Anda di halaman 1dari 4

TEH WANGI DENGAN CITARASA DAN AROMA BUNGA YANG KHAS

Siapa yang tidak kenal teh wangi (jasmine tea)? Keberadaannya di rak-rak
supermarket di perkotaan maupun di warung-warung tradisional di pelosok-pelosok desa
sudah tak asing lagi. Nampaknya masyarakat lebih mengenal teh wangi daripada
pendahulunya teh hijau, padahal teh wangi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari teh
hijau. Teh wangi dibuat dari teh hijau yang dicampur dengan bahan pewangi melalui proses
pengolahan tertentu untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, disamping rasa teh
hijaunya yang masih tetap terasa. Seduhan teh wangi memiliki aroma tertentu sesuai
dengan bahan pewangi pencampurnya yang berkombinasi dengan rasa tehnya sendiri. Hal
ini membuat teh wangi menjadi minuman penyegar yang digemari masyarakat, sehingga
saat ini teh wangi merupakan jenis teh yang paling populer di Indonesia.

Gambar 1. Produk teh wangi


Sumber : sosro.com
Dalam proses pengolahan teh wangi, pada umumnya bahan pewangi yang biasa
digunakan adalah bunga melati (Jasminum sambac), bunga melati gambir (Jasminum
officinale var. Grandiflorum) atau bunga culan (Aglaia odorata). Setiap daerah mempunyai
selera masing-masing dalam pemakaian bahan pewangi. Seperti misalnya masyarakat
penikmat teh di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih menyukai teh wangi dengan campuran
bunga culan, sedangkan penikmat teh di Jawa Barat lebih menyukai teh wangi dengan
campuran bunga melati.
Sejarah mencatat bahwa awalnya pengolahan teh wangi berasal dari negeri Cina
pada zaman Dinasti Song (960-1279 M), adapun awal perkembangannya di Indonesia
terjadi pada tahun 1890-an yang dimulai di kawasan Tegal Jawa Tengah. Dimana saat itu
teh wangi dibuat dari bahan dasar teh icip (teh jawa). Teh tersebut terlebih dahulu
dipanaskan dalam bakul-bakul bambu hingga gosong, kemudian dicampur pewangi bunga
melati dan melati gambir selama satu hari. Proses pengolahan teh wangi waktu itu dapat
dikatakan belum sempurna, tetapi hasilnya sudah dianggap lebih baik dan lebih enak
daripada teh icip.
Di Indonesia, saat ini industri teh wangi lebih banyak berpusat di daerah Tegal, Slawi,
Pemalang, Pekalongan, Surakarta dan Yogyakarta. Di kawasan tersebut memang ada
beberapa perkebunan teh besar seperti di Batang dan Wonosobo sebagai penyedia bahan
baku teh hijau, akan tetapi saat ini bahan baku teh hijau lebih banyak disuplai dari Jawa
Barat yang merupakan provinsi teh di Indonesia. Selain dekat dengan perkebunan teh
besar, di kawasan Tegal juga terdapat banyak kebun melati rakyat, baik melati biasa
maupun melati gambir.
Prinsip pengolahan teh wangi terutama berupa proses penyerapan aroma bunga ke
dalam teh hijau secara maksimal agar diperoleh hasil teh wangi bermutu tinggi. Proses
pengolahan teh wangi pada setiap pabrik memiliki teknik-teknik khusus yang berbeda
terutama dalam menentukan komposisi campuran teh hijau dengan bunga melati dalam
jenis, jumlah dan asal bunga sesuai dengan keinginan konsumen. Adapun tahapan proses
pengolahan teh wangi adalah sebagai berikut :
Penyediaan bahan dasar
Teh hijau, dengan kriteria : (1) warna hijau kehitaman yang cerah (bright); (2) bentuk
tergulung dengan baik; (3) rasa yang sepet, pahit, segar (brisk), kuat (good strength);
(4) dapat menyerap aroma bunga dan (5) kandungan air maksimal 10%.
Bahan pewangi, yang umum dipakai : (1) bunga melati dari tanaman melati yang
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang mengandung fraksi pasir tinggi di daerah
pantai; (2) bunga melati gambir dari tanaman yang tumbuh dengan baik pada tanah-
tanah lempung berpasir dan (3). bunga-bunga melati yang dipergunakan tersebut
adalah bunga yang mempunyai tingkat kemasakan tertentu yang diperkirakan pada
malam harinya akan tepat mekar, sehingga pada saat dicampur dengan teh hijau aroma
bunga dapat diserap dengan maksimal.
Penggosongan
Pada awal pengolahan teh wangi, teh hijau perlu digosongkan agar tidak mengandung
gas-gas yang tidak dikehendaki dengan cara dipanaskan pada rotary dryer dengan
suhu 150-170C selama 1-2 jam. Dengan proses ini akan menghasilkan teh hijau yang
kering dengan kadar air 0% dan berwarna coklat kehitaman. Dalam keadaan demikian
teh hijau bersifat porous yang mengandung banyak ruang kapiler yang menambah luas
permukaan penyerapan, sehingga memiliki kekuatan penyerapan yang besar untuk
menyerap molekul gas aroma bunga.
Pelembaban
Pelembaban berpengaruh dalam proses pemindahan aroma bunga ke dalam teh hijau,
karena pewangian pada keadaan dingin akan menghasilkan teh wangi yang sangat
harum dengan tingkat keharuman yang tidak mudah hilang. Proses pelembaban
dilakukan dengan cara pemberian air pada teh gosong sampai keadaan teh menjadi
lembab dengan kadar air 30-35%. Air pelembab selain berguna untuk membuka
gulungan teh juga untuk menjaga agar kondisi bunga melati tetap segar, sehingga
kegiatan fisiologis pelepasan aroma tetap dapat berlangsung. Proses pelembaban
biasanya dilakukan pada sore hari sekitar jam 17 agar dapat dilanjutkan dengan proses
pewangian menjelang malam.
Pewangian
Pewangian merupakan proses penyerapan aroma bunga oleh teh hijau. Dalam proses
pewangian ini, hampir semua pelaku industri pengolah teh wangi menggunakan bunga
melati dan melati gambir dengan perbandingan 1:1, 2:3 atau 3:2 tergantung kepada
permintaan konsumen dan pertimbangan ekonomi sesuai dengan fluktuasi harga
bunga. Adapun perbandingan penggunaan bunga dengan teh hijau gosong berkisar
antara 1:1 sampai 1:7. Cara pewangian yang biasa dilakukan adalah kontak langsung
yaitu bunga dicampur dan diaduk dengan teh hijau, tetapi ada juga pengolah yang
melakukan pewangian berlapis-lapis antara bunga dan teh. Proses pewangian biasa
dilakukan pada malam hari selama satu malam hingga pagi (12-14 jam) dan dilakukan
pengadukan pada selang waktu tertentu untuk meratakan proses pewangian.
Pengeringan dan pengepakan
Bunga-bunga setelah proses pewangian selesai sudah tidak berguna lagi, sehingga
harus dipisahkan. Akan tetapi ada juga pengolah teh wangi yang menyisakan sedikit
bunga melati untuk memberikan jaminan wangi teh. Setelah bunga dipisahkan, teh
dikeringkan dengan alat pengering ECP (Endless Chain Pressure)pada suhu inlet
110C dan suhu outlet 50C selama 30 menit untuk mencapai kadar air 4%. Dengan
kadar air tersebut diharapkan kadar air teh wangi saat dipasarkan tidak lebih dari 8%,
apabila kadar air lebih dari 8% akan sangat berpengaruh pada daya tahan teh wangi.
Setelah pengeringan selesai, teh diangin-anginkan hingga dingin, selanjutnya dilakukan
pengemasan. Bahan kemasan yang baik untuk melindungi kualitas teh wangi adalah
kertas lapis aluminium foil atau platik PE (polyetilen).
Produk teh wangi berkualitas tinggi ditandai dengan adanya unsur-unsur rasa pahit,
sepet, mantap dan harum pada air seduhannya. Dimana unsur-unsur tersebut dapat
dipakai sebagai gambaran bahwa teh wangi berasal dari teh hijau bermutu tinggi yang
diwangikan dengan bunga yang cukup dan proses penyerapan aroma bunga yang
sempurna. Teh wangi Indonesia memiliki kadar katekin cukup tinggi yaitu 9,3%,
bandingkan dengan Teh sencha Jepang dan teh wangi Cina yang masing-masing berkadar
katekin 5,1% dan 7,5%, hal tersebut memberikan indikasi bahwa berdasarkan kadar
katekinnya teh Indonesia terutama teh hijau dan teh wangi memiliki potensi menyehatkan
yang lebih besar daripada teh Cina maupun teh Jepang. Oleh karena itu, memulai langkah
untuk sukses tidak ada salahnya di awali dengan menikmati secangkir teh wangi hangat
produksi Indonesia (Juniaty Towaha/email :juniaty_tmunir@yahoo.com).

Anda mungkin juga menyukai