Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO


RSUD UNDATA PALU
STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2015 Ruangan : Semangka
Jam : 10.00 WITA

IDENTITAS

Nama : Ny. N Nama Suami : Tn. E


Umur : 19 tahun Umur : 20 tahun
Alamat : Ds. Tanjung Padang Alamat : Ds. Tanjung Padang
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Tani
Agama : Islam Agama : Islam

ANAMNESIS

P1 A1
Menarche : 11 tahun
Perkawinan : I, ± 2 tahun

Keluhan Utama : perdarahan post partum

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien masuk RS Madani dengan keluhan perdarahan yang dialami selama 4 hari setelah
persalinan. Perdarahan berwarna segar dengan volume sedang (2 kali ganti popok dewasa).
Pasien juga mengeluh lemas, pusing, dan pucat. Pasien demam sebelum persalinan dan
setelah persalinan. Pasien tidak mual dan tidak muntah. Pasien mengeluh nyeri perut bagian
bawah. Buang air kecil biasa dan buang air besar biasa. Pasien tidak sesak napas.

Menurut keluarga pasien, nyeri perut tembus belakang yang disertai pelepasan lendir(+),
darah(+), dan air(-) dirasakan pasien sejak 5 jam sebelum persalinan. Pasien melahirkan
secara spontan dengan letak belakang kepala ditolong bidan 4 hari sebelum masuk RS
Madani. Proses persalinan berlangsung sekitar 1 jam. Menurut bidan penolong pasien,
perdarahan pasca persalinan sekitar 300cc. Warna dan jumlah air ketuban tidak diketahui.
Pasien mendapat perasat kristeller dari bidan penolong.

Riwayat Obstetri :

1. Abortus, usia kehamilan 2 bulan dan tidak dilakukan tindakan kuret.


2. Perempuan, lahir cukup bulan secara spontan dengan letak belakang kepala, berat
badan sekitar 3 kg, ditolong bidan, usia 4 hari, sehat.

Pasien rutin mengikuti antenatal care (ANC) di PKM Tompe. Pemeriksaan hemoglobin
terakhir (usia kehamilan 36 minggu) adalah 8,9 g/dl.

1
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Malaria (-), tifoid (-), penyakit darah (-), diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum(KU) : Sakit sedang Tekanan Darah : 100 / 50 mmHg


Kesadaran : composmentis Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,5 °C
 Kepala – Leher :

Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikteriuk (-/-)


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

 Thorax :
Pergerakan dinding dada simetris bilateral, bunyi pernapasan vesikuler.
Bunyi jantung I/II murni reguler
Payudara:
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)

 Abdomen :

Pemeriksaan Obstetri :

Tinggi Fundus Uteri (TFU) : Tidak teraba


Nyeri tekan abdomen bagian bawah

 Genitalia :

Pemeriksaan Dalam (VAGINAL TUSAE) :


Vulva : dalam batas normal
Portio : lunak
Pembukaan : 2 cm
Pelepasan : darah (+)

 Ekstremitas :
Edema tungkai bawah (-/-), pucat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin
Hemoglobin : 4,2 g/dl
Eritrosit : 1,5 x 106/mm3
Hematokrit : 14%
Trombosit : 109.000/mm3

2
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Leukosit : 7700/mm3
HbsAg : non reaktif

RESUME

Pasien P1A1, 19 tahun, masuk RS Madani dengan keluhan perdarahan yang dialami selama 4
hari setelah persalinan. Perdarahan berwarna segar dengan volume sedang (2 kali ganti popok
dewasa). Pasien lemas, pusing, dan pucat. Pasien demam sebelum persalinan dan setelah
persalinan. Buang air kecil biasa dan buang air besar biasa. Proses persalinan berlangsung
sekitar 1 jam. Menurut bidan penolong pasien, perdarahan pasca persalinan sekitar 300cc.
Pasien rutin mengikuti antenatal care (ANC) di PKM Tompe. Pemeriksaan hemoglobin
terakhir (usia kehamilan 36 minggu) adalah 8,9 g/dl. pasien juga mendapat perasat kristeller
dari bidan penolong. Riwayat Obstetri pasien pernah abortus, usia kehamilan 2 bulan dan
tidak dilakukan tindakan kuret. Persalinan kedua 4 hari sebelum masuk RS dengan bayi
perempuan, lahir cukup bulan secara spontan dengan letak belakang kepala, ditolong bidan,
usia 4 hari, sehat.

Keadaan umum sakit sedang , composmentis, tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 88
kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,5°C. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis(+/+), TFU Tidak teraba, nyeri tekan abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan
dalam dengan vaginal tusae (VT) didapatkan portio lunak, pembukaan 2 cm, dan pelepasan
darah. Pemeriksaan darah rutin ditemukan kesan penurunan jumlah hemoglobin 4,2 g/dl,
eritrosit 1,5 x 106/mm3, hematokrit 14%, dan trombosit 109.000/mm3.

DIAGNOSIS

P1A1 postpartum aterm HIV + Perdarahan post partum + Anemia

PENATALAKSANAAN

- Transfusi whole blood 700 cc (2 bag)


- IVFD Ringer Laktat 28 tpm
- Amoxicilin 500 mg 3x1 tab
- Asam mefenamat 500 mg 3x1 tab

3
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
TANGGAL FOLLOW UP
28/11/2015 S: Perdarahan pervaginam (+) sedikit, nyeri perut bagian bawah (+), demam
(+), menggigil (+), pusing (+), lemas (+). BAB belum. BAK biasa.

O:
KU : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
TD : 100/70 mmHg
N : 98x/menit
P : 28 x/menit
S : 38,90C
Mata/leher : Konjungtiva anemis (+/+)
Thoraks : pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas vesikuler,
bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II murni reguler.
Payudara :
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
Abdomen : Kontraksi uterus belum teraba, nyeri tekan perut bagian
Bawah (+)
Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), pucat
Lokia : rubra, berbau busuk(-), volume sedang

Hasil Lab:
Hemoglobin : 7,1 g/dl
Eritrosit : 2,48 x 106/mm3
Hematokrit : 22,1%
Trombosit : 163.000/mm3
Leukosit : 8.800/mm3

A: P1A1 postpartum aterm HV + Perdarahan post partum + Anemia Perawatan


H1
P:
- IVFD Ringer Laktat 28 tpm
- Amoxicilin 500 mg 3x1 tab
- Asam mefenamat 500 mg 3x1 tab
- Paracetamol 500 mg 3x1 tab
- Transfusi whole blood 700 cc
29/11/2015 S: sesak napas (+), Perdarahan pervaginam(+) sedikit, warna hitam(+), dan
berbau busuk(+), nyeri perut bagian bawah(+), demam(+), menggigil (+),
pusing (+), lemas (+). BAB belum. BAK biasa.

O:
KU : sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD : 80/palpasi mmHg
N : 140x/menit
P : 38 x/menit
Mata/leher : Konjungtiva anemis (+/+)
Thoraks : pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas vesikuler,
bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II murni reguler.

4
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Payudara :
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)

Abdomen : Kontraksi uterus belum teraba, nyeri tekan perut bagian


Bawah (+)
Ekstremitas : akral dingin (+/+), pucat
Lokia : jumlah sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk.

Hasil lab
Hemoglobin : 7,1 g/dl
Eritrosit : 2,48 x 106/mm3
Hematokrit : 22,1%
Trombosit : 163.000/mm3
Leukosit : 8.800/mm3
Gula darah sewaktu : 78 mg/dl

USG
Kesan: uterus post partum

A: P1A1 postpartum aterm HVI + Infeksi puerperalis + Anemia Perawatan H2


P:
- O2 4 L/menit
- IVFD Ringer Laktat 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/ IV
- Infus metronidazole 500mg/8 jam/IV
- Paracetamol 500 mg 3x1 tab (jika perlu)
- Transfusi packed red cell 500cc (2 bag)
- Pasang kateter urine
30/11/2015 S: sesak napas (+), Perdarahan pervaginam(+) sedikit, warna hitam(+), dan
berbau busuk(+), nyeri perut bagian bawah(+), demam(+), menggigil (+),
lemas (+). BAK via kateter, BAB(+).

O:
KU : sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD : 150/70 mmHg
N : 120x/menit
P : 38 x/menit
S : 40,50C
Urine/24 jam: 700 cc
Mata/leher : Konjungtiva anemis (+/+)
Thoraks : pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas vesikuler,
bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II murni reguler.
Payudara :
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)

Abdomen : Kontraksi uterus teraba 3 jari di bawah umbilicus,


nyeri tekan perut bagian bawah (+)

5
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Ekstremitas : akral dingin (-/-), pucat
Lokia : jumlah sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk.

Hasil lab
Hemoglobin : 9,6 g/dl
Eritrosit : 3,5 x 106/mm3
Hematokrit : 30,8%
Trombosit : 90.800/mm3
Leukosit : 7.200/mm3
Albumin : 2,9 mg/dl

A: P1A1 postpartum aterm HVII + Infeksi puerperalis + Anemia Perawatan H3

P:
- O2 4 L/menit
- IVFD Ringer Laktat 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/ IV
- Infus metronidazole 500mg/8 jam/IV
- Infus paracetamol 500mg/8 jam/IV
- VIP albumin 3x2 tab
1/12/2015 S: makan dan minum(-), sesak napas(+), nyeri perut bagian bawah(+),
demam(+), menggigil(+), lemas(+). BAK via kateter, BAB(+).

O:
KU : sakit berat
Kesadaran : apatis (E4, V2, M4)
TD : 120/60 mmHg
N : 120x/menit
P : 42 x/menit
S : 410C
Urine/24 jam: 500 cc (pekat)
Mata/leher : Konjungtiva anemis (+/+)
Wajah : Edema
Thoraks : pergerakan dada simetris bilateral, bunyi napas vesikuler,
bunyi tambahan (-), bunyi jantung I/II murni reguler.
Payudara :
- Kiri : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
- Kanan : konsistensi keras(-), warna kemerahan(-), produksi ASI(-)
Abdomen : Kontraksi uterus teraba 3 jari di bawah umbilicus, nyeri
tekan perut bagian bawah (+)
Ekstremitas : akral dingin (+/+), pucat
Lokia : tidak ada
ASI : -/-

A: P1A1 postpartum aterm HVIII + Infeksi puerperalis + Anemia Perawatan H4


P:
- O2 4 L/menit
- IVFD Dextrose 5% 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/ IV
- Infus metronidazole 500mg/8 jam/IV

6
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
- Infus paracetamol 500mg/8 jam/IV
- VIP albumin 3x2 tab
- Konsul Dokter bagian penyakit dalam

Jawaban konsul dari dokter spesial penyakit dalam


Diagnosis:
12.45 - Sepsis post partum
- Hipoalbuminemia
- Presyok.
Terapi:
- O2 4 L/menit
- IVFD NaCl 30 tpm
- Infus albumin 100 ml 20%/12 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 2 g/12 jam
- Infus metronidazole 500 mg/8 jam/IV
- Infus sanmol/8 jam/IV
- Inj. Methylprednisolone ½ ampul/8 jam/IV
- Inj. Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV
- Pasang nasogastric tube (NGT)
2/12/2015 Pasien pulang paksa

7
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan P 1A1 postpartum HIV disertai perdarahan
post partum dan anemia. Pasien masuk dengan keluhan perdarahan yang dialami selama 4
hari setelah persalinan. Perdarahan berwarna segar dengan volume sedang (2 kali ganti popok
dewasa). Pasien lemas, pusing, dan pucat. Pasien demam sebelum persalinan dan setelah
persalinan. Proses persalinan berlangsung sekitar 1 jam. Menurut bidan penolong pasien,
perdarahan pasca persalinan sekitar 300cc. Pasien juga mendapatkan perasat kristeller.
Pemeriksaan hemoglobin terakhir (usia kehamilan 36 minggu) adalah 8,9 g/dl.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pula keadaan umum sakit sedang , compos mentis,
tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,5°C.
Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis(+/+), TFU Tidak teraba, nyeri tekan
abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan dalam (vaginal tusae) didapatkan portio lunak,
pembukaan 2 cm, dan pelepasan darah. Pemeriksaan darah rutin ditemukan kesan penurunan
jumlah hemoglobin 4,2 g/dl, eritrosit 1,5 x 106/mm3, hematokrit 14%, dan trombosit
109.000/mm3.

Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi
lahir. Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama
persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.
Pasien pada kasus ini mengalami perdarahan post partum lanjut. Efek perdarahan terhadap
terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat
hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya.1,3

Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh antara lain.1,2(poned)

1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta


a. Hipotoni sampai atonia uteri
 Akibat anestesi
 Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
 Partus lama, partus kasep
 Partus presipitatus/partus terlalu cepat
 Persalinan karena induksi oksitosin
 Multiparitas

8
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
 Korioamnionitis
 Pernah atonia sebelumnya
b. Sisa plasenta
 Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
 Plasenta susenturiata
 Plasenta akreta, inkreta, perkreta
2. Perdarahan karena robekan jalan lahir
a. Episiotomi yang melebar
b. Robekan perineum, vagina, dan serviks
c. Ruptura uteri
3. Kelainan pembekuan darah.

Pada pasien ini, kemungkinan penyebab perdarahan adalah atonia uteri disebabkan
keadaan ibu yang jelek ditandai dengan ibu demam 3 hari dan saat persalinan serta pasien
mengalami anemia selama kehamilan. Pada pasien ini, kadar Hb pada trimester ketiga adalah
8,9 g/dl. Anemia menyebabkan kontraksi uterus tidak baik akibat kurangnya pasokan oksigen
yang dibutuhkan otot uterus berkontraksi. Kemungkinan hal ini yang menjadi alasan
dilakukan perasat kristeller oleh bidan penolong.1

Anemia akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.
Perdarahan post partum pada pasien ini juga diperberat dengan anemia yang dialami selama
kehamilan. Anemia selama kehamilan secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht,
konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”. Dalam praktek rutin,
konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl pada trimester
kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam
kehamilan.1

Nilai batas untuk anemia dalam kehamilan1


Status kehamilan Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)
Tidak hamil 12,0 36
Hamil
- Trimester 1 11,0 33
- Trimester 2 10,5 32
- Trimester 3 11,0 33

Perdarahan post partum pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh kontraksi uterus
yang tidak baik atau atonia uteri. Hal ini ditandai dengan tidak teraba fundus uteri pada

9
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
palpasi abdomen. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Atonia uteri ditandai dengan perdarahan pervaginam.
Pada pemeriksaan fisik, uterus tidak teraba (kontraksi) dan lembek. Selain itu, pasien juga
biasanya datang dengan tanda-tanda syok akibat kehilangan darah yang banyak.1, 2

Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan
pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan
penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan
postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum
disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang
berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:1,2,3

1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada:
 Polihidramnion
 Kehamilan kembar
 Makrosomi
2. Kelelahan karena persalinan lama.
3. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemia, atau menderita penyakit menahun.
4. Mioma uteri yang menganggu kontraksi rahim.
5. Persalinan terlalu cepat.
6. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin.
7. Infeksi intrapartum (korioamnionitis).
8. Paritas tinggi.
9. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting
bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri
postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa
faktor-faktor risiko ini. Pada pasien ini faktor predisposisi yang paling mungkin adalah
kondisi anemia pada ibu.2

Pada perawatan hari ke 2 (30 November 2015), pasien mulai demam, menggigil,
perdarahan pervaginam sedikit, berwarna hitam, dan berbau busuk, nyeri perut bagian bawah.
Kesadaran apatis (E4, V2, M4), tekanan darah 150/70 mmHg, nadi 120x/menit, laju

10
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
pernapasan 38 x/menit, suhu 40,50C. Konjungtiva anemis (+/+), kontraksi uterus teraba 3 jari
di bawah umbilicus, nyeri tekan perut bagian bawah, lokia jumlah sedikit, berwarna hitam,
dan berbau busuk, dan produksi ASI -/-. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan
hemoglobin 9,6 g/dl, eritrosit 3,5 x 106/mm3, hematokrit 30,8%, trombosit 90.800/mm3,
leukosit 7.200/mm3. Pasien didiagnosis infeksi puerperalis (infeksi nifas) dan Anemia.

Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas.
Suhu 38°C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral
sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang
terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab
ekstragenital. Beberapa faktor predisposisi:2

 kurang gizi atau malnutrisi,


 anemia,
 higiene,
 kelelahan,
 proses persalinan bermasalah:
o partus lama/macet,
o korioamnionitis,
o persalinan traumatik,
o kurang baiknya proses pencegahan infeksi,
o periksa dalam yang berlebihan

Pada pasien ini, faktor predisposisi terjadi infeksi nifas adalah anemia. Walaupun
demikian, faktor-faktor lain juga dapat berkontribusi dalam terjadinya infeksi nifas, misalnya
status sosioekonomi. Penderita dengan status sosioekonomi yang rendah mempunyai risiko
timbulnya infeksi nifas lebih tinggi. Hal ini dihubungkan dengan timbulnya anemia, status
gizi yang rendah, perawatan antenatal yang tidak adekuat, dan obesitas. Faktor lain adalah
faktor proses persalinan seperti partus lama, ketuban pecah prematur, korioamnionitis,
pemakaian monitoring janin intrauterin, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan selama
proses persalinan, dan perdarahan yang terjadi. Selain itu, tindakan selama persalinan juga
menjadi risiko penting untuk terjadinya infeksi nifas, misalnya seksio sesaria, ekstraksi
forseps, tindakan episiotomi, laserasi jalan lahir, dan pelepasan plasenta secara manual.1

11
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Kebanyakan infeksi nifas disebabkan oleh bakteri yang aslinya memang ada di jalan
lahir. Beberapa dekade yang lalu pernah dilaporkan epidemi yang disebabkan grup A β-
streptokokus hemolitikus yang berakibat fatal. Pada laporan lain ditemukan adanya infeksi
nifas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus dan faktor risiko utamanya ketuban pecah
prematur. Meskipun pada serviks umumnya terdapat bakteru, kavum uteri biasanya steril
sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat proses persalinan dan manipulasi yang
dilakukan selama proses persalinan tersebut, cairan ketuban dan mungkin uterus akan
terkontaminasi oleh bakteri aerob dan anaerob. Bakteri anaerob yang terbanyak adalah
Peptostreptokokus sp dan Peptokokus sp. Selain itu, juga terdapat Bakteriodes sp dan
Klostridium sp. Bakteri aerob gram positif yang sering adalah Enterokokus dan grup B
Streptokokus, sedangkan bakteri gram negatif yang sering ialah Eserisia koli.1

Bakteri yang berkoloni di serviks dan vagina mendapatkan akses ke cairan ketuban
pada waktu persalinan, dan pada saat pascapersalinan akan menginvasi tempat implantasi
plasenta yang saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan diameter ± 4 cm dengan
permukaan luka yang berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah
ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen. Secara umum,
infeksi bersifat polimikrobial, yang meningkatkan sinergi bakteri. Faktor lain yang
meningkatkan virulensi adalah hematoma dan jaringan mati. Walaupun serviks dan vagina
secara rutin mengandung bakteri, rongga uterus biasanya steril sebelum kantong amnion
pecah. Sebagai konsekuensi persalinan dan pelahiran serta manipulasi yang berhubungan,
cairan amnion dan uterus biasanya menjadi terkontaminasi dengan bakteri anaerob dan
aerob.1,3
Bakteri yang secara umum menyebabkan infeksi saluran reproduksi wanita3
Aerob
Kokus gram positif—streptokokus grup A, B, dan D, enterokokus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis
Bakteri gram negatif—Escherichia coli, Klebsiella, spesies Proteus
Variabel gram—Gardnerella vaginalis
Lainnya
Spesies Mycoplasma dan Chlamydia, Neisseria gonnorrhoeae
Anaerob
Kokus—Peptostreptokokus dan spesies Peptokokus
Lainnya—Clostridium dan spesies Fusobacterium, spesies Mobiluncus

Demam adalah kriteria terpenting untuk menegakkan diagnosis metritis pascapartum.


Secara intuitif, derajat demam dianggap sebanding dengan luasnya infeksi dan sindrom

12
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
sepsis. Suhu biasanya 38 sampai 39 0C. Mengigil yang disertai demam menunjukkan adanya
bakteremia. Ibu biasanya mengeluh nyeri abdomen, dan nyeri parametrial muncul pada
pemeriksaan bimanual dan abdominal. Walaupun terdapat bau yang tidak sedap, banyak ibu
dengan lokia berbau busuk tanpa adanya bukti infeksi. Infeksi lain, khususnya yang
disebabkan oleh streptokokus β-hemolitikus grup A, menyebabkan lokia yang sedikit dan
tidak berbau. Leukositosis dapat berkisar dari 15.000 sampai 30.000 sel/µL, namun perlu
diingat kembali bahwa bedah sesar itu sendiri dapat meningkatkan hitung leukosit.3

Pada kasus ini, ditemukan pasien demam (suhu 40,5 0C), menggigil, nyeri perut bagian
bawah serta nyeri tekan abdomen kuadran bawah, dan lokia berbau tidak sedap. Tanda dan
gejala ini menunjukkan terjadinya suatu infeksi nifas. Terdapat beberapa penyebab infeksi
nifas tersering pada persalinan pervaginam normal. Antara lain:1,3

a. Metritis
Jika dibandingkan dengan persalinan perabdominal/seksio sesarea, maka
timbulnya metritis pada persalinan pervaginam relatif jarang. Bila persalinan
pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang lama, partus
lama, dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian metritis akan meningkat
sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamnionitis intrapartum, maka kejadian
metritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.1
Infeksi uterus (metritis) pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada
tempat implantasi plasenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan. Infeksi uterus
pascapartum sering disebut dengan berbagai macam nama, yaitu endometritis,
endomiometritis, dan endoparametritis. Karena infeksi tidak hanya mengenai desidua
melainkan juga miometrium dan jaringan parametrial, maka lebih sering digunakan
istilah metritis dengan selulitis pelvis. Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan adalah
pemeriksaan bimanual dengan cermat (termasuk retrovagina) untuk menentukkan
kemungkinan tempat infeksi. Lakukan biakan saluran serviks dan biakan urin untuk
mencari organisme pradominan serta kepekaannya terhadap antibiotika multipel
secara intensif, harus dilakukan pemeriksaan ulang yang cermat untuk mencari
adanya abses. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan leukositosis
polimorfonuklear dan peningkatan laju endap darah menunjukkan adanya infeksi.
Identifikasi patogen dari serviks dan lokia uterus melalui biakan dan uji kepekaan
memerlukan waktu 24-48 jam, tetapi apusan dengan pewarnaan harus segera
diperoleh untuk membuat diagnosis awal. Ultrasonografi dapat dilakukan untuk
13
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
menentukkan lokasi abses, atau untuk mendiagnosis ataupun menyingkirkan
diagnosis adanya produk konsepsi yang tertinggal atau tromboflebitis pelvis.1,3,4
b. Infeksi perineum, vagina, dan serviks
Infeksi pada luka episiotomi merupakan kejadian yang cukup jarang, terutama
sejak diperkenalkannya panduan asuhan persalinan normal dimana tindakan
episiotomi bukan merupakan tindakan yang rutin dikerjakan pada persalinan
pervaginam. Infeksi yang berat lebih mungkin terjadi pada ibu yang mengalami luka
robekan perineum tingkat IV. Meskipun syok septik yang berat jarang terjadi, masih
didapatkan syok septik yang disebabkan oleh infeksi luka episiotomi.1
Keluhan yang sering muncul ialah nyeri pada daerah yang terinfeksi dan
disuria, dengan atau tanpa retensi urin. Gejala klinik yang paling sering ditemukan
ialah nyeri, flour yang purulen, dan demam. Pada kasus yang berat seluruh vulva
mengalami edema, ulserasi, dan tertutup oleh eksudat. Laserasi vagina dapat
mengalami infeksi secara langsung atau tercemar dari perineum. Seluruh mukosa
vagina menjadi merah, bengkak, dan bisa mengalami nekrosis dan terkelupas.
Laserasi serviks lebih sering terjadi dan normalnya serviks memang merupakan
tempat koloni kuman yang bisa menjadi patogen. Bila serviks mengalami infeksi dan
laserasinya cukup dalam, maka infeksi ini dapat langsung menyebar ke ligamentum
latum dan menyebabkan limfangitis, parametritis, dan bakteremia.1
c. Mastitis purpuralis
Mastitis purpuralis adalah infeksi payudara dalam 6 minggu setelah melahirkan. Biasa
unilateral. Penyebab yang lazim adalah Staphylococcus aureus. Satu koma nol persen
(1,0%) parturien terkena mastitis, dan sebagian besar adalah primipara. Ada dua
macam mastitis purpuralis.4
1) Bentuk sporadis, yaitu selulitis akut yang mengenai jaringan ikat interlobular
dan jaringan lemak. Fisura pada puting biasanya merupakan jalan masuk
infeksi. Timbul rasa sakit setempat, nyeri tekan, eritema segmental, dan
demam. Air susu tidak terinfeksi.
2) Mastitis epidemika, yaitu infeksi fulminan pada sistem kelenjar payudara
dengan tanda dan gejala serupa tetapi lebih akut dibandingkan mastitis
sporadis. Kamar anak sebagai sumber Staphylococcus yang paling sering
terlibat, tempat bayi mendapatkan infeksi ini kemudian menyebarkan ke dalam
sistem duktus ibu setelah regurgitasi sejumlah kecil air susu yang terinfeksi.

14
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
3) Bendungan air susu (zogstuwing, breast engorgement), dapat terjadi pada hari
ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan
disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak
cukup sering menyusu, produksi meningkat, dan terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembatasan
waktu menyusui. Gejala bendungan

Biakan air susu dan pemeriksaan neonatus penting untuk diagnostik. Lakukan
pemeriksaan darah lengkap serial, biakan darah dan pemeriksaan laboratorium lainnya
sesuai indikasi.4

Pada kasus ini, berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan maka kemungkinan
penyebab infeksi nifas yang terjadi adalah metritis. Metritis adalah infeksi uterus setelah
persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan
terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelviks, peritonitis, syok septik,
thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia,
penyumbatan tuba dan infertilitas. Namun perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang
yang mendukung diagnosis ini seperti biakan saluran serviks dan lokia uterus serta berguna
untuk menentukan pengobatan yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab metritis.2,4

Metritis dapat ditatalaksana dengan tindakan umum dan tindakan spesifik. Tindakan
umum antara lain:4

1. Berikan diet cair selama paling sedikit beberapa hari jika tidak ada ileus.
2. Berikan cairan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang tepat. Oksitosin yang diencerkan dalam larutan infus akan mempertahankan
kontraksi uterus.
3. Berikan analgetika, obat-obat sedatif-hipnotik, atau laksatif sesuai kebutuhan.

Tindakan spesifik antara lain:1,4

1. Pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal pengobatan dengan antibiotika


oral biasanya memberikan hasil yang baik. Pada penderita metritis sedan dan berat,
termasuk penderita pascaseksio sesarea, perlu diberikan antibiotika dengan spektrum
luas secara intravena, dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48-72 jam.
Bila setelah 72 jam demam tidak membaikperlu dicari dengan lebih teliti
penyebabnya, karena demam yang menetap ini jarang disebabkan oleh resistensi

15
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
bakteri terhadap antibiotika atau suatu efek samping obat. Berikan ampisilin 2 g IV,
kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini
sampai ibu tidak panas selama 24 jam.1,2
2. Bila terdapat abses pelvis biasanya diperlukan drainase abses dengan pembedahan.
Selain itu, untuk infeksi nifas yang disebabkan oleh infeksi perineum, vagina, dan
serviks dapat ditatalaksana dengan drainase dan antibiotik yang adekuat. Pada sebagian besar
kasus biasanya dilakukan pelepasan benang jahitan episiotomi dan luka yang terinfeksi
dibuka. Bila permukaan episiotomi yang sudah bebas dari infeksi dan eksudat, ditandai
dengan timbulnya jaringan granulasi yang berwarna merah muda, dapat dilakukan penjahitan
perineum secara sekunder.1
Pada mastitis

16

Anda mungkin juga menyukai