Laporan Kasus ayu-TB MILIER
Laporan Kasus ayu-TB MILIER
Tuberkulosis Milier
Oleh :
Preseptor :
dr.Elli Kusmayati Sp.A
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
“Tuberkulosis Milier” Penyusunan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Elli Kusmayati, Sp.A selaku
Kesehatan Anak atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan
bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
iii
1. TB Milier....................................................................................................... 31
1
2
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Siswa
bersaudara).
3
4
2.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien dan
autoanamnesis pada pasien pada tanggal 5 Juni 2022 pukul 13.30 WIB di kamar
perawatan pasien ruang anak.
2.3.1 Keluhan utama
Demam
2.3.2 Keluhan Tambahan
- Pusing
- Lemas
- Batuk sesekali dan berdahak
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
2.3.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan naik turun dan meningkat terutama pada malam hari
namun suhu demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga sering keringat berlebih pada
malam hari sejak satu minggu terakhir. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan dan
lemas dikarenakan keluhan demam yang dirasakan. Sebelumnya demam sudah
muncul dan sembuh dengan pengobatan mandiri sejak satu bulan terakhir
bersamaan dengan batuk berdahak yang muncul sesekali. Keluarga pasien
juga mengatakan berat badan semakin menurun sejak satu tahun terakhir
±3-4 kg. Keluhan seperti muncul benjolan ditubuh disangkal oleh keluarga
dan pasien.
2.3.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan di rawat inap
dengan diagnosa demam typhoid. Riwayat batuk lama dengan pengobatan
selama 6 bulan disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat di sangkal.
HiB + + + - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan dan tambahan tidak lengkap.
2.3.10 Riwayat tumbuh kembang
Riwayat tumbuh kembang normal
2.3.11 Riwayat Pubertas
Pasien sudah mengalami pubertas mulai umur 11 tahun dengan perubahan
suara kemudian diikuti tumbuh rambut pada ketiak dan area kemaluan.
29-05-2022
HEMATOLOGI KLINIK/KIMIA DARAH
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,31 g/dl 13,0-18.0
Eritrosit 5,07 juta/uL 4,5-6,5
Leukosit 18,28 ribu/uL 4.0-11.0
Hematokrit 35,70 % 37-47
MCV 70,42 fl 79-99
MCH 24,28 pg 27-31,2
MCHC 34.48 g/dl 33.0-37.0
Trombosit 398 ribu/uL 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Basophil 0,65 % 0,17
Eosinophil 0,09 % 0,60-7,30
Nitrofil segmen 84,02% 39,3-73,7
9
31-05-2022
KIMIA DARAH
Fungsi ginjal Hasil Nilai Normal
Ureum 19 mg/dl < 50
Kreatinin 0.88 mg/dl 0.5 – 0.9
Asam urat 5,6 ribu/uL 2.4 – 5.7
Fungsi hati
SGOT 15 U/L < 31
SGPT 16 U/L < 32
Bilirubin total 0.53 mg/dl < 1.0
Bilirubin direct 0.24 mg/dl 0.0-0.5
Bilirubin indirect 0.29 mg/dl 0-0.7
Fosfatase alkali 380 U/L 35-105
2.11. Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
11
A/ susp. TB paru
P/ susul hasil baca rontgen dan
TCM
2 Juni 2022 S/ Demam (-), nyeri perut (+), - Diet TKTP
(H +5) pusing (+), batuk (-), susah - IVFD RL 20 gtt (makro)
menelan dan lidah terasa perih (+) - Drip Paracetamol 40 cc/8 jam
- Inj Ceftriaxone 750 mg/12 jam
- Inj Ranitidin 12.5 mg/12 jam
O/ HR: 119 x/menit; - Inj Ondansetron 2 mg/12 jam
RR: 22 x/menit - Syr. Solvita 2xCII
T: 36,5 oC
SpO2: 99%
A/ susp. TB Paru
P/ susul TCM
3.1.2 Epidemiologi
TB merupakan penyebab kematian utama dari satu agen infeksi serta
termasuk salah satu dari 10 besar penyebab kematian diseluruh dunia. Secara global
pada tahun 2019, diperkirakan terdapat 10 juta kasus tuberkulosis. Secara geografis,
sebagian besar kasus baru TB pada tahun 2019 didominasi wilayah Asia Tenggara
yaitu 44% lalu diikuti oleh Afrika sebesar 25% dan Pasifik Barat 18% sementara
persentase lebih kecil terdapat di Mediterania Timur, Amerika dan Eropa 2.
Dari 10 juta pasien TB, 1 jutanya merupakan kelompok umur anak-anak (0-
14 tahun) dan sekitar 52 % berusia dibawah 5 tahun. Anak dibawah 5 tahun berisiko
lebih besar untuk berkembangnya penyakit TB yang lebih parah terutama usia
14
15
dibawah 2 tahun. Dari 1,6 juta kematian akibat TB tahun 2017, 233.000 kematian
terjadi pada kelompok umur anak-anak dengan persentase 80% tergolong balita 6.
Indonesia adalah satu dari delapan negara yang menyumbang dua pertiga
dari total global yaitu sebesar 8.5% dengan jumlah penderita yang diperkirakan
56% terjadi pada laki-laki, 32% pada perempuan dan 12% terjadi pada anak-anak
dibawah 15 tahun. Indonesia berada pada posisi kedua setelah negara India dan
diikuti China diurutan ketiga 7. Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang
ditemukan sebanyak 543.874 kasus, menurun bila dibandingkan semua kasus
tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2018 yang sebesar 566.623 kasus. Pada
tahun 2020, Amerika Serikat melaporkan kasus TB ada 317 kasus di antara anak-
anak usia 14 tahun atau lebih muda di Amerika Serikat, terhitung 4% dari semua
orang yang dilaporkan dengan TB secara nasional. Selengkapnya dapat dilihat pada
gambar berikut 8:
juga mempertahankan pewarna fuchin basa merah setelah pembilasan asam (acid-
fast stain) oleh sebab itu disebut juga bakteri tahan asam (BTA).9
3.1.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infesi TB. Hal ini
disebabkan karena ukuran kuman TB sangat kecil sehingga kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang terhirup dapat masuk mencapai alveolus. Masuknya
kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag.5,10 Faktor virulensi termasuk kandungan asam mikolat yang tinggi
dari kapsul luar bakteri, yang membuat fagositosis menjadi lebih sulit bagi
makrofag alveolar. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.5 Dari focus primer, kuman TB
menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe
yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,
kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang
meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB.
Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4‐8 minggu dengan rentang
waktu antara 2‐12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103 ‐104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.5
Selama berminggu‐minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
18
mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. TB milier merupakan hasil dari acute
generalized hematogenic spread.3,11
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.3,11
malaria untuk demam, obat asma untuk batuk lama, pemeberian nutrisi yang
adekuat untuk masalah berat badan.3
1. Gejala sistemik/umum3
a. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/ atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, ISK, dll). Demam umumnya tidak tinggi.
Keringat malam saja tidak spesifik.
c. Batuk lama ≥2 minggu, bersifat non-remitting dan sebab lain batuk
telah disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian
antibiotika atau obat asma (sesuai indikasi)
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
2. Gejala spesifik terkait organ3,12
a. TB kelenjar
biasa didaerah leher (regio colli)
pembesaran KGB tidak nyeri, konsistensi kenyal, multiple dan
kadang saling melekat (konfluens)
ukuran besar (lebih dari 2 x 2 cm)
tidak respon terhadap pemberian antibiotik
bisa terbentuk rongga dan discharge
b. TB sistem saraf pusat
- meningitis TB : gejala keterlibatan saraf otak
- tuberkuloma otak : gejala adanya lesi desak ruang
c. TB sistem skeletal
- tulang belakang (spondilitis) : penonjolan tulang belakang
- tulang panggul (koksitis) : pincang, gangguan berjalan dll
- tulang lutut (gonitis) pincang/ bengkak pada lutut tanpa sebab jelas
- tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis)
d. TB kulit (skofuloderma)
- adanya ulkus dengan skin bridge antar tepi
e. TB mata, pertonitis TB, TB ginjal dll
22
pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai sarana untuk uji tuberkulin dan foto
bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:3
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan
gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologis
Merupakan pemeriksaan yang penting untuk menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak usia lebih dari
5 tahun, HIV positif, gambaran kelainan paru luas. Namun, karena kesulitan
pengambilan spesimen sputum pada anak, pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan. Cara mendapatkan sputum pada anak:3
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun biasanya dapat mengeluarkan spuntum
secara langsung.
25
b. Bilas lambung Menggunakan NGT dan pada anak yang tidak dapat
mengeluarkan dahak. Spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-
turut dipagi hari.
c. Induksi sputum
Beberapa pemeriksaan bakteriologis untuk TB :
a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum
b. Tes cepat molekuler (TCM)
c. Biakan Merupakan baku emas/gold standar. Namun kekurangannya
memerlukan waktu yang relatif lama
b. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Uji Tuberkulin
Bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak,
khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji
tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB,
sehingga harus diikuti pemeriksaan lain. Uji tuberkulin dilakukan
dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan) dipermukaan volar
lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48‐72 jam setelah penyuntikan.
Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Uji positif bila
indurasi >10 mm. 5-10 mm meragukan, lakukan uji ulang 2 minggu
berikutnya.
b. Foto thoraks
Gambaran radiologis yang menunjang TB secara umum :
- Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, dengan
atau tanpa infiltrate
- Konsolidasi segmental/lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atelektasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrate
- Tuberkuloma
- Bronkiektasis
26
- Destroyed lung
3.1.7 Tatalaksana
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah:3
1. Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi
2. Pengobatan diberikan tiap hari
3. Pemberian gizi yang adekuat
4. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan
A. Obat yang digunakan pada TB anak
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)3,14
27
TB +
destroyed
lung
4 mgg dosis
Meningitis penuh
TB kemudian
tap-off
12 bulan
Peritonitis 2 mgg dosis
TB 10 HR penuh
kemudian
Skeletal TB
tap-off
Keterangan:
1. Bayi dibawah 5 kg diberikan OAT terpisah, bukan KDT
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis dan jumlah tablet disesuaikan dengan
BB saat itu
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT berdasarkan Bb ideal (menurut umur)
4. OAT KDT diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah atau digerus)
5. Obat diberikan saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
6. Bila INH dikombinasikan dengan rifampisin, dosis INH tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari
7. Apabila OAT diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
dicampur dalam satu puyer
Tambahan:
1. Kortikosteroid3,14
Kortikosteroid dapat digunakan untuk TB dengan komplikasi seperti meningitis
TB, sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar, dan perikarditis TB. Steroid dapat
29
pula diberikan pada TB milier dengan gangguan napas yang berat, efusi pleura
dan TB abdomen dengan asites. Prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4
minggu. Setelha pemberian penuh dilakukan tappering-off.
2. Piridoksin3
Isoniazid menyebabkab defisiensi piridoksin simptomatik, terutama untuk anak
dengan malnutrisi berat dan HIV. Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari).
B. Nutrisi
C. Pemantauan dan evaluasi
a) Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase
intensif dan setiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
b) Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek
samping, dan pengukuran berat badan
c) Dosis obat mengikuti penambahan berat badan
d) Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan
pengobatan, ada PMO
e) Pemantauan sputum harus dilakukan pada anak dengan BTA (+) pada
diagnosis awal, yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 danke-6.
f) Foto toraks tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis ditemukan
dalam jangka waktu yang lama, kecuali pada TB milier setelah
pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2 – 4 minggu.
g) Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus
dirujuk untuk penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi
obat, komplikasi TB yang tidak biasa, penyebab paru lain atau masalah
dengan keteraturan minum obat
D. Imunisasi BCG
Pengontrolan penyakit TB bergantung pada pencegahan dengan imunisasi
Bacille-Calmete-Guerin (BCG) atau terapi kemoprofilaksis, serta
pengobatan tepat dengan sistem pendekatan directly observed therapy short
course (DOTS). Vaksin BCG berasal dari bakteri Mycobacterium bovis
hidup yang dilemahkan.3
30
Anak laki-laki, 14 tahun, datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh
keluarga dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
yang dirasakan naik turun dan meningkat terutama pada malam hari namun suhu
demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga sering keringat berlebih pada malam hari
sejak satu minggu terakhir. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan dan lemas
dikarenakan keluhan demam yang dirasakan. Sebelumnya demam sudah muncul
dan sembuh dengan pengobatan mandiri sejak satu bulan terakhir bersamaan
dengan batuk berdahak yang muncul sesekali. Keluarga pasien juga mengatakan
berat badan semakin menurun sejak satu tahun terakhir ±3-4 kg.
Demam disebabkan karena kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh
adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam
pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN
membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor necrosis
factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan
enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang
meningkatkan set point hipotalamus. Kemampuan anak untuk beraksi terhadap
infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur.
Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan
memproduksi panas. Batuk merupakan salah satu cara untuk membersihkan
saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai
refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi trakeobronkial. Batuk ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya infeksi-inflamasi pada saluran pernapafasan karena disertai
dengan gejala demam.
Berkeringat malam tanpa adanya aktivitas fiik pada penderita tuberkulosis
aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis
factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun di mana mereka
bereaksi terhadap bakteri infeksius (Mycobacterium tuberculosis). Monosit yang
merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan
33
34
sefalosporin berupa ceftriaxone 750 mg setiap 12 jam. Setelah didapatkan hasil foto
toraks dan skoring TB sudah menegakkan diagnosis TB, pasien langsung dimulai
pemberian OAT berupa 2RHZE. OAT tersebut dikonsumsi selama 2 bulan dimana
terdiri terdiri dari rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z) dan etambutol (E).3
Pasien juga mendapatkan terapi ranitidin 12,5 mg setiap 12 jam. Ranitidin
merupakan histamin agonis reseptor H2 yang bekerja secara selektif pada reseptor
H2 dan mengurangi sekresi dari asam lambung. Ranitidin ini diberikan pada pasien
untuk mengurangi gejala perut kembung yang di derita pasien. Selanjutnya pasien
mendapatkan ondansetron 2 mg setiap 12 jam, obat ini termasuk kelompok obat
antagonis serotonin 5-HT3, yang bekerja dengan menghambat secara selektif
serotonin 5-hydroxytriptamine berikatan pada reseptornya yang ada di
chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan di saluran cerna untuk mencegah mual dan
muntah. Obat ini memblok reseptor di gastrointestinal dan area postrema di CNS
(Central Nervous System). Atas indikasi berupa TB milier yg diderita pasien, maka
diberikan kortikosteroid berupa methylprednisolon. Pemberian kombinasi preparat
kortikosteroid dengan OAT pada beberapa kasus tuberkulosis mungkin bermanfaat.
Telah dilaporkan, pemberian kortikosteroid pada efusi pleura dapat
memperpendek durasi demam dan mempercepat resorpsi cairan. Tujuan
pemakaiannya adalah sebagai anti radang, anti alergi, mencegah adhesi, dan
membantu absorpsi cairan.19
Untuk membantu pemulihan dan mencukupi kebutuhan mikronutrien,
pasien diberikan solvita sirup yang mengandung Vit A 5,000 IU , vit B1 2.5 mg, vit
B2 3 mg, vit B6 2.5 mg, vit B12 2 mcg, vit D 400 iu, nicotinamide 20 mg,
dexpanthenol 5 mg, lysine HCl 100 mg, Ca pantothenate 5 mg, dan Ca gluconate
300 mg. Adapun edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga berupa
meningkatkan diet tinggi kalori dan protein serta menyampaikan respon
keberhasilan yang mungkin terjadi pada pasien.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan tb milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam
setelah 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup
sehari-hari, dan peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks
37
berangsur-angsur menghilang dalam 5-10 minggu. Prognosis pada pasien ini baik
karena tidak ada komplikasi yang berat dan pasien berada pada usia 14 tahun.
Angka kematian yang lebih tinggi terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun yaitu
sekitar 20%.
BAB 5
KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang dapat dicegah
dan disembuhkan. TB pada anak menimbulkan gejala yang sangat tidak khas jika
dibandingkan dengan dewasa, sehingga sering terjadi underdiagnose pada anak.
Tes diagnosis yang akurat untuk TB masih belum ada, namun Indonesia melalui
IDAI sudah telah membuat pedoman nasional tuberkulosis anak dengan
menggunakan sistem skoring untuk membantu diagnosis TB anak. Sistem skoring
ini membantu tenaga kesehatan mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun
overdiagnosis TB.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pasien anak laki-laki, berumur 14
tahun, dengan keluhan demam yang hilang timbul satu bulan terakhir dan memberat
4 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan lemas serta penurunan nafsu makan diikuti
penurunan berat badan selama satu tahun terakhir. Pasien juga mengatakan keluhan
seperti batuk muncul sesekali diikuti dahak yang cukup banyak. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru tanpa adanya pembesaran kelenjar
KGB. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kesan
leukositosis. Rontgen toraks didapatkan gambaran TB milier dengan efusi pleura
dextra sinistra dan berdasarkan hasil skoring pasien memiliki skor 5. Pasien di
diagnosis TB milier dengan efusi pleura dextra sinistra. Prognosis pada anak ini
dubia ad bonam karena tidak ada komplikasi yang berat dan pasien berada di usia
14 tahun.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
40