ABSTRAK
Laporan kasus ini membandingkan efektivitas teknik infiltrasi resin (Icon, DMG) dengan
mikroabrasi (Opalustre, Ultradent Products, Inc) dalam penanganan lesi white spot. Ini
menunjukkan bahwa walaupun mikroabrasi maupun teknik infiltrasi resin tidak dapat
menghilangkan lesi white spot seluruhnya, teknik infiltrasi resin tampaknya lebih efektif
daripada mikroabrasi. Karena itu, teknik infiltrasi resin dapat dipilih untuk penanganan lesi
white spot dan harus diberikan perhatian khusus dalam pemilihan kasus.
Kata kunci: Mikroabrasi; teknik infiltrasi resin; lesi white spot
Pendahuluan
Lesi white spot didefinisikan sebagai lesi enamel yang tampak berwarna putih kapur dan
opak. Ini dapat muncuk dari penyebab developmental seperti fluorosis, penyebab idiopatik
atau awal lesi karies. Karies yang baru mulai, salah satu lesi white spot, merupakan lesi karies
email yang dapat dikenali secara klinis untuk pertama kali.
Lesi white spot berkembang sebagai akibat karbohidrat dan infeksi bakteri yang dimodifikasi
saliva, menyebabkan ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi enamel.
Hal ini umumnya dianggap menjadi pelopor lesi karies enamel. Tampilan warna putih
dikarenakan fenomena optikal yang disebabkan oleh kehilangan mineral di permukaan atau
sub-permukaan enamel. Pelarutan kristal enamel dimulai dengan demineralisasi subpermukaan, membentuk pori di antara enamel rod. Perubahan indeks bias dalam daerah yang
terkena kemudian menyebabkan kekasaran permukaan dan kehilangan kilap permukaan serta
perubahan pemantulan internal, semua mengakibatkan enamel yang tampak lebih opak,
karena enamel berporus menyebarkan lebih banyak cahaya daripada enamel sehat.
Berhubungan dengan prevalensi lesi white spot, telah dilaporkan bahwa terdapat peningkatan
signifikan dalam prevalensi dan keparahan demineralisasi enamel setelah perawatan
ortodontik. Prevalensi keseluruhan lesi white spot diantara pasien ortodontik telah dilaporkan
diantara 2 dan 96%. Beberapa lesi white spot dapat mengalami remineralisasi dan kembali
bentuk normal atau paling tidak tampilan yang dapat diterima secara visual. Namun, lesi
white spot dapat juga tetap ada, memberikan hasil yang tidak dapat diterima secara estetik.
Beberapa teknik telah diajukan untuk meningkatkan tampilan lesi white spot. Strategi
perawatan umum untuk lesi white spot terdiri dari prosedur restoratif, peningkatan
Penggunaan
Indikasi
Komponen
Instruksi
Opalustre kit
Pabrik
Penggunaan
Mikroabrasi
Indikasi
Komponen
Instruksi
Pabrik
Diskusi
Lesi white spot sering dideteksi dan dapat menjadi masalah bagi pasien dengan perhatian
estetik yang tinggi. Beberapa teknik telah diajukan untuk meningkatkan tampilan lesi white
spot ini. Diantara teknik-teknik tersebut, remineralisasi dapat dianggap sebagai yang utama
untuk memperbaiki lesi white spot ini. Karena remineralisasi merupakan fenomena alami
yang menyebabkan kembalinya sebagian dari lesi karies awal. Menurut Willmote yang
mempelajari efek fluoride dan saliva setelah pelepasan piranti ortodontik cekat, perbedaan
dalam persentase pengurangan ukuran lesi white spot menunjukkan pengurangan daerah lesi
sekitar sepertiga setelah 12 minggu dan berkurang setengah setelah 26 minggu. Namun,
remineralisasi white spot membutuhkan waktu yang lama, dan lesi tersebut dapat tersisa
sebagian, dan dapat menghambat mineralisasi lesi sub-permukaan.
Di sisi lain, Ogaard,dkk memperingatkan mengenai merawat lesi putih yang tampak pada
permukaan labial dengan agen fluoride terkonsentrasi, karena ini membuat lesi tertahan
(hipermineralisasi) dan mencegah perbaikan sempurna, khususnya lesi yang dalam cenderung
mengalami remineralisasi hanya pada permukaan. Sebaliknya, lesi yang tertahan
menunjukkan lapisan permukaan yang tebal dan sangat termineralisasi. Namun, badan lesi
dibawahnya tetap berporus sehingga tampilan keputihan sering tetap ada. Selain itu, saat
remineralisasi, stain dapat tergabung ke dalam lesi, menyebabkan pembentukan bercak
coklat, keadaan yang lebih tidak estetik. Karena itu, beberapa peneliti menyarankan untuk
membiarkan remineralisasi yang lambat dan perlahan oleh saliva atau agen fluoride
konsentrasi rendah seperti obat kumur fluoride dan pasta gigi yang mengandung fluoride
pada lesi yang dangkal (<60 m), karena ini menyebabkan perbaikan lebih besar dan lesi
yang kurang tampak.
Mikroabrasi enamel didesain untuk meningkatkan tekstur permukaan, menghilangkan stain
dan mengembalikan remineralisasi. Ini membuang bagian superfisial lesi menggunakan
abrasi dengan pasta asam hidroklorik dan pumis, dan membuat permukaan enamel menjadi
halus dan mengkilat. Erosi kimiawi dengan asam hidroklorik dan abrasi mekanis dengan
pumis terjadi bersamaan. Konsekuensinya, ini membuang sampai 0,2 mm permukaan enamel.
Menurut Murphy,dkk rata-rata reduksi ukuran lesi white spot sebesar 83%. Mikroabrasi dapat
diaplikasikan untuk lesi white spot, fluorosis, demineralisasi setelah perawatan ortodontik,
hipoplasia terlokalisir, hipoplasia idiopatik. Donly,dkk menemukan bahwa mikroabrasi
membentuk kembali daerah luar yang bebas prisma sehingga gigi menjadi seperti kaca dan
dinamakan abrosion effect. Lapisan ini memantulkan atau menyebarkan cahaya dan
menutupi kelainan yang ringan. Namun sayangnya, sejumlah besar enamel harus dikikis
untuk meningkatkan tampilan dengan menggunakan teknik ini.
Teknik infiltrasi resin merupakan metode terapeutik alternatif untuk mencegah progres lebih
lanjut lesi enamel. Perawatan ini bertujuan untuk menutup mikroporus dalam badan lesi
dengan memasukkan resin light cure viskositas rendah yang telah dioptimalkan untuk
penetrasi yang cepat ke dalam porus enamel. Resin tersebut menembus ke dalam badan lesi,
didorong oleh tekanan kapiler. Teknik ini bertujuan untuk membuat penghalang difusi di
dalam lesi, bukan pada permukaan lesi. Robinson,dkk melaporkan bahwa sekitar 60 10%
jumlah pori lesi telah diisi oleh resin. Menurut Kielbassa,dkk resin menembus ke dalam lesi
sub-permukaan dan menghasilkan bagian infiltrat resin. Kedalaman infiltrasi resin diatas 100
m.
Efek samping positif infiltrasi resin yaitu lesi enamel kehilangan tampilan keputihannya saat
mikroporusnya terisi dengan resin dan tampak mirip dengan enamel sehat. Prinsip penutupan
lesi enamel dengan infiltrasi resin ini berdasarkan pada perubahan pada cahaya yang
menyebar dalam lesi. Enamel yang sehat memiliki indeks bias (RI) 1,62. Mikroporositas lesi
karies enamel terisi dengan medium berair (RI 1,33) atau udara (RI 1,0). Perbedaan indeks
bias antara kristal enamel dan medium di dalam pori-pori menyebabkan cahaya menyebar
yang menyebabkan tampilan opak keputihan dari lesi ini, khususnya saat keadaan kering.
Mikroporositas lesi terisi dengan resin (RI 1,46) yang berbeda dengan medium berair, yaitu
tak dapat menguap. Karen itu, perbedaan indeks bias antara pori-pori dan enamel dapat
diabaikan, karena lesi tampak mirip dengan enamel sehat di sekitarnya. Hasilnya, perawatan
ini dapat digunakan tidak hanya untuk menahan lesi karies tapi juga meningkatkan tampilan
estetik white spot bukal.
Pada kasus 1 dan kasus 2, pasien memiliki riwayat perawatan ortodontik dan lesi white spot
segera terdeteksi setelah piranti ortodontik cekat dilepas. Untuk meningkatkan remineralisasi,
dicoba memperkuat kebersihan mulut dan aplikasi fluoride varnish. Namun, white spot tetap
ada sampai 10 dan 15 tahun. Karena itu, dibutuhkan perubahan pilihan perawatan serta
diputuskan untuk melakukan teknik infiltrasi resin dan mikroabrasi yang umumnya dikenal
sebagai metode yang efektif untuk perbaikan lesi white spot. Sebagai hasil mikroabrasi, white
spot tampak lebih keputihan dan opak. Di sisi lain, pengurangan ukuran lesi white spot yang
signifikan dideteksi dalam gigi yang diinfiltrasi resin.
Sayangnya, teknik mikroabrasi maupun infiltrasi resin tidak dapat menghilangkan white spot
secara keseluruhan. Alasan mengapa sebagian lesi tertinggal setelah perawatan dapat
dikarenakan kedalam lesi white spot tidak terbatas pada bagian superfisial enamel.
Dilaporkan bahwa 200 m enamel superfisial dihilangkan dengan mikroabrasi dan kedalam
infiltrasi resin sekitar 60 m. Jika lesi white spot lebih dalam daripada mikroabrasi maupun
teknik infiltrasi resin, ini masih dapat terdeteksi. Karena itu, pemilihan kasus harus dilakukan
dengan perhatian khusus.
Dengan adanya keterbatasan penelitian ini, temuan dalam laporan kasus ini menunjukkan
bahwa teknik infiltrasi resin tampaknyalebih efektif untuk perbaikan lesi white spot dan
pemilihan kasus harus dilakukan dengan perhatian khusus.
Gambar 1. (Kasus 1) Foto intraoral yang diambil sebelum perawatan (a) Setelah selesai
dilakukan teknik infiltrasi resin (sisi kanan) dan (b) mikroabrasi (sisi kiri)
Gambar 2. (Kasus 1) Foto insisivus lateral, kaninus, premolar dua kiri bawah yang diambil
(a) sebelum perawatan, (b) setelah perawatan mikroabrasi
Gambar 3. (Kasus 1) Foto insisivus lateral, kaninus, premolar dua kanan bawah yang diambil
(a) sebelum perawatan, (b) setelah perawatan teknik infiltrasi resin
Gambar 4. (Kasus 2) Foto intraoral yang diambil (a) sebelum perawatan, dan (b) setelah
selesai perawatan teknik infiltrasi resin (insisivus sentral kiri atas), mikroabrasi (insisivus
sentral kanan atas) dan restorasi resin komposit (insisivus lateral kanan atas).
Gambar 5. (Kasus 2) Foto insisivus sentral rahang atas yang diambil (a) sebelum perawatan
dan (b) setelah perawatan teknik infiltrasi resin dan mikroabrasi.