Bagi Akademisi

Menambah perbendaharaan kepustakaan dan sebagai bahan kajian dan

perbandingan mahasiswa yang akan menyusun karya tulis ilmiah dengan

topik yang sama serta memperluas wawasan dalam dunia empirik


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

2.1.1 Sinergi Desa Adat dan Desa Dinas dalam Pengelolaan Aset Desa

untuk Mewujudkan Harmonisasi (Studi pada Desa Adat dan Desa

Dinas Sambangan), Oleh I Ketut Teguh Yudha Satrya, 2017

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan sinergi

Desa Adat dan Desa Dinas dalam pengelolaan aset di Desa Sambangan dan

integrasi Desa Adat dan Desa Dinas Sambangan untuk mencapai keharmonisan

dalam pengelolaan aset desa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu Desa Adat dan Desa Dinas

Sambangan sudah bersinergi secara positif dalam hal pengelolaan aset desa yang

dibuktikan dengan pembentukan suatu badan kelompok yang dinamakan darwis

yang berfungsi untuk membantu Desa Adat dan Desa Dinas untuk mengatur

parkir dan untuk mengantar tamu ke obyek wisata. Sinergi ini juga terbangun

karena adanya komunikasi dan koordinasi.

Dualisme desa yang ada di Desa Sambangan dilihat dari integrasi di

dalam pengelolaan aset desa yang terjalin dengan baik dan harmonis dengan

melakukan koordinasi satu sama lain baik dari Desa Adat/Pakraman dan Desa

Dinas. Desa Adat/Pakraman selalu membantu Desa Dinas dalam proses

pengelolaan aset desa sehingga hubungan harmonis ini sangat membantu sekali

bagi Desa Dinas.

14
15

2.1.2 Sinergitas Antar Stakeholders dalam Pengelolaan Ruang Terbuka

Hijau (RTH) Taman Kota di Kota Temanggung, Oleh Jovi Andre

Kurniawan, 2017

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

sinergitas antar stakeholders dalam pengelolaan ruang terbuka hijau taman kota di

Kota Temanggung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Sumber data diperoleh melalui data primer dan sekunder. Teknik

penentuan informan menggunakan purposive sampling. Dalam mengukur

validitas data menggunakan triangulasi data. Kemudian teknik analisis data yang

digunakan adalah model analisis interaktif yang terdiri atas reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu telah terdapat sinergitas

yang baik diantara stakeholders dalam pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH)

taman kota di Kota Temanggung. Dalam tahap pemeliharaan RTH taman kota,

stakeholders yang terlibat adalah DPUPKP, DLH, dan masyarakat. Dari keempat

indikator sinergitas, semuanya telah terpenuhi dengan baik yakni terjadi

komunikasi efektif, umpan balik yang cepat, telah ada kepercayaan, dan

kreativitas yang dihasilkan oleh para stakeholders. Dalam tahap pengamanan RTH

taman kota, stakeholders yang terlibat adalah DPUPKP, Disperindagkop dan

UMKM, Satpol PP, dan Damkar, serta masyarakat. Keempat indikator telah

terpenuhi yaitu komunikasi berjalan efektif, terjadi feedback yang cepat, terdapat

kepercayaan diantara stakeholders, serta kreativitas telah dimunculkan.


16

2.1.3 Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 2 Tahun

2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo (Studi

Kasus Parkir Berlangganan di Jl. Gajah Mada Sidoarjo), Oleh

Sanjani Mas Agus Hardian, 2016

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

implementasi Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Jl.

Gajah Mada, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu komunikasi yang

dilakukan oleh pelaksana parkir berlangganan sudah dilaksanakan dengan baik

namun perlu peningkatan kualitas komunikasi pada target group, yaitu mengenai

titik parkir dan himbauan untuk tidak memberi imbalan pada juru parkir. Pada

sudut pandang sumber daya, jumlah staf pelaksana sudah cukup, penyediaan

fasilitas sudah dilaksanakan secara baik, informasi tugas dan kewajiban sudah

dimiliki oleh pelaksana, dan wewenang masing-masing pelaksana sudah memiliki

legalitas.

Pada variabel disposisi, masih memerlukan perbaikan pada

pelaksanaannya, diantaranya mengenai insentif juru parkir yang kurang sehingga

mempengaruhi komitmen juru parkir dalam melaksanakan kewajibannya

menyediakan kartu kendali dan memberikan karcis parkir pada kendaraan luar

Sidoarjo. Pada sudut pandang struktur organisasi telah dilaksanakan dengan baik.

Fragmentasi telah dilaksanakan dan SOP pelaksana telah tersedia namun perlu

perbaikan mengenai overlapping jabatan dan pertumbuhan jumlah juru parkir liar
17

2.1.4 Sinergitas Aktor Kepentingan dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa (Studi pada Desa Urek-Urek, Kecamatan

Gondanglegi, Kabupaten Malang), Oleh Akbar Pandu Dwinugraha,

2016

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

sinergitas aktor kepentingan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa

Urek-Urek. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ini yaitu sinergitas aktor kepentingan di Desa Urek-Urek,

Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan desa sudah berjalan baik meski perlu terus dilakukan optimalisasi.

Komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Urek-Urek dijalin

secara formal dalam hal ini berkaitan dengan komunikasi yang dibangun dalam

lingkup internal antara Kepala Desa, perangkat desa, BPD, dan Lembaga

Keswadayaan Masyarakat Desa. Sedangkan komunikasi informal berhubungan

dengan komunikasi yang dijalin Kepala Desa dengan lawan politiknya terdahulu.

Komunikasi yang telah dibangun oleh pemerintah desa dan aktor

kepentingan lainnya telah berjalan dengan baik meski perlu dilakukan optimalisasi

terutama komunikasi oleh pemerintah desa bersama kelompok perempuan dan

kelompok masyarakat miskin yang terkesan jarang dilakukan. Koordinasi yang

dibangun antar aktor kepentingan telah berjalan dengan baik meski perlu

dilakukan peningkatan diantaranya terkait sub indikator hubungan langsung,

perencanaan awal dan perumusan wewenang, dan tanggung jawab yang jelas
18

2.1.5 Sinergi Pemerintah Daerah dan Lembaga Adat dalam

Melaksanakan Pelestarian Kebudayaan, Oleh Ayu Mukhtaromi,

2016

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan sinergi

Pemda dan lembaga adat dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan pada

budaya suku Tengger Bromo serta faktor pendukung dan penghambat pelestarian

kebudayaan pada budaya suku Tengger Bromo. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu sinergi

pemerintah daerah dan lembaga adat dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan

di Suku Tengger Bromo sudah berhasil dari peran dan komunikasi aktor

pelaksana, program, sarana dan prasarana. Sinergi pemerintah daerah dan lembaga

adat dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan di Suku Tengger Bromo

membawa hasil positif terhadap kebudayaan Suku Tengger Bromo dari terjaganya

nilai budaya dan perubahan sosial masyarakat ke arah kemajuan dan keberhasilan

dalam mengembangkan potensi wisata kebudayaan Suku Tengger Bromo dengan

memunculkan produk yang memiliki daya tarik dan ciri khas

Faktor pendukung sinergi pemerintah daerah dan lembaga adat dalam

melaksanakan pelestarian kebudayaan di Suku Tengger Bromo, adalah isi

peraturan yang dijadikan dasar hukum pelaksanaan sinergi serta penerapan prinsip

sinergi dan ketentuan peraturan oleh aktor-aktor pelaksana. Faktor penghambat

sinergi Pemda dan lembaga adat adalah rendahnya kapasitas SDM di Suku

Tengger Bromo; area konservasi; otonomi daerah; dan tidak adanya Perda khusus

yang mengatur pelaksanaan pelestarian kebudayaan Suku Tengger Bromo


19

2.1.6 Sinergitas Stakeholders untuk Administrasi Publik yang Demokratis

dalam Perspektif Teori Governance (Studi pada Tempat Pengelolaan

Sampah Terpadu Mulyoagung Bersatu, Kecamatan Dau, Kabupaten

Malang), Oleh Bayu Rizky Aditya, 2016

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

sinergitas stakeholders pada TPST Mulyoagung Bersatu dan faktor-faktor yang

mempengaruhi sinergitas stakeholders pada TPST Mulyoagung Bersatu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil yang diperoleh dari

penelitian ini yaitu Adanya pengelolaan sampah secara terpadu yang dijalankan

oleh KSM Mulyoagung Bersatu atas bimbingan dan arahan dari pemerintah serta

kebijakan yang diambil oleh pihak KSM untuk mencari dana dengan cara menjual

lapak-lapak sampah kepada pihak rekanan menggambarkan banyaknya pilihan

atau alternatif yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan bersama. Keterlibatan

aktif dari pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan proses dari terjalinnya

sebuah sinergitas dari stakeholders.

Faktor pendukung adalah adanya dukungan pemerintah berupa

kebijakan, bimbingan, arahan, sarana dan prasarana kepada TPST Mulyoagung

Bersatu; peran aktif masyarakat Desa Mulyoagung berupa partisipasi pada saat

musyawarah pembentukan TPST dan KSM, mengelola sampah, membayar iuran,

menghasilkan sampah; keterlibatan rekanan lapak sampah dalam membeli lapak,

dan memberi kredit kepada TPST Mulyoagung Bersatu. Faktor penghambat

adalah perilaku masyarakat yang pragmatis terhadap keberadaan sampah dan tidak

seluruhnya masyarakat dapat membayar penuh terkait iuran sampah


20

2.1.7 Sinergitas Stakeholders dalam Inovasi Daerah (Studi pada Program

Seminggu di Kota Probolinggo (Semipro), Oleh Triana Rahmawati,

2016

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

sinergitas stakeholders dalam inovasi daerah pada program Seminggu di Kota

Probolinggo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ini yaitu Semipro merupakan program tahunan yang

dilaksanakan biasanya pada liburan sekolah. Hingga tahun 2013 Semipro

dilaksanakan sebanyak lima kali. Semipro bukan merupakan program inovasi

sebagaimana yang telah diklaim oleh pemerintah Kota Probolinggo. Stakeholder

yang dominan dalam program Semipro adalah pemerintah sedangkan

stakeholders lainnya yaitu masyarakat dan swasta diposisikan sebagai pendukung

kegiatan. Pembiayaan yang digunakan dalam program Seminggu di Kota

Probolinggo ini sebagian besar berasal dari APBD Kota Probolinggo dan beberapa

sumbangan dari swasta namun sayangnya masih dalam jumlah yang sedikit

sedangkan dalam pelaksanaannya tidak terdapat transparansi dan akuntabilitas

keuangan.

Tidak adanya sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam

program Semipro dapat dilihat dari dua hal yaitu komunikasi yang terjadi bersifat

satu arah sehingga tidak terjadi pertukaran informasi antar stakeholders dan dalam

program Semipro tidak nampak koordinasi melainkan hanya sebatas

mengumpulkan bantuan dari stakeholders lainnya. Sinergi pada sebuah program


21

dalam governance tidak akan terpenuhi jika terdapat aktor yang dominan,

komunikasi yang searah, dan tidak adanya koordinasi.

2.1.8 Implementasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Parkir di Kabupaten

Pamekasan, Oleh Syaiful Anam, Soesilo Zauhar, & Sarwono, 2015

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

implementasi kebijakan retribusi pelayanan parkir di Kabupaten Pamekasan serta

faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan implementasi Perda

No. 6 Tahun 2010 di lapangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu tahapan mekanisme terkait

sosialisasi tentang keberadaan Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Retribusi

Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir baik

secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi ini merupakan langkah awal

dalam rangka membangun sebuah komunikasi harmonis antara pelaksana Perda

dengan parkir, selain itu proses sosialisasi ini juga bertujuan untuk menyampaikan

informasi kepada pengguna layanan parkir dengan dua bentuk sosialisasi, yakni

sosialisasi langsung dan sosialisasi tidak langsung.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan parkir berlangganan yaitu

komunikasi yang terjalin antara Dishubkominfo dengan Kantor Samsat dan antara

Dishubkominfo dengan Dispenda dan Kepolisian serta pemahaman bersama antar

aktor dan objek terhadap substansi dari Perda. Faktor penghambat dalam

pelaksanaan parkir berlangganan yaitu : kurangnya pengetahuan masyarakat

terhadap keberadaan Perda; pendidikan yang rendah; dan sarana prasarana yang

kurang memadai. Sarana dan prasarana merupakan merupakan salah satu variabel
22

kunci, dimana keberhasilan pelaksanaan program kebijakan bisa ditentukan dari

ketersediaan sarana pendukung yang seharusnya diprioritaskan.

2.1.9 Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan dalam Menunjang

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo, Oleh Ahmad

Riyadh U. Balahmar, 2013

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

implementasi kebijakan parkir berlangganan dalam menunjang Pendapatan Asli

Daerah di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu penyelenggaraan

pelayanan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo perlu untuk lebih

ditingkatkan kembali

Kewajiban dan tanggungjawab penyelenggara layanan belum mampu

dilaksanakan dengan baik, hak pengguna jasa layanan parkir berlangganan belum

mampu dipenuhi secara keseluruhan, persepsi dan respon pengguna terhadap

layanan parkir berlangganan tidak memuaskan dan beranggapan bahwa layanan

parkir berlangganan parkir berlangganan perlu untuk lebih ditingkatkan, capaian

tujuan penyelenggaraan layanan parkir berlangganan lebih berorientasi pada

peningkatan PAD daripada peningkatan pelayanan parkir, dan belum mampu

mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu menikmati parkir gratis.

Terdapat beberapa kendala dalam penyelenggaraan pelayanan parkir berlangganan

yaitu : belum adanya kerjasama yang optimal antar berbagai stakeholder, masih

adanya juru parkir berlangganan yang memungut uang parkir kepada pengguna
23

parkir, jumlah SDM pengawas yang kurang memadai, sistem pengawasan yang

kurang optimal, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan miss oriented.

Berdasarkan 9 jurnal yang terdapat pada Kajian Penelitian Terdahulu

tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penelitian yang dilakukan

dengan menggunakan judul implementasi kebijakan parkir berlangganan selalu

menggunakan teori implementasi kebijakan publik dan retribusi daerah. Hal ini

seperti yang digunakan oleh Sanjani Mas Agus Hardian tahun 2016, Syaiful Anam

tahun 2015, dan Ahmad Riyadh U. Balahmar tahun 2013. Demikian juga

penelitian dengan judul sinergi karena selalu menggunakan teori sinergi seperti

yang dilakukan oleh Jovi Andre Kurniawan tahun 2017, I Ketut Teguh Yudha

Satrya tahun 2017, Akbar Pandu Dwinugraha tahun 2016, Ayu Mukhtaromi tahun

2016, Triana Rahmawati tahun 2016, dan Rizky Fajar Wibowo tahun 2016

Semua jurnal yang ada dalam penelitian terdahulu tersebut masih seputar

sinergitas aktor pelaksana kebijakan dan implementasi kebijakan oleh Dinas

Perhubungan serta menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa masih banyak terjadi permasalahan dalam parkir

berlangganan yaitu sering adanya laporan tentang pungutan liar yang dilakukan

juru parkir berlangganan. Pelaksanaan parkir berlangganan oleh lembaga

pemerintah khususnya Dinas Perhubungan di beberapa daerah belum sepenuhnya

akuntabel. Adapun secara rinci hasil penelitian terdahulu sebagaimana yang ada

pada tabel di bawah ini :


24
Tabel 2.1
Matrik Perbandingan Penelitian Terdahulu
Judul, Peneliti, dan Tahun Tujuan Penelitian Teori yang Digunakan Jenis dan Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Metode Penelitian Penelitian
Penelitian
1 2 3 4 6 7 8
Sinergi Desa Adat dan Desa Dinas Untuk menganalisis dan Sinergi : Kualitatif (1) Desa adat dan Desa Membahas tentang Judul
dalam Pengelolaan Aset Desa untuk mendeskripsikan : (1) Sinergi sebagai kombinasi atau paduan Deskriptif Dinas Sambangan sudah sinergitas, penelitian,
Mewujudkan Harmonisasi (Studi Sinergi Desa Adat dan unsur atau bagian yang dapat bersinergi secara positif menggunakan tujuan
pada Desa Adat dan Desa Dinas Desa Dinas dalam menghasilkan keluaran lebih baik dan dalam hal pengelolaan metode penelitian penelitian,
Sambangan) pengelolaan aset desa di lebih besar. Jadi sinergi dapat aset desa yang dibuktikan kualitatif, dan teori hasil
Desa Sambangan dan (2) dipahami sebagai operasi gabungan dengan pembentukan yang digunakan penelitian,
I Ketut Teguh Yudha Satrya (2017) Integrasi Desa Adat dan atau suatu badan kelompok dan lokasi
Desa Dinas Sambangan perpaduan unsur untuk menghasilkan yang dinamakan darwis penelitian
untuk mencapai output yang lebih baik. Sinergi dapat yang berfungsi untuk
keharmonisan dalam terbangun melalui dua cara yaitu : (1) membantu Desa Adat dan
pengelolaan aset desa Komunikasi dan (2) Koordinasi Desa Dinas untuk
Komunikasi : mengatur parkir dan
Komunikasi merupakan proses yang untuk mengantar tamu ke
secara umum digunakan manusia obyek wisata. Sinergi ini
dalam melakukan interaksi sosialnya juga terbangun karena
(Arifin, 2000) adanya komunikasi dan
Koordinasi : koordinasi dan (2) Dalam
Koordinasi adalah kegiatan pembuatan program kerja,
mengarahkan, mengintegrasikan, dan pembuatan RAB untuk
mengkoordinasikan unsur-unsur pengelolaan aset Desa
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan Sambangan dilakukan
para bawahan dalam mencapai tujuan rapat koordinasi antara
organisasi (Hasibuan, 2006 : 85) Desa Dinas dan Desa
Adat untuk mencapai
kesepakatan bersama,
sinergi yang ditunjukkan
sangat penting agar tidak
terjadi kesalahpahaman
Sinergitas Antar Stakeholders dalam Untuk menganalisis dan Sinergitas Kualitatif Dalam tahap Membahas tentang Teori yang
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau mendeskripsikan Sinergi sebagai kombinasi atau paduan Deskriptif pemeliharaan RTH taman sinergitas antar aktor digunakan,
(RTH) Taman Kota di Kota sinergitas antar unsur atau bagian yang dapat kota, stakeholders yang kepentingan dan judul
Temanggung stakeholders dalam menghasilkan keluaran lebih baik atau terlibat adalah DPUPKP, menggunakan penelitian,
pengelolaan ruang terbuka lebih besar. Covey (dalam Wati, 2013) DLH, dan masyarakat. metode penelitian fokus
Jovi Andre Kurniawan (2017) hijau taman kota di Kota Stakeholders Semuanya telah terpenuhi kualitatif penelitian,
Temanggung Stakeholders adalah orang, kelompok, dengan baik yakni terjadi hasil

24
atau organisasi apapun yang dapat komunikasi efektif, penelitian, dan
melakukan klaim atau perhatian, umpan balik yang cepat, lokasi
sumber daya, atau hasil (output) telah ada kepercayaan, penelitian
organisasi, atau dipengaruhi hasil itu serta kreativitas yang
(Bryson, 2005 : 60) dihasilkan para
Ruang Terbuka Hijau stakeholders. Dalam tahap
Ruang Terbuka Hijau adalah pengamanan RTH taman
pengelolaan lahan dan permukaan kota, stakeholders yang
lahan yang ditutupi oleh elemen terlibat adalah DPUPKP,
tanaman alami yang ditanam manusia Disperindagkop dan
(Haq&Ernawati, 2015) UMKM, Satpol PP, dan
Damkar, serta
masyarakat. Komunikasi
berjalan efektif, terjadi
feedback yang cepat,
terdapat kepercayaan
diantara stakeholders, dan
kreativitas telah
dimunculkan.
Implementasi Peraturan Daerah Untuk menganalisis dan Kebijakan Publik Kualitatif Komunikasi yang Membahas Judul
Kabupaten Sidoarjo No. 2 Thun mendeskripsikan Kebijakan publik adalah studi tentang Deskriptif dilakukan oleh pelaksana implementasi parkir penelitian dan
2012 tentang Penyelenggaraan implementasi Perda No. 2 apa yang dilakukan pemerintah, parkir berlangganan berlangganan, lokasi fokus
Parkir di Kabupaten Sidoarjo (Studi Tahun 2012 tentang mengapa pemerintah mengambil sudah dilaksanakan penelitian, dan penelitian
Kasus Parkir Berlanggann di Jl. Penyelenggaraan Parkir di tindakan tersebut, dan apa akibat dari dengan baik namun perlu menggunakan
Gajah Mada Sidoarjo) Jl. Gajah Mada, tindakan tersebut . Dye (dalam peningkatan kualitas metode penelitian
Kabupaten Sidoarjo Parsons, 2005) komunikasi pada target kualitatif
Sanjani Mas Agus Hardian (2016) Implementasi Kebijakan Publik group, yaitu mengenai
Implementasi kebijakan adalah titik parkir dan himbauan
tindakan-tindakan yang dilakukan baik untuk tidak memberi
individu-individu/pejabat-pejabat atau imbalan pada juru parkir.
kelompok-kelompok pemerintah atau Dari sudut pandang
swasta yang diarahkan pada sumber daya, jumlah staf
tercapainya tujuan-tujuan yang telah pelaksana sudah cukup,
digariskan dalam keputusan penyediaan fasilitas sudah
kebijaksanaan (Wahab, 2005 : 65) dilaksanakan secara baik,
Model Implementasi Kebijakan informasi tugas dan
Publik kewajiban sudah dimiliki
Model implementasi kebijakan publik oleh pelaksana dan
menurut Edward III (1980) terdiri dai wewenang masing-
empat variabel yaitu : komunikasi, masing pelaksana sudah
sumber daya, disposisi, dan struktur memiliki legalitas. Pada
birokrasi (Agustino, 2006 : 149) variabel disposisi, masih
memerlukan perbaikan
25
pada pelaksanaannya,
diantaranya mengenai
insentif juru parkir yang
kurang sehingga
mempengaruhi komitmen
juru parkir dalam
melaksanakan
kewajibannya
meyediakan kartu kendali
dan memberikan karcis
parkir pada kendaraan
luar Sidoarjo. Dari
struktur organisasi telah
dilaksanakan dengan baik.
Fragmentasi telah
dilaksanakan dan SOP
pelaksana telah tersedia
namun perlu perbaikan
mengenai overlapping
jabatan dan pertumbuhan
jumlah juru parkir liar

Sinergitas Aktor Kepentingan dalam Untuk menganalisis dan Sinergitas Aktor Kepentingan Kuaitatif Sinergitas aktor Membahas tentang Hasil
Penyelenggaraan Pemerintahan mendeskripsikan Sinergi sebagai operasi gabungan Deskriptif kepentingan di Desa sinergitas aktor penelitian,
Desa (Studi pada Desa Urek-Urek, sinergitas aktor perpaduan unsur untuk menghasilkan Urek-Urek dalam rangka kepentingan, teori lokasi
Kecamatan Gondanglegi, kepentingan dalam output yang lebih baik dan lebih besar. penyelenggaraan yang digunakan, dan penelitian,
Kabupaten Malang) penyelenggaraan Sinergitas dapat terbangun melalui dua pemerintahan desa sudah menggunakan judul
pemerintahan desa di cara yaitu komunikasi dan koordinasi. berjalan baik meski perlu metode penelitian penelitian, dan
Akbar Pandu Dwinugraha (2016) Desa Urek-Urek Najiyati (dalam Rahmawati et al., terus dilakukan kualitatif fokus
2014) optimalisasi. Komunikasi penelitian
Pemerintahan Desa yang telah dibangun oleh
Pemerintahan desa merupakan Pemdes dan aktor
penyelenggaraan urusan pemerintahan kepentingan lainnya telah
negara kesatuan Republik Indonesia berjalan baik meski prlu
(UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa) dilakukan optimalisasi
terutama komunikasi oleh
Pemdes bersama
kelompok perempuan dan
masyarakat yang terkesan
jarang dilakukan.
Koordinasi yang
dibangun antar aktor
kepentingan telah berjalan
26
baik meski perlu
peningkatan terkait sub
indikator hubungan
langsung, perencanaan
awal, perumusan
wewenang, dan
tanggungjawab yang jelas
Sinergi Pemerintah Daerah dan Untuk menganalisis dan Sinergi Kualitatif (1) Sinergi Pemda dan Membahas tentang Lokasi
Lembaga Adat dalam Melaksanakan mendeskripsikan : (1) Persyaratan utama bagi suatu sistem Deskriptif lembaga adat dalam sinergi pemerintah penelitian,
Pelestarian Kebudayaan (Studi pada Sinergi Pemda dan sinergi yang ideal adalah kepercayaan, melaksanakan pelestarian daerah dan teori yang
Budaya Suku Tengger Bromo lembaga adat dalam komunikasi yang efektif, umpan balik kebudayaan di Suku menggunakan digunakan,
Sabrang Kulon Desa Tosari melaksanakan pelestarian yang cepat, dan keativitas (Doctoroff, Tengger Bromo sudah metode penelitian fokus
Kecamatan Tosari Kabupaten kebudayaan pada budaya 1977 : 76) berhasil dari peran dan kualitatif penelitian, dan
Pasuruan) suku tengger Bromo Administrasi Pemerintah Daerah komunikasi aktor judul
Sabrang Kulon Desa Administrasi pemerintah daerah ialah pelaksana, program, penelitian
Ayu Mukhtaromi (2016) Tosari dan (2) Faktor semua kegiatan atau proses yang sarana dan prasarana dan
pendukung dan berhubungan dengan pelaksanaan dari (2) Faktor pendukung
penghambat pelestarian tujuan pemerintah (Sapari, 1970 : 26) sinergi Pemda dan
kebudayaan pada budaya Administrasi Pariwisata lembaga adat dalam
suku tengger Bromo Administrasi pariwisata harus melaksanakan pelestarian
Sabrang Kulon Desa memperhatikan prinsip-prinsip yaitu : kebudayaan di Suku
Tosari pembangunan pariwisata harus Tengger Bromo adalah isi
didasarkan pada kearifan lokal dan peraturan serta penerapan
special local sense yang merefleksikan prinsip sinergi dan
keunikan peninggalan budaya dan ketentuan peraturan oleh
keuikan lingkungan; preservasi, aktor-aktor pelaksana.
proteks, dan peningkatan kualitas Faktor penghambat
sumber daya yang menjadi basis sinergi Pemda dan
pengembangan kawasan pariwisata; lembaga adat dalam
pengembangan atraksi wisata melaksanakan pelestarian
tambahan yang mengakar pada kebudayaan di Suku
kekhasan budaya lokal; dan pelayanan Tengger Bromo adalah
kepada wisatawan yang berbasis rendahnya kapasitas SDM
keunikan budaya dan lingkungan di Suku Tengger Bromo;
lokal. Cox (dalam Dowling&Fennel, area konservasi; otonomi
2003 : 2) daerah; dan tidak adanya
Perda khusus

Sinergitas Stakeholders untuk Untuk menganalisis dan Administrasi Kualitatif (1) Proses terjalinnya Membaha tentang Fokus
Administrasi Publik yang mendeskripsikan : (1) Administrasi sebagai pekerjaan Deskriptif sinergitas stakeholders sinergitas aktor penelitian,
Demokratis dalam Perspektif Teori Sinergitas stakeholders terencana yang dilakukan oleh dalam pengelolaan kepentingan dan teori yang
Governance (Studi pada Tempat untuk administrasi publik sekelompok orang dalam bekerjasama sampah terpadu di TPST menggunakan digunakan,
27
Pengelolaan Sampah Terpadu yang demokratis dalam untuk mencapai tujuan kesejahteraan Mulyoagung Bersatu, metode penelitian lokasi
Mulyoagung Bersatu, Kecamatan perspektif teori bersama, kelompok tersebut dikenal yaitu adanya pengelolaan kualitatif penelitian,
Dau, Kabupaten Malang) governance pada tempat sebagai tiga cabang pemerintahan sampah secara terpadu hasil
pengelolaan sampah yang berperan penting bagi yang dijalankan oleh penelitian, dan
Bayu Rizky Aditya (2016) terpadu Mulyoagung pemenuhan pelayanan bagi masyarakat KSM Mulyoagung judul
Bersatu dan (2) Faktor- atau yang sering disebut dengan pubik Bersatu atas bimbingan penelitian
faktor yang (Pasolong, 2007 : 3) dan arahan dari
mempengaruhi sinergitas Stakeholders pemerintah serta
stakeholders untuk Stakehlders adalah sebuah kelompok kebijakan yang diambil
administrasi publik yang atau individu yang dipengaruhi oleh oleh pihak KSM.
demokratis dalam atau dapat mempengaruhi pencapaian Keterlibatan aktif dari
perspektif teori tujuan sebuah organisasi (Freeman, pemerintah, masyarakat
governance pada tempat 1984 : 2) dan swasta merupakan
pengelolaan sampah Sinergitas proses dari terjalinnya
terpadu Mulyoagung Sinergitas merupakan sebuah interaksi sebuah sinergitas dari
Bersatu dari dua pihak atau lebih yang saling stakeholders dan (2)
berinteraksi dan menjalin hubungan Faktor- pendukung adalah
yang bersifat dinamis guna mencapai adanya dukungan
tujuan bersama (Pamudji, 2985 : 12) pemerintah berupa
kebijakan, bimbingan,
arahan, sarana dan
prasarana kepada TPST
Mulyoagung Bersatu;
peran aktif masyarakat
Desa Mulyoagung berupa
partisipasi pada saat
musyawarah
pembentukan TPST dan
KSM, mengelola sampah,
membayar iuran, dan
menghasilkan sampah;
keterlibatan rekanan lapak
sampah dalam membeli
lapak dan juga memberi
kredit kepada TPST
Mulyoagung Bersatu.
Faktor penghambat
adalah perilaku
masyarakat yang
pragmatis terhadap
keberadaan sampah dan
tidak seluruhnya
masyarakat dapat
28
membayar penuh terkait
iuran sampah.

Sinergitas Stakeholders dalam Untuk menganalisis dan Governance Kualitatif Semipro merupakan Membahas tentang Judul
Inovasi Daerah (Studi pada Program mendeskripsikan Governance adalah mekanisme, Deskriptif program tahunan yang sinergitas aktor penelitian,
Seminggu di Kota Probolinggo sinergitas stakeholders praktek, dan tata cara pemerintah dan dilaksanakan biasanya kepentingan, teori lokasi
(Semipro) dalam inovasi daerah warga mengatur sumber daya serta pada liburan sekolah. yang digunakan, dan penelitian,
pada program Seminggu memecahkan masaah-masalah publik Hingga tahun 2013 menggunakan fokus
Triana Rahmawati (2016) di Kota Probolinggo. (Sumarto, 2003 : 2) Semipro dilaksanakan metode penelitian penelitian, dan
Sinergi sebanyak lima kali. kualitatif judul
Sinergi sebagai operasigabungan atau Semipro bukan penelitian
perpaduan unsur untuk menghasilkan merupakan program
output yang lebih baik. Sinergitas inovasi sebagaimana yang
dapat terbangun melalui dua cara yaitu telah diklaim oleh
komunikasi dan koordinasi pemerintah Kota
(Najiyati&Rahmat, 2011) Probolinggo. Stakeholder
Inovasi yang dominan dalam
Inovasi tidak terlepas dari beberapa hal program Semipro adalah
antara lain : pengetahuan baru, cara pemerintah sedangkan
baru, objek baru, teknologi baru, dan stakeholders lainnya yaitu
penemuan baru (Noor, 2013 : 87) masyarakat dan swasta
diposisikan sebagai
pendukung kegiatan.
Tidak adanya sinergitas
antar pemerintah,
masyarakat, dan swasta
dalam program Seminggu
di Kota Probolinggo dapat
dilihat dari dua hal yaitu
komunikasi yang terjadi
bersifat satu arah
sehingga tidak terjadi
pertukaran informasi
antar stakeholders dan
tidak nampak koordinasi
melainkan hanya sebatas
mengumpulkan bantuan
dari stakeholders lainnya.
Implementasi Kebijakan Retribusi Untuk menganalisis dan Retribusi Pungutan Daerah : Kualitatif (1) Dalam proses Membahas tentang Judul
Pelayanan Parkir di Kabupaten mendeskripsikan : (1) Retribusi pungutan daerah sebagai Deskriptif implementasi terdapat penyelenggaraan penelitian,
Pamekasan Implementasi kebijakan pembayaran atas jasa atau pemberian tahapan mekanisme yang parkir berlangganan, hasil
retribusi pelayanan parkir ijin tertentu yang khusus disediakan masing-masing teori yang penelitian, dan
Syaiful Anam (2015) di Kabupaten Pamekasan atau diberikan oleh Pemda untuk mempunyai tujuan dan digunakan, dan lokasi
29
dan (2) Faktor pendukung kepentingan pribadi orang atau badan target yang berbeda dan menggunakan penelitian
dan faktor penghambat (Febriyanti, 2000:152) (2) Dalam implementasi metode penelitian
dalam pelaksanaan Faktor yang Mempengaruhi Perda No. 6 Tahun 2010 kualitatif
implementasi Perda No. 6 Keberhasilan Implementasi di lapangan terdapat : (a)
Tahun 2010 di lapangan. Kebijakan : Faktor pendukung :
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjalinnya komunikasi
keberhasilan implementasi kebijakan, dan koordinasi serta
yaitu : Komunikasi, Sumber daya, pemahaman yang baik
Disposisi, dan Struktur birokrasi antar aktor dan (b) Faktor
(Edward, 1980:189). penghambat : kurangnya
pengetahuan masyarakat
serta sarana dan prasarana
Implementasi Kebijakan Parkir Untuk menganalisis dan Pendapatan Asli Daerah Kualitatif Kewajiban dan tanggung Membahas tentang Judul
Berlangganan dalam Menunjang mendeskripsikan Pendapatan Asli Daerah adalah Deskriptif jawab penyelenggara penyelenggaraan penelitian dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) implementasi kebijakan penerimaan di daerah dari sektor layanan belum mampu parkir berlangganan, teori yang
Kabupaten Sidoarjo parkir berlanggganan pajak, retribusi daerah, dilaksanakan dengan baik, lokasi penelitian, digunakan
dalam menunjang hasil perusahaan milik daerah, hasil hak pengguna jasa dan menggunakan
Ahmad Riyadh U. Balahmar Pendapatan Asli Daerah pengelolaan kekayaan daerah yang layanan parkir metode penelitian
(2013) di Kabupaten Sidoarjo. dipisahkan, dan lain-lain PAD yang berlangganan belum kualitatif
sah mampu dipenuhi secara
(Mardiasmo, 2002) keseluruhan, capaian
Retribusi Daerah : tujuan penyelenggaraan
Retribusi daerah adalah pungutan layanan parkir
daerah sebagai pembayaran atas jasa berlangganan lebih
atau pemberian izin tertentu yang berorientasi pada
khusus disediakan dan atau diberikan peningkatan PAD dari
oleh Pemda untuk kepentingan orang pada peningkatan
pribadi atau badan. pelayanan parkir, belum
(Siahaan, 2005) ada kerjasama yang
optimal antar berbagai
stakeholder, sarana dan
prasarana minim
Sumber : Hasil Olah Penulis, 2017

30
31

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku

atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk

mencapai tujuan tersebut (Budiardjo : 2008). Kebijakan publik (public policy)

adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang

saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang

dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn : 2003). Menurut Dye (1981),

kebijakan publik memiliki makna sebagai sebuah pilihan tindakan apapun yang

dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah (Wahab : 2012).

Menurut Wilson (2006), kebijakan publik adalah tindakan-tindakan,

tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah

tertentu, langkah-langkah yang telah atau sedang diambil (atau gagal diambil)

untuk diimplementasikan, dan penjelasan–penjelasan yang diberikan oleh mereka

mengenai apa yang telah terjadi atau tidak terjadi (Wahab : 2012). Menurut Jones

(1996), istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun

digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda.

Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan

(decision), standar, proposal, dan grand design (Winarno : 2007). Udoji (1981)

menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tindakan bersanksi yang

mengarah pada tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang

saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat (Wahab :

2005).
32

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa kebijakan publik adalah serangkaian beberapa keputusan dan tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dilandasi pemikiran rasional dalam

rangka mengatasi berbagai permasalahan publik yang ada di masyarakat, terdapat

faktor yang melatarbelakangi dalam setiap kebijakan publik.

2.2.2 Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan

kebijakan (Edward : 1980). Implementasi kebijakan (policy implementation)

adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu

tertentu (Dunn : 2003). Setiawan (2004) menyatakan bahwa implementasi adalah

perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan

tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang

efektif (Hadiyanti : 2011). Menurut Harsono (2002), implementasi adalah suatu

proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke

dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu

program (Solikhin : 2016). Wahab (2001) menyatakan bahwa implementasi adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh indvidu-individu, pejabat-pejabat,

atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

(Muhamad : 2011)

Implementasi menurut Mazmanian & Sabatier (1979) yaitu memahami apa

yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau


33

dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni

kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya

pedoman-pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk

mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada

masyarakat atau kejadian-kejadian (Wahab, 2008). Implementasi menurut Patton

& Sawicki (1993) berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk

merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk

mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah

diseleksi (Tangkilisan : 2003).

Van Meter & Van Horn (1975) menyatakan bahwa implementasi kebijakan

merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara

individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Esensi

utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi

sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut

mencakup usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Wibawa : 1994).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa implementasi kebijakan publik adalah berkaitan dengan berbagai kegiatan

yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif

mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan

kebijakan yang telah diseleksi. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif

dan efisien sumber daya, unit-unit, dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan

program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat dan
34

petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang

dilaksanakan

2.2.3 Model Implementasi Kebijakan Publik

Penulis memilih menggunakan dimensi implementasi kebijakan publik

menurut Edward III (1980) karena jabaran konsep-konsep yang dibahasnya jauh

lebih dalam dan operasional serta lebih sederhana dibandingkan dengan variabel-

variabel yang diajukan oleh pendahulunya. Dalam meneliti mengenai

implementasi kebijakan publik, Edward III (1980) memulai dengan mengajukan

dua pertanyaan, yaitu : (1) Apa syarat untuk suksesnya kebijakan? dan (2) Apa

hambatan utama bagi keberhasilan kebijakan?. Edward III (1980) berusaha

menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat faktor atau variabel

dari kebijakan yaitu :

Gambar 2.2.3
Model Implementasi Kebijakan Publik Menurut Edward III

Sumber : Edward III dalam Subarsono (2013 : 91)


35

1. Struktur Birokrasi. Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut

adanya kerjasama banyak pihak, ketika strukur birokrasi tidak kondusif

terhadap implementasi suatu kebijakan maka hal ini akan menyebabkan

ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan. Menurut

Edward III (1980) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yaitu :

a. Standar Operasional Prosedur (SOP). Merupakan perkembangan dari

tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya, serta kebutuhan

penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas

(Winarno : 2005). Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa

digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan umum di berbagai

sektor publik dan swasta. Semakin besar kebijakan membutuhkan

perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin

besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi. Organisasi-

organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan

kontrol yang besar atas program yang bersifat fleksibel lebih dapat

menyesuaikan tanggungjawab yang baru daripada birokrasi-birokrasi

tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini.

b. Fragmentasi. Edward III (1980) menjelaskan bahwa fragmentasi

merupakan penyebaran tanggungjawab suatu kebijakan kepada beberapa

badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya,

semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan

kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau

kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang


36

sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan

konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi

kebijakan. Berikut hambatan-hambatan yang terjadi dalam fragmentasi

birokrasi berhubungan dengan implementasi kebijakan publik : (1) Tidak

ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya

fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda-beda.

Masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu

bidang, maka tugas-tugas yang penting akan terlantarkan dalam berbagai

agenda birokrasi yang menumpuk dan (2) Pandangan yang sempit dari

badan yang mungkin juga akan menghambat perubahan, jika suatu badan

mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-misinya, maka badan

itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar kemungkinan

akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan

(Winarno : 2005)

2. Sumber Daya. Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan

terhadap sumber daya (resources). Edward III (1980) mengkategorikan

sumber daya organisasi terdiri dari : staf, informasi, wewenang, fasilitas,

bangunan, peralatan, tanah, dan persediaan. Edward III (1980)

mengemukakan bahwa sumber daya tersebut dapat diukur dari aspek

kecukupannya yang di dalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan. Sumber

daya yang tidak mencukupi berarti bahwa Undang-Undang tidak akan

diberlakukan, layanan tidak akan disediakan, dan peraturan yang masuk akal

tidak akan dikembangkan. Sumber daya diposisikan sebagai input dalam


37

organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat

ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan

biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang

merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam

output sedangkan secara teknologis, sumber daya bertalian dengan

kemampuan transformasi dari organisasi (Tachjan : 2006). Indikator-indikator

yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya mempengaruhi

implementasi kebijakan terdiri dari :

a. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau

pegawai (street-level bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam

implementasi kebijakan salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang

tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam

bidangnya. Penambahan jumlah staf dan pelaksana saja tidak cukup

menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan

sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan

(kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan.

b. Informasi. Informasi mempunyai dua bentuk yaitu : (1) Informasi yang

berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan dan (2) Informasi

mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan

regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

c. Wewenang. Kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat

dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang


38

ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada maka kekuatan

para pelaksana di mata publik tidak dilegitimasi sehingga dapat

menggagalkan implementasi kebijakan publik tetapi dalam konteks yang

lain, ketika wewenang formal tersedia maka sering terjadi kesalahan

dalam melihat efektivitas kewenangan. Efektivitas kewenangan

diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain efektivitas

akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana

demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya.

d. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Pelaksana mungkin mempunyai staf yang mencukupi,

kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana

dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil

(Agustino : 2006)

3. Disposisi. Edward III (1980) mengemukakan bahwa kecenderungan-

kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai

konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. (Winarno,

2005). Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau

adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat

kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai

dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap

negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik

kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang

serius. Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan


39

Edward III (1980) tentang ”zona ketidakacuhan” dimana para pelaksana

kebijakan melalui keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus

menghambat implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda,

dan tindakan penghambatan lainnya. Menurut pendapat Van Meter & Van

Horn (1975), sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan

sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan

publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan

bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan

dan persoalan yang mereka rasakan. Kebijakan publik biasanya bersifat top

down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui

bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan

yang harus diselesaikan. (Agustino, 2006). Faktor-faktor yang menjadi

perhatian Edward III (1980) mengenai disposisi dalam implementasi

kebijakan terdiri dari :

a. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang

diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Pengangkatan dan

pemilihan personel pelaksana kebijakan diharuskan pada orang-orang

yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih

khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

b. Insentif. Salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah

sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada


40

dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka

para pembuat kebijakan yang memanipulasi insentif dapat mempengaruhi

tindakan para pelaksana kebijakan. Menambah keuntungan atau biaya

tertentu akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya

memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi (Agustino : 2006)

4. Komunikasi. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan

dari implementasi kebijakan publik (Agustino : 2006). Implementasi yang

efektif akan terlaksana jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai

apa yang akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui para pengambil

keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga

indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel

komunikasi. Edward III (1980) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu :

a. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan

suatu implementasi yang baik. Seringkali terjadi masalah dalam

penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan

banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses

komunikasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan (street-

level-bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak

ambigu/mendua.

c. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu

komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan.


41

Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat

menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan (Agustino : 2006)

Menurut Edward III (1980), terdapat beberapa hambatan umum yang biasa

terjadi dalam transmisi komunikasi yaitu : (1) Terdapat pertentangan antara

pelaksana kebijakan dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan.

Pertentangan seperti ini akan mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung

dalam komunikasi kebijakan, (2) Informasi yang disampaikan melalui berlapis-

lapis hierarki birokrasi. Distorsi komunikasi dapat terjadi karena panjangnya

rantai informasi yang dapat mengakibatkan bias informasi, dan (3) Masalah

penangkapan informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para

pelaksana dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu kebijakan (Winarno :

2005)

Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan informasi dalam

implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas kebijakan,

kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya masalah-

masalah dalam memulai kebijakan yang baru, dan adanya kecenderungan meng-

hindari pertanggungjawaban kebijakan (Winarno : 2005). Proses implementasi

kebijakan terdiri dari berbagai aktor yang terlibat mulai dari manajemen puncak

sampai pada birokrasi tingkat bawah. Komunikasi yang efektif menuntut proses

pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua tahap. Jika terdapat

pertentangan dari pelaksana maka kebijakan tersebut akan diabaikan dan

terdistorsi.
42

Lapisan atau aktor pelaksana yang terlibat dalam implementasi kebijakan

jika semakin banyak maka semakin besar kemungkinan hambatan dan distorsi

yang dihadapi (Winarno : 2005). Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu

dibangun dan dikembangkan saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin

baik pengembangan saluran-saluran komunikasi yang dibangun maka semakin

tinggi probabilitas perintah-perintah tersebut diteruskan secara benar. Dalam

kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-

tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara

menginterpretasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara

untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui

pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari

multi intrepretasi, melaksanakan prosedur dengan hati-hati, dan mekanisme

pelaporan secara terinci.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat empat faktor dalam model implementasi kebijakan publik yaitu :

struktur birokrasi; sumber daya; disposisi; dan komunikasi.

2.2.4 Sinergitas

Turner (1990) menyatakan bahwa sinergitas merupakan suatu proses yang

melibatkan berbagai aktivitas yang berjalan bersama sehingga menciptakan

sesuatu yang baru. Sinergitas merupakan hasil dari suatu relasi dialogik antara

berbagai sumber pengetahuan yang berbeda dan merupakan suatu proses yang

mengakumulasikan berbagai macam pengetahuan. Dalam setiap kelompok kerja

dalam organisasi, kualitas sinergitas yang merupakan sinergitas efektif pada


43

hakekatnya adalah hasil dari suatu proses perpaduan dari cara-cara bagaimana

mengatasi masalah dan perpaduan gagasan yang dijalankan oleh pihak-pihak yang

saling percaya dan bersikap saling mendukung menghasilkan suatu gagasan baru

yang benar-benar memberikan kepuasan secara intrinsik bagi semua belah pihak.

Timbulnya gagasan baru dan kepuasan yang mengikutinya tidak akan dapat

diperoleh tanpa kerjasama efektif dari semua pihak (Nurtam : 2015)

Menurut Sirower (1998), dasar-dasar sinergitas terdiri dari visi strategis,

strategi budaya, kekuasaan dan budaya, integrasi sistem dan investasi awal untuk

memperoleh imbalan sebagai premium. Keempat komponen itu mewakili unsur-

unsur utama dari suatu strategi kerjasama atau kemitraan yang harus berada pada

posisinya. Dalam hal ini, komponen sinergitas yang dimaksud dikelompokkan

menjadi antar pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Pada konteks keterkaitan

masing-masing dasar sinergitas berlaku bahwa jika salah satu dari keempat dasar

ini tidak ada pada saat kesepakatan kerjasama dilakukan, maka sinergitaspun akan

menjadi “perangkap”, premium kemungkinan mewakili kerugian total bagi

komponen sinergitas. Berkenaan dengan kondisi-kondisi persaingan ini, dasar-

dasar sinergitas ini perlu diterapkan tetapi bukan satu-satunya komponen yang

menentukan untuk menjamin pencapaian tujuan (Nurtam : 2015).

Deardorff & Williams (2006) menyatakan bahwa sinergitas adalah sebuah

proses dimana interaksi dari dua atau lebih agen atau kekuatan akan

menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih besar dibandingkan jumlah dari

pengaruh mereka secara individual. Sinergitas bukan sesuatu yang dapat kita

pegang oleh tangan kita tapi suatu istilah yang berarti melipatgandakan pengaruh
44

(multiplier effect) yang memungkinkan energi pekerjaan atau jasa individu

berlipatganda secara eksponensial melalui usaha bersama. Sinergitas kelompok

dideskripsikan sebagai tindakan yang berkembang dan mengalir dari kelompok

orang yang bekerja bersama secara sinkron satu sama lain sehingga mereka dapat

bergerak dan berfikir sebagai satu kesatuan. Tindakan sinergitas ini dilakukan

dengan insting positif, memberdayakan, dan menggunakan sumber daya

kelompok secara keseluruhan (Judin : 2013).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinergitas bisa didefinisikan

sebagai kegiatan atau operasi gabungan. Sinergitas juga bisa dimaknai sebagai

bentuk kerjasama yang dihasilkan melalui kolaborasi masing-masing pihak tanpa

adanya perasaan kalah. Merujuk pada definisi tersebut, ciri khas sinergitas adalah

keragaman atau perbedaan bukan keseragaman (Panca : 2016). Sinergitas aktor

kepentingan bisa diartikan sebagai hubungan sinergitas yang dibangun oleh para

aktor kepentingan. Najiyati & Rahmat (2011) menyatakan bahwa sinergitas

merupakan kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan

keluaran lebih baik dan lebih besar. Sinergitas dapat dipahami sebagai operasi

gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik.

(Dwinugraha : 2016).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa sinergitas adalah gabungan kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil

yang lebih maksimal dengan cara bekerjasama sehingga terhubung oleh beberapa

peran yang berbeda namun terkait di dalamnya. Seluruh komponen masyarakat

dan pemerintah dapat bersinergitas untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.


45

Sinergitas adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang

produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan

untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat dan berkualitas. Tujuan sinergitas

adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok

untuk saling berhubungan, melalui dialog dengan semua golongan, dimana

persepsi, sikap, dan opininya penting terhadap suatu kesuksesan. Sinergitas adalah

saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai hasil lebih besar

daripada jumlah perbagian. Bersinergitas berarti saling menghargai perbedaan ide,

pendapat, dan bersedia saling berbagi. Sinergitas tidak mementingkan diri sendiri,

namun berpikir menang-menang dan tidak ada pihak yang dirugikan atau merasa

dirugikan.
2.2.5 Dimensi Sinergitas
Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara yaitu : (1) Komunikasi.

Komunikasi menurut Sofyandi & Garniwa (2007) dapat dibedakan atas dua

bagian yaitu : (a) Komunikasi yang berorientasi pada sumber yang menyatakan

bahwa komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang secara sungguh-

sungguh memindahkan stimulan guna mendapatkan tanggapan dan (b)

Komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa komunikasi

sebagai semua kegiatan di mana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau

rangsangan serta (2) Koordinasi. Menurut Silalahi (2011), koordinasi adalah

integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha

bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama (Dwinugraha : 2016)


Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa dimensi sinergitas terdiri dari komunikasi dan koordinasi.

2.2.5.1 Koordinasi
46

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-

kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang

fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien

(Handoko : 2009). Menurut Terry (1986), koordinasi adalah suatu usaha yang

sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan

mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan

harmonis pada sasaran yang telah ditentukan (Hasibuan : 2006).

Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama

secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa

sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian

suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak

merusak keberhasilan yang lain (Ndraha : 2003). Menurut White (1957),

koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian dan usaha

menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok,

sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan

terbanyak pada keseluruhan hasil (Kencana : 2011). Koordinasi diartikan sebagai

suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas

tertentu sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling

melengkapi (Hasibuan : 2011). Menurut Brech (1966), koordinasi adalah

mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan

pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota itu

sendiri (Isnawati : 2012).


47

Tipe koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal

dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi.

Makna kedua tipe koordinasi ini yaitu :

1. Koordinasi vertikal, adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang

dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja

yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya. Atasan

mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggungjawabnya secara

langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan karena

atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

2. Koordinasi horizontal, adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau

kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-

kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi

horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary

adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-

tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu

dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama

tugasnya. Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi) beserta unit-

unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling

bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya

setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan karena koordinator

tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab

kedudukannya setingkat (Hasibuan : 2006)


48

Mekanisme-mekanisme dasar untuk pencapaian koordinasi adalah sebagai

berikut :

1. Hierarki manajerial. Rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang

formal, hubungan tanggungjawab dan akuntabilitas yang jelas dapat

menumbuhkan integrasi bila dirumuskan secara jelas serta dilaksanakan

dengan pengarahan yang tepat

2. Aturan dan prosedur. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur adalah keputusan-

keputusan manajerial yang dibuat untuk menangani kejadian-kejadian rutin,

sehingga dapat juga menjadi peralatan yang efisien untuk koordinasi dan

pengawasan rutin

3. Rencana dan penetapan tujuan. Pengembangan rencana dan tujuan dapat

digunakan untuk pengkoordinasian melalui pengarahan seluruh satuan

organisasi terhadap sasaran-sasaran yang sama. Ini diperlukan bila aturan dan

prosedur tidak mampu lagi memproses seluruh informasi yang diperlukan

untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan satuan-satuan organisasi

(Handoko : 2009)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi koordinasi, antara lain

adalah sebagai berikut :

1. Kesatuan tindakan. Kesatuan dari usaha, berarti bahwa pemimpin harus

mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari tiap kegiatan individu sehingga

terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil.

2. Komunikasi. Dalam organisasi, komunikasi sangat penting karena dengan

komunikasi, partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan


49

memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Fungsi

komunikasi sebagai berikut : (1) Mengumpulkan dan menyebarkan informasi

mengenai kejadian dalam suatu lingkungan, (2) Menginterpretasikan terhadap

informasi mengenai lingkungan, dan (3) Kegiatan mengkomunikasikan

informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang

lain. Komunikasi merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang

untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui informasi atau

pendapat atau pesan atau ide yang disampaikannya kepada orang tersebut.

3. Pembagian kerja. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar

setiap individu dalam organisasi bertanggungjawab untuk melaksanakan

sekumpulan kegiatan yang terbatas. Pembagian pekerjaan yang

dispesialisasikan memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan

menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu.

4. Disiplin. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk

berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu

perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan

kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma

sosial yang berlaku. Disiplin menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku,

apakah itu perorangan atau kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap

peraturan suatu organisasi (Hasibuan : 2006)

Terdapat masalah-masalah dalam koordinasi. Peningkatan spesialisasi akan

menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Semakin besar derajat spesialisasi maka

semakin sulit manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari


50

satuan-satuan yang berbeda. Lawrence & Lorch (dalam Handoko, 2003 : 197)

mengungkapkan bahwa terdapat empat tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja

yang mempersulit tugas pengkoordinasian yaitu :

1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota ari

departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang

bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian

penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan

daripada kualitas produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya

sebagai faktor paling penting dalam suksesnya organisasi

2. Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih

memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam

periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih

terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang

3. Perbedaan dalam orientasi antar pribadi. Kegiatan produksi memerlukan

komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar,

sedangkan bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai

dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan

yang lain

4. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi

mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk

mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan
51

Berbagai usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah

dalam koordinasi secara garis besarnya dapat dikelompokkan dalam berbagai

bentuk seperti :

1. Mengadakan penegasan dan penjelasan mengenai tugas/fungsi, wewenang

tanggungjawab dari masing-masing pejabat/satuan organisasi yang

bersangkutan.

2. Menyelesaikan masalah-masalah yang mengakibatkan koordinasi yang

kurang baik, seperti sistem dan prosedur kerja yang berbelit-belit dan

kurangnya kemampuan pimpinan dalam melaksanakan koordinasi.

3. Mengadakan pertemuan-pertemuan staf sebagai forum untuk tukar menukar

informasi, pendapat, pandangan, dan untuk menyatukan persepsi bahasa dan

tindakan dalam menghadapi masalah-masalah bersama (Handayaningrat :

1989).

Koordinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Empat cara utama

dalam usaha memelihara koordinasi adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan pertemuan resmi antara unsur-unsur atau unit yang harus

dikoordinasikan. Dalam pertemuan seperti ini, dibahas dan diadakan

pertukaran pikiran dari pihak-pihak yang bersangkutan dengan tujuan mereka

akan berjalan seiring dan bergandengan dalam mencapai suatu tujuan.

2. Mengangkat seseorang, suatu tim, atau panitia koordinator yang khusus

bertugas melakukan kegiatan-kegiatan koordinasi, seperti memberi penjelasan

atau bimbingan kepada unit-unit yang dikoordinasikan.


52

3. Membuat buku pedoman yang berisi penjelasan tugas dari masing- masing

unit. Buku pedoman seperti itu diberikan kepada setiap unit untuk

dipedomani dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

4. Pimpinan atau atasan mengadakan pertemuan-pertemuan dengan bawahannya

dalam rangka pemberian bimbingan, konsultasi, dan pengarahan (Manullang :

2008)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa koordinasi adalah suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota

organisasi sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dan tumpang tindih. Hal ini

berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Koordinasi

adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur

(yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi

waktu, tempat, komponen, fungsi, dan kepentingan antar pemerintah yang

diperintah sehingga di satu sisi semua kegiatan kedua belah pihak terarah pada

tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan di sisi lain keberhasilan pihak

yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.

Menurut Hasibuan (2007), koordinasi memiliki beberapa syarat yaitu

sebagai berikut :

1. Sense of Cooperation, yaitu perasaan untuk saling bekerja sama dilihat

perbagian : (a) Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap wewenang dan tugas

pokok dan fungsi, (b) Kesadaran untuk bekerjasama dengan atasan, teman

sejawat, dan bawahan, dan (c) Ada kemauan untuk membantu teman yang

kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan


53

2. Rivalry, yaitu dalam organisasi besar sering diadakan persaingan antar bagian

agar saling berlomba : (a) Standar dan (b) Stimulus

3. Team Spirit, yaitu satu sama lain perbagian harus saling menghargai : (a)

Tingkat ketaatan pelaksana, (b) Ada tidaknya bentuk kesepakatan, dan (c)

Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan

4. Esprit de Corps, yaitu bagian yang saling menghargai akan makin

bersemangat : (a) Dukungan satu sama lain, (b) Menghargai kebijakan antar

lembaga sepanjang kebijakan tersebut tidak merugikan user/masyarakat, dan

(c) Kemauan untuk menerima kritik dan saran satu sama lain

Koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui indikator, yaitu

sebagai berikut :

1. Komunikasi : (a) Ada tidaknya informasi, (b) Ada tidaknya alur informasi,

dan (c) Ada tidaknya teknologi informasi

2. Kesadaran pentingnya koordinasi : (a) Tingkat pengetahuan pelaksana

terhadap koordinasi dan (b) Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

3. Kompetensi partisipan : (a) Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat dan

(b) Ada tidaknya ahli di bidang pembangunan yang terlibat

4. Kesepakatan, komitmen, dan insentif koordinasi : (a) Ada tidaknya bentuk

kesepakatan, (b) Ada tidaknya pelaksana kegiatan, (c) Ada tidaknya sanksi

bagi pelanggar kesepakatan, dan (d) Ada tidaknya insentif bagi pelaksana

koordinasi
54

5. Kontinuitas perencanaan : (a) Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan

subyek pembangunan dan (b) Ada tidaknya perubahan terhadap hasil

kesepakatan (Handayaningrat : 1989)

Terdapat sembilan syarat untuk mewujudkan koordinasi yang efektif

menurut Moekijat (1994) yaitu : (1) Hubungan langsung. Koordinasi dapat lebih

mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung, (2) Kesempatan awal.

Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan

dan pembuatan kebijaksanaan, (3) Kontinuitas koordinasi. Merupakan suatu

proses yang berlanjut dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap

perencanaan, (4) Dinamisme. Koordinasi harus secara terus menerus diubah

mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern, (5) Tujuan yang

jelas. Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif, (6)

Organisasi yang sederhana. Struktur organisasi yang sederhana memudahkan

koordinasi yang efektif, (7) Perumusan wewenang dan tanggungjawab yang jelas.

Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan diantara pegawai-

pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan

kesatuan tujuan, (8) Komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif

merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik, dan (9)

Kepemimpinan supervisi yang efektif. Kepemimpinan yang efektif menjamin

koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada

tingkat pelaksanaan (Dwinugraha : 2016).


Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa indikator koordinasi terdiri dari : sense of cooperation (perasaan untuk

saling bekerja sama dilihat perbagian); rivalry (dalam organisasi besar sering
55

diadakan persaingan antar bagian agar saling berlomba); team spirit (satu sama

lain perbagian harus saling menghargai); dan esprit de corps (bagian yang saling

menghargai akan makin bersemangat)

2.2.5.2 Komunikasi

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan

atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut

melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi

juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus vokal, dan sebagainya (Handoko : 2009).

Berlo (1965) menyebutkan bahwa komunikasi sebagai instrumen dari interaksi

sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk

mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dalam

masyarakat. Rogers (1997) menilai berkomunikasi secara lisan adalah peristiwa

yang berlangsung secara mendadak oleh kecakapan manusia berkomunikasi

sebelum mampu mengutarakan pikirannya secara tertulis (Nurjasila : 2016)

Menurut Rogers (1997), komunikasi adalah proses dimana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka. Cassata & Asante (1979) mengemukakan bahwa

komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak

(Mulyana, 2007). Bernard & Steiner (1964) menjelaskan bahwa komunikasi

adalah transmisi informasi gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya.

(Wiryanto : 2004).

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan

organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi


56

(Wiryanto : 2005). Lesikar (1997) telah menguraikan empat faktor yang

mempengaruhi efektivitas komunikasi organisasi yaitu :

1. Saluran komunikasi formal mempengaruhi efektifitas komunikasi dalam dua

cara. Pertama, liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan

dan pertumbuhan organisasi. Sebagai contoh, komunikasi efektif biasanya

semakin sulit dicapai dalam organisasi yang besar dengan cabang-cabang

yang menyebar. Kedua, saluran komunikasi formal dapat menghambat aliran

informasi antar tingkat-tingkat organisasi. Sebagai contoh, karyawan lini

perakitan hampir selalu akan mengkomunikasikan masalah-masalah pada

penyelia (mandor) mereka dan bukan pada manajer pabrik. Keterbatasan ini

mempunyai kebaikan (seperti menghindarkan manajer atas dari kebanjran

informasi), tetapi juga mempunyai kelemahan (seperti menghindarkan

manajer atas dari informasi yang seharusnya mereka peroleh)

2. Struktur wewenang organisasi memunyai pengaruh yang sama terhadap

efektifias organisasi. Perbedaan kekuasaan dan kedudukan (status) dala

organisasi akan menentukan pihak-pihak yang berkomunikasi dengan

seseorang serta isi dan ketepatan komunikasi. Sebagai contoh, percakapan

antara Direktur perusahaan dengan karyawan akan dibatasi formalitas dan

kesopanan, sehingga tidak ada pihak yang berkehendak untuk mengatakan

sesuatu yang penting

3. Spesialisasi jabatan biasanya akan mempermudah komunikasi dalam

kelompok-kelompok yang berbeda. Para anggota suatu kelompok kerja yang

sama akan cenderung berkomunikasi dengan istilah, tujuan, tugas, waktu, dan
57

gaya yang sama. Komunikasi antara kelompok-kelompok yang sangat

berbeda akan cenderung dihambat

4. Pemilikan informasi berarti bahwa individu-individu mempunyai informas

khusus dan pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan mereka. Sebagai

contoh, manajer produk akan mempunyai pengamatan yang lebih tajam

dalam perumusan strategi-strategi pemasaran, kepala departemen mungkin

mempunyai cara tertentu yang efektif untuk menangani konflik diantara para

bawahannya. Individu-individu yang memiliki informasi-informasi khusus ini

dapat berfungsi lebih efektif daripada lainnya, dan banyak diantara mereka

yang tidak bersedia membangikan informasi tersebut kepada yang lain

(Handoko : 2009).

Faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi adalah sebagai berikut :

1. Komunikator. Komunikator gagap (hambatan biologis), komunikator tidak

kredibel/tidak berwibawa dan kurang memahami karakteristik komunikan

(tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, dan lain-lain) atau komunikator yang

gugup (hambatan psikologis), perempuan tidak bersedia terbuka terhadap

lawan bicaranya yang laki-laki (hambatan gender)

2. Komunikan yang mengalami gangguan pendengaran (hambatan biologis),

komunikan yang tidak berkonsentrasi dengan pembicaran (hambatan

psikologis)

3. Komunikator dan komunikan kurang memahami latar belakang sosial budaya

yang berlaku sehingga dapat melahirkan perbedaan persepsi


58

4. Komunikator dan komunikan saling berprasangka buruk sehingga

membosankan

5. Tidak digunakannya media yang terpantau terdapat masalah pada teknologi

komunikasi (microphone, telepon, power point, dan lain sbagainya)

6. Perbedaan bahasa sehingga menyebabkan perbedaan penafsiran pada simbol-

simbol tertentu (Suranto, 2010)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa komunikasi yaitu hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan masalah hubungan atau diartikan pula sebagai saling tukar menukar

pendapat. Komunikasi adalah hubungan kontak baik antar individu maupun

kelompok

Rogers (1998) menjelaskan pengembangan dimensi dan indikator

komunikasi yaitu sebagai berikut :

1. Dimensi kemudahan perolehan informasi yang terdiri dari indikator yaitu : (a)

Keterlibatan informasi dari pimpinan dan (b) Keterlibatan informasi pegawai

dengan pegawai

2. Dimensi kualitas media yang terdiri dari indikator yaitu efisiensi media dalam

penyajian informasi

3. Dimensi muatan informasi yang terdiri dari indikator yaitu kecukupan

informasi. (Pratiwi : 2017).

Terdapat beberapa indikator dalam kemampuan komunikasi,

penjelasannya adalah sebagai berikut :


59

1. Pengetahuan (knowledge) yang meliputi : (a) Mengetahui dan memahami

pengetahuan di bidangnya masing-masing yang menyangkut tugas dan

tanggungjawabnya dalam bekerja, (b) Mengetahui pengetahuan yang

berhubungan dengan peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam organisasi,

dan (c) Mengetahui bagaimana menggunakan informasi, peralatan, dan taktik

yang tepat dan benar.

2. Keterampilan (skills) yang meliputi : (a) Kemampuan dalam berkomunikasi

dengan baik secara tulisan dan (b) Kemampuan dalam berkomunakasi dengan

jelas secara lisan.

3. Sikap (Attitude) yang meliputi : (a) Memilih kemampuan dalam bekreativitas

dalam bekerja, (b) Adanya semangat kerja yang tinggi, dan (c) Memilih

kemampuan dalam perencanaan/pengorganisasian (Hutapea & Thoha : 2008).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa indikator komunikasi terdiri dari : kemudahan perolehan informasi,

kualitas media, dan muatan informasi

2.2.6 Aktor Pelaksana Kebijakan

Aktor pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu

Dinas Perhubungan, Samsat, dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo. Menurut Howlet &

Ramesh (1995), aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu : (1)

Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislatif, (2)

Aparatur yang ditunjuk (appointed official) sebagai asisten birokrat, biasanya

menjadi kunci dasar dan sentral figur dalam proses kebijakan atau subsistem

kebijakan, (3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), pemerintah dan


60

politikus seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-

kelompok kepentingan untuk efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk

menyerang oposisi mereka, (4) Organisasi-organisasi penelitian (research

organization) yaitu berupa universitas, kelompok ahli, atau konsultan kebijakan,

dan (5) Media massa (mass media) sebagai jaringan hubungan yang krusial

diantara negara dan masyarakat, sebagai media sosialisasi dan komunikasi

melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan

peran analis aktif sebagai advokasi solusi (Yudha : 2012)

Howlet & Ramesh (1995) menjelaskan bahwa eksekutif atau kabinet

kebanyakan merupakan pemain kunci dalam subsistem implementasi kebijakan,

dimana tugas pokoknya adalah memimpin negara, disamping itu ada aktor lain

yang terlibat dan bekerjasama dengan eksekutif dalam membuat suatu kebijakan

yaitu legislatif. Legislatif juga mengontrol kebijakan pemerintah, memberikan

masukan terhadap kebijakan yang dibuat sebagai wadah untuk hak bertanya

terhadap suatu permasalahan dan mendiskusikannya dengan pemerintah, dan

mengadakan perubahan atas suatu kebijakan, namun fungsi ini terkadang tidak

optimal sebagai akibat dominannya fungsi yang dimainkan oleh eksekutif

(Yudha : 2012)

Pada setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para

aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan

yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan

menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin

dijalankan. Dengan berpangkal tolak pada refleksi seperti itu, sebagaimana yang
61

diungkapkan oleh Crehan & Oppen (1988) bahwa proses kebijakan sebaiknya

dipahami sebagai sebuah peristiwa sosial (social event) dan arena perjuangan (an

arena of struggle), tempat dimana para partisipan (aktor atau kelompok) yang

berbeda pandangan dan latar belakang lapisan sosialnya berkompetisi untuk

memenangkan kepentingannya masing-masing (Yudha : 2012)

Menurut Moore (1995), aktor publik meliputi aktor senior pada

kementrian, kabinet, atau departemen-departemen tertentu di bawah kendali

presiden. Departemen ini menjadi sangat penting dan signifikan khususnya yang

berkaitan dengan proposal kebijakan publik yang dikeluarkan dalam bentuk

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau peraturan lainnya (eksekutif). Aktor

publik kedua yang cukup penting dalam penyusunan kebijakan publik adalah

lembaga legislatif. Sesuai dengan konstitusi UUD 1945, lembaga perwakilan

khusunya DPR mempunyai fungsi yang pokok karena legitimasi persetujuan

perundang-undangan sebuah kebijakan publik ada di tangan lembaga ini (Yudha :

2012)

Istilah aktor merupakan isitlah yang biasa digunakan dalam buku-buku

teks kebijakan publik. Kegagalan paradigma textbook pada analisis proses

kebijakan publik karena dianggap terlalu top-down sehingga melupakan peran

aktor-aktor lainnya. Aktor yang terlibat dalam proses kebijakan public yakni aktor

inside government. Dalam konteks negara kita (yang bisa jadi berbeda dengan

negara-negara lain) meliputi : (a) Eksekutif (Presiden, Staf Penasihat Presiden,

Menteri, Kepala Daerah) yang umumnya merupakan jabatan politis, (b) Anggota-

anggota dari badan perwakilan rakyat (Legislatif/DPR dan MPR), (c) Badan dan
62

orang-orang Yudikatif secara parsial, dan (d) Birokrasi dari Sekwilda, Kepala

Kanwil sampai level terbawah (misalnya petugas trantip sebagai street level

bureaucrat) (Irawan : 2014)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa aktor pelaksana kebijakan adalah individu-individu atau kelompok-

kelompok yang terlibat dalam kondisi tertentu sebagai suatu subsistem kebijakan

2.2.7 Retribusi Daerah

Menurut pasal 2 ayat 26 Undang-Undang No. 34 tahun 2000 perubahan

atas Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah menyebutkan definisi retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi

adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu

yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan (Hono : 2016). Pada prinsipnya, retribusi

adalah sama dengan pajak. Unsur-unsur pengertian pajak sama dengan retribusi,

hal yang membedakannya adalah bahwa imbalan atau kontra-prestasi dalam

retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar. Unsur-unsur yang melekat

dalam retribusi antara lain : (1) Pungutan retribusi harus berdasarkan Undang-

Undang, (2) Pungutannya dapat dipaksakan, (3) Pemungutannya dilakukan oleh

negara, (4) Digunakan sebagai pengeluaran masyarakat umum, dan (5) Imbalan

atau prestasi dapat dirasakan secara langsung oleh pembayar retribusi (Patoppoi :

2016).

Dalam pasal 1 angka 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
63

retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau

diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan

(Nusa, Fatah, & Wamafima : 2017). Terdapat empat unsur yang melekat pada

pengertian retribusi yaitu : (1) Pungutan retribusi harus berdasarkan Undang-

Undang, (2) Sifat pungutannya dapat dipaksakan, (3) Pungutannya dilakukan oleh

negara, dan (4) Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum dan kontra

prestasi (imbalan langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi) (Ilyas &

Burton : 2001).

Riwukaho (1997) menyatakan bahwa retribusi selalu dikaitkan dengan

adanya layanan yang diterima oleh masyarakat dari pemerintah atau yang sering

disebut dengan kontra prestasi. Retribusi memiliki karateristik sebagai berikut :

(1) Retribusi dipungut oleh negara, (2) Dalam pemungutannya terdapat paksaan

secara ekonomis, (3) Ada kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, dan

(4) Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam

jasa-jasa yang disiapkan oleh negara. Alasan pentingnya retribusi diterapkan di

daerah menurut Waluyo (1999) yaitu : (1) Adanya isu tentang perbedaan public

goods dan private goods. Public goods dibiayai oleh pajak dari masyarakat dan

penggunaannya secara gratis sedangkan private goods dibiayai oleh retribusi

masyarakat yang menikmatinya yang harus membayar. Dalam menetapkan harga

dari retribusi, banyak variabel yang mempengaruhi, seperti alasan sosial ekonomi,

(2) Masalah efisiensi-ekonomi. Retribusi jika diberlakukan gratis, maka umur

kegiatannya akan menurun bila dibandingkan bila ada charge. Hal tersebut karena
64

charge itu digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan juga mengontrol

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, (3) Prinsip benefit. Mereka yang

mendapat kenikmatan harus membayar, dan (4) Agar administrasinya mudah

dikelola (Nirmalasari : 2012).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

2.2.8 Retribusi Parkir

Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo, retribusi parkir berlangganan adalah pembayaran retribusi

atas penggunaan pelayanan parkir baik di tempat parkir di tepi jalan umum

maupun di tempat khusus parkir yang pembayarannya dilakukan secara

berlangganan (Febrianti : 2014). Menurut pasal 5 dan pasal 8 dalam Perbup No. 4

Tahun 2006 tentang Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan

bahwa yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan retribusi parkir yang ada di

Kabupaten Sidoarjo adalah Dinas Perhubungan dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo

yang membawahi Kantor Bersama Samsat Sidoarjo. (Suyanto : 2010)

Berdasarkan isi dari regulasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

retribusi parkir adalah pembayaran retribusi yang dilakukan secara berlangganan

atas penggunaan pelayanan parkir di tepi jalan umum dan di tempat khusus parkir

2.2.9 Dasar Hukum

Peraturan terkait retribusi parkir berlangganan yaitu sebagai berikut :


65

a. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

b. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

c. Pergub Jawa Timur No. 47 Tahun 2011 tentang Persetujuan Bersama Fasilitas

Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan pada Kantor Bersama Samsat

Provinsi Jawa Timur

d. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/132/kpts/013/2016 tentang Tim

Intensifikasi Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan pada

Kantor Bersama Samsat Provinsi Jawa Timur.

e. Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Parkir di Kabupaten Sidoarjo

f. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten

Sidoarjo

g. Perbup No. 4 Tahun 2006 tentang Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo

h. Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah

Kabupaten
Dasar Hukum Sidoarjo No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Landasan TeoriParkir di
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan 1. Kebijakan publik menurut Budiardjo (2008), Dunn (2003),
Daerah Dye (1981), Wahab (2012), Wilson (2006), Jones (1996),
2. Undang-Undang Kabupaten
No. 28 Tahun 2009Sidoarjo
tentang Pajak Daerah dan Winarno (2007), Udoji (1981), Wahab (2005)
Retribusi Daerah 2. Implementasi kebijakan publik menurut Edward (1980),
3. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 47 Tahun 2011 tentang Dunn (2003), Setiawan (2004), Harsono (2002), Wahab
i. Bersama
Persetujuan Perbup No.
Fasilitas 46 Tahun
Pemungutan Retribusi 2009
Parkir tentang Pelayanan Parkir& Sabatier
(2001), Mazmanian oleh (1979),
Pemerintah
Wahab (2008),
Berlangganan pada Kantor Bersama Samsat Provinsi Jawa Patton & Sawicki (1993), Tangkilisan (2003), Van Meter &
Timur Van Horn (1975)
4.
Sidoarjo
Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/132/kpts/013/2016 3. Model implementasi kebijakan publik menurut Edward III
tentang Tim Intensifikasi Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir (1980), Winarno (2005), Tachjan (2006), Agustino (2006),
Berlangganan pada Kantor Bersama Samsat Provinsi Jawa Van Meter & Van Horn (1975)
Timur 4. Sinergitas menurut Hampden-Turner (1990), Sirower
5. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Parkir di (1998), Deardorff & Williams (2006), Najiyati & Rahmat
Kabupaten2.3SidoarjoKerangka Konseptual (2011)
6. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan 5. Dimensi sinergitas menurut Sofyandi & Garniwa (2007)
Parkir di Kabupaten Sidoarjo 6. Aktor pelaksana kebijakan menurut Howlet & Ramesh
7. Peraturan Bupati No. 4 Tahun 2006 tentang Pelayanan Parkir Gambar 2.3 (1995), Crehan & Oppen (1988), Moore (1995), Kingdon
di Kabupaten Sidoarjo (1984)
8. Peraturan Bupati No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Kerangka Konseptual
7. Koordinasi menurut Handoko (2003), Handoko (2009),
Pelaksanaaan Perda Kabupaten Sidoarjo No. 2 Tahun 2012 Terry (1986), Hasibuan (2006), Ndraha (2003), White
tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo (1957), Kencana (2011), Hasibuan (2011), Handayaningrat
9. Peraturan Bupati No. 46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir (1989), Manullang (2008)
oleh Pemerintah Sidoarjo 8. Komunikasi menurut Handoko (2009), Berlo (1965), Rogers
(1997), Cassata & Asante (1979), Mulyana (2007), Bernard
& Steiner (1964), Wiryanto (2004), Wiryanto (2005),
Lesikar (1997), Suranto (2010)
9. Indikator komunikasi menurut Hutapea & Thoha (2008),
Rogers (1998)
10. Retribusi daerah menurut UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ilyas & Burton
(2001), Riwukaho (1997)
11. Retribusi parkir menurut Perda No. 2 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo dan Perbup
No. 4 Tahun 2006 tentang Pelayanan Parkir di Kabupaten
Sidoarjo
66

Teori Implementasi Kebijakan


(Edward III : 1980) Teori Sinergitas
(Dwinugraha : 2016)

Dimensi Implementasi
Kebijakan Publik Dimensi Sinergitas
1. Struktur birokrasi 1. Koordinasi
2. Sumber daya 2. Komunikasi
3. Disposisi
4. Komunikasi

Sinergitas Antar
Kerangka konseptual Aktortentang
berisi Pelaksana dalam Penyelenggaraan
hubungan teori Parkir
yang digunakan untuk
Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

menyelesaikan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Menggunakan

dasar hukum dari PerdaSumber


No. 2 :Tahun
Hasil Olah
2012Penulis,
tentang 2017
Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo dan Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo.

Menggunakan teori tentang implementasi kebijakan publik menurut Edward III


67

tahun 1980 dan teori tentang sinergitas menurut Najiyati & Rahmat dalam

Dwinugraha tahun 2016, kemudian difokuskan pada dimensi implementasi

kebijakan publik yang dikemukakan oleh Edward III (1980) yaitu : (1) Struktur

birokrasi yang memiliki beberapa indikator yaitu : SOP dan fragmentasi, (2)

Sumber daya yang memiliki beberapa indikator yaitu : staf, informasi, wewenang,

dan fasilitas, (3) Disposisi yang memiliki beberapa indikator yaitu : pengangkatan

birokrasi dan insentif, dan (4) Komunikasi yang memiliki beberapa indikator yaitu

: transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

Dimensi sinergitas yang dikemukakan oleh Najiyati & Rahmat (dalam

Dwinugraha : 2016) terdiri dari : (1) Koordinasi yang memiliki beberapa indikator

yaitu : sense of cooperation, rivalry, team spirit, dan esprit de corps dan (2)

Komunikasi yang memiliki beberapa indikator yaitu : kemudahan perolehan

informasi, kualitas media, dan muatan informasi. Seluruh dasar hukum dan teori

tersebut lalu dikerucutkan pada sinergitas antar aktor pelaksana dalam

penyelenggaraan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo seperti bagan di atas.


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu

rasional, empiris, dan sistematis (Sugiyono : 2011). Metode penelitian digunakan

untuk memperoleh data yang valid dan relevan dengan tujuan penelitian. Metode

penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan arah

kegiatan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai

3.1 Tipe dan Dasar Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami lebih dalam

mengenai kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, dengan unsur-

unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah,

tujuan, dan manfaat penelitian maka digunakan metode penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada

postpositivisme, sedangkan untuk meneliti pada objek alamiah, dimana peneliti

adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara

triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan hasil

penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono : 2011).

Penelitian kualitatif menurut Moloeng (2011) adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan

68
69

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Muhammad : 2013)

Penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau objek

penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang dan

berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana adanya) (Nurwega : 2015).

Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif searah dengan rumusan masalah serta

pertanyaan penelitian/identifikasi masalah penelitian (Yogi : 2015). Penulis

menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dikarenakan penulis

ingin mengetahui dan membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual,

dan akurat mengenai sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus

membatasi penelitian untuk memilih mana data yang relevan dan mana data yang

tidak relevan (Rosyadi : 2014). Penelitian ini berfokus pada :

1. Implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

a. Struktur birokrasi : (1) Standar Operasional Prosedur dan (2) Fragmentasi

b. Sumber daya : (1) Staf, (2) Informasi, (3) Wewenang, dan (4) Fasilitas

c. Disposisi : (1) Pengangkatan birokrasi dan (2) Insentif

d. Komunikasi : (1) Transmisi, (2) Kejelasan, dan (3) Konsistensi


70

2. Sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo

a. Koordinasi : (1) Sense of cooperation, yaitu perasaan untuk saling

bekerjasama dilihat perbagian, (2) Rivalry, yaitu dalam organisasi besar

sering diadakan persaingan antar bagian agar saling berlomba, (3) Team

spirit, yaitu satu sama lain perbagian harus saling menghargai, dan (4)

Esprit de corps, yaitu bagian yang saling menghargai akan makin

bersemangat

b. Komunikasi : (1) Kemudahan perolehan informasi, (2) Kualitas media, dan

(3) Muatan informasi

3. Faktor pendukung dan penghambat sinergitas aktor pelaksana kebijakan

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah daerah atau tempat yang digunakan untuk

melaksanakan kegiatan penelitian dan untuk mendapatkan data yang diperlukan

dalam penyelesaian penelitian. Adapun tempat penelitian yang dilakukan dalam

penelitian terkait sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo yaitu di Dinas Perhubungan yang terletak di Jl. Raya Candi

No. 107, Kabupaten Sidoarjo.

Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan banyaknya

permasalahan dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo. Sejak kebijakan parkir berlangganan diterapkan di Kabupaten Sidoarjo,

implementasi kebijakan parkir berlangganan terus mendapat sorotan, kritik, dan


71

penentangan dari masyarakat. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti

sekaligus untuk mengetahui sejauh mana sinergitas aktor pelaksana kebijakan

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yang telah dilaksanakan oleh Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, selaku dinas yang bertanggungjawab dalam

pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan parkir berlangganan secara

teknis dan operasional.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Tanriono : 2015).

Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pemilihan subyek penelitian

dengan pertimbangan kriteria tertentu (Sugiyono : 2011). Adapun kriteria atau

pertimbangan tertentu yang dimaksud yaitu subyek penelitian sebagai informan,

yakni orang-orang yang karena posisinya memiliki pengetahuan, pengalaman, dan

informasi yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai pelaksanaan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo (Tanto : 2013). Penetapan informan

menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik

penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat

bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Pada penentuan

sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang

ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari

orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan
72

oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel semakin

banyak (Sugiyono : 2011)..

Penulis menggunakan key informan (informan utama) dan orang-orang

yang dapat memberikan informasi dan dianggap memahami terkait pelaksanaan

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo serta membantu dalam penelitian ini

untuk menggali informasi terkait dengan pokok permasalahan. Pada penelitian ini

terdapat key informan dan informan yaitu :

1. Key Informan, yaitu orang yang sangat memahami permasalahan yang diteliti.

Adapun yang dimaksud sebagai informan kunci dalam penelitian ini adalah

Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

2. Informan, yaitu orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti

yaitu : (a) Juru parkir berlangganan dan (b) Masyarakat pengguna parkir

berlangganan

Tabel 3.4
Daftar Informan

No Jabatan Jumlah Keterangan


1 Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan 1 orang Key Informan
Kabupaten Sidoarjo

2 Juru Parkir Berlangganan 2 orang Informan

3 Masyarakat Pengguna Parkir Berlangganan 3 orang Informan

Sumber : Hasil Olah Penulis, 2017

3.5 Teknik Pengumpulan Data


73

Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, maka data yang diperoleh

harus mendalam, jelas, dan spesifik.

3.5.1 Jenis Data

3.5.1.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika

suatu peristiwa terjadi secara langsung. Data primer merupakan sebuah obyek

berupa dokumen asli dari pelaku yang disebut first-hand information. Data primer

adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

Pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi,

dan gabungan/triangulasi (Sugiyono : 2011).

3.5.1.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Penulis menggunakan data sekunder karena

mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah oleh pihak lain (Sugiyono :

2011). Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa

studi pustaka. Contoh sumber data sekunder antara lain : komentar, interpretasi,

dan pembahasan tentang data asli.

3.5.2 Sumber Data

Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang, maupun tempat yang

dapat dijadikan sebagai acuan penulis untuk mengumpulkan data yang diinginkan

sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Pada penelitian ini penulis

menggunakan sumber data yaitu :


74

1. Observasi. Merupakan pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan

sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki (Febriani

: 2013). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teknik observasi

partisipasi pasif. Observasi partisipan ini digunakan agar data yang diperoleh

lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap

perilaku yang tampak. Pada observasi partisipasi pasif, peneliti datang di

tempat kegiatan orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan

tersebut (Sugiyono : 2011). Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan

mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu dengan mengamati

kegiatan-kegiatan terkait implementasi kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo dan sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

2. Wawancara. Merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu

topik tertentu (Sugiyono : 2011). Pada penelitian ini, teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui wawancara adalah teknik wawancara terstruktur,

artinya peneliti sebelumnya menentukan dan menyiapkan pertanyaan-

pertanyan sesuai dengan permasalahan yang akan diungkap. Saat melakukan

wawancara, peneliti membawa pedoman wawancara serta dapat dibantu

dengan alat-alat wawancara seperti buku catatan, alat perekam suara, dan

kamera untuk membantu mendokumentasikan hasil wawancara yang

dilakukan, dengan demikian data yang diperoleh dan tidak terungkap

sebelumnya dalam observasi akan lebih lengkap dan mendalam (Syafaat :


75

2014). Penulis memilih menggunakan indepth interview, ini bertujuan untuk

mengumpulkan informasi yang kompleks yang sebagian besar berisi

pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Datu : 2014). Cara yang digunakan

penulis agar terhindar dari kehilangan informasi yaitu dengan meminta ijin

kepada informan yaitu : (1) Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo, (2) Juru parkir berlangganan, dan (3) Masyarakat

pengguna parkir berlangganan untuk menggunakan alat perekam.

3. Dokumentasi. Merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono :

2011). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,

manifesto, Undang-Undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya.

Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah

peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi

menetapkan fokus penelitian, memilih informasi sebagai sumber data,

melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,

menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Triatna : 2013).

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang melengkapi

hasil temuan dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan dalam

penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh dari dokumen dapat

memberikan gambaran yang lebih lengkap (Syafaat : 2014). Dokumen yang

digunakan penulis di sini berupa foto, gambar, serta data-data yang didapat

saat melakukan observasi dan wawancara dengan informan yaitu : (1) Kepala

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, (2) Juru parkir

berlangganan, dan (3) Masyarakat pengguna parkir berlangganan. Hasil


76

penelitian dari observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat

dipercaya jika didukung oleh foto, gambar, dan data

4. Studi Pustaka. Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-

jurnal, dan media lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian (Febriani :

2013). Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

profil Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, jurnal-jurnal terkait

penyelenggaraan parkir berlangganan; buku-buku tentang implementasi

kebijakan, sinergitas, dan peran pemerintah daerah; serta artikel-artikel online

tentang penyelenggaraan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

3.6 Teknik Penganalisisan Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Mutmainah : 2013). Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah

pengumpulan data dalam periode tertentu (Sugiyono : 2011).

Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan

mendeskripsikan secara menyeluruh data yang didapat selama proses penelitian.

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas

dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion
77

drawing/verification (Sugiyono : 2011). Langkah-langkah analisis ditunjukkan

pada gambar berikut.

Gambar 3.6
Komponen dalam Analisis Data

Sumber : Miles & Huberman dalam Sugiyono (2011 : 247)

1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber tersebut

dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Analisis data dapat dilakukan sejak

pengumpulan data sewaktu di lapangan meskipun analisis secara intensif baru

dilakukan setelah pengumpulan data berakhir. Data yang diperoleh dari

observasi, wawancara, dan dokumentasi adalah data yang masih sangat

mentah, dari semua data itu dikumpulkan untuk mempermudah melakukan

langkah selanjutnya yang akan diambil oleh peneliti (Sugiyono : 2011). Hal

pertama yang dilakukan adalah observasi lapangan dan survey terhadap lokasi

dan sasaran informan yang akan diwawancarai. Pengumpulan data yang

pertama dilakukan kepada Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo. Pengumpulan data yang kedua yaitu dari Juru parkir berlangganan

di Pasar Larangan dan Puskesmas Tulangan. Pengumpulan data yang ketiga

yaitu dari Masyarakat pengguna parkir berlangganan untuk melengkapi data


78

dari Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Data yang

penulis dapatkan dalam wawancara dengan para informan disertai dengan

rekaman wawancara, data dokumentasi pendukung, dan data berupa tulisan

guna melengkapi data hasil wawancara yang ada.


2. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai merangkum, mengambil data yang pokok dan

penting, membuat kategorisasi berdasarkan huruf besar, huruf kecil, dan

angka. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang

akan dicapai (Sugiyono : 2011). Data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data dan mencarinya bila diperlukan. Data-data yang sudah

didapatkan akan dipilah untuk disesuaikan dengan rumusan masalah dan

fokus penelitian. Fokus penelitian yang digunakan untuk mengukur

implementasi kebijakan parkir berlangganan yaitu : (1) Sumber daya, (2)

Struktur birokrasi, (3) Disposisi, dan (4) Komunikasi. Fokus penelitian yang

digunakan untuk mengukur sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu : (1) Koordinasi dan (2)

Komunikasi. Mereduksi data primer atau data utama yaitu dengan

menambahkan data tambahan yang perlu ditambahkan agar data yang

dirangkum dan dikumpulkan dianggap jelas.


3. Penyajian Data
Pada penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

Teks yang bersifat naratif merupakan penyajian data yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif (Sugiyono : 2011). Data yang


79

didapatkan saat wawancara di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo mulai

disajikan sesuai dengan rumusan masalah. Data yang dibutuhkan dalam tahap

ini adalah data tentang : (1) Implementasi kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo, (2) Sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, dan (3) Faktor pendukung dan

penghambat sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo.
4. Kesimpulan
Kesimpulan awal yang dikemukakan, masih bersifat sementara dan akan

berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel dan dapat menjawab

rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal (Sugiyono : 2011). Penulis

memberikan beberapa kesimpulan kecil sebelum menuliskan kesimpulan

akhir secara jelas. Data yang telah disajikan dan dikelompokkan untuk

menegaskan data yang didapatkan selanjutnya dalam tahap ini diberikan

kesimpulan di tiap poinnya. Kesimpulan ini yang nantinya akan digunakan

dalam penyandingan teori dengan hasil.

3.7 Alur Berpikir Penelitian

Gambar 3.7
Alur Berpikir Penelitian
Pelaksanaan kebijakan parkir berlangganan di lapangan
tidak berjalan secara efektif dan optimal karena :
1. Masih banyak juru parkir berlangganan yang
masih memungut uang parkir, pengawasan yang
kurang, dan sarana prasarana yang kurang
2. Kurangnya koordinasi antara Dinas Perhubungan,
Samsat, dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo, serta
Bapenda Provinsi Jawa Timur
80

Dasar Hukum Landasan Teori

a. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang a. Implementasi Kebijakan Publik


Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten (Edward III : 1980)
Sidoarjo b. Sinergitas (Dwinugraha : 2016)
b. Perbub No. 35 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Implementasi Kebijakan Publik Sinergitas
Kabupaten Sidoarjo (Edward III, 1980) (Dwinugraha, 2016)

a. Dimensi Struktur Birokrasi : SOP dan a. Dimensi Koordinasi : Sense of


Fragmentasi Coorporation, Rivalry, Team Spirit, dan
b. Dimensi Sumber Daya : Staf, Informasi, Esprit de Corps
Wewenang, dan Fasilitas b. Dimensi Komunikasi : Kemudahan
c. Dimensi Disposisi : Pengangkatan Perolehan Informasi, Kualitas Media,
Birokrasi dan Insentif dan Muatan Informasi
d. Komunikasi : Transmisi, Kejelasan, dan
Konsistensi

Dasar Penelitian : Kualitatif

Pengumpulan Data

Observasi Wawancara Dokumentasi Studi Kepustakaan

Reduksi Data

Penyajian Data

Hasil yang Diharapkan

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi


kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
2. Untuk menganalisis dan medeskripsikan sinergitas aktor
pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
3. Untuk menganalisis dan medeskripsikan faktor pendukung
dan penghambat sinergitas aktor pelaksana dalam parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
Alur berpikir penelitian adalah alur berpikir yang disusun secara singkat

untuk menjelaskan tahap pelaksanaan sebuah penelitian mulai awal, proses


Sumber : Hasil Olah Penulis, 2017
pelaksanaan, hingga akhir. Pada pelaksanaan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo menggunakan dasar hukum yaitu Perda No. 2 Tahun 2012 tentang
81

Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. Menggunakan teori tentang

implementasi kebijakan menurut Edward III tahun 1980 dan teori tentang

sinergitas menurut Najiyati & Rahmat dalam Dwinugraha tahun 2016, kemudian

difokuskan pada dimensi implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward

III (1980) yaitu : (1) Struktur birokrasi yang memiliki beberapa indikator yaitu :

SOP dan fragmentasi, (2) Sumber daya yang memiliki beberapa indikator yaitu :

staf, informasi, wewenang, dan fasilitas, (3) Disposisi yang memiliki beberapa

indikator yaitu : pengangkatan birokrasi dan insentif, dan (4) Komunikasi yang

memiliki beberapa indikator yaitu : transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

Dimensi sinergitas yang dikemukakan oleh Najiyati & Rahmat dalam

Dwinugraha (2016) terdiri dari : (1) Koordinasi yang memiliki beberapa indikator

yaitu : sense of cooperation, rivalry, team spirit, dan esprit de corps dan (2)

Komunikasi yang memiliki beberapa indikator yaitu : kemudahan perolehan

informasi, kualitas media, dan muatan informasi. Seluruh data yang terhimpun

dari observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan tersebut

dikumpulkan untuk kemudian direduksi sesuai dengan rumusan masalah dan

fokus penelitian. Data yang didapatkan saat wawancara mulai disajikan sesuai

dengan rumusan masalah. Tahap terakhir yaitu penarikan kesimpulan secara jelas

dan lengkap.
BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Objek Penelitian

4.1.1 Profil Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi

adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri

dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap

penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.

Keberadaan Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yang lahir sebagai

konsekuensi otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 11 UU No.

32 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah merupakan salah satu kewenangan bidang pemerintahan

yang wajib dilaksanakan suatu daerah.

Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya diselenggarakan oleh

daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah yang dapat

dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini

dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan setiap daerah

sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka

mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Terkait hal di atas maka secara historis perkembangan organisasi/

kelembagaan adalah sebagai berikut :

82
83

1. Kantor Wilayah Lalu Lintas Darat Surabaya Timur (1973-1983)

2. Cabang Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (1984-1995)

3. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah (1995-Maret 2001)

4. Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo (Maret 2001-Sekarang)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah, Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo terus

berkembang dan berbenah secara dinamis sesuai perkembangan daerah. Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo pertama kali berdiri pada tahun 1973 dengan

menggunakan nama Kantor Wilayah Lalu Lintas Darat Surabaya Timur. Pada

tahun 1984 hingga tahun 1995 berubah nama menjadi Cabang Dinas Lalu Lintas

Angkutan Jalan Raya. Pada tahun 1995 Cabang Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan

Raya berubah nama menjadi Dinas Lalu Lintas dan Jalan Daerah. Pada bulan

Maret Tahun 2001 berganti nama menjadi Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo.

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo telah mampu memberikan

prestasi tingkat nasional, hal ini dibuktikan dengan diterimanya penghargaan

Wahana Tata Nugraha (WTN) selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2012

hingga tahun 2014. Penghargaan Wahana Tata Nugraha ini merupakan

penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada kota

yang mampu menata transportasi publik dengan baik. Hal tersebut menunjukkan

bahwa Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo telah mampu mengatasi

permasalahan angkutan dan perhubungan sesuai dengan visi dan misi yang

dimiliki oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dinas Perhubungan


84

Kabupaten Sidoarjo diharapkan tidak hanya dapat mengatasi permasalahan dalam

bidang perhubungan tetapi juga dapat memberikan kontribusi besar dalam bidang

perekonomian daerah.

Terdapat 5 citra manusia perhubungan yaitu : (1) Takwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, (2) Tanggap terhadap kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa

yang tertib, teratur, tepat waktu, bersih, dan nyaman, (3) Tangguh menghadapi

tantangan, (4) Terampil dan berperilaku gesit, ramah, sopan serta lugas, dan (5)

Tanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan jasa perhubungan.

Kegiatan pelaksanaan pembangunan Dinas Perhubungan mencakup 2

urusan, yaitu sebagai berikut :

1. Urusan Perhubungan : (a) Transportasi Darat, (b) Transportasi Laut, dan (c)

Transportasi Udara

2. Komunikasi dan Informasi. Khusus untuk pariwisata tidak menjadi

tanggungjawab dan jangkauan Dinas Perhubungan. Terdapat UPT (Unit

Pelaksana Teknis) yang berpotensi memberikan kontribusi terhadap

Pendapatan Asli Daerah, dimana masing-masing UPT mempunyai program

unggulan yaitu : (a) UPT Pengujian Kendaraan Bermotor (pelayanan satu

atap dengan perijinan trayek), (b) UPT Terminal (peningkatan pelayanan

terminal), (c) UPT Parkir (pelayanan parkir berlangganan), dan (d) UPT

RSPK (pemberian informasi pada masyarakat)


85

4.1.2 Aspek Geografis Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Lokasi Dinas Perhubungan beralamatkan di Jl. Raya Candi No. 107,

Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Jarak dari pusat Kota Sidoarjo sejauh

kurang lebih 3 kilometer ke arah selatan, dengan waktu tempuh kurang lebih 20

menit bisa diakses dari segala arah (Jalan Tol Sidoarjo-Porong/Surabaya-Porong

maupun jalan regular) karena posisi kantor Dinas Perhubungan berada nol

kilometer jalan nasional Sidoarjo-Porong

4.1.3 Keadaan Pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan Perda No. 21 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat

Daerah Kabupaten Sidoarjo, maka struktur organisasi Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas

2. Sekretaris membawahi Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan,

Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, dan Kepala Sub Bagian

Keuangan.

3. Kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi Darat membawahi

Kepala Seksi Manajemen Transportasi Darat dan Kepala Seksi Rekayasa

Transportasi Darat.

4. Kepala Bidang Angkutan Sarana Prasarana Darat membawahi Kepala Seksi

Usaha Angkutan dan Kepala Seksi Pengembangan Prasarana.

5. Kepala Bidang Perhubungan Laut, Udara, dan Postel membawahi Kepala

Seksi Usaha Perhubungan Laut, Udara, dan Postel dan Kepala Seksi

Pengembangan Prasarana Laut, Udara, dan Postel.


86

6. Kepala Bidang Pengendalian Operasional membawahi Kepala Seksi

Pengendalian Operasional dan Kepala Seksi Bimbingan Keselamatan

Pada struktur organisasi Dinas Perhubungan juga terdapat Unit Pelaksana

Tugas diantaranya : (1) Kepala Unit Pelaksana Tugas Pengujian Kendaraan

Bermotor, (2) Kepala Unit Pelaksana Tugas Terminal, (3) Kepala Unit Pelaksana

Tugas RSPK, dan (4) Kepala Unit Pelaksana Tugas Parkir. Pembinaan terhadap

sumber daya manusia atau aparatur di lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo adalah merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan organisasi

dalam upaya membangun sistem transportasi yang handal. Peningkatan

kompetensi serta profesionalitas setiap aparatur harus terus menerus dilakukan

evaluasi dan selanjutnya dilakukan peningkatan melalui berbagai kegiatan

peningkatan SDM baik melalui penyegaran maupun mekanisme pendidikan dan

latihan yang ada

Pelaksanaan kinerja Dinas Perhubungan disamping ditentukan oleh

kondisi internal Dinas Perhubungan sendiri, tentunya sangat ditentukan pula oleh

kondisi lingkungan di luar Dinas Perhubungan. Kondisi eksternal terdiri dari para

stakeholders dan juga situasi/kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya,

ketertiban dan keamanan. Para stakeholders sektor perhubungan antara lain

meliputi : (1) Departemen Perhubungan, (2) Departemen Dalam Negeri, (3)

Departemen Keuangan, (4) Dinas Perhubungan dan lintas sektor tingkat

provinsi/kabupaten/kota, (5) Dinas/Badan/Kantor/Bagian/Instansi Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo, (6) Mitra kerja sektoral (PT Angkasa Pura I, Administrator

Bandar Udara Kelas I Juanda, PT KAI, PT Posindo, PT Jasa Raharja, Organda, PT


87

Telkom, dan Perum Damri), (7) Lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi), dan (8)

LSM dan masyarakat

Berikut adalah tabel jumlah pegawai di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo :

Tabel 4.1.3
Jumlah Pegawai di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

No. Jabatan Jumlah


1 PNS Struktural 111 orang
2 PNS Fungsional 15 orang
3 Non PNS 759 orang
Petugas parkir 530 orang
Pengawas parkir 106 orang
Petugas informasi parkir 5 orang
Tenaga administrasi parkir 4 orang
Pengatur lalu lintas 52 orang
Tenaga PNS non sekretariat 12 orang
Tenaga non PNS di PKB 9 orang
Tenaga workshop 9 orang
Tenaga non PNS RSPK 14 orang
Tenaga non PNS di Terminal 16 orang
Tenaga non PNS di Angkutan 2 orang
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pegawai berdasarkan tingkat

jabatan di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu : PNS Struktural

sebanyak 111 orang; PNS Fungsional sebanyak 15 orang; dan Non PNS sebanyak

759 orang.

Kondisi internal SKPD di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo dalam

pelayanan bidang transportasi masih belum sepenuhnya terdukung oleh aspek 3P

(Personil, Pendanaan, Sarana dan Prasarana) yang memadai, hal ini dapat di

informasikan sebagai berikut :

1. Personil. Secara umum jumlah personil di lingkungan Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo sudah mencukupi, namun demikian dari segi kualitas


88

masih perlu ditingkatkan lagi melalui berbagai kegiatan penyegaran maupun

mekanisme pendidikan dan latihan yang ada disamping mengevaluasi

kembali sistem rekrutmen dan rotasi pegawai di lingkungan Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo meliputi jumlah dan kualitas yang belum

memadai, demikian juga status kepegawaian dimana sebagian masih berupa

tenaga kontrak dan honorer daerah


2. Pendanaan. Biaya operasional dan insentif belum menunjang untuk

meningkatkan kinerja dan kesejahteraan namun senantiasa dilakukan upaya

perbaikan untuk mendukung kinerja

4.1.4 Sarana dan Prasarana Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Berikut adalah sarana dan prasarana di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo :

1. Kendaraan roda-2 dan roda-4 masih belum memadai untuk kepentingan

operasional

2. Sarana penunjang kegiatan berupa peralatan komputer belum mencukupi

3. Kondisi fisik terminal dan gedung perkantoran belum memadai dan kurang

layak sebagai tempat fasilitas jasa layanan umum

4. Peralatan uji kendaraan bermotor perlu rehabilitasi (pengadaan baru) karena

telah berumur 28 tahun

Upaya untuk menghadapi kendala tersebut sebagai alternatif jangka

pendek yaitu ditempuh hal-hal sebagai berikut : (1) Memantapkan kelembagaan

dan staf dengan langkah-langkah konkret untuk mengefektifkan operasional

pelayanan, (2) Merencanakan pembangunan kantor Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo seluas 3,7 hektar di Desa Gebang lingkar timur untuk

meningkatkan kinerja/pelayanan, (3) Menumbuhkan partisipasi pihak-pihak yang


89

terlibat dan peduli terhadap layanan, dan (4) Meningkatkan pembinaan dan

pengawasan di lapangan sebagai upaya pengendalian dan motivasi

Terdapat program pengembangan yang direncanakan disamping upaya-

upaya tersebut yaitu sebagai berikut : (1) Kelembagaan dengan membentuk UPTD

dan Tim Operasional Terpadu, (2) Pengembangan dan pendayagunaan sarana

prasarana, (3) Menjalin kemitraan dengan pihak ketiga/masyarakat, dan (4)

Membangun model pelayanan prima sesuai kultur masyarakat Sidoarjo. Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo memiliki tanah seluas 9736,65 m² dengan

bangunan seluas 460,9 m². Berikut adalah tabel fasilitas uji di Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo :

Tabel 4.1.4
Fasilitas Uji di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

No Jenis Fasilitas Jumlah Luas (m²) Kondisi Pengoperasian


Efektif/Tidak Efektif
1 Gedung CIS 1 447,48 Baik Efektif
2 Lapangan Parkir Uji 1 1573,8 Baik Efektif
3 Gedung Administrasi 2 184,69 Baik Efektif
4 Gedung Generator SET 1 38,11 Baik Efektif
5 Jalan Keluar/Masuk 2 930 Baik Efektif
6 Jembatan Uji 1 363 Baik Efektif
7 Jalur Uji Rem 1 287,5 Baik Efektif
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa fasilitas uji di Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo terdiri dari : 1 Gedung CIS; 1 Lapangan Parkir Uji; 2 Gedung

Administrasi; 1 Gedung Generator SET; 2 Jalan Keluar/Masuk; 1 Jembatan Uji;

dan 1 Jalur Uji Rem semuanya dalam kondisi baik dengan pengoperasian yang

efektif
90

Ketersediaan SOP (Standar Operasional Prosedur) di Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo terdiri dari : (1) Standar Pelayanan Pengujian Kendaraan

Bermotor, (2) Standar Pelayanan Rekomendasi Analisis Dampak Lalu Lintas

Pembangunan Kawasan, (3) Standar Pelayanan Bidang Angkutan Sarana dan

Prasarana Darat, (4) Standar Pelayanan UPT.Parkir, (5) Standar Operasional

Prosedur Izin Penggunaan Tempat Kegiatan Usaha (Lahan/Kios), (6) Standar

Operasional Prosedur Pengusulan Anggaran APBD/RKA Kasubbag Perencanaan,

(7) Standar Operasional Surat Masuk, (8) Standar Operasional Surat Keluar, dan

(9) Standar Operasional Rekomendasi Klarifikasi Cell Plan Telekomunikasi

4.1.5 Visi dan Misi Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Visi

Visi Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu : “Mewujudkan layanan

jasa perhubungan yang handal yang didukung dengan organisasi birokrasi dan

kompetensi SDM yang cukup guna mendukung terwujudnya Sidoarjo makmur”.

Misi

Misi Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan prima sektor perhubungan dengan tetap

mengutamakan aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan

2. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang berorientasi kepada

kepentingan masyarakat
Bagan
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, 2017

91
92

4.1.6 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo


Tugas pokok dan fungsi organisasi pada prinsipnya dimaksudkan

memberikan arah dan pedoman yang jelas dalam menjalankan roda organisasi

yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

sehingga senantiasa dibutuhkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan

simplifikasi, serta komunikasi antar unit kerja. Tugas pokok dan fungsi dijelaskan

perjabatan, mulai dari Pejabat Eselon 2 sampai dengan Eselon 4 SKPD. Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo mempunyai tugas melaksanakan dan

menyelenggarakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang perhubungan,

pos, dan telekomunikasi, serta tugas pembantuan


Berdasarkan Peraturan Bupati Sidoarjo No. 44 Tahun 2008 tentang

Rincian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo,

tugas pokok Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu melaksanakan urusan

pemerintahan daerah di bidang perhubungan. Fungsi Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai berikut : (1) Perumusan kebijakan teknis di

bidang perhubungan, (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan

umum di bidang perhubungan, (3) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas

di bidang perhubungan, dan (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati

sesuai dengan tugas dan fungsinya


Berdasarkan Peraturan Bupati Sidoarjo No. 79 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai berikut :

1. Kepala Dinas. Mempunyai tugas memimpin, koordinasi, pengawasan,

evaluasi, dan penyelenggaraan kegiatan Dinas Perhubungan dan mempunyai

fungsi yaitu : (a) Perencanaan program bidang perhubungan dan


93

kesekretariatan, (b) Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas, (c)

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas dinas, (d) Pembinaan

pelaksanaan tugas bawahan, (e) Pelaporan pelaksanaan tugas kepada Bupati,

dan (f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugasnya. Kepala Dinas berwenang menandatangani izin bidang perhubungan

yang tidak ditangani oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu.

2. Sekretariat. Mempunyai tugas melaksanakan tugas perencanaan, pelaporan,

umum, kepegawaian, dan keuangan. Sekretariat mempunyai fungsi yaitu : (a)

Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program dan laporan, (b)

Pelayanan administrasi umum dan kepegawaian, (c) Pengelolaan administrasi

keuangan, dan (d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas

sesuai tugasnya.

3. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. Mempunyai tugas : (a) Melaksanakan

pelayanan surat menyurat, kearsipan, perpustakaan, dan dokumentasi, (b)

Melaksanakan pengelolaan barang, (c) Menerima dan mengkoordinasikan

tindak lanjut pelayanan permohonan perizinan dan pengaduan masyarakat, (d)

Melaksanakan pembinaan dan administrasi kepegawaian, dan (e)

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan

tugasnya.

4. Sub Bagian Keuangan. Mempunyai tugas : (a) Melaksanakan administrasi

keuangan, (b) Melaksanakan laporan pengelolaan keuangan, dan (c)


94

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan

tugasnya.

5. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. Mempunyai tugas : (a) Menyusun

rencana kebutuhan anggaran, (b) Mengumpulkan dan mengolah data dalam

rangka penyusunan dokumen perencanaan program, (c) Menyusun laporan

dinas, dan (d) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai

dengan tugasnya.

6. Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. Mempunyai tugas

melaksanakan tugas manajemen dan rekayasa lalu lintas dan mempunyai

fungsi yaitu : (a) Penyusunan kebijakan teknis manajemen lalu lintas dan

rekayasa lalu lintas, (b) Pelaksanaan kegiatan teknis manajemen lalu lintas

dan rekayasa lalu lintas, (c) Pelaporan dan pelaksanaan kegiatan teknis

manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas, dan (d) Pelaksanaan tugas lain

yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugasnya.

7. Seksi Manajemen Lalu Lintas. Mempunyai tugas : (a) Menyiapkan bahan

perumusan kebijakan teknis manajemen lalu lintas, (b) Menyiapkan bahan

pelaksanaan teknis manajemen lalu lintas, meliputi : (1) Rencana induk

jaringan lalu lintas angkutan jalan dan sungai kabupaten, (2) Rencana induk

jaringan lalu lintas sungai dan pengumpan lokal dalam kabupaten, (3)

Rencana induk jaringan jalur kereta api yang jaringannya dalam satu

kabupaten, (4) Rencana penetapan kelas jalan dan jaringan lalu lintas

angkutan barang, (5) Sistem manajemen informasi lalu lintas jalan dan

sungai, (6) Pedoman pelaksanaan dan rekomendasi penilaian analisis dampak


95

lalu lintas, (7) Rekomendasi pemeliharaan dan peningkatan jaringan jalan dan

sungai dalam kabupaten, (8) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya, (c) Menyiapkan bahan

laporan pelaksanaan teknis manajemen lalu lintas, dan (d) Melaksanakan

tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai dengan tugasnya.

8. Seksi Rekayasa Lalu Lintas. Mempunyai tugas : (a) Menyiapkan bahan

perumusan kebijakan teknis rekayasa lalu lintas, (b) Menyiapkan bahan

pelaksanaan teknis rekayasa lalu lintas yaitu : (1) Pendataan kinerja lalu lintas

angkutan jalan dan sungai dan (2) Rekayasa lalu lintas dan angkutan jalan

(orang dan barang) serta sungai di wilayah kabupaten, (c) Menyiapkan bahan

laporan pelaksanaan teknis rekayasa lalu lintas, (d) Melaksanakan tugas

ketatausahaan bidang, dan (e) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Bidang sesuai dengan tugasnya.

9. Bidang Angkutan. Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas

dalam bidang angkutan jalan dan angkutan sungai, kereta api, dan udara dan

mempunyai fungsi yaitu : (a) Penyusunan kebijakan teknis bidang angkutan,

(b) Pelaksanaan kegiatan bidang angkutan, (c) Pelaporan pelaksanaan

kegiatan bidang angkutan, dan (d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Dinas sesuai dengan tugasnya.

10. Seksi Angkutan Jalan. Mempunyai tugas : (a) Menyiapkan bahan perumusan

kebijakan teknis angkutan jalan, (b) Menyiapkan bahan pelaksanaan teknis

angkutan jalan meliputi : (1) Rencana penyediaan angkutan umum untuk jasa

angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten, (2) Rencana


96

umum jaringan trayek perdesaan dalam wilayah kabupaten, (3) Penetapan

wilayah operasi angkutan orang tidak dalam trayek dalam wilayah kabupaten,

(4) Memproses rekomendasi penerbitan surat izin penyelenggaraan angkutan

orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten, (5) Memproses rekomendasi

penerbitan Surat Keputusan Izin Trayek (SKIT) angkutan orang dalam trayek

tetap, (6) Memproses penerbitan Surat Keputusan Izin Operasional (SKIO)

angkutan orang tidak dalam trayek, antar jemput sekolah/karyawan,

pemukiman dalam wilayah kabupaten, (7) Memproses penetapan tarif

angkutan trayek tetap dalam wilayah kabupaten, (8) Pemberian izin insidentil

angkutan orang dalam wilayah kabupaten, (9) Rekomendasi peruntukan

kendaraan angkutan umum dan tidak umum bagi kendaraan wajib uji, (10)

Penerbitan kartu pengawasan surat izin penyelenggaraan angkutan orang

dan/atau barang, (11) Penerbitan kartu pengawasan Surat Keputusan Izin

Trayek (SKIT) angkutan orang dalam trayek tetap dan tidak dalam trayek,

(12) Melakukan pengadministrasian retribusi penyelenggaraan angkutan

darat, (13) Pembinaan kepada penyelenggara angkutan orang dan/atau barang

dalam wilayah kabupaten, (c) Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan teknis

usaha angkutan jalan, dan (d) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Bidang sesuai dengan tugasnya.

11. Seksi Angkutan Sungai, Kereta Api dan Udara. Mempunyai tugas : (a)

Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis angkutan sungai, kereta api,

dan udara, (b) Menyiapkan bahan pelaksanaan teknis angkutan sungai, kereta

api, dan udara meliputi : (1) Rencana penyediaan angkutan sungai untuk jasa
97

angkutan orang dan/atau barang dalam daerah kabupaten, (2) Penetapan

wilayah operasi angkutan sungai dalam wilayah kabupaten, (3) Analisa

kebijakan perizinan dermaga sungai, (4) Konsep penerbitan izin

penyelenggaraan angkutan sungai untuk orang dan barang dalam wilayah

kabupaten, (5) Rencana penetapan tarif angkutan sungai untuk orang dan

barang yang meliputi pedesaan dan perkotaan yang wilayah pelayanannya

dalam wilayah kabupaten, (6) Bimbingan dan pembinaan kepada pengusaha

angkutan sungai yang digunakan untuk barang dan orang, (7) Koordinasi

pelaksanaan angkutan sungai, kereta api, dan udara, (8) Pertimbangan

pengadaan dan pengembangan angkutan sungai, kereta api, dan bandar udara,

(9) Menyiapkan konsep penerbitan izin pengadaan atau pembangunan

perkeretapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus dan

jaringannya, (c) Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan teknis angkutan

sungai, kereta api, dan udara, (d) Melaksanakan tugas ketatausahaan bidang,

dan (e) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai

dengan tugasnya.

12. Bidang Pengendalian Operasional dan Keselamatan. Mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas dinas dalam bidang pengendalian dan

keselamatan dan mempunyai fungsi : (a) Penyusunan kebijakan teknis

bidang pengendalian operasional dan keselamatan, (b) Pelaksanaan kegiatan

bidang pengendalian operasional dan keselamatan, (c) Pelaporan pelaksanaan

kegiatan bidang pengendalian operasional dan keselamatan, dan (d)


98

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan

tugasnya.

13. Seksi Pengendalian Operasional. Mempunyai tugas : (a) Menyiapkan bahan

perumusan kebijakan teknis pengendalian operasional, (b) Menyiapkan bahan

pelaksanaan teknis pengendalian operasional, meliputi : (1) Koordinasi dan

pelaksanaan pengendalian dan operasional, (2) Operasional pemeriksaan

kendaraan angkutan orang dan barang di jalan, sungai, dan terminal tipe c, (3)

Pemantauan daerah rawan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, (4)

Pemeriksaan terhadap persyaratan teknis dan layak jalan di jalan serta berat

kendaraan beserta muatannya sesuai ketentuan yang berlaku, (5) Pemeriksaan

terhadap persyaratan teknis kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk

kursus/pendidikan pengemudi, (6) Penilaian, pertimbangan, dan memproses

pemberian ijin operasional kursus/pendidikan mengemudi kendaraan

bermotor, (7) Menyiapkan tenaga bantuan operasional pengaturan lalu lintas,

(8) Pengawasan dan pengendalian serta penertiban terhadap tempat

penyimpanan (pool) kendaraan umum angkutan barang dan orang, (9)

Pengawasan dan pengendalian tata cara pengangkutan yang berkaitan dengan

keselamatan pelayanan pada angkutan umum, angkutan khusus, dan angkutan

sungai, dan (10) Penyidikan pelanggaran peraturan perundang-undangan

bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai kewenangan, (c) Menyiapkan

bahan laporan pelaksanaan teknis pengendalian operasional, dan (d)

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan

tugasnya.
99

14. Seksi Bimbingan Keselamatan. Mempunyai tugas : (a) Menyiapkan bahan

perumusan kebijakan teknis bimbingan keselamatan, (b) Menyiapkan bahan

pelaksanaan teknis keselamatan, meliputi : (1) Koordinasi dan pelaksanaan

kegiatan keselamatan perhubungan, (2) Pengumpulan, pengolahan data, dan

analisis pelanggaraan dan kecelakaan lalu lintas di daerah, dan (3) Pembinaan

dan penyuluhan tertib berlalu lintas di jalan, di sungai kepada masyarakat, (c)

Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan teknis seksi bimbingan keselamatan,

(d) Melaksanakan tugas ketatausahaan bidang, dan (e) Melaksanakan tugas

lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugasnya.

15. Bidang Sarana dan Prasarana. Mempunyai tugas melaksanakan sebagian

tugas Dinas Perhubungan di bidang sarana dan prasarana dan mempunyai

fungsi : (a) Penyusunan kebijakan teknis sarana dan prasarana, (b)

Pelaksanaan kegiatan sarana dan prasarana, (c) Pelaporan pelaksanaan

kegiatan sarana dan prasarana, dan (d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan

oleh kepala dinas sesuai dengan tugasnya.

16. Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana. Mempunyai tugas : (a)

Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengembangan sarana dan

prasarana, (b) Menyiapkan teknis pelaksanaan pengembangan sarana dan

prasarana, meliputi : (1) Koordinasi untuk pengembangan dan pembangunan

sarana dan prasarana, (2) Rencana induk dermaga sungai dan pengumpan

lokal, (3) Evaluasi dan inventarisasi untuk perencanaan penyediaan

kebutuhan perlengkapan jalan, sungai, dan kereta api, (4) Rencana

pelaksanaan pemenuhan kebutuhan alat perlengkapan jalan, sungai, dan


100

kereta api, (5) Perencanaan dan koordinasi pembangunan dan pengembangan

gedung uji kendaraan bermotor, halte angkutan jalan, shelter, terminal tipe c,

fasilitas parkir, dermaga angkutan sungai, serta pengembangan bandara udara,

dan (6) Melaksanakan penentuan lokasi, pengadaan pemasangan,

pemeliharaan, dan penghapusan rambu-rambu lalu lintas, marka jalan dan alat

pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali, dan pengamanan pemakai jalan,

serta fasilitas pendukung di jalan dan di sungai, (c) Menyiapkan bahan

laporan pelaksanaan teknis pengembangan sarana dan prasarana, dan (d)

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan

tugasnya.

17. Seksi Pengoperasian Sarana dan Prasarana. Mempunyai tugas : (a)

Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis pengoperasian sarana dan

prasarana, (b) Menyiapkan bahan pelaksanaan teknis pengoperasian sarana

dan prasarana meliputi : (1) Rencana pendistribusian kelengkapan alat

perlengkapan jalan, terminal tipe c, kelengkapan fasilitas parkir, fasilitas

pendukung di jalan, fasilitas pendukung sungai, dan fasilitas pendukung

kereta api dan jaringannya, (2) Melakukan pemeliharaan terhadap

kelengkapan alat perlengkapan jalan, terminal tipe c, kelengkapan fasilitas

parkir, fasilitas pendukung di jalan, fasilitas pendukung sungai, dan fasilitas

pendukung kereta api dan jaringannya, (c) Menyiapkan bahan laporan

pelaksanaan teknis pengoperasian sarana prasarana, (d) Melaksanakan tugas

ketatausahaan bidang, dan (e) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Bidang sesuai dengan tugasnya.


101

18. Unit Pelaksana Teknis adalah unsur pelaksana teknis dinas, yang mempunyai

tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Perhubungan yang bersifat teknis

operasional dan atau penunjang tertentu. Unit Pelaksana Teknis dipimpin oleh

seorang kepala, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala

dinas dan pembinaan teknis dilaksanakan oleh kepala bidang sesuai tugasnya

4.1.7 Dasar Hukum Pendirian Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Adapun dasar hukum Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo adalah

sebagai berikut :

1. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

2. Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan

Provinsi sebagai Otonomi Daerah

3. Surat Edaran Menteri Pehubungan No. SE.7 Tahun 2000 tentang Rincian

Kewenangan Kabupaten/Kota di Sektor Perhubungan dalam rangka

Pelaksanaan Otonomi Daerah (92 kewenangan) : (a) Darat = 55 kewenangan,

(b) Laut = 23 kewenangan, (c) Udara = 7 kewenangan, dan (d) Postel = 7

kewenangan

4. Surat Edaran Menteri Perhubungan No. SE.8 Tahun 2000 tentang Pedoman

Umum Penyusunan Organisasi Dinas Perhubungan Provinsi dan

Kabupaten/Kota

5. Keputusan Mendagri dan Otonomi Daerah No. 50 Tahun 2000 tentang

Pedoman Susunan Organisasi Perangkat Daerah (57 kewenangan) : (a) Darat

= 37 kewenangan, (b) Laut = 11 kewenangan, (c) Udara = 6 kewenangan, dan

(d) Postel = 3 kewenangan


102

6. Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Kabupaten Sidoarjo

7. Keputusan Bupati Sidoarjo No. 44 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas,

Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

4.1.8 Dasar Hukum Pendirian UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo khususnya UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo adalah unsur pelaksana teknis dinas sesuai

dengan dasar hukum yaitu Peraturan Bupati Sidoarjo No. 79 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dasar hukum pelaksanaan parkir yaitu sebagai

berikut :

1. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan

2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

3. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

5. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan

6. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom

7. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


103

8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir

Umum

9. Keputusan Menteri Perhubungan No. 4 Tahun 1994 tentang Tata Cara Parkir

Kendaraan Bermotor di Jalan

Dasar hukum pelaksanaan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

yaitu sebagai berikut :

1. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 47 Tahun 2011 tentang Persetujuan

Kerjasama Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan pada Kantor

Bersama Samsat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

2. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo

3. Peraturan Bupati Sidoarjo No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo

4. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort tentang Pelaksanaan

Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan Kendaraan Bermotor di

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2012

4.2 Penyajian Data

4.2.1 Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo


104

4.2.1.1 Struktur Birokrasi

Implementasi kebijakan parkir berlangganan yang bersifat kompleks

menuntut adanya kerjasama banyak pihak, ketika strukur birokrasi tidak kondusif

terhadap implementasi kebijakan parkir berlangganan maka hal ini akan

menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.

Standar Operasional Prosedur merupakan perkembangan dari tuntutan internal

akan kepastian waktu, sumber daya, serta kebutuhan penyeragaman dalam

organisasi kerja yang kompleks dan luas.

Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk

menanggulangi keadaan-keadaan umum dalam pelaksanaan parkir berlangganan

di Kabupaten Sidoarjo. Semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam

cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi maka semakin besar pula probabilitas

SOP menghambat implementasi. Organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur

perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang bersifat

fleksibel lebih dapat menyesuaikan tanggungjawab yang baru daripada birokrasi-

birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri sebagaimana tersebut di atas

Hal ini dinyatakan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Jadi SOP-nya pelayanan ada macam-macam pada saat pemungutan


retribusi parkir, kalau pelayanan jukir itu memberikan salam kepada
pengguna jasa parkir, mengatur dan mengawasi kendaraan, apabila keluar
dari pihak pengguna harusnya menunjukkan kartu parkir ini, setelah
menunjukkan otomatis dari pihak jukir itu akan mempersilahkan lanjut
kalau sudah berlangganan dengan prosedur tetap menyampaikan,
“Silahkan kalau sudah berlangganan lanjut pak, bu, mbak, mas”.
Kebijakan parkir berlangganan ini berdasarkan Perda No 2 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. Untuk itu, dengan
kebijakan pak Bupati terkait penyelenggaraan parkir berlangganan
105

kemudian kita sebagai UPT Dinas Perhubungan yang diberikan wewenang


untuk menyelenggarakan parkir berlangganan sesuai amanah Perda. Jadi
untuk KR-2 itu Rp 25.000,- ketentuannya, KR-4 itu Rp 50.000,-, terus KR-
6 itu Rp 60.000,-. Semua itu berdasarkan penarikan retribusi parkir,
berdasarkan penetapan retribusi parkir berlangganan. Terus tertuang juga
dalam STNK, bukti pembayaran di STNK. Kalau memang sudah bayar,
parkir berlangganan “lunas”, kan ada. Dan untuk titiknya itu juga
dituangkan dalam SK Bupati. Dari Perda No. 2 Tahun 2012 terus Peraturan
Bupati No. 35 tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda yang No. 2
Tahun 2012. Untuk parkir berlangganan sendiri itu sebesar Rp
28.900.000.000,- itu untuk jumlah kendaraan. Nah untuk titiknya tadi yang
sesuai SK Bupati itu sejumlah 279 titik” (Wawancara, 31 Januari 2018,
Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir

berlangganan di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Kita hanya mengatur sepeda kayak enak keluarnya gitu kan. Kalau juru
parkir berlangganan, ya kita nggak terlalu memaksa lah sama yang parkir.
Kalau diberi nggak papa diterima, nggak diberi juga nggak papa”
(Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan
Kabupaten Sidoarjo)

Hal serupa disampaikan oleh Pak Sulis selaku juru parkir berlangganan di

Puskesmas Tulangan sebagai berikut :

“Kewajiban saya, satu menata, mengawasi kendaraan yang parkir. Selama


saya disini nggak pernah narik sama sekali, makanya karena itu sudah
aturan dari Bupati waktu itu, itu semuanya gratis kalau disini”
(Wawancara, 5 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB, di Puskesmas Tulangan
Kabupaten Sidoarjo)

Terkait dengan standar operasional prosedur pembayaran retribusi parkir

berlangganan ketika ditanyakan kepada pengguna parkir berlangganan, berikut ini

adalah hasil wawancara penulis dengan Febrina Dewi Fitrianti selaku pengguna

parkir berlangganan :

“Saya membayar parkir berlangganan Rp 25.000,- untuk motor mbak.


Saya membayar saat pembayaran perpanjangan STNK di Samsat. Saya
mendapat kartu parkir berlangganan sebagai bukti. Tarif parkir
berlangganan terjangkau, tapi akan lebih baik lagi kalau tarif tersebut
106

berlaku untuk 1 tahun. Jadi, tidak perlu bayar parkir lagi di tiap titik parkir.
Tapi saya selalu membayar parkir dimanapun, tidak terkecuali di titik
parkir berlangganan. Jadi, tetap bayar parkir ganda walau sudah bayar Rp
25.000,-. Saya juga pernah ditarik oleh juru parkir resmi yang
menggunakan rompi. Harusnya pemerintah segera menyelesaikan
permasalahan parkir berlangganan sesuai peraturan agar pembayaran
retribusi parkir tidak sia-sia” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 11.00
WIB, di Rumah Pewawancara)

Jawaban dari Febrina Dewi Fitrianti juga diperkuat dengan jawaban Pak

Khoirul selaku pengguna parkir berlangganan sebagai berikut :

“Ya mbayar Rp 25.000,- itu pertahun pas perpanjangan STNK tempatnya


ya di Samsat, di Alun-Alun. Saya diberi kartu parkir berlangganan kayak
KTP gitu. Mengenai tarif parkir berlangganan nggak ada manfaatnya,
cuma di tempat tertentu aja. Setiap parkir mbayar. Kalau pas pembayaran
di Samsat nggak ada permasalahan dalam pelayanan pas bayarnya. Kalau
pelaksanaannya area itu diperluas, jangan di Puskesmas aja, tapi juga di
keramaian untuk kepentingan masyarakat kayak di Pasar, di Mall itu nggak
ada yang gratis” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 10.00 WIB, di
Rumah Informan)

Hal serupa juga dinyatakan oleh Pak Sodik selaku pengguna parkir

berlangganan untuk memperkuat pernyataan Febrina Dewi Fitrianti dan Pak

Khoirul selaku pengguna parkir berlangganan di atas mengenai pembayaran parkir

berlangganan sebagai berikut :

“Saya membayar Rp 25.000,- waktu perpanjangan STNK. Bayarnya di


Samsat Sidoarjo. Saya diberikan bukti pembayaran berupa kartu.
Mengenai tarif parkir berlangganan kalau bisa ya nggak perlu, tapi kan ini
programnya pemerintah. Kalau permasalahan dalam pelayanan saat
pembayaran tidak ada. Kalau pelaksanaannya wajar ya, namanya juga
dijaga jadi dikasih uang” (Wawancara, 7 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB,
di Rumah Informan)

Jumlah kendaraan bermotor parkir berlangganan selalu mengalami

peningkatan. Hal ini juga dipertegas oleh data empiris yang penulis dapat ketika di

lapangan sebagai berikut :

Tabel 4.2.1.1
107

Data Obyek Kendaraan Bermotor Parkir Berlangganan Keseluruhan

Tahun Jumlah R2 Jumlah R4 Jumlah


Keseluruhan
2014 1.067.829 153.679 1.221.508
2015 1.166.440 169.976 1.336.416
2016 1.254.632 187.009 1.441.641
Sumber : UPT Badan Pendapatan Provinsi Jawa Timur, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa obyek kendaraan bermotor parkir

berlangganan keseluruhan mulai tahun 2014 sampai tahun 2016 terus mengalami

peningkatan baik kendaraan roda-2 maupun kendaraan roda-4, yaitu pada tahun

2014 jumlah keseluruhan sebanyak 1.221.508 kendaraan, pada tahun 2015 jumlah

keseluruhan sebanyak 1.336.416 kendaraan, dan pada tahun 2016 jumlah

keseluruhan sebanyak 1.441.641 kendaraan

Jumlah kendaraan bermotor parkir berlangganan yang membayar retribusi

parkir berlangganan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun

2011 sampai tahun 2013, namun mengalami penurunan pada tahun 2014, akan

tetapi kembali mengalami peningkatan pada tahun 2015 sampai tahun 2017. Hal

ini juga dipertegas oleh data empiris yang penulis dapat ketika di lapangan

sebagai berikut :

Tabel 4.2.1.2
Data Obyek Kendaraan Bermotor Parkir Berlangganan
(Yang Bayar Retribusi)

Tahun Jumlah R2 Jumlah R4 dan R6 Jumlah


Keseluruhan
2011 652.473 88.546 741.019
108

2012 715.016 105.432 820.448


2013 795.649 114.609 910.258
2014 764.324 119.689 884.013
2015 814.236 134.211 984.447
2016 859.589 149.358 1.008.947
2017 865.347 158.791 1.024.138
Sumber : UPT Badan Pendapatan Provinsi Jawa Timur, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan kendaraan bermotor

yang membayar retribusi parkir berlangganan pada tahun 2011 yaitu sebanyak

741.019 unit, pada tahun 2012 sebanyak 820.448 unit, pada tahun 2013 sebanyak

910.258 unit, pada tahun 2014 sebanyak 884.013 unit, pada tahun 2015 sebanyak

984.447 unit, pada tahun 2016 sebanyak 1.008.947 unit, dan pada tahun 217

sebanyak 1.024.128 unit kendaraan. Obyek kendaraan bermotor parkir

berlangganan yang membayar retribusi yaitu jumlah keseluruhan termasuk

kendaraan baru, mutasi masuk, dan mutasi keluar pada tahun 2011 sampai tahun

2013 terus mengalami peningkatan, pada tahun 2014 mengalami penurunan, dan

pada tahun 2015 sampai tahun 2017 terus mengalami peningkatan yang

signifikan.

Banyak broker yang masih menguasai daerah parkir milik Pemkab

Sidoarjo walaupun telah terdapat banyak tanda rambu kawasan parkir

berlangganan. Pada pelaksanaan parkir berlangganan di Pasar Larangan juga

masih terdapat broker. Nomor yang digunakan oleh juru parkir berlangganan

sebagai media bukti milik kendaraan terlihat terorganisir walaupun hanya berupa

kertas dan nomor saja. Terdapat pengelola yang memberi nomor tersebut kepada

para juru parkir berlangganan tersebut sebagaimana hasil wawancara penulis


109

dengan Pak Oni selaku juru parkir berlangganan di Pasar Larangan sebagai

berikut :

“Disini punyanya Haji Maskur sama Haji Mukhsin” (Wawancara, 6


Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa para juru parkir berlangganan harus

menyetor kepada pemilik lahan yang masih kerap meminta jatah karena parkir di

lahan yang diklaim sebagai miliknya tersebut, sehingga para juru parkir masih

harus berbagi dengan pemilik lahan dan untuk mencukupi target tersebut maka

juru parkir berlangganan harus memungut kembali biaya parkir kepada pengguna

parkir di kawasan parkir berlangganan

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak kegiatan

parkir di tepi jalan nasional/provinsi sebab di Sidoarjo jalan provinsi/nasional

banyak terdapat kegiatan pertokoan. Wilayah parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo terdapat di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir yang meliputi

kantor pemerintahan, Puskesmas, Pasar, Alun-Alun, dan jalan-jalan protokol yang

tersebar di 279 titik parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, yaitu di sekitar Jl.

Mojopahit, Jl. KH. Mukmin, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. Pahlawan,

Jl. Lingkar Barat, Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Raya Cemengkalang, Jl. Jaksa Agung

Suprapto, Jl. Monginsidi, Jl. Kartini, Jl. Ahmad Yani, Jl. Hangtuah, Jl. KMP M

Duryat, Jl. Raden Wijaya, Jl. Gajah Mada, Jl. Raden Fatah, Jl. Dr. Wahidin, Jl.

Tengku Umar, Jl. Dr. Cipto, Jl. Sultan Agung, Jl. Cokronegoro, Jl. Gubernur

Suryo, Jl. Dr. Soetomo, Jl. Pasar Ikan, Jl. Lingkar Timur, Jl. Raya Candi, Jl.

Sunandar P. Sudarmo, Jl. Raya Tenggulunan, Jl. Raya Buduran, Jl.Raya Bebekan,

Jl. Raya Wonocolo, Jl. Raya Taman, Jl. Stasiun, Jl. Raya Pepelegi, Jl. Raya
110

Wadungsari, Jl. Tropodo, Jl. Raya Sedati Gede, Jl. Betro, Jl. Raya Sedati, Jl. Raya

Gedangan, Jl. A. Yani Gedangan, Jl. Raya Sukodono, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Imam

Bonjol, Jl. Setiabudi, Pasar Krian, Jl. Ki Hajar Dewantara, Desa Barongkrajan, Jl.

Raya Watutulis, Jl. Raya Prambon, Jl. Raya Bulang, Jl. Raya Tarik, Jl. Raya

Balongbendo, Jl. Raya Wonoayu, Jl. Raya Tulangan, Jl. Raya Krembung, Jl. Raya

Tanggulangin, Jl. Raya Porong, Jl. Raya Bhayangkari, dan Jabon.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa hampir semua juru

parkir dengan seragam parkir berlangganan di Pasar Larangan, di Jl Gajah Mada,

di Jl. Pahlawan, di Puskesmas, di kantor instansi pemerintah contohnya di

Dispendukcapil, dan di pinggir-pinggir jalan protokol tetap memungut uang parkir

kepada para pengguna parkir berlangganan meskipun para pengguna parkir

tersebut telah membayar retribusi parkir berlangganan setiap tahunnya dan berada

di wilayah tersebut yang notabene merupakan kawasan parkir berlangganan. Para

juru parkir di wilayah parkir berlangganan seperti Krian dan Taman justru

meminta tambahan apabila hanya diberi uang parkir sebesar Rp 1000,-.

Pembayaran retribusi parkir berlangganan sebesar Rp 25.000,- untuk motor dan

Rp 50.000,- untuk mobil setiap kali mengurus pajak kendaraan adalah sia-sia

karena hampir tidak tersedia tempat parkir gratis. Pada sejumlah lokasi parkir,

Dinas Perhubungan telah memasang rambu besar yang bertuliskan larangan

menarik uang parkir namun tetap saja rambu tersebut seperti hanya sebagai

hiasan. Tim pengawas parkir berlangganan yang diterjunkan oleh Dinas

Perhubungan di sejumlah titik parkir juga seperti tidak dihiraukan, pungutan

parkir tetap berjalan seperti tidak ada program parkir berlangganan.


111

Penggunaan kartu parkir berlangganan tidak dapat berfungsi secara efektif,

seperti contoh kasus di Alun-Alun Sidoarjo, yaitu saat ada pengguna parkir

berlangganan yang mencoba menggunakan kartu parkir berlangganan saat

memarkirkan kendaraannya justru mendapat penolakan dari juru parkir

berlangganan sehingga dengan terpaksa pengguna parkir berlangganan masih

tetap harus membayar parkir di wilayah yang notabene termasuk kawasan parkir

berlangganan. Pada sepanjang Jl. Jaksa Agung dan Alun-Alun Sidoarjo masih

banyak terdapat juru parkir liar yang menarik pungutan parkir sebanyak Rp 2000,-

untuk kendaraan roda dua, bahkan salah satu juru parkir liar dapat mendapatkan

penghasilan sebesar Rp 500.000,- hingga Rp 800.000,- setiap harinya di Jl. Jaksa

Agung Suprapto. Penghasilan dari hasil pungutan parkir tersebut dibagikan

dengan para juru parkir lain. Banyak titik-titik parkir berlangganan yang ditempati

oleh juru parkir liar namun tidak ada tindakan dari petugas pengawas parkir

berlangganan

Pada Jl. Sultan Agung di depan Kantor Dispendukcapil, para juru parkir

liar selalu menarik biaya parkir dari masyarakat yang memarkirkan kendaraannya.

Masyarakat memarkirkan kendaraannya di depan Kantor Dispendukcapil karena

lahan parkir di dalam Kantor Dispendukcapil telah penuh dikarenakan banyaknya

warga yang mengurus administrasi kependudukan disana. Juru parkir liar selalu

menarik uang parkir sebesar Rp 2000,- untuk roda dua kepada setiap pengguna

parkir yang memarkirkan kendaraannya. Setiap hari Senin sampai Jum’at sesuai

dengan hari kerja terlihat kondisi perparkiran di depan Kantor Dispendukcapil


112

tersebut selalu ramai. Juru parkir liar tersebut dapat mengumpulkan uang hingga

sebesar Rp 2000.000,- setiap harinya.

Pasar Larangan merupakan salah satu kawasan parkir berlangganan

dengan jumlah juru parkir terbanyak mengingat Pasar Larangan merupakan

kawasan 24 jam dan merupakan pasar paling ramai di wilayah Sidoarjo. Pada

pelaksanaan parkir di Pasar Larangan setiap kendaraan baik roda dua maupun

roda empat yang memarkirkan kendaraannya diberikan nomor tanda parkir, satu

untuk diletakkan di motor dan satu untuk dipegang. Nomor tersebut berfungsi

untuk mengambil kendaraan dan para juru parkir masih menarik uang parkir

kepada para pengguna parkir. Nomor yang digunakan oleh juru parkir tersebut

sebagai media bukti milik kendaraan yang terlihat terorganisir walaupun hanya

berupa kertas dan nomor saja. Hal tersebut dikarenakan terdapat pengelola yang

memberi nomor tersebut kepada para juru parkir. Masih banyak broker yang

menguasai daerah milik Pemkab Sidoarjo walaupun telah terdapat banyak rambu

parkir berlangganan

Penyebaran tanggungjawab dalam kebijakan parkir berlangganan

dilaksanakan dengan beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan

koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan parkir berlangganan maka semakin besar pula

kemungkinan kegagalan program atau kebijakan tersebut. Fragmentasi

mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga

birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi

keberhasilan implementasi kebijakan.


113

Penyebaran tanggungjawab parkir berlangganan berada pada dinas terkait

sebagaimana hasil wawancara dengan Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai berikut :

“Penyebaran tanggungjawabnya itu Dinas Pendapatan dalam artian


tugasnya itu hanya menarik retribusi, menjadi kewenangan penuh disana,
dari pihak kepolisian itu memberikan layanan terhadap pembayaran pajak
kendaraan, Bapenda Provinsi Jawa Timur itu menarik berapa banyaknya
masuk ke Bapenda Provinsi Jawa Timur. Dari Dishub itu pemasangan
petugas informasi parkir berlangganan. Tujuannya itu setelah dari Bapenda
Provinsi membayar, dari pihak kepolisian menyarankan, “Silahkan untuk
kartu parkir berlangganannya diambil di Posnya Dishub” sekalian
nunjukkan STNK yang sudah mbayar tadi, kemudian direkap dengan
nopol W sekian, setiap hari kita merekap nopol. Ini berlakunya satu tahun,
prosedurnya seperti itu. Jadi di kepolisian dulu terus bayar administrasi itu
di Bapenda Provinsi Jawa Timur, setelah lunas, diserahkan ke Dishub
untuk mengambil kartu parkir berlangganan” (Wawancara, 31 Januari
2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan ini diperkuat oleh Febrina Dewi Fitrianti selaku pengguna

parkir berlangganan mengenai tempat dan waktu dalam pembayaran retribusi

parkir berlangganan sebagai berikut :

“Saya membayar parkir berlangganan saat pembayaran perpanjangan


STNK, saya membayar di SAMSAT” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul
11.00 WIB, di Rumah Pewawancara)

Senada dengan pernyataan dari Febrina Dewi Fitrianti di atas diperkuat

lagi oleh Pak Khoirul selaku pengguna parkir berlangganan sebagai berikut :

“Bayarnya pas perpanjangan STNK, ya di Samsat, di Alun-Alun gitu”


(Wawancara, 6 Februari, Pukul 10.00 WIB, di Rumah Informan)

Pernyataan dari Febrina Dewi Fitrianti dan Pak Khoirul di atas didukung

dengan pernyataan dari Pak Sodik selaku pengguna parkir berlangganan sebagai

berikut :
114

“Bayarnya parkir berlangganan di Samsat Sidoarjo waktu bayar


perpanjangan STNK” (Wawancara, 7 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB, di
Rumah Informan)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa penyebaran tanggungjawab terkait

implementasi kebijakan parkir berlangganan yang melibatkan Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo, Samsat Sidoarjo, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan Bapenda

Provinsi Jawa Timur telah berjalan dengan baik

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo telah memiliki SOP yang

jelas terkait pelaksanaan parkir berlangganan, namun belum dilaksanakan dengan

optimal oleh pengawas dan juru parkir berlangganan di lapangan. Masyarakat

pengguna parkir berlangganan selalu dipungut uang parkir oleh juru parkir

berlangganan meskipun berada di wilayah parkir berlangganan dan telah

membayar retribusi parkir berlangganan setiap tahunnya. Penyebaran

tanggungjawab terkait implementasi kebijakan parkir berlangganan yang

melibatkan Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, Samsat Sidoarjo, DPPKA

Kabupaten Sidoarjo, dan Bapenda Provinsi Jawa Timur telah berjalan dengan baik

4.2.1.2 Sumber Daya

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumber

daya (resources). Sumber daya dalam pelaksanaan parkir berlangganan yang tidak

mencukupi dapat menyebabkan Undang-Undang tidak akan diberlakukan, layanan

tidak akan disediakan, dan peraturan yang masuk akal tidak akan dikembangkan.

Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan

adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi
115

kebijakan salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai,

mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf

dan pelaksana saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan implementasi

kebijakan parkir berlangganan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan

keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan.

Sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pelaksanaan parkir

berlangganan masih kurang dalam segi jumlah dikarenakan keterbatasan

anggaran. Hal ini juga dipertegas oleh pernyataan dari Pak Feri Prasetyo selaku

Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Untuk petugas, sementara ini memang jumlah yang diinginkan itu


harapannya memang jangkauannya lebih luas sehingga dari seluruh
pelosok kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo merasa mendapatkan
pelayanan parkir berlangganan itu, bukan hanya di kota saja atau di
tempat-tempat tertentu kan gitu. Harapannya yaitu ada penambahan titik
dan jukir namun itu terkendala dengan anggaran. Dengan jumlah 530 jukir
itu aja dengan pengawas parkir berlangganan sejumlah 106 sudah
mencapai 6 milyar lebih. SDM jukir yang banyak Madura itu dengan
background ya tapi kita nggak membatasi ijasahnya harus sekian enggak”
(Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Pak Oni selaku

juru parkir berlangganan di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Kalau disini sekitar 8 orang. Pengawas dari Dinas Perhubungan sering


kesini. Kerjanya ya membimbing dan memberi pengarahan gitu aja”
(Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan
Kabupaten Sidoarjo)

Senada dengan pernyataan Pak Oni selaku juru parkir berlangganan di

Pasar Larangan disampaikan oleh Pak Sulis selaku juru parkir berlangganan di

Puskesmas Tulangan sebagai berikut :


116

“Kalau disini sebagai jukir kita kan shift-shiftan, kalau pagi saya, nanti
kalau sore ada teman saya. Kalau pengawas dari Dinas Perhubungan ndak
pernah kesini” (Wawancara, 5 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB, di
Puskesmas Tulangan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa jumlah petugas dalam implementasi

kebijakan parkir berlangganan di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo belum

memadai sehingga menyebabkan pengawasan dalam implementasi parkir

berlangganan menjadi kurang optimal. Rencana UPT Parkir Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo untuk menambah jumlah juru parkir, pengawas, dan titik

parkir berlangganan di seluruh pelosok kecamatan yang ada di Kabupaten

Sidoarjo untuk saat ini masih terkendala dengan anggaran.

Informasi terkait implementasi kebijakan parkir berlangganan mempunyai

dua bentuk yaitu : (1) Informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan

kebijakan dan (2) Informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

Dinas Perhubungan akan memberikan leaflet/brosur kepada masyarakat

Kabupaten Sidoarjo pada saat melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor

di Samsat agar masyarakat mendapatkan informasi terkait titik-titik parkir

berlangganan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini disampaikan oleh Pak

Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :

“Untuk pemberian informasi ke depan akan kami usulkan pembuatan


leaflet/brosur sehingga pada saat orang membayar pajak kan ada yang tau
dan tidak tau dimana saja titik parkir berlangganan, nanti kita sebutkan di
brosurnya itu tadi, sehingga orang yang akan bayar parkir berlangganan itu
tidak akan ragu lagi dimana saja, oh di sepanjang Jl. Gajahmada, Jl.
Majapahit, Jl. KH. Mukmin. Itu kita akan berikan semacam brosur atau
leaflet sehingga harapan dari pemerintah itu tersampaikan untuk informasi
117

lokasi titik parkir berlangganan” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul


07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Informasi mengenai data kepatuhan dari para petugas parkir berlangganan

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan sebagaimana

penjelasan dari Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai berikut :

“Mengenai kepatuhan jukir berlangganan, yang di Gajah Mada kan sudah


dijumpai sekarang mas-mas yang pengawas. Jadi, langsung apabila ada
oknum jukir yang menyimpang itu bisa langsung disampaikan ke
pengawas yang di lapangan. Jadi, harapan kami dengan melakukan
sosialisasi ya akan maksimal sehingga cepat direspon. Harapan kami yaitu
setiap jukir menjadi tanggungjawab Koordinator Pengawas dan Pengawas
untuk menyampaikan, ini prosedur sudah dilalui belum. Misal, jadi saat
mengatur masuk nggak ada masalah, tapi begitu keluar. Jadi masuk itu
harus tetep dikawal, keluarpun juga harus dikawal dengan syarat harus di
belakang mobil. Nah, apabila mau diberi baik sepeda motor maupun mobil
harus menyampaikan dulu, “Pak, bu, mbak, mas mohon maaf ini sudah
menjadi kawasan parkir berlangganan, kalau sudah selesai monggo lanjut”.
Nah, kalau itu sudah dilalui jadi kan memberikan informasi kepada
pengguna bahwa pengguna itu menggunakan layanan parkir berlangganan,
kan ada sebagian rambu itu kawasan parkir berlangganan dan himbauan
sekalian kan bahwa dilarang masyarakat untuk memberikan uang kepada
jukir berlangganan. Jadi, harapan kami dengan mengawal secara langsung,
masyarakat itu kalau ada pengaduan bisa direspon cepat, titik mana, itu
bisa langsung dihilangkan untuk jukir yang melakukan penyimpangan tadi
sehingga diingatkan sekali, dua kali, tiga kali, membuat surat pernyataan,
apabila dari pihak pengawas sudah melakukan pembinaan mengingatkan
naik berjenjang, jadi ke Koordinator Wilayah melakukan tugas atau
pengawasan bersama kami selaku UPT Parkir untuk menindaklanjuti hal
tersebut, apabila memang sering dilakukan di lapangan akan dilakukan
pemutusan hubungan kerja. Jadi, kalau memang itu nanti di ranah pidana
ya disesuaikan dengan ranah pidana. Jadi terus tiap hari keliling mbak, jadi
memang tugas kami untuk monitoring di lapangan harapannya untuk
meminimalisir pengaduan masyarakat gitu lho” (Wawancara, 31 Januari
2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan senada terkait informasi mengenai data kepatuhan dari para

juru parkir berlangganan terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang


118

melibatkan pengawas juga disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir

berlangganan di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Pengawas dari Dinas Perhubungan sering kesini. Kerjanya ya


membimbing dan memberi pengarahan gitu aja. Kalau parkir berlangganan
menurut saya itu ya terserah orangnya aja. Jika memberi ya gapapa kalau
enggak ya nggak papa, gitu aja. Yang diketahui tentang peraturan parkir
berlangganan hanya itu aja, kita hanya mengatur sepeda kayak enak
keluarnya gitu kan” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di
Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Hal serupa disampaikan oleh Pak Sulis selaku juru parkir berlangganan di

Puskesmas Tulangan sebagai berikut :

“Kalau yang saya tau untuk parkir berlangganan kan sudah peraturan dari
Pemda, jadi semuanya ya seharusnya itu semuanya memang harus gratis
yang saya tau, Cuma prakteknya kan nggak seperti itu. Parkir di pasar,
dimanapun kita itu mbayar. Kewajiban saya, satu menata, mengawasi
kendaraan yang parkir” (Wawancara, 5 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB,
di Puskesmas Tulangan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa kepatuhan dari para juru parkir

berlangganan terhadap peraturan masih sangat rendah, masyarakat pengguna

parkir berlangganan dapat mendukung peningkatan kepatuhan para juru parkir

berlangganan dengan cara melaporkan juru parkir berlangganan yang melanggar

aturan kepada pengawas parkir berlangganan di lapangan karena juru parkir

berlangganan merupakan tanggungjawab dari Koordinator Pengawas dan

pengawas parkir berlangganan. Pengawas parkir berlangganan mempunyai

kewajiban untuk memberikan informasi kepada juru parkir berlangganan

mengenai prosedur yang harus dilakukan dalam pelaksanaan parkir berlangganan

dan melarang adanya pungutan parkir kepada masyarakat pengguna parkir

berlangganan. Informasi mengenai larangan terhadap masyarakat pengguna parkir


119

berlangganan untuk memberikan uang parkir kepada juru parkir berlangganan

juga terdapat pada beberapa rambu di wilayah parkir berlangganan.

Kewenangan dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan harus

bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan

merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan

kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada maka

kekuatan para pelaksana di mata publik tidak dilegitimasi sehingga dapat

menggagalkan implementasi kebijakan publik tetapi ketika wewenang formal

tersedia maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan.

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo melaksanakan kebijakan parkir

berlangganan berdasarkan wewenang yang diberikan secara formal. Hal ini

disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kewenangan parkir ini bukan hanya bersifat formal, jadi kita


melaksanakan tugas itu berdasarkan wewenang yang diberikan sesuai
Perbup tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Kalau kita
tidak diberikan wewenang sesuai tupoksi kita otomatis nggak jalan di
lapangan. Jadi berdasarkan Perbup No. 91 Tahun 2017 terkait UPT
dasarnya. Disitu ada tugas dan fungsinya pada pasal 3 ayat 9 angka 3.
Disitu jelas tupoksi untuk UPT Parkir. Menjadi UPT tipe A yang dijabat
oleh Kepala UPT” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30 WIB, di
Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan

parkir berlangganan. Pelaksana mungkin mempunyai staf yang mencukupi,

kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan

prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Sarana dan

prasarana dalam pelaksanaan parkir berlangganan masih kurang memadai


120

dikarenakan keterbatasan anggaran. Hal ini dinyatakan oleh Pak Feri Prasetyo

selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai

berikut :

“Untuk sarana prasarana sendiri memang kurang memadai sehingga perlu


penambahan sarana prasarana seperti identitas jukir, itu kan harus
diberikan rompi atau baju jukir. Selama ini 3 tahun berturut-turut dicoret
terus karena keterbatasan anggaran. Maka setiap tahun kita mengusulkan
untuk baju atau rompi jukir, terus papan informasi dan papan kawasan
parkir berlangganan. Kalau tahun 2017 kemarin hanya 10 titik, kurang
banyak dan kurang ideal untuk memberikan informasi, harapannya kita
tambah sehingga masyarakat tau kawasan parkir berlangganan dan
informasi yang diberikan” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30
WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

jumlah petugas dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo belum memadai sehingga menyebabkan

pengawasan dalam implementasi parkir berlangganan menjadi kurang optimal.

UPT Parkir Dinas Perhubungan akan memberikan leaflet/brosur kepada

masyarakat untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait titik-titik

parkir berlangganan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo. Pemberian wewenang

dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo bersifat formal. Kepatuhan dari para juru parkir berlangganan

terhadap peraturan masih sangat rendah. Selain itu, sarana dan prasarana dalam

implementasi kebijakan parkir berlangganan di Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo kurang memadai dalam hal identitas juru parkir berlangganan seperti

rompi dan baju serta papan informasi dan papan kawasan parkir berlangganan

juga kurang memadai karena hanya terdapat di 10 titik di Kabupaten Sidoarjo

dikarenakan keterbatasan anggaran. Hal tersebut kurang ideal untuk memberikan


121

informasi kepada masyarakat mengenai titik parkir berlangganan yang tersebar di

Kabupaten Sidoarjo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo terdapat di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir yang

meliputi kantor pemerintahan, Puskesmas, Pasar, Alun-Alun, dan jalan-jalan

protokol yang tersebar di 279 titik parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo,

yaitu di sekitar Jl. Mojopahit, Jl. KH. Mukmin, Jl. Diponegoro, Jl.

Sisingamangaraja, Jl. Pahlawan, Jl. Lingkar Barat, Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Raya

Cemengkalang, Jl. Jaksa Agung Suprapto, Jl. Monginsidi, Jl. Kartini, Jl. Ahmad

Yani, Jl. Hangtuah, Jl. KMP M Duryat, Jl. Raden Wijaya, Jl. Gajah Mada, Jl.

Raden Fatah, Jl. Dr. Wahidin, Jl. Tengku Umar, Jl. Dr. Cipto, Jl. Sultan Agung, Jl.

Cokronegoro, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Dr. Soetomo, Jl. Pasar Ikan, Jl. Lingkar

Timur, Jl. Raya Candi, Jl. Sunandar P. Sudarmo, Jl. Raya Tenggulunan, Jl. Raya

Buduran, Jl.Raya Bebekan, Jl. Raya Wonocolo, Jl. Raya Taman, Jl. Stasiun, Jl.

Raya Pepelegi, Jl. Raya Wadungsari, Jl. Tropodo, Jl. Raya Sedati Gede, Jl. Betro,

Jl. Raya Sedati, Jl. Raya Gedangan, Jl. A. Yani Gedangan, Jl. Raya Sukodono, Jl.

Basuki Rahmat, Jl. Imam Bonjol, Jl. Setiabudi, Pasar Krian, Jl. Ki Hajar

Dewantara, Desa Barongkrajan, Jl. Raya Watutulis, Jl. Raya Prambon, Jl. Raya

Bulang, Jl. Raya Tarik, Jl. Raya Balongbendo, Jl. Raya Wonoayu, Jl. Raya

Tulangan, Jl. Raya Krembung, Jl. Raya Tanggulangin, Jl. Raya Porong, Jl. Raya

Bhayangkari, dan Jabon.

Pelaksanaan parkir berlangganan di lapangan masih terdapat Karang

Taruna/pihak desa yang menguasai/melakukan parkir dengan melakukan pungutan


122

parkir dan masih banyak kegiatan parkir yang dilakukan di tepi jalan

nasional/provinsi karena banyak terdapat kegiatan pertokoan

4.2.1.3 Disposisi

Para pelaksana yang mempunyai kecenderungan sikap positif atau adanya

dukungan terhadap implementasi kebijakan parkir berlangganan maka

kemungkinan besar implementasi kebijakan tersebut akan terlaksana sesuai

dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap

negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan parkir berlangganan karena

konflik kepentingan maka implementasi kebijakan tersebut akan menghadapi

kendala yang serius. Bentuk penolakan dapat berupa para pelaksana kebijakan

melalui keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat

implementasi kebijakan parkir berlangganan dengan cara mengacuhkan, menunda,

dan tindakan penghambatan lainnya.

Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata

terhadap implementasi kebijakan parkir berlangganan jika personel yang ada tidak

melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas.

Pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan parkir berlangganan

diharuskan pada orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah

ditetapkan, khususnya pada kepentingan masyarakat.

Pengangkatan pengawas dan juru parkir berlangganan dilakukan dengan

beberapa persyaratan dengan sistem kontrak. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri

Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :
123

“Untuk pengangkatan petugas parkir, jukir yang ada kita angkat sebagai
jukir berlangganan karena sebelum diberlakukan parkir berlangganan dia
sudah markir di kawasan itu. Untuk pengangkatan itu persyaratannya yaitu
: KTP, fotokopi KSK, SKCK, foto, dan surat lamaran. Setelah itu
dilakukan, pengangkatan kontrak kerja itu 6 bulan sekali. Per awal Januari
ini sampai dengan Juni. Nanti Juni kita perpanjang lagi apabila dianggap
dedikasinya baik kita angkat lagi sampai dengan Desember. Nggak perlu
waktu panjang apabila yang bersangkutan dedikasinya nggak bagus ya
otomatis 6 bulan berikutnya kita tidak akan perpanjang. Jukir
berlangganan sebagai mitra ya harus konsekuen dengan apa yang
diinginkan oleh pemerintah. Kalau pengawas parkir berlangganan direkrut
langsung oleh Dishub, dimulai dari tes administrasi berupa kelengkapan
berkas dengan syarat pendidikan minimal SMA atau SMK, terus
dilanjutkan tes tulis, tes fisik, dan diakhiri dengan interview” (Wawancara,
31 Januari 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo)

Hal yang berkaitan juga diperkuat lagi oleh Pak Sulis terkait jam terbang

sebagai juru parkir berlangganan di Puskesmas Tulangan sebagai berikut :

“Saya jadi jukir sudah 2 tahun” (Wawancara, 5 Februari 2018, Pukul 09.00
WIB, di Puskesmas Tulangan Kabupaten Sidoarjo)
:
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir

berlangganan di Pasar :Larangan sebagai berikut :

“Saya jadi jukir sudah lama mbak, ya semasa bawa sepeda sudah
berlangganan, sekitar tahun 2012” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul
08.30 WIB, di Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Tingkat ketaatan para juru parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

masih sangat rendah. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut

“Terkait dengan ketaatan para jukir berlangganan, kami berupaya


meningkatkan pengawasan terhadap jukir dengan merekrut petugas
pengawas parkir dan menyiapkan petugas di Samsat dan Layanan
Unggulan bila ada yang keberatan mengikuti parkir berlangganan”
(Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)
124

Pada waktu yang berbeda penulis juga menanyakan kepada Pak Oni selaku

juru parkir berlangganan di Pasar Larangan tentang pengawasan dalam parkir

berlangganan sebagai berikut :

“Pengawas dari Dinas Perhubungan sering kesini. Kerjanya ya


membimbing dan memberi pengarahan gitu aja. Kalau parkir berlangganan
menurut saya itu ya terserah orangnya aja. Jika memberi ya gapapa kalau
enggak ya nggak papa, gitu aja” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul
08.30 WIB, di Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa tingkat ketaatan para juru parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo masih sangat rendah, oleh karena itu UPT

Parkir Dinas Perhubungan akan melakukan perekrutan pengawas parkir

berlangganan sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap juru parkir

berlangganan. UPT Parkir Dinas Perhubungan menyiapkan petugas di Samsat dan

Layanan Unggulan untuk menangani masyarakat yang keberatan dalam

membayar retribusi parkir berlangganan

Pada waktu yang sama penulis juga menanyakan kepada Pak Feri Prasetyo

selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo tentang sanksi

bagi juru parkir berlangganan yang melanggar aturan yaitu sebagai berikut :

“Sanksinya, kalau dari pihak kepolisian itu pada saat pelaksanaan kalau
ada jukir yang nakal bisa ditindaklanjuti, jadi dilakukan pembinaan dulu,
tapi kalau masih tetep sekali dua kali diperingatkan nggak bisa ya jukir
harus membuat surat pernyataan, kalau mengulangi lagi maka akan
diserahkan ke pihak kepolisian. Ini ada kasus di “Sop Pak Min”. Nanti
kalau dijumpai lagi seperti nakal lagi ya otomatis kita laporkan. Kalau
pengguna parkir memberikan uang parkir dengan ikhlas lain, tapi kalau
sudah berlangganan tapi tetap ditarik ini yang harus kita luruskan, kita
tindaklanjuti. Ada sedikitpun informasi langsung kita tindak, jadi tidak ada
main-main. Sekali dua kali nggak bisa, pemutusan kerja, urusannya nanti
ke ranah hukum gitu lho. Akhirnya nanti ada solusi, kalau jukir seperti itu
terus maka akan dikeluarkan tidak boleh parkir disini, jadi kita tegas,
nggak ada rasa takut lagi” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB,
di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)
125

Tidak semua juru parkir berlangganan mengetahui sanksi dalam parkir

berlangganan. Hal ini disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir berlangganan

di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Mengenai hak dan kewajiban pengguna parkir ya kita menurut aturan dari
kantornya aja. Kalau sanksi dalam parkir berlangganan saya belum tau”
(Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan
Kabupaten Sidoarjo)

Senada dengan Pak Oni hal ini juga disampaikan oleh Pak Sulis selaku

juru parkir berlangganan di Puskesmas Tulangan sebagai berikut :

“Nggak tau saya kalau sanksi dari parkir berlangganan” (Wawancara, 5


Februari 2018, Pukul 09.00 WIB, di Puskesmas Tulangan Kabupaten
Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa sanksi bagi juru parkir

berlangganan yang melanggar aturan yaitu berupa pembinaan dan pemutusan

hubungan kerja. Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik

apabila terjadi pelanggaran terhadap Perda No. 2 Tahun 2012 terkait parkir

berlangganan. Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap juru parkir berlangganan yang tetap

melanggar aturan walaupun telah diberikan pembinaan terkait parkir

berlangganan. Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan juga dapat menyerahkan

oknum juru parkir berlangganan yang sering melakukan pelanggaran kepada

pihak kepolisian. Salah satu contohnya adalah pada kasus pungutan parkir di “Sop

Pak Min” yaitu seorang juru parkir berlangganan telah masuk ke dalam ranah

pidana dan dipenjara karena masih melakukan pemungutan parkir kepada


126

masyarakat pengguna parkir meskipun telah diberikan pembinaan oleh pihak

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Memanipulasi insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk

mengatasi masalah terkait sikap para pelaksana kebijakan parkir berlangganan.

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka para

pembuat kebijakan yang memanipulasi insentif dapat mempengaruhi tindakan

para pelaksana kebijakan parkir berlangganan. Menambah keuntungan atau biaya

tertentu akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

Dinas Perhubungan memberikan kenaikan gaji bagi para pengawas dan

juru parkir berlangganan pada tahun 2018 dengan harapan dapat memperbaiki

pelaksanaan parkir berlangganan di lapangan. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri

Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :

“Pemberian gaji kepada petugas parkir sementara ini tahun 2017 itu untuk
jukir Rp 750.000,- untuk yang tahun 2018 dari yang Rp 750.000,- ini
dinaikkan menjadi Rp 800.000,- perbulan. Kalau pengawas awalnya dari
Rp 1.400.000,- menjadi Rp 2.000.000,- kerjanya ngawasi dari pagi sampai
malam. Nantinya jam kerja itu akan dikepras. Jukir bekerja mulai pukul
07.00-16.00 WIB” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30 WIB, di
Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Hal yang berkaitan juga diperkuat lagi oleh Pak Oni terkait sikap sebagai

juru parkir berlangganan di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Kalau uang parkir itu kita nggak memaksa diberi ya. Kalau diberi nggak
papa diterima, nggak diberi juga nggak papa” (Wawancara, 6 Februari
2018, Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)
127

Senada dengan pernyataan dari Pak Oni di atas diperkuat lagi oleh Pak

Sulis selaku juru parkir berlangganan di Puskesmas Tulangan sebagai berikut :

“Selama saya disini nggak pernah narik sama sekali, makanya karena itu
sudah aturan dari Bupati waktu itu, itu semuanya gratis kalau disini. Kalau
ada yang ngasih ya saya terima” (Wawancara, 5 Februari 2018, Pukul
09.00 WIB, di Puskesmas Tulangan Kabupaten Sidoarjo)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

tingkat ketaatan para juru parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo masih

sangat rendah, oleh karena itu UPT Parkir Dinas Perhubungan akan melakukan

perekrutan pengawas parkir berlangganan sebagai upaya untuk meningkatkan

pengawasan terhadap juru parkir berlangganan. UPT Parkir Dinas Perhubungan

menyiapkan petugas di Samsat dan Layanan Unggulan untuk menangani

masyarakat yang keberatan dalam membayar retribusi parkir berlangganan. Gaji

yang didapatkan oleh pengawas dan juru parkir berlangganan dari Dinas

Perhubungan masih sangat rendah. Minimnya gaji yang didapatkan oleh juru

parkir berlangganan dari Dinas Perhubungan menyebabkan para juru parkir

berlangganan masih melakukan pungutan parkir di wilayah parkir berlangganan

kepada para pengguna parkir berlangganan

4.2.1.4 Komunikasi

Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari

implementasi kebijakan parkir berlangganan. Implementasi yang efektif akan

terlaksana jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan

mereka kerjakan. Informasi yang diketahui oleh para pengambil keputusan hanya

bisa didapatkan melalui komunikasi yang baik.


128

Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan parkir berlangganan

harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. Perintah yang

diberikan dalam suatu komunikasi terkait implementasi kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan

atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah maka dapat

menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

Pengawas dan Koordinator Wilayah dari Dinas Perhubungan bertugas

memberikan informasi secara jelas dan konsisten kepada juru parkir berlangganan

dan masyarakat pengguna parkir berlangganan. Hal ini disampaikan olehi Pak

Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :

“Untuk kejelasan dan konsistensi komunikasi melalui Pengawas, Korwil,


saya juga selalu turun menyampaikan aturan dalam parkir berlangganan.
Jadi informasi itu kita selalu menerjunkan dari Korwil dan pengawas untuk
memberikan informasi kepada jukir maupun kepada masyarakat untuk
memperbaiki dari sistem parkir berlangganan supaya lebih baik dari
sebelumnya yang ditetapkan dalam Perda No. 2 Tahun 2012” (Wawancara,
6 Februari 2018, Pukul 07.00 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo)

Penyebaran informasi yang baik akan dapat menghasilkan implementasi

kebijakan parkir berlangganan yang baik. Seringkali terjadi masalah dalam

penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan oleh

banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi

sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

Penyebaran informasi dalam parkir berlangganan sebagaimana yang

disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai berikut :


129

“Jadi untuk penyebaran informasi, Korwil dan pengawas turun untuk


memberikan pembinaan kepada jukir dan masyarakat, “Pak, bu lain kali
kalau parkir disini nggak usah bayar karena merupakan kawasan parkir
berlangganan”. Itu nanti kan informasinya nyebar dan masyarakat nggak
canggung lagi. Biasanya masyarakat kan ngeluarkan sepeda motor
langsung ngasih, ini kan kita coba dari jukirnya jangan diterima dulu tapi
jukir harus menyampaikan dulu kalau sudah masuk kawasan parkir
berlangganan. Jadi prosedur sudah dilalui. Kami juga melaksanakan
sosialisasi terhadap masyarakat melalui media elektronik yaitu radio,
media cetak, maupun spanduk di tempat-tempat strategis serta melakukan
sosialisasi secara mobiling pake mobil dinas dengan pengeras suara”
(Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir

berlangganan di Pasar Larangan sebagai berikut :

“Iya ada pengawasnya. Kerjanya ya membimbing dan memberi


pengarahan gitu aja” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di
Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

untuk kejelasan dan konsistensi komunikasi maka Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan, Koordinator Wilayah, dan pengawas parkir berlangganan selalu

turun ke lapangan untuk menyampaikan informasi terkait aturan dalam

pelaksanaan parkir berlangganan. Penyebaran informasi dalam implementasi

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo dilakukan melalui pengawas

parkir berlangganan dan Koordinator Wilayah untuk memberikan pembinaan

secara langsung kepada juru parkir berlangganan dan pengguna parkir

berlangganan terkait pelaksanaan parkir berlangganan baik pada saat pertemuan di

Kecamatan maupun di lokasi parkir berlangganan. Sosialisasi kepada masyarakat

juga dilakukan melalui media elektronik berupa media elektronik yaitu radio,

media cetak, dan spanduk di tempat-tempat strategis, serta secara mobiling


130

menggunakan mobil dinas dengan pengeras suara, namun dalam pelaksanaannya

di lapangan masih belum berjalan dengan optimal

4.2.2 Sinergitas Aktor Pelaksana Kebijakan Parkir Berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo

Sinergitas adalah gabungan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan

hasil yang lebih maksimal dengan cara bekerjasama sehingga terhubung oleh

beberapa peran yang berbeda namun terkait di dalamnya. Seluruh komponen

masyarakat dan pemerintah dapat bersinergitas untuk tercapainya kesejahteraan

masyarakat. Sinergitas adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama

yang produktif serta kemitraan yang harmonis antar para pemangku kepentingan

kebijakan parkir berlangganan untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat dan

berkualitas.

4.2.2.1 Koordinasi

Koordinasi dalam parkir berlangganan adalah suatu usaha ke arah

keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi

kesimpangsiuran dan tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien. Koordinasi adalah proses kesepakatan

bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam

proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen,

fungsi, dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah sehingga di satu sisi

semua kegiatan kedua belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang telah

ditetapkan secara bersama dan di sisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak

dirusak oleh keberhasilan pihak yang lain.


131

Terdapat permasalahan pada sinergitas antar aktor pelaksana dalam

penyelenggaraan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu pada awalnya

pihak Polres Sidoarjo tidak menyepakati presentase bagi hasil dalam retribusi

parkir berlangganan yaitu Polres sebanyak 5%, Pemkab Sidoarjo sebanyak 80%,

dan Pemprov Jawa Timur sebanyak 15% sehingga draft kerjasama yang telah

dibuat tidak dapat ditandatangani. Parkir berlangganan tdak dapat dikenakan

menyatu dengan mekanisme Samsat sehingga harus berada di luar mekanisme

Samsat. Hal ini menyebabkan implementasi kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan dengan efektif sebagaimana disampaikan oleh

Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo sebagai berikut :

“Awalnya polisinya nggak setuju, jadi dibatalkan dan waktu itu ada surat
bahwa nggak boleh untuk parkir berlangganan. Kegagalannya seperti itu.
Jadi 100% itu, 15% untuk Bapenda Provinsi Jatim, 5% untuk Polisi,
sisanya untuk Pemkab Sidoarjo. Tapi Polisinya nggak mau, akhirnya
diteruskan saja, tapi ternyata di Samsat Polisinya tidak mendukung”
(Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa terdapat permasalahan pada

sinergitas antar aktor pelaksana dalam penyelenggaraan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo yaitu pada awalnya pihak Polres Sidoarjo tidak menyepakati

presentase bagi hasil dalam retribusi parkir berlangganan yaitu Polres sebanyak

5%, Pemkab Sidoarjo sebanyak 80%, dan Pemprov Jawa Timur sebanyak 15%

sehingga draft kerjasama yang telah dibuat tidak dapat ditandatangani. Parkir

berlangganan tdak dapat dikenakan menyatu dengan mekanisme Samsat sehingga

harus berada di luar mekanisme Samsat. Hal ini menyebabkan implementasi


132

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan dengan

efektif. Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo dalam menjaring wajib retribusi

parkir berlangganan melibatkan Samsat sebagai pihak yang mengetahui jumlah

kendaraan yang berplat nomor polisi W di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

Polda Jawa Timr melarang penarikan retribusi parkir berlangganan di area

Kantor Samsat Sidoarjo. Larangan itu resmi dikirim oleh Dirlantas Polda Jawa

Timur kepada Kasatlantas Polres Sidoarjo. Perintah tersebut berupa surat dari

Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jawa Timur Kombes Pol. Budi Suprayitno

dengan nomor ST/340/V/2006/Lantas. Isi perintah tersebut tegas menyatakan

bahwa parkir berlangganan tidak dapat dikenakan menyatu dengan mekanisme

Samsat sehingga harus berada di luar mekanisme Samsat. Kasatlantas Sidoarjo

selaku Koordinator KB (kendaraan bermotor) Samsat Sidoarjo diminta untuk

segera berkoordinasi dengan kepala UPTD setempat untuk menghentikan parkir

berlangganan yang masuk dalam mekanisme Samsat. Penarikan retribusi harus

dilakukan di gedung tersendiri di luar area Samsat.

Setelah pelarangan tersebut, Dinas Perhubungan membangun loket parkir

berlangganan di samping Kantor Samsat dan pemungutannya pun tidak bersifat

wajib melainkan secara sukarela. Bagi masyarakat yang ingin menggunakan

fasilitas retribusi parkir berlangganan dapat mendatangi loket parkir

berlangganan dan membayar retribusi untuk mendapatkan kartu parkir

berlangganan. Pemungutan retribusi parkir berlangganan yang bersifat sukarela,

tidak diperhatikan oleh masyarakat, sehingga loket yang berada di Samsat ditutup.

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo kemudian memberlakukan wajib


133

pembayaran retribusi parkir berlangganan pada PNS bernopol polisi W dan

kendaraan yang melakukan pengujian kendaraan bermotor di Dinas Perhubungan.

Dinas Perhubungan berusaha memperbaiki pendataan wajib retribusi

dengan menandatangani MoU yang ditandatangani juga oleh Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Kapolres Kabupaten

Sidoarjo agar pelaksanaan pemungutan retribusi parkir berlangganan dapat

dilaksanakan di dalam mekanisme Samsat. Dinas Perhubungan mengharapkan

dapat meminimalisir kebocoran penerimaan retribusi parkir berlangganan karena

dengan dilaksanakan di dalam mekanisme Samsat maka pemilik kendaraan

bermotor dengan nomor plat kendaraan Kabupaten Sidoarjo akan otomatis

dikenakan retribusi parkir berlangganan bersamaan dengan pembayaran PKB.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini Dinas Perhubungan pada

akhirnya diperbolehkan melakukan pemungutan retribusi parkir berlangganan di

dalam mekanisme Samsat dengan syarat pembagian hasil retribusi yaitu

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sebesar 77,5%, Pemerintah Provinsi Jawa Timur

sebesar 15%, dan Kepolisian Resort Sidoarjo sebesar 7,5% dengan biaya

operasional ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.

Dinas terkait saling bekerjasama dalam pelaksanaan parkir berlangganan

secara rutin setiap harinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pak Feri

Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan sebagai berikut :

“Kami bekerjasama mengoptimalkan koordinasi, kami tidak diam di


kantor, satu minggu sekali petugas dari UPT Parkir Dishub datang ke
DPPKA dan Samsat untuk rekap, jadi komunikasi jalan terus, kalau tidak
begitu nanti kewalahan pada akhirnya. Kami pasti melakukan pemeriksaan
data perminggu, perminggu ketemu, perhari telepon, hari ini dapat sekian,
kalau nggak cocok langsung diperiksa. Kumpul rapat koordinasi itu bisa
134

dua minggu, tiga minggu, satu bulan tergantung kondisi, kalau diperlukan
koordinasi maka kita musyawarah. Koordinasi sama kepolisian itu untuk
pengurusan administrasinya” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30
WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa Dinas Perhubungan, Samsat, dan

DPPKA Kabupaten Sidoarjo saling bekerjasama dalam pelaksanaan parkir

berlangganan secara rutin. Pihak UPT Parkir Dinas Perhubungan selalu

melakukan komunikasi dengan pihak DPPKA dan Samsat Sidoarjo dengan

menggunakan telepon, kegiatan tersebut dilakukan setiap hari untuk mengetahui

jumlah pendapatan dari retribusi parkir berlangganan. Setiap satu minggu sekali,

pihak dari UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo selalu mengadakan

pertemuan dengan pihak DPPKA dan Samsat Sidoarjo untuk melakukan rekap

data dan pencocokan data agar koordinasi terkait retribusi parkir berlangganan

terus berjalan dengan optimal, apabila terdapat ketidakcocokan data maka dapat

langsung ditangani dengan melakukan pemeriksaan. Rapat koordinasi berupa

musyawarah antara UPT Parkir Dinas Perhubungan dengan DPPKA dan Samsat

Sidoarjo dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

Pelaksanaan rekonsiliasi dalam parkir berlangganan sudah berjalan dengan

baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kita koordinasinya pada saat rekonsiliasi. Jadi pencocokan data pada saat
penghitungan perolehan retribusi parkir berlangganan yang mana dipungut
pada saat itu, Bank Jatim sama DPPKA” (Wawancara, 23 April 2018,
Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Bentuk kesepakatan dalam parkir berlangganan yaitu berupa MoU atau

Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah


135

Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort Sidoarjo. Hal ini disampaikan oleh

Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo sebagai berikut :

“Bentuk kesepakatan parkir itu untuk tata cara atau prosedur penarikan
dari implementasi kebijakan itu sudah bekerjasama berdasarkan MoU
dengan Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Timur dan
Polresta Sidoarjo dalam rangka membantu dalam pemungutan retribusi
parkir berlangganan di kantor-kantor Samsat pada saat pengguna parkir
berlangganan itu membayar pajak kendaraan” (Wawancara, 23 April 2018,
Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Bapenda Provinsi Jawa Timur memberikan sebagian tempat di Samsat

untuk pemungutan retribusi parkir berlangganan karena Samsat adalah milik

Pemerintah Provinsi yang juga terdiri dari Polresta dan jasa raharja. Hal ini

disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kalau provinsi itu ketempatannya di Samsat. Makanya semacam ongkos


sewanya sehingga ini cost-nya tinggi. Presentase Pemprov, Pemkab, sama
Samsat itu tiap daerah beda karena kelemahan bargaining. Samsat itu kan
punya Provinsi. Di Samsat ada Polisi sama Jasa Raharja juga”
(Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)

Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik apabila

terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan sebagaimana

disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kalau Polresta disana kan ngurus STNK dan sebagainya, kan ada orang
polisi di Samsat. Kapolres tau jukir mungut, itu kan termasuk pungli,
harusnya nangkeplah” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di
Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)
136

Stimulus dalam pelaksanaan parkir berlangganan yaitu berupa sistem bagi

hasil antara Bapenda Provinsi Jawa Timur, Polresta Sidoarjo, dan Kas Daerah

Kabupaten Sidoarjo. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Stimulus berupa sistem bagi hasil dalam parkir berlangganan itu


sebanyak 13% itu untuk Bapenda Provinsi Jawa Timur, 5% untuk Polresta
termasuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), dan sebanyak 82%
untuk Kas Daerah. Legislatif pada waktu itu memberikan tiga opsi. Jika
dlanjutkan, Pemkab diminta menyiapkan konsep perbaikan. Ketika
dibubarkan, harus segera ada program pengganti. Pilihan terakhir itu
dikelola pihak swasta. Keputusan akhir yang kami diambil yaitu parkir
berlangganan tetap dipertahankan karena lebih menguntungkan dibanding
dua pilihan lainnya. Tapi fasilitas penunjang parkir berlangganan masih
kurang, nggak ada lahan parkir khusus untuk yang berlangganan. Yang ada
hanya titik parkir biasa. Titik khusus parkir berlangganan sangat
dibutuhkan untuk pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik. Pada
tahap awal, satu lahan disiapkan di Jl. Gajah Mada dan menjadi titik
pertama yang dipilih. Sebab, jalan itu merupakan salah satu sentra bisnis.
Kami mengusulkan untuk membangun lahan parkir di atas Sungai Bok
Legi ditutup dengan box culvert agar bisa digunakan untuk parkir”
(Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa stimulus dalam parkir berlangganan

yaitu berupa sistem bagi hasil antara Bapenda Provinsi Jawa Timur, Polresta

Sidoarjo, dan Kas Daerah Kabupaten Sidoarjo. Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo tetap mempertahankan kebijakan parkir berlangganan karena lebih

menguntungkan dan pemungutan setoran pada parkir berlangganan tidak terlalu

sulit karena Pemkab hanya mengatur kegiatan operasionalnya saja, namun

kekurangan dari parkir berlangganan yaitu pada fasilitas penunjang parkir

berlangganan yang masih kurang memadai dikarenakan tidak terdapat lahan parkir

khusus untuk parkir berlangganan.


137

Dukungan antar pelaksana di dinas terkait dalam parkir berlangganan yaitu

dengan melaksanakan rapat bersama, melakukan evaluasi bersama, serta bersama-

sama mlakukan serap aspirasi kepada masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Pak

Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :

“Dukungan yaitu kami melakukan rapat bersama, melakukan evaluasi


bersama, serta bersama-sama melakukan serap aspirasi kepada masyarakat
dengan Samsat dan DPPKA. Cara pelaporan retribusi parkir berlangganan
ada yang dengan link itu kendaraan plat nomor Sidoarjo yang berada di
luar Kota Sidoarjo. Pembayaran mereka tetap di Samsat yang
bersangkutan karena mereka juga ikut berlangganan, maka disana
ditangani secara berlangganan dan uang hasil link itu disetor ke BPD Jatim
setempat dimana kendaraan itu berada, oleh BPD sana disetor ke BPD
Sidoarjo. Maka oleh Sidoarjo kita rekap, kita laporkan kepada Kasda. Link
ada slipnya. Cuma slipnya global. Slipnya dikirim ke Dishub sama ke
Samsat. Transaksi sama dicatatnya setiap hari Cuma dikirimnya setiap
bulan. Dari situ nanti saya tandatangan. Mekanisme penyetoran dan
pelaporan retribusi parkir berlangganan itu dari data yang mengurus STNK
kan sudah ada, print out dari komputer bendahara dari Samsat ada, nah
dari situ kami dapat tembusan, petugas saya yang ada di Samsat
mengambil itu setelah diambil katakanlah jumlahnya 30 juta, seketika itu
juga ada petugas BPD yang datang terus langsung disetor berdasarkan
bukti dari Samsat tadi. Datanya berupa jumlah wajib retribusi dengan
uangnya. Jadi pencatatan dilakukan oleh Samsat dan petugas saya. Secara
tertulis saya mengecek di Samsat dapet berapa, di payment dapet berapa,
di drive thru dapet berapa, ini kita tampung semua terus kita hitung kita
cocokkan setiap bulan sama DPPKA. Kalau angkanya sudah sama baru
dibawa ke TU untuk pencairan bagi hasil. Jadi yang memungut Samsat,
uangnya masuk ke bank, berdasarkan nota kredit diinput di DPPKA
muncul laporan realisasi retribusi parkir berlangganan” (Wawancara, 23
April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Dukungan yang baik antara Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

dengan Samsat Sidoarjo dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo berdampak terhadap

peningkatan hasil retribusi parkir berlangganan dan pendapatan asli daerah di

Kabupaten Sidoarjo. Hal ini juga dipertegas oleh data empiris yang penulis dapat

ketika di lapangan sebagai berikut :


138

Tabel 4.2.2.1
Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Berlangganan

Tahun Target Realisasi Prosentase Keterangan


(Rp) (Rp) % Kenaikan
2013 23.002.871.680,- 24.159.181.000,- 104,41 Parkir
Berlangganan
+ Link
124.997.000,- 166.350.000,- 122,63 Non
Berlangganan
2014 24.932.407.500,- 25.279.065.000,- 101,39 5% Parkir
Berlangganan
+ Link
1.000.000.000,- 293.950.500,- 29,40 Non
Berlangganan
2015 27.643.500.000,- 26.836.835.000,- 97,08 6% Parkir
Berlangganan
+ Link
250.000.000,- 253.600.000,- 101,44 Non
Berlangganan
2016 28.718.535.000,- 28.176.120.000,- 98,14 5% Parkir
Berlangganan
260.000.000,- 103.500.000,- 39 Non
Berlangganan
s/d Mei
2017 28.919.260.000,- 27.302.505.000,- 94.41 Parkir
Berlangganan
s/d 9
Desember
Sumber : UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2013 target pendapatan

retribusi parkir berlangganan yaitu sebesar Rp 23.002.871.680,- dengan realisasi

pendapatan Rp 24.159.181.000,- dan presentase realisasi pendapatan parkir

berlangganan sebesar 104,41%. Pada tahun 2014 target pendapatan retribusi

parkir berlangganan yaitu sebesar Rp 24.932.407.500,- dengan realisasi

pendapatan Rp 25.279.065.000,- dan presentase realisasi pendapatan parkir

berlangganan sebesar 101,39%. Pada tahun 2015 target pendapatan retribusi

parkir berlangganan yaitu sebesar Rp 27.643.500.000,- dengan realisasi


139

pendapatan Rp 26.836.835.000,- dan presentase realisasi pendapatan parkir

berlangganan sebesar 97,08%. Pada tahun 2016 target pendapatan retribusi parkir

berlangganan yaitu sebesar Rp 28.718.535.000,- dengan realisasi pendapatan Rp

28.176.120.000,- dan presentase realisasi pendapatan parkir berlangganan sebesar

98,14%. Pada tahun 2017 target pendapatan retribusi parkir berlangganan yaitu

sebesar Rp 28.919.260.000,- dengan realisasi pendapatan Rp 27.302.505.000,-

dan presentase realisasi pendapatan parkir berlangganan sebesar 94,41%. Target

dan realisasi pendapatan retribusi parkir berlangganan pada tahun 2014

mengalami peningkatan sebesar 5%, pada tahun 2015 mengalami peningkatan

sebesar 6%, dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 5%.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

Dinas Perhubungan, Samsat, dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo saling bekerjasama

dalam pelaksanaan parkir berlangganan secara rutin. UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo bekerjasama dengan Bapenda Provinsi Jawa

Timur dan Polresta Sidoarjo berdasarkan MoU atau Kesepakatan Bersama antara

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan

Kepolisian Resort tentang Pelaksanaan Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir

Berlangganan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Sidoarjo. Setiap satu bulan

sekali, pihak dari UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo selalu

mengadakan pertemuan dengan pihak DPPKA dan Samsat Sidoarjo untuk

melakukan rekap data dan rekonsiliasi atau pencocokan data agar koordinasi

terkait retribusi parkir berlangganan terus berjalan dengan optimal. Stimulus


140

dalam parkir berlangganan berupa sistem bagi hasil antara Bapenda Provinsi Jawa

Timur, Polresta Sidoarjo, dan Kas Daerah Kabupaten Sidoarjo.

4.2.2.2 Komunikasi

Komunikasi dalam parkir berlangganan yaitu saling tukar menukar

pendapat, komunikasi merupakan hubungan kontak baik antar petugas di UPT

Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo maupun antar petugas di Samsat

Sidoarjo dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo. Kelancaran informasi dari pimpinan

yaitu setiap bulan saat pengambilan upah kerja dan setiap hari setelah proses

pelaporan tugas, para pengawas dan juru parkir berlangganan dikumpulkan untuk

memperoleh pengarahan dari Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan sedangkan

kelancaran informasi antara pegawai dengan pegawai dalam parkir berlangganan

dilakukan pada saat penyetoran hasil retribusi parkir berlangganan. Hal ini

disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan sebagai berikut :

“Untuk kelancaran informasi, setiap bulan saat pengambilan upah kerja


dan setiap hari setelah proses pelaporan tugas, juru parkir dan pengawas
parkir dikumpulkan untuk memperoleh pengarahan. Saya setiap hari pasti
keliling mbak dan tidak bosan-bosannya menyampaikan hal itu.
Mekanisme retribusi dan bagi hasil parkir berlangganan yaitu : pemilik
kendaraan bermotor melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor
dan retribusi parkir berlangganan di Kantor Samsat dan Layanan
Unggulan; kemudian pembayaran retribusi parkir berlangganan dari
pemilik kendaraan bermotor secara otomatis disetor ke Kasda Kabupaten
Sidoarjo; data pembayaran retribusi parkir berlangganan dari Kantor
Samsat dan Layanan Unggulan diserahkan ke Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo; setelah itu Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo
dengan DPPKA Kabupaten Sidoarjo ke Bapenda Provinsi Jawa Timur dan
Polresta, setelah hasil rekonsiliasi perbulan paling akhir tanggal 20 bulan
berikutnya” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.00 WIB, di Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)
141

Pernyataan ini diperkuat oleh Pak Oni selaku juru parkir berlangganan di

Pasar Larangan mengenai informasi yang didapatkan dari UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kalau sama Dinas Perhubungan baik” (Wawancara, 6 Februari 2018,


Pukul 08.30 WIB, di Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Pada waktu yang sama penulis juga menanyakan kepada Pak Feri Prasetyo

selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan tentang kelancaran informasi

antara pemerintah dan swasta dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

sebagai berikut :

“Nggak ada keterlibatan informasi dan hubungannya dengan swasta.


Definisi sesuai dengan Perda, parkir berlangganan adalah parkir di tepi
jalan raya dan tempat khusus, yang dimaksud tempat khusus itu di Pasar
dan sarana prasarana yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Swasta nggak
ada, cuman sistem sebelum parkir berlangganan dilakukan, sebelum tahun
2012 memang sistem pemungutannya dipihakketigakan melalui badan
usaha, PT Valensi sama PT SIC kemarin itu” (Wawancara, 23 April 2018,
Pukul 07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa dalam parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo saat ini tidak melibatkan pihak swasta. Dinas Perhubungan

melibatkan pihak swasta yaitu PT Valensi pada tahun 2006-2007 dan PT SIC pada

tahun 2008 saat sistem pemungutan parkir dipihakketigakan melalui badan usaha.

Kualitas media meliputi efisiensi media dalam penyajian informasi.

Efisiensi media dalam penyajian data dalam parkir berlangganan yaitu dengan

menggunakan handphone, dapat melalui telepon, SMS, WhatsApp, E-mail dan

lain sebagainya. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan sebagai berikut :

“Dalam efisiensi media, komunikasinya selain secara langsung dengan


cara rapat, juga bisa lewat telepon, SMS, WhatsApp, E-mail. Misalnya ada
142

pengawas parkir berlangganan melaporkan kepada saya terkait adanya juru


parkir di sekitar “Sop Pak Min” yang masih menarik parkir, itu bisa
dilaporkan ke saya lewat WhatsApp” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul
07.30 WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Senada dengan Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo hal ini juga disampaikan oleh Pak Oni selaku juru parkir berlangganan di

Pasar Larangan sebagai berikut :

“Iya ada pengawasnya. Kerjanya ya membimbing dan memberi


pengarahan gitu aja” (Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 08.30 WIB, di
Pasar Larangan Kabupaten Sidoarjo)

Muatan informasi meliputi kecukupan informasi. Kecukupan informasi

dalam parkir berlangganan yaitu petugas Samsat membantu memberikan

informasi yang cukup kepada masyarakat yang keberatan membayar retribusi

parkir berlangganan, hal tersebut dilakukan agar pemungutan retribusi parkir

berlangganan dapat berjalan dengan lancar. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri

Prasetyo selaku Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan sebagai berikut :

“Kalau kecukupan informasi parkir ya Dinas Perhubungan bertugas


sebagai pelaksana dalam kaitannya dengan penyelenggaraan parkir
berlangganan serta melakukan pengawasan terhadap jukir yang nakal.
Samsat Sidoarjo sebagai tempat pembayaran retribusi parkir berlangganan.
Polresta Sidoarjo bertugas menindak apabila terjadi pelanggaran. DPPKA
sebagai pengelola hasil dari penarikan parkir. Kita koordinasinya pada saat
rekonsiliasi. Jadi pencocokan data pada saat penghitungan perolehan
retribusi parkir berlangganan yang mana dipungut pada saat itu, Bank
Jatim sama DPPKA. Sinerginya pada saat pemungutan retribusi parkir
berlangganan, banyak yang mungkin protes, ini dari sisi kepolisian
membantu memberikan pemahaman sehingga pelaksanaan pemungutan itu
bisa berjalan dengan lancar. Bapenda Provinsi Jawa Timur itu memberikan
informasi data jumlah kendaraan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Jadi
mutasi masuk, kendaraan baru, itu untuk parkir berlangganan ini tidak
semua 100% ikut, dalam arti notabene jumlah kendaraan itu 1.400.000-an,
namun yang membayar pajak itu sekitar 1.000.000, sehingga yang 400.000
itu hilang” (Wawancara, 23 April 2018, Pukul 07.30 WIB, di Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)
143

Hal yang berkaitan juga diperkuat lagi oleh Pak Khoirul selaku pengguna

parkir berlangganan terkait pelayanan petugas Samsat saat masyarakat melakukan

pembayaran retribusi parkir berlangganan di Samsat Sidoarjo sebagai berikut :

“Kalau pas pembayaran di Samsat nggak ada permasalahan dalam


pelayanan pas bayarnya. Kalau pelaksanaannya area itu diperluas, jangan
di Puskesmas aja, tapi juga di keramaian untuk kepentingan masyarakat
kayak di Pasar, di Mall itu nggak ada yang gratis” (Wawancara, 6 Februari
2018, Pukul 10.00 WIB, di Rumah Informan)

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Pak Sodik selaku pengguna

parkir berlangganan sebagai berikut :

“Kalau permasalahan dalam pelayanan saat pembayaran tidak ada”


(Wawancara, 7 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB, di Rumah Informan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kelancaran informasi dari pimpinan yaitu setiap bulan saat pengambilan upah

kerja dan setiap hari setelah proses pelaporan tugas, para pengawas dan juru

parkir berlangganan dikumpulkan untuk memperoleh pengarahan dari Kepala

UPT Parkir Dinas Perhubungan. Keterlibatan informasi pegawai dengan pegawai

dalam parkir berlangganan dilakukan pada saat penyetoran hasil retribusi parkir

berlangganan. Efisiensi media dalam dalam parkir berlangganan yaitu dengan

menggunakan handphone, dapat melalui SMS, WhatsApp, telepon, E-mail, dan

lain sebagainya. Kecukupan informasi dalam parkir berlangganan yaitu petugas

Samsat membantu memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat yang

keberatan membayar retribusi parkir berlangganan, hal tersebut dilakukan agar

pemungutan retribusi parkir berlangganan dapat berjalan dengan lancar, selain itu

komunikasi terkait parkir berlangganan juga dilakukan pada saat rekonsiliasi


144

antara Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, Samsat Sidoarjo, dan DPPKA

Kabupaten Sidoarjo.

4.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Sinergitas Aktor Pelaksana

Kebijakan Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

Aktor pelaksana kebijakan dalam parkir berlangganan yaitu : (1) Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai tugas sebagai pelaksana

dalam penyelenggaraan parkir berlangganan dan mengawasi juru parkir

berlangganan yang nakal atau curang serta berwenang untuk menindak setiap

pelanggaran yang ada, (2) Samsat Sidoarjo sebagai lokasi pembayaran retribusi

parkir berlangganan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor,

dan (3) DPPKA Kabupaten Sidoarjo sebagai pengelola hasil dari penarikan

retribusi parkir berlangganan yang kemudian dilaporkan kepada Pemkab Sidoarjo.

Terdapat faktor pendukung sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Faktor pendukung itu dengan adanya support dan kerjasamanya dari


Bapenda Provinsi Jawa Timur dalam rangka pemungutan retribusi parkir
berlangganan. Tanpa ada mereka itu juga nggak jalan. Sehingga dari
kerjasama itu ada bagi hasil, kan gitu. Sehingga jerih payahnya kita
perhitungkan. Kalau Provinsi itu ketempatannya di Samsat. Makanya
semacam ongkos sewanya sehingga ini cost-nya tinggi. Presentase
Pemprov, Pemkab, sama Samsat itu tiap daerah beda karena kelemahan
bargaining. Samsat itu kan punya Provinsi. Di Samsat ada Polisi sama Jasa
Raharja juga. Kalau Polres disana kan ngurus STNK dan sebagainya kan
ada orang polisi di Samsat. Kapolres tau jukir mungut, itu kan termasuk
pungli, harusnya nangkeplah. (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30
WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)
145

Terdapat faktor penghambat sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan. Hal ini disampaikan oleh Pak Feri Prasetyo selaku Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

“Kalau faktor penghambat itu kan nggak semua jukir nurut, ada satu dua
orang yang notabene yang memang pendidikannya, SDMnya kurang, itu
mau nggak mau kan gimana. Masak harus disekolahkan dulu itu kan bukan
arahnya kesitu kan gitu. Tetep kita bersabar ya namanya kalau kita
diberikan jukir yang enak semua kan pastinya nyaman. Tapi pastinya anak
kan karakternya nggak sama, ini yang kita upayakan, meskipun biasanya
nakal harus dibina. Beberapa masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan
parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu : masih ada jukir yang
melakukan pungutan; masih ada Karang Taruna/pihak desa yang
menguasai/melakukan parkir dengan melakukan pungutan; masih banyak
kegiatan parkir yang parkir di tepi jalan nasional/provinsi sebab di
Sidoarjo jalan provinsi/nasional banyak kegiatan pertokoan; sarana
prasarana jukir kurang memadai; kondisi/jumlah jukir yang ada di
lapangan kurang, jumlah 530 orang harus melayani 279 titik parkir se-
Kabupaten Sidoarjo; dan masih ada jukir yang beranggapan bahwa lahan
parkir merupakan haknya” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 07.30
WIB, di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo)

Pernyataan ini diperkuat oleh Febrina Dewi Fitrianti selaku pengguna

parkir berlangganan mengenai permasalahan dalam parkir berlangganan sebagai

berikut :

“Saya selalu membayar parkir dimanapun, tidak terkecuali di titik parkir


berlangganan. Jadi, tetap bayar parkir ganda walau sudah bayar Rp
25.000,-. Saya juga pernah ditarik oleh juru parkir resmi yang
menggunakan rompi. Harusnya pemerintah segera menyelesaikan
permasalahan parkir berlangganan sesuai peraturan agar pembayaran
retribusi parkir tidak sia-sia” (Wawancara, 31 Januari 2018, Pukul 11.00
WIB, di Rumah Pewawancara)

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Pak Khoirul selaku

pengguna parkir berlangganan sebagai berikut :

“Mengenai tarif parkir berlangganan nggak ada manfaatnya, cuma di


tempat tertentu aja. Setiap parkir mbayar. Kalau pelaksanaannya area itu
diperluas, jangan di Puskesmas aja, tapi juga di keramaian untuk
146

kepentingan masyarakat kayak di Pasar, di Mall itu nggak ada yang gratis”
(Wawancara, 6 Februari 2018, Pukul 10.00 WIB, di Rumah Informan)

Jawaban dari Febrina Dewi Fitrianti dan Pak Khoirul di atas juga diperkuat

dengan jawaban Pak Sodik selaku pengguna parkir berlangganan sebagai berikut :

“Mengenai tarif parkir berlangganan kalau bisa ya nggak perlu, tapi kan ini
programnya pemerintah” (Wawancara, 7 Februari 2018, Pukul 09.00 WIB,
di Rumah Informan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor pendukung dalam sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan

yaitu adanya dukungan dan kerjasama dari Bapenda Provinsi Jawa Timur dalam

rangka pemungutan bagi hasil yaitu sebanyak 13% dari penerimaan retribusi

parkir berlangganan untuk kas daerah Provinsi Jawa Timur dan memberikan

sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir berlangganan

karena Samsat adalah milik Pemerintah Provinsi yang juga terdiri dari Polresta

dan Jasa Raharja; Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan

menyidik apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan;

DPPKA Kabupaten Sidoarjo bertugas sebagai pengelola hasil pemungutan

retribusi parkir berlangganan serta melaporkannya kepada Pemkab Sidoarjo; dan

Samsat Sidoarjo sebagai tempat pembayaran retribusi parkir berlangganan

bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor

Faktor penghambat dalam sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan yaitu : masih ada juru parkir berlangganan yang melakukan

pungutan parkir, banyak juru parkir berlangganan yang tidak taat terhadap aturan

disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah; masih ada juru parkir

berlangganan yang beranggapan bahwa lahan parkir merupakan haknya; masih


147

ada Karang Taruna/pihak desa yang menguasai/melakukan parkir dengan

melakukan pungutan parkir; masih banyak kegiatan parkir yang dilakukan di tepi

jalan nasional/provinsi karena banyak terdapat kegiatan pertokoan; sarana dan

prasarana juru parkir berlangganan masih kurang memadai; dan jumlah juru parkir

dan pengawas parkir berlangganan yang ada di lapangan masih kurang memadai,

hal ini dikarenakan 530 orang juru parkir berlangganan dan 106 orang pengawas

parkir berlangganan harus melayani di 279 titik parkir yang tersebar di Kabupaten

Sidoarjo

4.3 Pembahasan

4.3.1 Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

4.3.1.1 Struktur Birokrasi

Standar Operasional Prosedur dalam implementasi kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo mengacu pada Perda No 2 Tahun 2012

tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo dan Perbup No. 35 Tahun

2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo. UPT Parkir Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo telah memiliki SOP yang jelas terkait pelaksanaan parkir

berlangganan, namun belum dilaksanakan dengan optimal oleh pengawas dan juru

parkir berlangganan di lapangan

Prosedur penarikan retribusi parkir berlangganan dilaksanakan

berdasarkan MoU atau Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten

Sidoarjo dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort Sidoarjo

tentang Pelaksanaan Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan


148

Kendaraan Bermotor di Kabupaten Sidoarjo. Dinas Perhubungan bekerjasama

dengan Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Timur dan Polresta

Sidoarjo dalam rangka membantu dalam pemungutan retribusi parkir

berlangganan di kantor-kantor Samsat pada saat masyarakat Kabupaten Sidoarjo

membayar pajak kendaraan bermotor. Ketentuan dalam pembayaran retribusi

parkir berlangganan yaitu untuk KR-2 (kendaraan roda-2) sebesar Rp 25.000,-;

untuk KR-4 (kendaraan roda-4) sebesar Rp 50.000,-; dan untuk KR-6 (kendaraan

roda-6) sebesar Rp 60.000,- berdasarkan penetapan tarif retribusi parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo.

Standar Operasional Prosedur dalam parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo yaitu : juru parkir berlangganan memberikan salam kepada pengguna

parkir berlangganan, juru parkir berlangganan mengatur dan mengawasi

kendaraan yang parkir di wilayah parkir berlangganan; pengguna parkir

berlangganan terlebih dahulu menunjukkan kartu parkir berlangganan kepada juru

parkir berlangganan saat akan mengeluarkan kendaraan; dan juru parkir

berlangganan segera mengeluarkan kendaraan pengguna parkir dan

mempersilahkan pengguna parkir untuk melanjutkan perjalanan tanpa memungut

uang parkir. Implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

belum berjalan dengan efektif. Para juru parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo kurang memahami SOP dalam pelaksanaan parkir berlangganan di

lapangan melainkan hanya mengetahui kewajibannya yaitu sebatas menata dan

mengawasi kendaraan yang parkir.


149

Para juru parkir berlangganan menuturkan bahwa tidak pernah memungut

uang parkir kepada para pengguna parkir berlangganan, namun para juru parkir

tidak menolak apabila ada pengguna parkir berlangganan yang memberi uang

parkir. Pada realitas di lapangan, masyarakat pengguna parkir berlangganan selalu

dipungut uang parkir oleh juru parkir berlangganan meskipun berada di wilayah

parkir berlangganan dan telah membayar retribusi parkir berlangganan, di sisi lain

masih terdapat pengguna parkir berlangganan yang memberikan uang parkir

secara sukarela kepada juru parkir berlangganan dikarenakan perasaan sungkan

karena kendaraannya telah dijaga oleh juru parkir dan hal ini telah menjadi

kebiasaan di masyarakat.

Berdasarkan temuan penulis di atas jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat Winarno (2005) yang

memberikan pengertian bahwa Standar Operasional Prosedur sebagai

perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya, serta

kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Ukuran

dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan-

keadaan umum di berbagai sektor publik dan swasta. Semakin besar kebijakan

membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi,

semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi. Organisasi-

organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang

besar atas program yang bersifat fleksibel lebih dapat menyesuaikan

tanggungjawab yang baru daripada birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri

seperti ini.
150

Hasil temuan terkait Standar Operasional Prosedur dalam parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo diperkuat dengan Perda No. 2 Tahun 2012

tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 31 yaitu,

“Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan

Daerah ini secara teknis dan operasional ditugaskan kepada Kepala Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo” dan pada pasal 10 ayat 3 yaitu, “Struktur dan

besarnya tarif retribusi parkir berlangganan untuk jangka waktu 1 tahun

ditetapkan sebagai berikut : sepeda, sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah);

sepeda motor, sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah); mobil

penumpang dan mobil barang dengan JBB < 3500 kg, sebesar Rp 50.000,00 (lima

puluh ribu rupiah); mobil bus dan mobil barang dengan JBB > 3500 kg, kereta

gandengan dan kereta tempelan sebesar Rp 60.000,00 (enam puluh ribu rupiah)”.

Sedangkan menurut Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo

pada pada pasal 15 tentang Tata Cara Pembayaran dan Tempat Pembayaran ayat

(1) Pembayaran retribusi secara langsung dengan menggunakan SKRD atau

dokumen lain yang dipersamakan pada saat mendapatkan pelayanan parkir, (2)

Pembayaran retribusi parkir berlangganan dilaksanakan pada saat orang pribadi

atau badan melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama

Samsat dan pada pasal 16 ayat (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan

parkir dilakukan oleh dinas dan tim terkait dan (2) Pembinaan pengawasan berupa

pembinaan teknis administrasi dan pembinaan teknis operasional


151

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat persamaan dengan hasil

penelitian Hardian & Rahaju (2013) dengan judul Implementasi Peraturan Daerah

No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo yaitu

sama-sama membahas bahwa masing-masing pelaksana yang meliputi Dinas

Perhubungan, pengawas parkir berlangganan, dan juru parkir berlangganan telah

memiliki SOP yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak kegiatan

parkir di tepi jalan nasional/provinsi sebab di Sidoarjo jalan provinsi/nasional

banyak terdapat kegiatan pertokoan. Wilayah parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo terdapat di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir yang meliputi

kantor pemerintahan, Puskesmas, Pasar, Alun-Alun, dan jalan-jalan protokol yang

tersebar di 279 titik parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, yaitu di sekitar Jl.

Mojopahit, Jl. KH. Mukmin, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. Pahlawan,

Jl. Lingkar Barat, Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Raya Cemengkalang, Jl. Jaksa Agung

Suprapto, Jl. Monginsidi, Jl. Kartini, Jl. Ahmad Yani, Jl. Hangtuah, Jl. KMP M

Duryat, Jl. Raden Wijaya, Jl. Gajah Mada, Jl. Raden Fatah, Jl. Dr. Wahidin, Jl.

Tengku Umar, Jl. Dr. Cipto, Jl. Sultan Agung, Jl. Cokronegoro, Jl. Gubernur

Suryo, Jl. Dr. Soetomo, Jl. Pasar Ikan, Jl. Lingkar Timur, Jl. Raya Candi, Jl.

Sunandar P. Sudarmo, Jl. Raya Tenggulunan, Jl. Raya Buduran, Jl.Raya Bebekan,

Jl. Raya Wonocolo, Jl. Raya Taman, Jl. Stasiun, Jl. Raya Pepelegi, Jl. Raya

Wadungsari, Jl. Tropodo, Jl. Raya Sedati Gede, Jl. Betro, Jl. Raya Sedati, Jl. Raya

Gedangan, Jl. A. Yani Gedangan, Jl. Raya Sukodono, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Imam

Bonjol, Jl. Setiabudi, Pasar Krian, Jl. Ki Hajar Dewantara, Desa Barongkrajan, Jl.
152

Raya Watutulis, Jl. Raya Prambon, Jl. Raya Bulang, Jl. Raya Tarik, Jl. Raya

Balongbendo, Jl. Raya Wonoayu, Jl. Raya Tulangan, Jl. Raya Krembung, Jl. Raya

Tanggulangin, Jl. Raya Porong, Jl. Raya Bhayangkari, dan Jabon.

Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa hampir semua juru

parkir dengan seragam parkir berlangganan di Pasar Larangan, di Jl Gajah Mada,

di Jl. Pahlawan, di Puskesmas, di kantor instansi pemerintah contohnya di

Dispendukcapil, dan di pinggir-pinggir jalan protokol tetap memungut uang parkir

kepada para pengguna parkir berlangganan meskipun para pengguna parkir

tersebut telah membayar retribusi parkir berlangganan setiap tahunnya dan berada

di wilayah tersebut yang notabene merupakan kawasan parkir berlangganan. Para

juru parkir di wilayah parkir berlangganan seperti Krian dan Taman justru

meminta tambahan apabila hanya diberi uang parkir sebesar Rp 1000,-.

Pembayaran retribusi parkir berlangganan sebesar Rp 25.000,- untuk motor dan

Rp 50.000,- untuk mobil setiap kali mengurus pajak kendaraan adalah sia-sia

karena hampir tidak tersedia tempat parkir gratis. Pada sejumlah lokasi parkir,

Dinas Perhubungan telah memasang rambu besar yang bertuliskan larangan

menarik uang parkir namun tetap saja rambu tersebut seperti hanya sebagai

hiasan. Tim pengawas parkir berlangganan yang diterjunkan oleh Dinas

Perhubungan di sejumlah titik parkir juga seperti tidak dihiraukan, pungutan

parkir tetap berjalan seperti tidak ada program parkir berlangganan.

Penggunaan kartu parkir berlangganan tidak dapat berfungsi secara efektif,

seperti contoh kasus di Alun-Alun Sidoarjo, yaitu saat ada pengguna parkir

berlangganan yang mencoba menggunakan kartu parkir berlangganan saat


153

memarkirkan kendaraannya justru mendapat penolakan dari juru parkir

berlangganan sehingga dengan terpaksa pengguna parkir berlangganan masih

tetap harus membayar parkir di wilayah yang notabene termasuk kawasan parkir

berlangganan

Pada sepanjang Jl. Jaksa Agung dan Alun-Alun Sidoarjo masih banyak

terdapat juru parkir liar yang menarik pungutan parkir sebanyak Rp 2000,- untuk

kendaraan roda dua, bahkan salah satu juru parkir liar dapat mendapatkan

penghasilan sebesar Rp 500.000,- hingga Rp 800.000,- setiap harinya di Jl. Jaksa

Agung Suprapto. Penghasilan dari hasil pungutan parkir tersebut dibagikan

dengan para juru parkir lain. Banyak titik-titik parkir berlangganan yang ditempati

oleh juru parkir liar namun tidak ada tindakan dari petugas pengawas parkir

berlangganan. Pada Jl. Sultan Agung di depan Kantor Dispendukcapil, para juru

parkir liar selalu menarik biaya parkir dari masyarakat yang memarkirkan

kendaraannya. Masyarakat memarkirkan kendaraannya di depan Kantor

Dispendukcapil karena lahan parkir di dalam Kantor Dispendukcapil telah penuh

dikarenakan banyaknya warga yang mengurus administrasi kependudukan disana.

Juru parkir liar selalu menarik uang parkir sebesar Rp 2000,- untuk roda dua

kepada setiap pengguna parkir yang memarkirkan kendaraannya. Setiap hari

Senin sampai Jum’at sesuai dengan hari kerja terlihat kondisi perparkiran di depan

Kantor Dispendukcapil tersebut selalu ramai. Juru parkir liar tersebut dapat

mengumpulkan uang hingga sebesar Rp 2000.000,- setiap harinya.

Pasar Larangan merupakan salah satu kawasan parkir berlangganan

dengan jumlah juru parkir terbanyak mengingat Pasar Larangan merupakan


154

kawasan 24 jam dan merupakan pasar paling ramai di wilayah Sidoarjo. Pada

pelaksanaan parkir di Pasar Larangan setiap kendaraan baik roda dua maupun

roda empat yang memarkirkan kendaraannya diberikan nomor tanda parkir, satu

untuk diletakkan di motor dan satu untuk dipegang. Nomor tersebut berfungsi

untuk mengambil kendaraan dan para juru parkir masih menarik uang parkir

kepada para pengguna parkir. Nomor yang digunakan oleh juru parkir tersebut

sebagai media bukti milik kendaraan yang terlihat terorganisir walaupun hanya

berupa kertas dan nomor saja. Hal tersebut dikarenakan terdapat pengelola yang

memberi nomor tersebut kepada para juru parkir. Masih banyak broker yang

menguasai daerah milik Pemkab Sidoarjo walaupun telah terdapat banyak rambu

parkir berlangganan

Penyebaran tanggungjawab terkait implementasi kebijakan parkir

berlangganan yang melibatkan Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, Samsat

Sidoarjo, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan Bapenda Provinsi Jawa Timur telah

berjalan dengan baik. Penyebaran tanggungjawab terkait implementasi kebijakan

parkir berlangganan yaitu : Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, merupakan

instansi pemerintah yang mempunyai tugas sebagai pelaksana dalam

penyelenggaraan parkir berlangganan, menyiapkan petugas informasi parkir

berlangganan, dan mengawasi juru parkir berlangganan yang nakal atau curang,

serta berwenang untuk menindak setiap pelanggaran yang ada; DPPKA

Kabupaten Sidoarjo, merupakan instansi pemerintah yang mempunyai tugas

sebagai pengelola hasil pemungutan retribusi parkir berlangganan serta

melaporkannya kepada Pemkab Sidoarjo; Samsat Sidoarjo, merupakan instansi


155

pemerintah sebagai tempat pembayaran retribusi parkir berlangganan bersamaan

dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor; dan Bapenda Provinsi Jawa Timur

bewenang menarik bagian untuk Pemerintah Provinsi sebesar 13% dari

penerimaan bruto retribusi parkir berlangganan Kabupaten Sidoarjo dan

memberikan sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir

berlangganan karena Samsat adalah milik Pemerintah Provinsi yang juga terdiri

dari Polresta dan Jasa Raharja; serta Polresta Sidoarjo bertugas menindak,

menyelidiki, dan menyidik apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan parkir

berlangganan

Penyebaran tanggungjawab antara Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo, Samsat Sidoarjo, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan Bapenda Provinsi

Jawa Timur dalam pelaksanaan parkir berlangganan jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat Edward III (1980)

yang mengatakan bahwa fragmentasi merupakan penyebaran tanggungjawab

suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan

koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan maka semakin berkurang kemungkinan keberhasilan

program atau kebijakan tersebut. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-

pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan

konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan

(Winarno : 2005)

4.3.1.2 Sumber Daya


156

Jumlah petugas dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo belum memadai. Hal ini dikarenakan

hanya terdapat sebanyak 106 orang pengawas parkir berlangganan yang harus

mengawasi sebanyak 530 orang juru parkir berlangganan yang tersebar di 279

titik parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo sehingga menyebabkan

pengawasan dalam implementasi parkir berlangganan menjadi kurang optimal.

Rencana UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo untuk menambah

jumlah juru parkir, pengawas, dan titik parkir berlangganan di seluruh pelosok

kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo untuk saat ini masih terkendala

dengan anggaran.

Fenomena di atas diperkuat dengan teori implementasi kebijakan publik

menurut Edward III (1980) yaitu sumber daya utama dalam implementasi

kebijakan adalah staf atau pegawai (street-level bureaucrats). Kegagalan yang

sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh

staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten

dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan pelaksana saja tidak cukup

menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah

kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan

kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan (Agustino : 2006)

Dimensi sumberdaya selanjutnya adalah informasi. Informasi mempunyai

dua bentuk yaitu informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan

kebijakan dan informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap

peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Agustino : 2006). Hasil
157

penelitian di lapangan menunjukkan bahwa UPT Parkir Dinas Perhubungan akan

memberikan leaflet/brosur kepada masyarakat saat melakukan pembayaran

retribusi parkir berlangganan di Samsat Sidoarjo. Hal tersebut dilakukan oleh UPT

Parkir Dinas Perhubungan untuk memberikan informasi kepada masyarakat

terkait titik-titik parkir berlangganan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo.

Kepatuhan dari para juru parkir berlangganan terhadap peraturan masih

sangat rendah, masyarakat pengguna parkir berlangganan dapat melaporkan juru

parkir berlangganan yang melanggar aturan kepada pengawas parkir berlangganan

di lapangan karena juru parkir berlangganan merupakan tanggungjawab dari

Koordinator Pengawas dan pengawas parkir berlangganan. Pengawas parkir

berlangganan mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi kepada juru

parkir berlangganan mengenai prosedur yang harus dilakukan dalam pelaksanaan

parkir berlangganan dan melarang adanya pungutan parkir kepada masyarakat

pengguna parkir berlangganan. Informasi mengenai larangan terhadap masyarakat

pengguna parkir berlangganan untuk memberikan uang parkir kepada juru parkir

berlangganan juga terdapat pada beberapa rambu di wilayah parkir berlangganan.

Juru parkir berlangganan yang melanggar aturan dapat diberikan

pembinaan oleh pengawas parkir berlangganan berupa teguran tertulis I, teguran

tertulis II, dan teguran tertulis III, serta membuat surat pernyataan. Apabila juru

parkir berlangganan masih melakukan pelanggaran setelah dilakukan pembinaan,

maka prosesnya naik berjenjang ke Koordinator Wilayah bersama dengan UPT

Parkir Dinas Perhubungan untuk menindaklanjuti hal tersebut dengan


158

memberikan sanksi kepada juru parkir berlangganan berupa pemutusan hubungan

kerja dan dapat juga dimasukkan ke dalam ranah pidana.

Fenomena di atas sesuai dengan Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo pada pasal 13 tentang Pengawasan Juru Parkir ayat (1)

Pengawasan rutin terhadap juru parkir dilaksanakan oleh dinas, (2) Dalam

melaksanakan pengawasan terhadap juru parkir, dinas dibantu oleh petugas

pengawas parkir, (3) Disamping pengawasan rutin dilakukan juga pengawasan

khusus, yaitu pengawasan yang dilakukan kepada juru parkir berdasarkan

pengaduan masyarakat dan/atau tidak tercapainya potensi pendapatan retribusi

parkir non berlangganan, (4) Juru parkir yang lalai dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya diberikan pembinaan, (5) Pembinaan dapat berupa teguran tertulis I,

teguran tertulis II, dan teguran tertulis III, dan (6) Apabila setelah dilakukan

pembinaan masih melakukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi berupa

pemberhentian tetap. Sedangkan menurut Perbup No. 46 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 5 ayat 3 yaitu, “Kewajiban

petugas parkir adalah : memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat

pengguna jasa parkir, baik yang berlangganan maupun tidak berlangganan;

menjaga keamanan terhadap kendaraan yang parkir di dalam wilayah

operasionalnya; menciptakan kelancaran dan ketertiban lalu lintas; melakukan

pengendalian dan penataan parkir kendaraan; memungut retribusi parkir sesuai

dengan tarif yang ditentukan dari wajib retribusi parkir yang tidak berlangganan;

dan menyetorkan uang retribusi parkir kepada bendahara penerima pada Dinas
159

Perhubungan; serta mematuhi dan melaksanakan setiap ketentuan yang berlaku

terhadap masalah perparkiran yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah”

Pemberian wewenang dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan

di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo bersifat formal karena mengacu pada

Perbup tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Perbup tersebut

mengatur tentang tugas pokok dan fungsi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan

yang notabene menjadi UPT tipe A yang dijabat oleh Kepala UPT.

Fenomena di atas diperkuat dengan teori implementasi kebijakan publik

menurut Edward III (1980) yaitu kewenangan harus bersifat formal agar perintah

dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi

bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara

politik. Ketika wewenang tidak ada maka kekuatan para pelaksana di mata publik

tidak dilegitimasi sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik

tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia maka sering

terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Efektivitas kewenangan

diperlukan dalam implementasi kebijakan, tetapi di sisi lain efektivitas akan

menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi

kepentingannya sendiri atau kelompoknya (Agustino : 2006)

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat persamaan dengan hasil

penelitian Hardian & Rahaju (2013) dengan judul Implementasi Peraturan Daerah

Kabupaten Sidoarjo No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo yaitu sama-sama membahas bahwa Dinas Perhubungan

merupakan dinas yang ditunjuk sebagai pelaksana teknis parkir berlangganan.


160

Legitimasi wewenang parkir berlangganan telah dilengkapi dengan aturan

pelaksanaan parkir berlangganan sehingga setiap pelaksana telah memiliki aturan

hukum yang jelas

Wilayah parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo terdapat di tepi jalan

umum dan tempat khusus parkir yang meliputi kantor pemerintahan, Puskesmas,

Pasar, Alun-Alun, dan jalan-jalan protokol yang tersebar di 279 titik parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, yaitu di sekitar Jl. Mojopahit, Jl. KH.

Mukmin, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. Pahlawan, Jl. Lingkar Barat, Jl.

Mayjen Sungkono, Jl. Raya Cemengkalang, Jl. Jaksa Agung Suprapto, Jl.

Monginsidi, Jl. Kartini, Jl. Ahmad Yani, Jl. Hangtuah, Jl. KMP M Duryat, Jl.

Raden Wijaya, Jl. Gajah Mada, Jl. Raden Fatah, Jl. Dr. Wahidin, Jl. Tengku Umar,

Jl. Dr. Cipto, Jl. Sultan Agung, Jl. Cokronegoro, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Dr.

Soetomo, Jl. Pasar Ikan, Jl. Lingkar Timur, Jl. Raya Candi, Jl. Sunandar P.

Sudarmo, Jl. Raya Tenggulunan, Jl. Raya Buduran, Jl.Raya Bebekan, Jl. Raya

Wonocolo, Jl. Raya Taman, Jl. Stasiun, Jl. Raya Pepelegi, Jl. Raya Wadungsari, Jl.

Tropodo, Jl. Raya Sedati Gede, Jl. Betro, Jl. Raya Sedati, Jl. Raya Gedangan, Jl.

A. Yani Gedangan, Jl. Raya Sukodono, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Imam Bonjol, Jl.

Setiabudi, Pasar Krian, Jl. Ki Hajar Dewantara, Desa Barongkrajan, Jl. Raya

Watutulis, Jl. Raya Prambon, Jl. Raya Bulang, Jl. Raya Tarik, Jl. Raya

Balongbendo, Jl. Raya Wonoayu, Jl. Raya Tulangan, Jl. Raya Krembung, Jl. Raya

Tanggulangin, Jl. Raya Porong, Jl. Raya Bhayangkari, dan Jabon.

Dalam pelaksanaan parkir berlangganan di lapangan masih terdapat

Karang Taruna/pihak desa yang menguasai/melakukan parkir dengan melakukan


161

pungutan parkir dan masih banyak kegiatan parkir yang dilakukan di tepi jalan

nasional/provinsi karena banyak terdapat kegiatan pertokoan. Sarana dan

prasarana dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo kurang memadai dalam hal identitas juru parkir

berlangganan seperti rompi dan baju dikarenakan keterbatasan anggaran. Papan

informasi dan papan kawasan parkir berlangganan juga kurang memadai karena

hanya terdapat di 10 titik di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut kurang ideal untuk

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai titik parkir berlangganan

yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo

Fenomena di atas diperkuat dengan teori implementasi kebijakan publik

menurut Agustino (2006) yaitu bahwa fasilitas fisik merupakan faktor penting

dalam implementasi kebijakan. Pelaksana mungkin mempunyai staf yang

mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung

(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil

Beberapa upaya yang dilakukan oleh UPT Parkir Dinas Perhubungan

Kabupaten Sidoarjo terkait sarana dan prasarana dalam parkir berlangganan

yaitu : memelihara dan menambah rambu-rambu petunjuk di lokasi parkir

berlangganan dan pengecatan marka parkir pada lokasi/titik parkir; pemasangan

rambu himbauan parkir agar juru parkir berlangganan tidak menarik uang parkir

kepada pengguna parkir berlangganan; memasang CCTV pada kantong-kantong

parkir; dan mengusulkan untuk membuat kantong-kantong parkir di tepi jalan

Fenomena di atas diperkuat dengan Perbup No. 46 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 14 ayat (1) Lokasi parkir di
162

tepi jalan umum harus dilengkapi dengan fasilitas parkir berupa rambu parkir dan

marka parkir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ayat (2)

Lokasi parkir di tempat khusus parkir harus dilengkapi dengan fasilitas parkir

berupa pintu masuk dan/atau pintu keluar, lampu penerangan, bantalan pembatas

roda depan kendaraan, rambu parkir, dan marka parkir sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pada pasal 5 ayat (3) Hak petugas parkir yaitu

menerima kompensasi sesuai kesepakatan dan mendapatkan seragam serta

perlengkapan dan ayat (5) Besaran honorarium, seragam, dan alat perlengkapan

yang diterima oleh petugas parkir disesuaikan dengan kemampuan keuangan

daerah.

4.3.1.3 Disposisi

Berdasarkan hasil yang penulis dapatkan di lapangan ditemukan bahwa

juru parkir berlangganan berasal dari beberapa juru parkir yang telah ada sebelum

disahkannya kebijakan mengenai parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo.

Langkah tersebut bertujuan untuk menghindari konflik dengan juru parkir lama.

Pengangkatan juru parkir berlangganan dilakukan oleh Dinas Perhubungan

dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh juru parkir yaitu : KTP,

fotokopi KSK, SKCK, foto, dan surat lamaran. Kontrak kerja dilakukan dalam

enam bulan sekali, yaitu pada bulan Januari sampai bulan Juni dan pada bulan

Juni sampai bulan Desember. Perpanjangan kontrak kerja dapat dilakukan jika

juru parkir berlangganan mempunyai dedikasi yang baik terhadap pekerjannya,

namun apabila juru parkir tidak mempunyai dedikasi yang baik terhadap

pekerjaannya maka kontrak kerja tidak akan diperpanjang untuk enam bulan
163

berikutnya. Pengawas parkir berlangganan direkrut langsung oleh Dinas

Perhubungan melalui mekanisme yang ketat yaitu meliputi tes administrasi berupa

kelengkapan berkas dengan syarat pendidikan minimal SMA atau SMK; tes tulis;

tes fisik; dan diakhiri dengan interview untuk memperoleh pengawas parkir

berlangganan yang berkompeten di bidangnya

Tingkat ketaatan para juru parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

masih sangat rendah, oleh karena itu UPT Parkir Dinas Perhubungan akan

melakukan perekrutan pengawas parkir berlangganan sebagai upaya untuk

meningkatkan pengawasan terhadap juru parkir berlangganan. UPT Parkir Dinas

Perhubungan menyiapkan petugas di Samsat dan Layanan Unggulan untuk

menangani masyarakat yang keberatan dalam membayar retribusi parkir

berlangganan

Sanksi bagi juru parkir berlangganan yang melanggar aturan yaitu berupa

pembinaan dan pemutusan hubungan kerja. Polresta Sidoarjo bertugas menindak,

menyelidiki, dan menyidik apabila terjadi pelanggaran terhadap Perda No. 2

Tahun 2012 terkait parkir berlangganan. Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan

dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap juru parkir berlangganan

yang tetap melanggar aturan walaupun telah diberikan pembinaan terkait parkir

berlangganan. Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan juga dapat menyerahkan

oknum juru parkir berlangganan yang sering melakukan pelanggaran kepada

pihak kepolisian. Salah satu contohnya adalah pada kasus pungutan parkir di “Sop

Pak Min” yaitu seorang juru parkir berlangganan telah masuk ke dalam ranah

pidana dan dipenjara karena masih melakukan pemungutan parkir kepada


164

masyarakat pengguna parkir meskipun telah diberikan pembinaan oleh pihak

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Juru parkir berlangganan yang melanggar aturan dapat diberikan

pembinaan oleh pengawas parkir berlangganan berupa teguran tertulis I, teguran

tertulis II, dan teguran tertulis III, serta membuat surat pernyataan Apabila juru

parkir berlangganan masih melakukan pelanggaran setelah dilakukan pembinaan,

maka prosesnya naik berjenjang ke Koordinator Wilayah bersama dengan UPT

Parkir Dinas Perhubungan untuk menindaklanjuti hal tersebut dengan

memberikan sanksi kepada juru parkir berlangganan berupa pemutusan hubungan

kerja dan dapat juga dimasukkan ke dalam ranah pidana.

Fenomena yang terjadi di lapangan jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat Winarno (2006) yang

mengatakan bahwa disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-

hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada

tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih

atas. Pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan diharuskan pada

orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan,

khususnya pada kepentingan masyarakat (Winarno : 2006)

Pada intinya sikap penerimaan maupun penolakan dari agen pelaksana

kebijakan sangat mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan suatu implementasi

kebijakan publik. Hal tersebut karena kebijakan yang diterapkan bukan hasil

perumusan dari warga setempat yang mana benar-benar memahami persoalan dan

permasalahan yang mereka alami. Kebijakan publik yang bersifat top down
165

mengakibatkan para stakeholder tidak mengetahui dan tidak sanggup merambah

kebutuhan, keinginan, dan juga berbagai macam permasalahan yang harus segera

ditangani (Agustino : 2006).

Hasil temuan terkait sanksi bagi para juru parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo diperkuat dengan Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo pada pasal 13 tentang Pengawasan Juru Parkir ayat (1)

Pengawasan rutin terhadap juru parkir dilaksanakan oleh dinas, (2) Dalam

melaksanakan pengawasan tehadap juru parkir, dinas dibantu oleh petugas

pengawas parkir, (3) Disamping pengawasan rutin dilakukan juga pengawasan

khusus, yaitu pengawasan yang dilakukan kepada juru parkir berdasarkan

pengaduan masyarakat dan/atau tidak tercapainya potensi pendapatan retribusi

parkir non berlangganan, (4) Juru parkir yang lalai dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya diberikan pembinaan, (5) Pembinaan dapat berupa teguran tertulis I,

teguran tertulis II, dan teguran tertulis III, dan (6) Apabila setelah dilakukan

pembinaan masih melakukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi berupa

pemberhentian tetap. Sedangkan menurut Perbup No. 46 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 5 ayat 3 yaitu, “Kewajiban

petugas parkir adalah : memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat

pengguna jasa parkir, baik yang berlangganan maupun tidak berlangganan;

menjaga keamanan terhadap kendaraan yang parkir di dalam wilayah

operasionalnya; menciptakan kelancaran dan ketertiban lalu lintas; melakukan

pengendalian dan penataan parkir kendaraan; memungut retribusi parkir sesuai


166

dengan tarif yang ditentukan dari wajib retribusi parkir yang tidak berlangganan;

menyetorkan uang retribusi parkir kepada bendahara penerima pada Dinas

Perhubungan; serta mematuhi dan melaksanakan setiap ketentuan yang berlaku

terhadap masalah perparkiran yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Pada

pasal 5 ayat 6 yaitu, “Bagi petugas parkir yang melanggar kewajiban dikenakan

sanksi administratif dengan mekanisme diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo”

Dinas Perhubungan memberikan kenaikan gaji bagi para pengawas dan

juru parkir berlangganan pada tahun 2018 dengan harapan dapat memperbaiki

pelaksanaan parkir berlangganan di lapangan. Gaji yang didapatkan oleh juru

parkir berlangganan dari Dinas Perhubungan mengalami peningkatan yaitu

sebesar Rp 800.000,- perbulan sedangkan gaji yang didapatkan oleh pengawas

parkir berlangganan dari Dinas Perhubungan yaitu sebesar Rp 2.000.000,-

perbulan. Jam kerja dari juru parkir berlangganan dimulai pada pukul 07.00

sampai pada pukul 16.00 WIB, setelah pukul 16.00 WIB sistem parkir

berlangganan tidak berlaku dan juru parkir berlangganan ditarget pemasukan

sehingga Pemkab tetap mendapatkan pemasukan dari parkir. Penambahan gaji

tersebut masih dirasa minim oleh para juru parkir berlangganan sehingga

menyebabkan para juru parkir berlangganan masih melakukan pungutan parkir

kepada pengguna parkir berlangganan

Fenomena di atas diperkuat dengan teori implementasi kebijakan publik

menurut Agustino (2006) bahwa memanipulasi insentif merupakan salah satu

teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan.
167

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka para

pembuat kebijakan yang memanipulasi insentif dapat mempengaruhi tindakan

para pelaksana kebijakan. Menambah keuntungan atau biaya tertentu akan

menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah

dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau

organisasi

Hasil temuan terkait gaji para juru parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo diperkuat dengan Perbup No. 46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo pada pasal 5 ayat 4 yaitu, “Kompensasi bagi petugas parkir

berlangganan berupa honorarium”

4.3.1.4 Komunikasi

Penyebaran informasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu

implementasi yang baik. Seringkali terjadi masalah dalam penyebaran informasi

yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi

yang harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan

menjadi terdistorsi di tengah jalan (Agustino : 2006)

Berdasarkan hasil yang penulis dapatkan ketika di lapangan bahwa

penyebaran informasi dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo dilakukan melalui pengawas parkir berlangganan dan

Koordinator Wilayah untuk memberikan pembinaan secara langsung kepada juru

parkir berlangganan dan pengguna parkir berlangganan terkait pelaksanaan parkir

berlangganan baik pada saat pertemuan di Kecamatan maupun di lokasi parkir

berlangganan. Sosialisasi kepada masyarakat juga dilakukan melalui media


168

elektronik berupa media elektronik yaitu radio, media cetak, dan spanduk di

tempat-tempat strategis, serta secara mobiling menggunakan mobil dinas dengan

pengeras suara namun dalam pelaksanaannya di lapangan masih belum berjalan

dengan optimal

Berdasarkan temuan penulis di atas jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai berdasarkan pendapat menurut

Edward III (1980), yaitu terdapat hambatan umum yang biasa terjadi dalam

transmisi komunikasi yaitu terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan

dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti

ini akan mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi

kebijakan dan masalah penangkapan informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan

ketidakmampuan para pelaksana dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu

kebijakan (Winarno : 2005)

Hasil temuan terkait penyebaran informasi dalam parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo diperkuat dengan Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo pada pasal 13 tentang Pengawasan Juru Parkir ayat (1)

Pengawasan rutin terhadap Juru Parkir dilaksanakan oleh dinas, (2) Dalam

melaksanakan pengawasan terhadap juru parkir, dinas dibantu oleh petugas

pengawas parkir dan pada pasal 16 ayat (1) Pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan parkir dilakukan oleh dinas dan tim terkait dan (2) Pembinaan

pengawasan berupa pembinaan teknis administrasi dan pembinaan teknis

operasional
169

Mengenai kejelasan dan konsistensi komunikasi, Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan, Koordinator Wilayah, dan pengawas parkir berlangganan selalu

turun ke lapangan untuk menyampaikan informasi terkait aturan dalam

pelaksanaan parkir berlangganan yang mana fenomena di atas jika dikaitkan

dengan teori implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat

Agustino (2006) yang mengatakan bahwa komunikasi yang diterima oleh

pelaksana kebijakan (street-level-bureaucrats) harus jelas dan tidak

membingungkan atau tidak ambigu/mendua.

Fenomena tersebut jika dikaitkan dengan teori implementasi kebijakan

publik telah sesuai dengan pendapat menurut Winarno (2005) yang mengatakan

bahwa proses implementasi kebijakan terdiri dari berbagai aktor yang terlibat

mulai dari manajemen puncak sampai pada birokrasi tingkat bawah. Komunikasi

yang efektif menuntut proses pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua

tahap. Jika terdapat pertentangan dari pelaksana maka kebijakan tersebut akan

diabaikan dan terdistorsi. Semakin baik pengembangan saluran-saluran

komunikasi yang dibangun maka semakin tinggi probabilitas perintah-perintah

tersebut diteruskan secara benar (Winarno : 2005)

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo selalu menerjunkan

Koordinator Wilayah untuk memberikan informasi dan pembinaan baik kepada

juru parkir berlangganan maupun kepada masyarakat pengguna parkir

berlangganan yang mana fenomena di atas jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat menurut Agustino

(2006) yang mengemukakan bahwa perintah yang diberikan dalam pelaksanaan


170

suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika

perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan

kebingungan bagi pelaksana di lapangan

4.3.2 Sinergitas Aktor Pelaksana Kebijakan Parkir Berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo

4.3.2.1 Koordinasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat permasalahan pada

sinergitas antar aktor pelaksana dalam penyelenggaraan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo yaitu pada awalnya pihak Polres Sidoarjo tidak menyepakati

presentase bagi hasil dalam retribusi parkir berlangganan yaitu Polres sebanyak

5%, Pemkab Sidoarjo sebanyak 80%, dan Pemprov Jawa Timur sebanyak 15%

sehingga draft kerjasama yang telah dibuat tidak dapat ditandatangani. Parkir

berlangganan tdak dapat dikenakan menyatu dengan mekanisme Samsat sehingga

harus berada di luar mekanisme Samsat. Hal ini menyebabkan implementasi

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan dengan

efektif.

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo kemudian memperbaiki pendataan

wajib retribusi dengan menandatangani MoU yang ditandatangani juga oleh

Pemkab Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur, dan Kapolres Sidoarjo agar pelaksanaan

pemungutan retribusi parkir berlangganan dapat dilaksanakan dalam mekanisme

Samsat. Bapenda Provinsi Jawa Timur memberikan sebagian tempat di Samsat

untuk pemungutan retribusi parkir berlangganan karena Samsat adalah milik

Pemerintah Provinsi yang juga terdiri dari Polresta dan Jasa Raharja. Polresta
171

Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik apabila terjadi

pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan. Dinas Perhubungan pada

akhirnya dapat melakukan pemungutan retribusi parkir berlangganan dalam

mekanisme Samsat dengan pembagian hasil yaitu Pemkab Sidoarjo sebanyak 77,5

%, Pemprov Jawa Timur sebanyak 15%, dan Kepolisian Resort Sidoarjo sebanyak

7,5% dengan biaya operasional ditanggung oleh Pemkab Sidoarjo.

Pada sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di

Kabupaten Sidoarjo saat ini khususnya dalam koordinasi dan komunikasi terkait

pelaksanaan parkir berlangganan sudah dilaksanakan dengan baik oleh Samsat,

Dinas Perhubungan, DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan

Aset); Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Timur, serta Polresta

Sidoarjo dengan melakukan rapat bersama, evaluasi bersama, serta serap aspirasi

kepada masyarakat karena telah terdapat kesepakatan dan juga sistem bagi hasil

pada berbagai pihak tersebut.

Dinas Perhubungan, Samsat, dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo saling

bekerjasama dalam pelaksanaan parkir berlangganan secara rutin. Pihak UPT

Parkir Dinas Perhubungan selalu melakukan komunikasi dengan pihak DPPKA

dan Samsat Sidoarjo dengan menggunakan telepon, kegiatan tersebut dilakukan

setiap hari untuk mengetahui jumlah pendapatan dari retribusi parkir

berlangganan. Setiap satu minggu sekali, pihak dari UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo selalu mengadakan pertemuan dengan pihak

DPPKA dan Samsat Sidoarjo untuk melakukan rekap data dan pencocokan data

agar koordinasi terkait retribusi parkir berlangganan terus berjalan dengan


172

optimal, apabila terdapat ketidakcocokan data maka dapat langsung ditangani

dengan melakukan pemeriksaan. Rapat koordinasi berupa musyawarah antara

UPT Parkir Dinas Perhubungan dengan DPPKA dan Samsat Sidoarjo dilakukan

sesuai dengan kebutuhan. Koordinasi dengan kepolisian dilakukan untuk

pengurusan administrasi STNK.

Tujuan dari kebijakan parkir berlangganan yaitu untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa parkir, mempermudah pengguna jasa

parkir dalam setiap kali memarkirkan kendaraannya, biaya yang lebih murah dan

efisien, dan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Pelaksanaan rekonsiliasi

atau pencocokan data pada saat penghitungan perolehan retribusi parkir

berlangganan sudah berjalan dengan baik.

Fenomena di atas diperkuat dengan teori implementasi kebijakan publik

menurut Hasibuan (2011) yaitu bahwa koordinasi merupakan suatu usaha

kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu

sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi dan

teori sinergitas menurut Deardorff & Williams (2006) yang menyatakan bahwa

sinergitas adalah sebuah proses dimana interaksi dari dua atau lebih agen atau

kekuatan akan menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih besar dibandingkan

jumlah dari pengaruh mereka secara individual. Sinergitas bukan sesuatu yang

dapat kita pegang oleh tangan kita tapi suatu istilah yang berarti melipatgandakan

pengaruh (multiplier effect) yang memungkinkan energi pekerjaan atau jasa

individu berlipatganda secara eksponensial melalui usaha bersama


173

Berdasarkan hasil temuan penulis tersebut diperkuat dengan Perbup No. 35

Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 15 tentang Tata Cara

Pembayaran dan Tempat Pembayaran ayat (1) Pembayaran Retribusi secara

langsung dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan

pada saat mendapatkan pelayanan parkir dan (2) Pembayaran Retribusi Parkir

Berlangganan dilaksanakan pada saat orang pribadi atau badan melakukan

pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama Samsat

UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo bekerjasama dengan

Bapenda Provinsi Jawa Timur dan Polresta Sidoarjo berdasarkan MoU atau

Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah

Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort tentang Pelaksanaan Fasilitasi

Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan Kendaraan Bermotor di Kabupaten

Sidoarjo. Kesepakatan tersebut dibuat dalam rangka membantu pemungutan

retribusi parkir berlangganan di Kantor Samsat saat masyarakat Kabupaten

Sidoarjo membayar pajak kendaraan bermotor. Bapenda Provinsi Jawa Timur

memberikan sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir

berlangganan karena Samsat adalah milik Pemerintah Provinsi yang juga terdiri

dari Polresta dan Jasa Raharja. Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki,

dan menyidik apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan

Berdasarkan temuan penulis di atas jika dikaitkan dengan teori koordinasi

telah sesuai berdasarkan pendapat menurut Ndraha (2003) bahwa koordinasi

merupakan proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau


174

unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua

kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan

dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain

Hasil temuan terkait kesepakatan dalam parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo diperkuat dengan Perbup No. 46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir di

Kabupaten Sidoarjo pada pasal 8 ayat (1) Pemungutan retribusi pelayanan parkir

dilakukan dengan cara kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort Sidoarjo dan (2)

Pemungutan retribusi dilakukan terhadap kendaraan bermotor yang terdaftar pada

Kantor Bersama Samsat Sidoarjo pada saat perpanjangan STNK/BBNKB.

Stimulus dalam parkir berlangganan berupa sistem bagi hasil, yaitu

sebanyak 13% untuk Bapenda Provinsi Jawa Timur, 5% untuk Polresta Sidoarjo

termasuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), dan 82% untuk Kas Daerah

Kabupaten Sidoarjo. Dewan telah memberikan catatan pada saat pembahasan

Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun 2016 terkait implementasi kebijakan

parkir berlangganan yang belum berjalan dengan optimal dan masih terdapat

banyak permasalahan. Legislatif memberikan tiga opsi, yaitu : (1) Jika kebijakan

parkir berlangganan dipertahankan, maka Pemkab harus segera menyiapkan

konsep perbaikan, (2) Ketika kebijakan parkir berlangganan dibubarkan, maka

Pemkab harus segera menyiapkan program pengganti, dan (3) Jika kebijakan

parkir berlangganan dikelola oleh pihak swasta, maka seluruh kegiatan parkir

diserahkan kepada pihak ketiga dan Pemkab setiap tahun tinggal mendapat

setoran dari hasil retribusi parkir tersebut. Keputusan yang diambil oleh Dinas
175

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yaitu tetap mempertahankan kebijakan parkir

berlangganan karena lebih menguntungkan dan pemungutan setoran pada parkir

berlangganan tidak terlalu sulit karena Pemkab hanya mengatur kegiatan

operasionalnya saja.

Kekurangan dari parkir berlangganan yaitu pada fasilitas penunjang parkir

berlangganan yang masih kurang memadai dikarenakan tidak terdapat lahan parkir

khusus untuk parkir berlangganan, oleh karena itu Dinas Perhubungan telah

mengusulkan beberapa tempat untuk dibangun menjadi titik parkir berlangganan

agar dapat menampung ratusan kendaraan di Kabupaten Sidoarjo. Pada tahap

awal, Dinas Perhubungan menyiapkan satu lahan di Jl. Gajah Mada sebab jalan

tersebut merupakan salah satu sentra bisnis di Kabupaten Sidoarjo. Dinas

Perhubungan akan membangun lahan parkir di atas Sungai Bok Legi, tepat di atas

Sungai Bok Legi tersebut akan ditutup dengan box culvert agar dapat digunakan

sebagai tempat khusus parkir berlangganan oleh masyarakat Kabupaten Sidoarjo

Fenomena di atas diperkuat dengan teori sinergitas menurut Panca (2016)

yaitu bahwa sinergitas bisa dimaknai sebagai bentuk kerjasama yang dihasilkan

melalui kolaborasi masing-masing pihak tanpa adanya perasaan kalah. Merujuk

pada definisi tersebut, ciri khas sinergitas adalah keragaman atau perbedaan bukan

keseragaman

Berdasarkan hasil temuan penulis tersebut diperkuat dengan Pergub Jawa

Timur No. 47 Tahun 2011 tentang Persetujuan Kerjasama Fasilitasi Pemungutan

Retribusi Parkir Berlangganan pada Kantor Bersama Samsat dengan Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada pasal 4 ayat (1) Besarnya bagian hasil
176

pemungutan retribusi parkir berlangganan dengan ketentuan sebagai berikut :

Bagian untuk Pemerintah Provinsi sebesar 13% dari penerimaan bruto retribusi

parkir berlangganan Kabupaten/Kota; Bagian untuk Kepolisian Resort/Kepolisian

Resort Kota sebesar 5% dari penerimaan bruto retribusi parkir berlangganan

Kabupaten/Kota, (2) Bagian Pemerintah Provinsi Jawa Timur disetor secara bruto

ke Kas Daerah Provinsi Jawa Timur, (3) Bagian Kepolisian Resort/Kepolisian

Resort Kota disetorkan kepada Kepolisian Resort/Kepolisian Resort Kota di

masing-masing Kabupaten/Kota. Pada pasal 5 yaitu bagi hasil Pemerintah

Provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk : Pemerintah Provinsi Jawa Timur

sebesar 10% dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur sebesar

3%. Pada pasal 6 yaitu bagi hasil untuk Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah

Jawa Timur diserahkan setiap triwulan dan dianggarkan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur pada tahun berjalan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan antar pelaksana di Dinas

Perhubungan, Samsat, dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo dalam parkir

berlangganan yaitu dengan melaksanakan rapat bersama, melakukan evaluasi

bersama, serta bersama-sama melakukan serap aspirasi kepada masyarakat.

Mekanisme pelaporan retribusi parkir berlangganan dengan link yaitu kendaraan

plat nomor Sidoarjo yang berada di luar Kabupaten Sidoarjo, dalam hal ini

pembayaran pajak kendaraan bermotor dan retribusi parkir berlangganan tetap

dilakukan di Samsat yang bersangkutan. Uang hasil link tersebut disetor ke BPD

Jatim setempat dimana kendaraan tersebut berada, oleh BPD di luar Kabupaten

Sidoarjo kemudian disetor ke BPD Kabupaten Sidoarjo. Slip dari link tersebut
177

dikirim ke Dinas Perhubungan dan Samsat Sidoarjo. Transaksi dan pencatatan

data berupa jumlah wajib retribusi dengan uang hasil retribusi parkir berlangganan

dilakukan setiap hari oleh petugas Samsat dan petugas Dinas Perhubungan

sedangkan pengiriman dilakukan setiap bulan. Dinas Perhubungan kemudian

merekap dan melaporkan kepada Kas Daerah Kabupaten Sidoarjo.

Hal ini bisa terjadi karena Samsat System merupakan perangkat yang

tersistem se-Provinsi Jawa Timur. Samsat terdiri dari beberapa jenis, yaitu Kantor

Bersama Samsat, Samsat Drive Thru, Samsat Corner, dan Samsat Payment Point.

Pada setiap Samsat pasti ada pembayaran yang dilakukan oleh pemilik kendaraan

dengan plat nomer Sidoarjo di Kantor Bersama Samsat yang terdapat di dua

tempat, yaitu Samsat Kota dan Samsat Krian. Perpanjangan STNK bukan hanya

dilakukan oleh kendaraan berplat nomor Sidoarjo saja, kendaraan dari daerah lain

yang berdomisili di Sidoarjo juga bisa membayar di Samsat tersebut.

Pembayaran yang tercantum pada STNK tercatat secara online pada

Samsat System, sehingga pada akhir jam kerja setiap harinya dapat terlihat

penerimaan retribusi parkir berlangganan, baik secara lokal maupun link. Pada

setiap akhir jam kerja, petugas dari Dinas Perhubungan yang ditempatkan di

Kantor Bersama Samsat mengambil print out laporan penerimaan retribusi parkir

berlangganan yang lokal saja (data kendaraan berplat nomor Sidoarjo yang

membayar STNK di Samsat Sidoarjo) dari komputer Bendahara di Samsat

Sidoarjo. Setelah bukti pemungutan diprint, petugas dari Dinas Perhubungan

tersebut membuat slip setoran dua rangkap atas print hasil pemungutan retribusi

parkir berlangganan tersebut. Slip tersebut dibagi menjadi dua, yaitu untuk
178

dipegang oleh Kantor Dinas Perhubungan dan untuk arsip petugas Dinas

Perhubungan yang berada di Kantor Bersama Samsat.

Pada Samsat Drive Thru, Samsat Corner, dan Samsat Payment Point, yang

bertugas untuk memprint laporan dan membuat slip setoran adalah kasir Samsat.

Uang dan slip setoran tersebut harus diserahkan ke Kantor Bersama Samsat Kota.

Bagi Samsat Drive Thru yang jam bukanya sampai dengan jam 21.00 WIB, maka

uang yang didapatkan mulai dari jam 16.00 WIB sampai dengan 21.00 WIB

disetorkan sendiri oleh petugas Samsat Drive Thru, kemudian menyerahkan slip

setoran tersebut bersamaan dengan slip setoran hari berikutnya.

Mekanisme penyetoran retribusi parkir berlangganan yaitu masing-masing

kasir di Samsat yang menerima pembayaran PKB, BBN, Jasa Raharja, dan parkir

berlangganan kemudian melakukan penyetoran uang ke Bank Jatim. Setelah

disetorkan ke Bank Jatim sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD), kemudian

Bank Jatim akan mengeluarkan tiga nota kredit yang akan diberikan kepada Dinas

Perhubungan, BUD, dan Bagian Akuntansi DPPKA Kabupaten Sidoarjo. BUD

akan menginput penerimaan retribusi parkir berlangganan dari nota kredit yang

diberikan untuk Bagian Akuntansi DPPKA Kabupaten Sidoarjo. Setiap hari Dinas

Perhubungan mendapatkan laporan dari slip setoran yang dibuat atas laporan yang

ada di sistem Samsat, kemudian Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan

menandatangani nota kredit tersebut dan membuat slip. Kepala UPT Parkir Dinas

Perhubungan juga selalu mengecek secara tertulis kesesuaian nota kredit tersebut

dengan laporan realisasi hasil penerimaan dari retribusi parkir berlangganan di

Kantor Bersama Samsat, Samsat Drive Thru, dan Samsat Payment Point
179

Pihak DPPKA Kabupaten Sidoarjo selalu melakukan pengecekan nota

kredit terkait kesesuaian dengan realisasinya, kemudian pihak Dinas Perhubungan

melakukan rekonsiliasi setiap bulannya dengan Bagian Akuntansi DPPKA

Kabupaten Sidoarjo dikarenakan Dinas Perhubungan juga mendapat nota kredit.

Dinas Perhubungan dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo kemudian melakukan

penghitungan dan pencocokkan laporan nota kredit dari slip setoran yang dibuat

atas laporan yang ada di sistem Samsat dengan uang yang ada di Bank Jatim.

Apabila hasilnya sudah sama baru dibawa ke TU untuk pencairan bagi hasil

sedangkan bagi hasil untuk Pemkab Sidoarjo masuk ke rekening Kas Daerah yaitu

di Bank Jatim

Fenomena di atas diperkuat dengan teori koordinasi menurut Manullang

(2008) yaitu koordinasi dapat dilakukan dengan cara utama dalam usaha

memelihara koordinasi yaitu mengadakan pertemuan resmi antara unsur-unsur

atau unit yang harus dikoordinasikan. Dalam pertemuan seperti ini, dibahas dan

diadakan pertukaran pikiran dari pihak-pihak yang bersangkutan dengan tujuan

mereka akan berjalan seiring dan bergandengan dalam mencapai suatu tujuan

dan pimpinan atau atasan mengadakan pertemuan-pertemuan dengan bawahannya

dalam rangka pemberian bimbingan, konsultasi, dan pengarahan dan teori

sinergitas menurut Najiyati & Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa sinergitas

merupakan kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan

keluaran lebih baik dan lebih besar. Sinergitas dapat dipahami sebagai operasi

gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik

(Dwinugraha : 2016)
180

Berdasarkan hasil temuan penulis tersebut telah sesuai dengan Perbup No.

46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 17

yaitu, “Penyetoran retribusi pelayanan parkir secara Iangsung dilakukan oleh

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo dengan menyampaikan bukti setor ke

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Sidoarjo” dan pada

pasal 18 yaitu, “Penyetoran basil pemungutan retribusi pelayanan parkir secara

berlangganan dilakukan oleh petugas Kantor Bersama Samsat ke Kas Daerah dan

menyampaikan bukti setor ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Kabupaten Sidoarjo sesuai waktu yang telah ditentukan”

Menurut Perbup No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda

No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada

pasal 15 tentang Tata Cara Pembayaran dan Tempat Pembayaran ayat (1)

Pembayaran retribusi secara langsung dengan menggunakan SKRD atau dokumen

lain yang dipersamakan pada saat mendapatkan pelayanan parkir, (2) Pembayaran

retribusi parkir berlangganan dilaksanakan pada saat orang pribadi atau badan

melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama Samsat

dan pada pasal 16 ayat (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan parkir

dilakukan oleh dinas dan tim terkait dan (2) Pembinaan pengawasan berupa

pembinaan teknis administrasi dan pembinaan teknis operasional

4.3.2.2 Komunikasi

Dimensi kemudahan perolehan informasi yang terdiri dari indikator yaitu

keterlibatan informasi dari pimpinan dan keterlibatan informasi pegawai dengan

pegawai (Rogers : 1998). Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa


181

keterlibatan informasi dari pimpinan yaitu setiap bulan saat pengambilan upah

kerja dan setiap hari setelah proses pelaporan tugas, para pengawas dan juru parkir

berlangganan dikumpulkan untuk memperoleh pengarahan dari Kepala UPT

Parkir Dinas Perhubungan. Setiap hari Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan

selalu turun ke titik-titik parkir berlangganan untuk memberikan pengarahan

kepada para juru parkir berlangganan.

Keterlibatan informasi pegawai dengan pegawai dalam parkir

berlangganan dilakukan pada saat penyetoran hasil retribusi parkir berlangganan.

Mekanisme retribusi dan bagi hasil parkir berlangganan yaitu : (1) Pemilik

kendaraan bermotor melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan

retribusi parkir berlangganan di Kantor Samsat dan Layanan Unggulan, (2)

Pembayaran retribusi parkir berlangganan dari pemilik kendaraan bermotor secara

otomatis disetor ke Kasda Kabupaten Sidoarjo, (3) Data pembayaran retribusi

parkir berlangganan dari Kantor Samsat dan Layanan Unggulan diserahkan ke

Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo, dan (4) Dinas Perhubungan Kabupaten

Sidoarjo dengan DPPKA Kabupaten Sidoarjo ke Bapenda Provinsi Jawa Timur

dan Polresta Sidoarjo setelah hasil rekonsiliasi perbulan paling akhir tanggal 20

bulan berikutnya..

Temuan penulis di lapangan sesuai dengan Perbup No. 35 Tahun 2012

tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Parkir di Kabupaten Sidoarjo pada pasal 13 tentang Pengawasan Juru Parkir ayat

(1) Pengawasan rutin terhadap juru parkir dilaksanakan oleh dinas, (2) Dalam

melaksanakan pengawasan tehadap juru parkir, dinas dibantu oleh petugas


182

pengawas parkir, (3) Disamping pengawasan rutin dilakukan juga pengawasan

khusus, yaitu pengawasan yang dilakukan kepada juru parkir berdasarkan

pengaduan masyarakat dan/atau tidak tercapainya potensi pendapatan retribusi

parkir non berlangganan, (4) Juru parkir yang lalai dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya diberikan pembinaan, (5) Pembinaan dapat berupa teguran tertulis

I, teguran tertulis II, dan teguran tertulis III, dan (6) Apabila setelah dilakukan

pembinaan masih melakukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi berupa

pemberhentian tetap. Pada pasal 15 tentang Tata Cara Pembayaran dan Tempat

Pembayaran ayat (1) Pembayaran retribusi secara langsung dengan menggunakan

SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan pada saat mendapatkan pelayanan

parkir, (2) Pembayaran retribusi parkir berlangganan dilaksanakan pada saat orang

pribadi atau badan melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor

Bersama Samsat. Pada pasal 16 ayat (1) Pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan parkir dilakukan oleh dinas dan tim terkait dan (2) Pembinaan

pengawasan berupa pembinaan teknis administrasi dan pembinaan teknis

operasional

Berdasarkan hasil yang penulis dapatkan di lapangan ditemukan bahwa

efisiensi media dalam penyajian data dalam parkir berlangganan yaitu dengan

menggunakan handphone, dapat melalui SMS, WhatsApp, telepon, E-mail, dan

lain sebagainya. Dalam komunikasi secara tidak langsung, pengawas parkir

berlangganan dapat melaporkan adanya juru parkir berlangganan yang masih

menarik uang parkir di wilayah parkir berlangganan kepada Kepala UPT Parkir

Dinas Perhubungan melalui WhatsApp sebagaimana dikatakan oleh Rogers


183

(1998) bahwa dimensi kualitas media terdiri dari efisiensi media dalam penyajian

informasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecukupan informasi dalam parkir

berlangganan yaitu petugas Samsat membantu memberikan informasi yang cukup

kepada masyarakat yang keberatan membayar retribusi parkir berlangganan. Hal

tersebut dilakukan agar pemungutan retribusi parkir berlangganan dapat berjalan

dengan lancar. Komunikasi terkait parkir berlangganan dilakukan pada saat

rekonsiliasi, yaitu pencocokan data pada saat penghitungan perolehan retribusi

parkir berlangganan. Aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo yaitu : Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo yang bertugas sebagai

pelaksana kebijakan parkir berlangganan serta melakukan pengawasan dan

berwenang untuk menindak setiap juru parkir berlangganan yang melakukan

pelanggaran, juru parkir berlangganan yang bertugas menjaga dan mengatur

parkir di wilayah parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo; Samsat Sidoarjo

yang bertugas melakukan pemungutan retribusi parkir berlangganan terhadap

masyarakat Kabupaten Sidoarjo bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan

bermotor; Polresta Sidoarjo yang bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik

apabila terjadi pelanggaran dalam parkir berlangganan; DPPKA Kabupaten

Sidoarjo yang bertugas dalam mengelola hasil dari pemungutan retribusi parkir

berlangganan serta melaporkannya kepada Pemkab Sidoarjo; dan Bapenda

Provinsi Jawa Timur yang bertugas memberikan informasi mengenai data obyek

kendaraan bermotor parkir berlangganan secara keseluruhan dan yang membayar


184

retribusi parkir berlangganan sebagaimana dikatakan oleh Rogers (1998) bahwa

dimensi muatan informasi terdiri dari kecukupan informasi

4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Sinergitas Aktor Pelaksana

Kebijakan Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

Rahardjo (2011) mengemukakan bahwa faktor-faktor keberhasilan dalam

pencapaian visi misi organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal tersebut dapat berupa keunggulan sumberdaya manusia

yang sudah dimiliki atau seharusnya dimiliki, mekanisme atau sistem yang sudah

ada terbangun atau seharusnya dibangun dalam organisasi, standar-standar

pelayanan yang sudah ada atau yang seharusnya ada. Adapun faktor eksternal

dapat berupa adanya komitmen pemerintah yang seharusnya ada yang diwujudkan

dalam berbagai kebijakan, adanya komitmen masyarakat atau yang seharusnya

dibangun dalam masyarakat di lapangan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa informan di atas

mengenai faktor pendukung dan penghambat sinergitas aktor pelaksana kebijakan

parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa faktor

pendukung dalam sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan yaitu

adanya dukungan dan kerjasama dari Bapenda Provinsi Jawa Timur dalam rangka

pemungutan bagi hasil yaitu sebanyak 13% dari penerimaan retribusi parkir

berlangganan untuk kas daerah Provinsi Jawa Timur dan memberikan sebagian

tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir berlangganan karena Samsat

adalah milik Pemerintah Provinsi yang juga terdiri dari Polresta dan Jasa Raharja;

Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik apabila terjadi


185

pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan.; DPPKA Kabupaten

Sidoarjo mempunyai tugas sebagai pengelola hasil pemungutan retribusi parkir

berlangganan serta melaporkannya kepada Pemkab Sidoarjo; dan Samsat Sidoarjo

sebagai tempat pembayaran retribusi parkir berlangganan bersamaan dengan

pembayaran pajak kendaraan bermotor

Fenomena yang terjadi di lapangan jika dikaitkan dengan teori koordinasi

telah sesuai dengan pendapat Ndraha (2003) mengatakan bahwa koordinasi dapat

didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai

kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu

semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah

ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang

lain

Dalam pelaksanaan parkir berlangganan di lapangan tidak selalu lancar,

pemerintah juga menemui beberapa kendala atau faktor penghambat yang

membuat pelaksanaan parkir berlangganan menjadi kurang maksimal. Adapun

faktor penghambat dalam sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir

berlangganan yaitu : masih ada juru parkir berlangganan yang melakukan

pungutan parkir, banyak juru parkir berlangganan yang tidak taat terhadap aturan

disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah; masih ada juru parkir

berlangganan yang beranggapan bahwa lahan parkir merupakan haknya; masih

ada Karang Taruna/pihak desa yang menguasai/melakukan parkir dengan

melakukan pungutan parkir; masih banyak kegiatan parkir yang dilakukan di tepi

jalan nasional/provinsi karena banyak terdapat kegiatan pertokoan; sarana dan


186

prasarana juru parkir berlangganan masih kurang memadai; serta jumlah juru

parkir dan pengawas parkir berlangganan yang ada di lapangan masih kurang

memadai, hal ini dikarenakan 530 orang juru parkir berlangganan dan 106 orang

pengawas parkir berlangganan harus melayani di 279 titik parkir yang tersebar di

Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan temuan penulis di atas jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai berdasarkan pendapat menurut

Sunggono (1994) yang memberikan pengertian tentang faktor penghambat

implementasi kebijakan publik yaitu isi kebijakan, informasi, dukungan, dan

pembagian potensi. Fenomena yang terjadi di lapangan jika dikaitkan dengan teori

implementasi kebijakan publik telah sesuai dengan pendapat Edward III (1980)

yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan yang bersifat kompleks

menuntut adanya kerjasama banyak pihak, ketika strukur birokrasi tidak kondusif

terhadap implementasi suatu kebijakan maka hal ini akan menyebabkan

ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Sumber daya

yang tidak mencukupi berarti bahwa Undang-Undang tidak akan diberlakukan,

layanan tidak akan disediakan, dan peraturan yang masuk akal tidak akan

dikembangkan. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif

atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat

kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan

keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau

menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka

implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.


187

Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan

Edward III (1980) tentang ”zona ketidakacuhan” dimana para pelaksana kebijakan

melalui keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat

implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda, dan tindakan

penghambatan lainnya. Menurut pendapat Van Meter & Van Horn (1975), sikap

penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat

mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka

rasakan. Kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para

pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tidak mampu menyentuh

kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang harus diselesaikan. (Agustino :

2006). Implementasi yang efektif akan terlaksana jika para pembuat keputusan

mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui

para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik.

Terdapat beberapa hambatan umum yang biasa terjadi dalam transmisi

komunikasi yaitu : (1) Terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan dengan

perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti ini akan

mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi

kebijakan, (2) Informasi yang disampaikan melalui berlapis-lapis hierarki

birokrasi. Distorsi komunikasi dapat terjadi karena panjangnya rantai informasi

yang dapat mengakibatkan bias informasi, dan (3) Masalah penangkapan


188

informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para pelaksana

dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu kebijakan (Winarno : 2005)

Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan informasi dalam

implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas kebijakan,

kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya masalah-

masalah dalam memulai kebijakan yang baru, dan adanya kecenderungan meng-

hindari pertanggungjawaban kebijakan (Winarno : 2005). Proses implementasi

kebijakan terdiri dari berbagai aktor yang terlibat mulai dari manajemen puncak

sampai pada birokrasi tingkat bawah. Komunikasi yang efektif menuntut proses

pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua tahap. Dalam kejelasan

informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-tujuan

informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara

menginterpretasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara

untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui

pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari

multi intrepretasi, melaksanakan prosedur dengan hati-hati, dan mekanisme

pelaporan secara terinci.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai sinergitas antar

aktor pelaksana dalam penyelenggaraan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo dan menyandingkan dengan realitas yang ada di lapangan, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo pada

dimensi struktur birokrasi telah memiliki Standar Operasional Prosedur yang

jelas namun belum dilaksanakan dengan optimal oleh pengawas dan juru

parkir berlangganan. Pada dimensi sumber daya, kewenangan terkait

pelaksanaan parkir berlangganan sesuai dengan Perbup tentang SOTK

(Struktur Organisasi dan Tata Kerja). Sarana dan prasarana dalam

pelaksanaan parkir berlangganan masih kurang memadai karena keterbatasan

anggaran. Pada dimensi disposisi, tingkat ketaatan para juru parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo masih sangat rendah, oleh karena itu

UPT Parkir Dinas Perhubungan akan melakukan perekrutan pengawas parkir

berlangganan sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap juru

parkir berlangganan. Para juru parkir berlangganan masih memungut uang

parkir kepada para pengguna parkir berlangganan meskipun telah membayar

retribusi parkir berlangganan. Pada dimensi komunikasi, penyebaran

informasi dilakukan melalui pengawas dan Koordinator Wilayah untuk mem-

189
190

berikan pembinaan kepada juru parkir berlangganan dan pengguna parkir

berlangganan terkait aturan dalam parkir berlangganan namun belum

dilaksanakan dengan efektif di lapangan

2. Sinergitas aktor pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

pada dimensi koordinasi pada awalnya pihak Polres Sidoarjo tidak

menyepakati presentase bagi hasil dalam retribusi parkir berlangganan

sehingga parkir berlangganan tdak dapat dikenakan menyatu dengan

mekanisme Samsat dan menyebabkan implementasi kebijakan parkir

berlangganan di Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan dengan efektif. Namun

saat ini koordinasi telah dilaksanakan dengan baik oleh Samsat, Dinas

Perhubungan, DPPKA, Polresta Sidoarjo, dan Bapenda Provinsi Jawa Timur

dengan melakukan rapat bersama dan evaluasi bersama karena telah terdapat

kesepakatan dan juga sistem bagi hasil pada berbagai pihak tersebut.

Koordinasi dilakukan setiap bulan pada saat rekonsiliasi atau pencocokan

data untuk penghitungan perolehan hasil retribusi parkir berlangganan. Pada

dimensi komunikasi, Dinas Perhubungan selalu melakukan komunikasi

dengan pihak Samsat dan DPPKA Kabupaten Sidoarjo baik secara langsung

maupun tidak langsung agar komunikasi terus berjalan dengan optimal.

3. Faktor pendukung sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan

di Kabupaten Sidoarjo yaitu adanya dukungan dan kerjasama dari Bapenda

Provinsi Jawa Timur dalam rangka pemungutan bagi hasil yaitu sebanyak

13% dari penerimaan retribusi parkir berlangganan untuk kas daerah Provinsi

Jawa Timur dan memberikan sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan


191

retribusi parkir berlangganan karena Samsat adalah milik Pemerintah

Provinsi; Polresta Sidoarjo bertugas menindak, menyelidiki, dan menyidik

apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan parkir berlangganan; DPPKA

Kabupaten Sidoarjo mempunyai tugas sebagai pengelola hasil pemungutan

retribusi parkir berlangganan serta melaporkannya kepada Pemkab Sidoarjo;

dan Samsat Sidoarjo sebagai tempat pembayaran retribusi parkir

berlangganan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor.

Faktor penghambat sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan

di Kabupaten Sidoarjo yaitu : masih ada juru parkir berlangganan yang

melakukan pungutan parkir, sarana dan prasarana parkir berlangganan yang

kurang memadai, dan kondisi/jumlah juru parkir dan pengawas parkir

berlangganan yang ada di lapangan masih kurang memadai dari segi jumlah

dan kurang berkompeten di bidangnya

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis dapat memberikan

saran-saran yang bertujuan untuk lebih meningkatkan sinergitas aktor pelaksana

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

yaitu UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo perlu

meningkatkan pemahaman masyarakat Kabupaten Sidoarjo tentang parkir

berlangganan dengan cara sosialisasi secara langsung dan tidak langsung;

meningkatkan pembinaan kepada pengawas dan juru parkir berlangganan;


192

serta memperbaiki sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan parkir

berlangganan

2. Dalam sinergitas aktor pelaksana kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten

Sidoarjo yaitu UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo perlu

meningkatkan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan Bapenda

Provinsi Jawa Timur, Samsat Sidoarjo, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan

Polresta Sidoarjo agar pelaksanaan parkir berlangganan dapat lebih berjalan

dengan optimal dan meningkatkan pembinaan terkait disiplin dan tugas pokok

kepada para petugas

3. Dalam faktor pendukung dan penghambat sinergitas aktor pelaksana

kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo yaitu UPT Parkir Dinas

Perhubungan Kabupaten Sidoarjo perlu meningkatkan koordinasi dan

komunikasi yang baik dengan Bapenda Provinsi Jawa Timur, Samsat

Sidoarjo, DPPKA Kabupaten Sidoarjo, dan Polresta Sidoarjo; memberikan

himbauan atau larangan kepada pihak Karang Taruna/pihak desa yang masih

mengadakan parkir dengan pungutan; memberikan himbauan kepada pihak

swasta/pemilik toko yang mengadakan kegiatan parkir di tepi jalan

nasional/provinsi; meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat; memelihara

dan melakukan penambahan sarana prasarana yaitu rambu himbauan parkir

dan petunjuk di lokasi parkir berlangganan serta kantong parkir berlangganan

di tepi jalan; dan pengecatan marka parkir pada lokasi/titik parkir; serta

meningkatkan tindakan tegas kepada juru parkir berlangganan dengan sanksi

berupa pemutusan hubungan kerja dan memasukkan ke ranah pidana


DAFTAR PUSTAKA

Agustino, L. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta.


Anam, S., Zauhar, S., & Sarwono. (2015). Implementasi Kebijakan Retribusi
Pelayanan Parkir di Kabupaten Pamekasan. REFORMASI, 2-3.
Balahmar, A. R. (2013). Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan dalam
Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo. JKMP, 2-
3.
Budiardjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Bupati. (2016, November 30). Bupati Sidoarjo. Dipetik Januari 19, 2018, dari
Peraturan Bupati Sidoarjo No. 79 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo:
http://sjdih.sidoarjokab.go.id/sjdih/webadmin/webstorage/produk_hukum/
peraturan-bupati/PERBUP_79_TH_2016.pdf
Datu. (2014). Academia. Dipetik November 17, 2017, dari Metode Penelitian:
https://www.academia.edu/13342465/BAB-III-METODE-PENELITIAN-
3.1-Metode-Penelitian
Deardorff, D. S., & Williams, G. (2006). Synergy Public Leadership in
Organizations Quantum. Fesserdorff Consultants.
Dishub. (2016, Desember). Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dipetik
Januari 19, 2018, dari Laporan Kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo: http://dishub.sidoarjokab.go.id/semua-download.html
______. (2017, Mei). Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dipetik Januari
19, 2018, dari Indikator Kinerja Utama Dishub Sidoarjo 2017:
dishub.sidoarjokab.go.id/downlot.php?...INDIKATOR%20KINERJA
%20UTAMA%2
______. (2017, Januari 6). Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dipetik
Januari 19, 2018, dari Lima Citra Manusia Perhubungan:
http://dishub.sidoarjokab.go.id/halstatis-29-
limacitramanusiaperhubungan.html
______. (2017, Januari 6). Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dipetik
Januari 19, 2018, dari Sejarah Singkat:
http://dishub.sidoarjokab.go.id/halstatis-30-sejarahsingkat.html
______. (2017, Januari 6). Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo. Dipetik
Januari 19, 2018, dari Visi dan Misi Dinas:
http://dishub.sidoarjokab.go.id/halstatis-26-visidanmisidinas.html
Dunn, W. N. (2003). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dwinugraha, A. P. (2016). Sinergitas Aktor Kepentingan dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa (Studi pada Desa Urek-Urek Kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang). PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik), 1.
Febriani, H. P. (2013). Undip. Dipetik November 17, 2017, dari Metodologi
Penelitian: eprints.undip.ac.id/40789/3/BAB_III_METODE.pdf
Febrianti, Y. (2014). Analisis Kualitas Pelayanan Retribusi Parkir Berlangganan
(Studi di Dinas Perhubungan Perihal Parkir Berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo). Jurnal Administrasi Publik (JAP).
Hadiyanti, R. (2011). e-Journal Ilmu Pemerintahan. Dipetik November 17, 2017,
dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kota Samarinda:
digilib.unila.ac.id/7056/14/BAB%2011.pdf
Handayaningrat, S. (1989). Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan
Nasional. Jakarta: CV Haji Masagung.
Handoko, H. T. (2003). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
______________. (2009). Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Hardian, S. M., & Rahaju, T. (2014). Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di
Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus Parkir Berlangganan di Jalan Gajah
Mada Sidoarjo). Unesa, 8-14.
Hasibuan, M. S. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
_______________. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hono, T. (2016). Dipetik November 17, 2017, dari Landasan Teoritis:
repository.unwira.ac.id/1328/4/BABII.pdf
Hutapea, P., & Thoha, N. (2008). Kompetensi Plus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Ilyas, W. B., & Burton, R. (2001). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Irawan, A. I. (2014, Januari). Dipetik November 17, 2017, dari Aktor-Aktor
Kebijakan Lingkungan:
blog.ub.ac.id/agusindrairawan/files/2014/01/Aktor-Aktor-Kebijakan-
Publik.docx
Isnawati. (2012, November 2). Dipetik November 17, 2017, dari Pengertian
Koordinasi: https://isnatunnisa.wordpress/2012/11/02/04-a-pengertian-
koordinasi/
Judin, S. (2013, Oktober 5). Dipetik November 17, 2017, dari Pengertian
Koordinasi, Koorperasi, dan Sinergi:
pmpjuned33.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-koordinasi-koorperasi-
dan.html
Juhansya, A. M. (2012). Interaksi Stakeholder dalam Perumusan Kebijakan Parkir
Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Politik Muda, 3-4.
Kencana, I. S. (2011). Manajemen Pemerintahan. Jawa Barat: Pustaka Reka
Cipta.
Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/132/kpts/013/2016 tentang Tim
Intensifikasi Fasilitasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan pada
Kantor Bersama Samsat Provinsi Jawa Timur.
Malik, M. (2013, November 23). Skripsi. Dipetik November 2017, 17, dari
Implementasi Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di
Sidoarjo Dikaitkan dengan UUPK:
http://parkirberlangganansidoarjo.blogspot.co.id/
Manullang. (2008). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Muhammad, A. A. (2013). Skripsi. Dipetik November 17, 2017, dari Kesadaran
Hukum Masyarakat Kampung Mahmud untuk Memiliki Sertifikat Atas
Hak Ulayat: repository.upi.edu/406/6/S_PKN_0907327_CHAPTER3.pdf
Muhamad. (2011). Unikom. Dipetik November 17, 2017, dari Tinjauan Pustaka:
elib.unikom.ac.id/files/dis1/454/jbptunikompp-gdl-muhamadtut-226847-4-
9babii.pdf
Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Najib, M. (2014). Politisasi Parkir Berlangganan (Studi Kasus Proses Pembuatan
Kebijakan Parkir Berlangganan dalam Perda No. 1 Tahun 2006 dan Perda
No. 2 Tahun 2012 di Sidoarjo. Jurnal Politik Muda, 5.
Ndraha, T. (2003). Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Nirmalasari, S. (2012, Januari 5). Skripsi. Dipetik November 17, 2017, dari
Implementasi Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan Kabupaten
Sidoarjo: http://lib.ui.ac.id/file=digital/20296626-S-Setianingsih
%20Nirmalasari
Nurjasila. (2016, Oktober 11). Pengantar Ilmu Komunikasi. Dipetik November
17, 2017, dari Definisi Komunikasi Menurut Para Ahli:
pengantarilmukomunikasi.blogspot.co.id/2016/10/definisi-komunikasi-
menurut-para-ahli.html
Nurtam, M. (2015, September 7). Jurnal Administrasi Kebakaran. Dipetik
November 17, 2017, dari Penguatan Sinergitas Pemerintah, Masyarakat,
dan Dunia Usaha dalam Penanganan Darurat Bencana Kebakaran:
tamtamfire113.blogspot.co.id
Nurwega, D. (2015). Skripsi. Dipetik November 17, 2017, dari Pembinaan
Karakter Antikorupsi Siswa pada Lingkungan Boarding School:
repository.upi.edu/19576/6/T_PKN_0907327_CHAPTER3.pdf
Nusa, A., Fatah, S., & Wamafima, I. K. (2017). Potensi Pajak dan Retribusi
Daerah di Kabupaten Yahukimo. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan
Daerah , 3.
Panca, A. (2016, Maret 24). Definisi dan Ciri Khas Strategi. Dipetik November
17, 2017, dari any.web.id/definisi-dan-ciri-khas-sinergi.info
Paryadi. (2018, Januari 16). Dipetik Juli 15, 2018, dari Jumlah Kendaraan encapai
111 Juta di Tahun 2018: https://paryadi.com/2018/01/16/jumlah-
kendaraan-2018/
Patoppoi, A. M. (2016, November 11). Skripsi. Dipetik November 17, 2017, dari
Tinjauan Yuridis Penagihan Retribusi Pasar Maricaya di Kota Makassar:
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/21864/SKRIPSI
LENGKAP-PRODIHAN-ANDIMUHAMMADYUSUFPATOPPOI.pdf?
sequence=1
Peraturan Bupati Sidoarjo No. 4 Tahun 2006 tentang Pelayanan Parkir di
Kabupaten Sidoarjo
Peraturan Bupati Sidoarjo No. 35 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di
Kabupaten Sidoarjo
Peraturan Bupati Sidoarjo No. 46 Tahun 2009 tentang Pelayanan Parkir Oleh
Pemerintah Sidoarjo
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Parkir
di Kabupaten Sidoarjo
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Parkir di Kabupaten Sidoarjo
Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 47 Tahun 2011 tentang Persetujuan Bersama
Fasilitas Pemungutan Retribusi Parkir Berlangganan pada Kantor Bersama
Samsat Provinsi Jawa Timur
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan
Prasetyo, A. (2016, September 7). Linguistik. Dipetik November 17, 2017, dari
Pengertian Penelitian Deskriptif Kualitatif:
linguistik.id.blogspot.co.id/2016/09/pengertian-penelitian-deskriptif-
kualitatif.html
Pratiwi. (2017). Dipetik November 17, 2017, dari Kajian Pustaka, Kerangka
Pemikiran, dan Hipotesis: repository.unpas.ac.id/15916/4/BABII/pdf
Rahardjo, A. (2011). Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Ramdan. (2015). Studi Deskriptif tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Kebijakan Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo.
Kebijakan dan Manajemen Publik, 1-2.
Reswa, R. N. (2015). Efektivitas Kebijakan Parkir Berlangganan dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lamongan.
Kebijakan dan Manajemen Publik.
Rosyadi, D. (2014). Unila. Dipetik November 17, 2017, dari Metode Penelitian:
digilib.unila.ac.id/380/5/BABIII.pdf
Satrya, I. K. (2017). Sinergi Desa Adat dan Desa Dinas dalam Pengelolaan Aset
Desa untuk Mewujudkan Harmonisasi. e-Journal Universitas Pendidikan
Ganesha.
Solikhin. (2016). UIN. Dipetik November 17, 2017, dari Telaah Pustaka:
repository.uin-suska.ac.id/2790/3/BABII.pdf
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suranto. (2010). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyanto, M. (2010, Oktober). Skripsi. Dipetik November 17, 2017, dari Pengaruh
Retribusi Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah:
eprint.upnjatim.ac.id/290/
Syafaat, F. N. (2014). UPI. Dipetik November 17, 2017, dari Metodologi
Penelitian: repository.upi.edu/12843/6/S-PLB_0900968_Chapter3.pdf
Tachjan. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.
Tangkilisan, H. (2003). Implementasi Kebijakan Publik : Transformasi Pemikiran
George C. Edwards. Yogyakarta: Lukman Offset & Yayasan Pembaharuan
Administrasi Publik Indonesia.
Tanriono, D. (2015). Academia. Dipetik November 17, 2017, dari Metodologi
Penelitian:
https://www.academia.edu/9455760/BAB_III_METODOLOGI_PENELIT
IAN
Tanto, H. T. (2013). UNY. Dipetik November 17, 2017, dari Metode Penelitian:
eprints.uny.ac.id/23970/4/BABIII.pdf
Triatna, A. T. (2013). UPI. Dipetik November 17, 2017, dari Peranan
Ekstrakurikuler Paskibra dalam Meningkatkan Nasionalisme Siswa:
repository.upi.edu/457/6/S-PKN-0901640_CHAPTER3.pdf
Ubaya, J., & Lutfi, A. (2013). Analisis Administrasi Penerimaan Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor (Studi Kasus pada Puskesmas
di Kecamatan Cibinong). 3.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Utama, N. C. (2016). Fungsi Pengawasan Dinas Perhubungan UPTD Parkir Sub
Unit Tepi Jalan dalam Pemungutan Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum di
Kota Surabaya. Kebijakan dan Manajemen Publik.
Wahab, S. A. (2005). Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan NEgara. Jakarta: Bumi Aksara.
____________. (2008). Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
____________. (2012). Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibawa, S. (1994). Kebijakan Publik. Jakarta: Intermedia.
Winarno, B. (2005). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
__________. (2007). Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Med Press
: Anggota IKAPI.
Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia.
________. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.
Yogi, D. (2015). Academia. Dipetik November 17, 2017, dari Analisa Deskriptif :
https://www.academia.edu/31068937/Analisa_deskriptif?auto=download
Yudha, D. (2012, September). Dipetik 17 November, 2017, dari Analis/Pelaku dan
Konteks Kebijakan Publik:
http://deddyyudha.blogspot.co.id/2012/09/analispelaku-dan-konteks-
kebijakan.html
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo


1. Bagaimana implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo?
2. Bagaimana sinergitas antar aktor pelaksana dalam parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo?
3. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat sinergitas antar aktor
pelaksana dalam parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo?
4. Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo? Apakah prosedur kewenangannya
mudah dijalankan?
5. Bagaimana penyebaran tanggungjawab dan koordinasi kebijakan parkir
berlangganan antara Dinas Perhubungan, Samsat, dan DPPKA?
6. Bagaimana keadaan petugas dalam pelaksanaan parkir berlangganan di Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo? Apakah sudah memadai dan berkompeten
di bidangnya?
7. Bagaimana tahap pemberian informasi di Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo berkaitan dengan cara menerapkan kebijakan parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo?
8. Bagaimana tahap pemberian informasi di Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo berkaitan dengan ketaatan para petugas terhadap regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan secara sah?.
9. Bagaimana tahap pemberian wewenang dalam pelaksanaan parkir
berlangganan di Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo? Apakah bersifat
formal dan telah dilaksanakan secara efektif?
10. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana dalam pelaksanaan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo?
11. Bagaimana tahap pengangkatan petugas parkir berlangganan di Dinas
Perhubungan Kabupaten Sidoarjo? Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjadi petugas parkir berlangganan? Apakah para petugas
mempunyai dedikasi terhadap pekerjaannya?
12. Bagaimana gaji yang diberikan kepada para petugas parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo?
13. Bagaimana penyaluran komunikasi dalam pelaksanaan parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo?
14. Bagaimana hubungan antara pelaksanaan parkir berlangganan dengan swasta?
15. Bagaimana koordinasi dan komunikasi parkir berlangganan antara Dinas
Perhubungan dengan berbagai pihak? (DPPKA, Samsat, dan Bapenda)
16. Bagaimana konsistensi dan kejelasan komunikasi khusunya dalam pemberian
instruksi dalam pelaksanaan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo?
17. Bagaimana tingkat pengetahuan pelaksana di Dinas Perhubungan, Samsat,
dan DPPKA terhadap wewenang dan tupoksi dalam parkir berlangganan?
18. Bagaimana tingkat kesadaran para pelaksana parkir berlangganan untuk
bekerjasama dengan atasan, teman sejawat, dan bawahan?
19. Bagaimana standar dalam pelaksanaan parkir berlangganan? Apakah sudah
terpenuhi atau justru lebih daripada yang diharapkan dalam standar tersebut?
20. Bagaimana stimulus yang diberikan untuk menunjang keberhasilan dalam
pelaksanaan parkir berlangganan?
21. Bagaimana tingkat ketaatan para pelaksana dalam parkir berlangganan?
22. Apakah ada bentuk kesepakatan dalam pelaksanaan parkir berlangganan?
23. Bagaimana sanksi yang diberikan bagi pelanggar kesepakatan dalam
pelaksanaan parkir berlangganan?
24. Bagaimana dukungan antar pelaksana dalam parkir berlangganan?
25. Bagaimana keterlibatan informasi dari pimpinan dan antara pegawai dengan
pegawai di Dinas Perhubungan?
26. Bagaimana penyajian informasi terkait parkir berlangganan?
27. Bagaimana kecukupan informasi dalam pelaksanaan parkir berlangganan?
Juru Parkir Berlangganan
1. Apa yang anda ketahui mengenai pelaksanaan parkir berlangganan?
2. Berapa lama anda sudah menjadi juru parkir berlangganan?
3. Apa saja kewajiban anda sebagai juru parkir berlangganan?
4. Apakah anda mengetahui peraturan yang mengatur tentang retribusi parkir
berlangganan?
5. Apa anda mengetahui hak dari wajib retribusi parkir berlangganan?
6. Apakah anda pernah menarik uang kepada kendaraan yang mempunyai bukti
telah membayar parkir berlangganan? (Seperti stiker, kartu, dll)
7. Apakah anda mengetahui sanksi yang diberikan jika tidak menjalankan
kewajiban atau melanggar aturan sebagai juru parkir berlangganan?
8. Bagaimana koordinasi dan komunikasi dalam pelaksanaan parkir
berlangganan di Dinas Perhubungan?
9. Berapa orang juru parkir berlangganan disini?
10. Apakah pengawas dari Dinas Perhubungan sering kesini? Bagaimana kinerja
dari pengawas Dinas Perhubungan?
Masyarakat Pengguna Parkir Berlangganan
1. Berapa lama anda telah menjadi wajib retribusi parkir berlangganan?
2. Apa yang anda ketahui mengenai retribusi parkir berlangganan?
3. Apa yang anda ketahui mengenai peraturan, hak, dan kewajiban anda sebagai
wajib retribusi parkir berlangganan?
4. Berapa jumlah yang anda keluarkan untuk pembayaran retribusi parkir
berlangganan?
5. Kapan anda melaksanakan pembayaran retribusi parkir berlangganan?
Dimana tempat untuk pembayaran parkir berlangganan?
6. Apa anda diberikan bukti pembayaran? Dalam bentuk apa?
7. Bagaimana menurut anda terkait tarif retribusi parkir berlangganan?
8. Apakah ada permasalahan dalam hal pelayanan saat pembayaran retribusi
parkir berlangganan?
9. Bagaimana menurut anda terkait permasalahan dalam pelaksanaan parkir
berlangganan di lapangan?
LAMPIRAN FOTO

Gambar 1
Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Gambar 2
Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo

Gambar 3
Wawancara dengan Kepala UPT Parkir Dishub Kabupaten Sidoarjo
Gambar 4
Kartu Parkir Berlangganan untuk Motor

Gambar 5
Kartu Parkir Berlangganan untuk Mobil

\\\\\\\
Gambar 6
Wawancara dengan Masyarakat Pengguna Parkir Berlangganan

Gambar 7
Wawancara dengan Juru Parkir Berlangganan
Gambar 8
Wawancara dengan Masyarakat Pengguna Parkir Berlangganan

Gambar 9
Wilayah Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
Gambar 10
Wilayah Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

Gambar 11
Wilayah Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
Gambar 12
Berita Acara Bimbingan Skripsi
LAMPIRAN SERTIFIKAT

Anda mungkin juga menyukai