Anda di halaman 1dari 23

ENGAGEMENT

Konsep Dasar Psikologi Positif

Marissa C. Sulastra
Iman Setiadi Arif
Roseilla Nora Izaach
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA-NC
Poin Pembahasan
1. Pengantar
2. Engagement
3. Sumber Engagament

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY


Being human always points, and is directed, to
something, or someone, other than oneself – be
it a meaning to fulfill or another human being to
encounter. The more one forgets himself – by
giving himself to a cause to serve or another
person to love – the more human he is and the
more he actualizes himself

Victor Frankl
Man’s Search for Meaning
Pengantar

Setiap bagian dari PERMA (Positive Emotion, Engagement, Positive Relationship, Meaning Of Life
dan Accomplishment) memberikan kontribusi terhadap well-being.

Positive emotions dan Engagement dua bagian dari PERMA yang diukur secara subjektif yang
berkontribusi pada well-being.

Subjektif = Hanya individu yang sedang berusaha memenuhi positive emotions dan engagement saja
yang hanya akan merasakan adanya positive emotions dan engagement di dalam dirinya.
Pengantar
Peran Engagement pada Subjective Well-Being (Seligman, 2011):

Pengalaman subyektif pada engagement bersifat restropektif artinya emosi positif dialami
setelah terjadinya kondisi engagement yang menyebabkan flow state, misalnya setelah
mengalami suatu kondisi muncul kalimat “that was fun” atau “that was great.”

Engagement sebagai elemen dari well-being memiliki tiga kriteria (Seligman, 2011) yaitu:

a. Engagement berkontribusi pada well-being.

b. Engagement ingin dicapai oleh individu tanpa membutuhkan keterlibatan


elemen lain tetapi demi untuk kegiatan itu sendiri.

c. Engagement diukur secara mandiri tanpa elemen yang lain.


Engagement

Hidup merupakan kesempatan yang hanya satu kali:


1. Perlu menikmati sebanyak mungkin kesenangan
dan menghindari sebanyak mungkin kesusahan.
ATAU
2. Kesempatan yang hanya satu kali dimanfaatkan
untuk diisi dan diberi makna.
Engagement

Ketika seseorang hanya menjalani sesuatu dengan


berjarak, tanpa komitmen, tanpa melibatkan hati,
tanpa mengambil risiko, dan hanya menjalankannya
sesuai aturan dan ketentuan → DISENGAGEMENT.

Di dalam disengagement biasanya orang ingin


mendapatkan manfaat sebanyak mungkin dari pihak
lain.
Engagement

Engagement ialah sebuah jalan hidup (a way of being), seseorang


tidak hidup bagi dirinya sendiri melainkan mengikatkan diri dengan
sukarela (engaged) pada seseorang/kelompok, suatu tujuan, sebuah
visi, suatu panggilan (Seligman, 2002)

Engagement dapat terjadi di setting apa pun, misalnya relasi


intim/romantis, persahabatan, kerja (work engagement), sekolah
(school engagement).
Engagement
Martin Seligman menyebut engagement sebagai the good life, yaitu hidup yang bercirikan
pencarian gratifikasi (kepuasan batin), dan bukannya kesenangan (pleasures).

Kesenangan: sensasi yang dirasakan ketika sebuah hasrat terpenuhi (baik hasrat badani
seperti makan, seksual maupun hasrat psikologis seperti hasrat untuk dipuji, untuk
diperhatikan). Ukuran yang penting ialah seberapa besar sensasi nikmat (hedonic tone) yang
diperoleh dari suatu tindakan.

Gratifikasi: kepuasan batin (the joy of the soul) saat seseorang menggunakan signature
strengths-nya dengan optimal untuk melakukan sesuatu yang bermakna.
Engagement

Kesenangan ataupun gratifikasi sama-sama


baik dan diperlukan secara proporsional dalam
hidup. Namun di antara keduanya, gratifikasi
lah yang akan menggerakan ke arah hidup
yang bermakna, hidup yang eudaimonic, hidup
yang bertumbuh subur (flourishing).
Engagement

Csikszentmihalyi (dalam Keyes & Heidt, 2008) menyatakan saat


individu engaged dalam interaksi dengan lingkungan yang
menyenangkan—aktifitas ini memberikan experiental
rewards—they found that the subjective experience of
enjoyment is one of full involvement.

When one is completely absorbed in interaction with the world,


experience unfolds organically and it is possible to enter a state
of FLOW (Csikszentmihalyi, dalam Keyes & Heidt, 2008)
Engagement
Engagement (hubungan individu dengan objek engagement) ditandai dengan
adanya keterlibatan penuh atau partisipasi penuh yang intensif.

Terdapat hubungan yang kuat antara diri dan objek engagement: seorang penulis
“terhanyut” dengan proyek menulisnya, peneliti yang “terpesona” dengan objek
penelitiannya.

Hubungan tersebut memiliki makna subjektif. Adapun objek engagement bisa dalam
bentuk seni, manusia, kelompok, institusi, ataupun lainnya. Objek engagement ini
dimaknai sebagai sesuatu yang signifikan dan layak untuk mendapat perhatian
penuh.
(Keyes & Heidt, 2008)
Engagement

Maka, Corey (2008) menyimpulkan bahwa engagement


adalah: Suatu hubungan antara manusia dengan dunia
di sekitarnya yang dicirikan dengan:

1.) Pengalaman flow (emosi positif yang muncul dari


menikmati kondisi engaged secara khusyuk).
2.) Memperoleh makna (menemukan makna yang
signifikan menurut dirinya dari kondisi engaged).
Engagement
Flow Makna
1. Berkonsenterasi pada kondisi “here and now” 1. Makna dapat dimanfaatkan untuk diri
secara intens dan fokus. seseorang atau untuk dunia di sekitarnya di
2. Ketika perilaku dan awareness melebur mana hubungan engagement itu terjadi.
menjadi satu, seseorang akan mengalami 2. Bisa diperoleh selama kondisi flow terjadi dari
“loss of consciousness”. hubungan engagement yang bertahan lama
3. Suatu perasaan bahwa seseorang akan dapat antara seseorang dengan dunia di sekitarnya.
mengatasi situasi karena ia memahami cara 3. Makna dapat ditinjau sebagai sesuatu yang
merespon segala sesuatu yang akan terjadi diterima begitu saja tanpa usaha yang berarti.
kemudian. Dapat juga ditinjau sebagai sesuatu yang
4. Suatu perasaan bahwa waktu berjalan dengan diperoleh karena usaha untuk mencapai
lebih cepat atau lebih lambat dari biasanya. tujuan tertentu.
5. Suatu pengalaman bahwa proses yang 4. Salah satu cara untuk mendapatkan makna
dilakukan terasa berharga, tanpa peduli sehingga engagement bisa terjadi adalah
bagaimana hasilnya. melalui calling baik dalam pekerjaan,
6. Keseimbangan antara tantangan dan pendidikan, hubungan pernikahan, dsb)
kemampuan.
Sumber Engagement

1. Mendayabaktikan Signature Strengths


2. Calling
Sumber Engagement:
1. Mendayabaktikan Signature Strength
Suatu strength ketika digunakan akan membangkitkan kepuasan
batin yang otentik, suatu emosi positif yang kuat, yang melebihi
kesenangan (disebut gratifikasi)

Gratifikasi yang muncul dari mendayabaktikan strength memiliki


fungsi →
1. Fungsi informatif: bahwa tindakannya selaras dengan dirinya
yang otentik, dengan tindakannya itu ia telah mengarah pada
realisasi ultimate goodness, ia telah mulai menjalankan purpose-
nya.
2. Fungsi motivasional: mendorong individu untuk kembali
mendayabaktikan strength karena ingin merasakan kembali
“kenikmatan” dari aktivitas mendayabaktikan strength yang pernah
dilakukan sebelumnya.
Sumber Engagement:
1. Mendayabaktikan Signature Strength
Saat suatu aktivitas digerakkan oleh gratifikasi, aktivitas
itu menjadi autotelic/ self-rewarding, yaitu aktivitas yang
dilakukan demi gratifikasi itu sendiri dan bukan tujuan
lain.

Ketika seorang pribadi menjadi pribadi yang autotelic, ini


akan menjadi sumber kekuatan baginya untuk bertahan
dalam engagement.
Sumber Engagement:
2. Calling
Sumber kekuatan kedua yang dapat menjaga kelanjutan
engaged life ialah calling (panggilan hidup)

Amy Wrzesniewski: meneliti calling dalam konteks dunia


kerja, namun temuannya dapat diaplikasikan ke berbagai
konteks lain, seperti relasi intim, pendidikan.

Calling adalah orientasi hidup yang berfokus pada


sesuatu di luar diri. Calling dimulai ketika pribadi
menemukan the greater good atau kebaikan atau tujuan
yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Sumber Engagement:
2. Calling
Calling dapat membangkitkan true engagement. Ketika
seseorang memiliki true engagement ia akan menjalani
hidup dengan memunculkan tindakan tanpa pamrih demi
terealisasinya the greater good.

Melalui dayabakti virtues dan character strengths dapat


membantu seseorang menemukan atau ditemukan
calling-nya dan menjalani hidup dengan lebih engaged.
“Reaching beyond
where you are is
really important.”

-Martin E. Seligman-

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY


Sumber Buku
• Arif, I.S. (2016). Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik
Menuju Kebahagiaan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
• Fredrickson, B. (2010). Positivity. Oneworld Publications.
• Keyes, C.L.M & Haidt, J. (2008). Flourishing Positive
Psychology And The Live well Lived. Pearson Education
Limited: US
• Seligman. M. (2011). Flourish A Visonary New
Understanding Of Happiness and Well Being. Random
House : Australia

Anda mungkin juga menyukai