Anda di halaman 1dari 16

Kufah (Mazhab Linguistik Kufah)

A. Latar Belakang Masalah


Kondifikasi al-Quran merupakan faktor utama yang menjadikan bahasa Arab mampu
meningkakan kedudukannya dari suatu dialek menjadi bahasa internasional, dan kegiatan
kodifikasi Arab telah membangkitkan motivasi para linguis Arab untuk melakukan kajian bahasa
(Chejne, 1996: 41). Mereka adalah Bashrah dan Kufah dua aliran utama dalam khasanah
pemikiran linguistik Arab. Hasil pemikiran tentang linguistik Arab yang sampai pada kita saat ini
adalah buah pemikiran mereka.
Munajat (2009, forum studi nahwu.com) mengemukakan secara sederhana perbedaan kedua
aliran nahwu tersebut terletak pada perbedaan pendekatan dan metodologi yang digunakan oleh
kedua aliran bahasa tersebut dalam mengkaji bahasa. Dengan demikian tidak mengherankan kalau
dalam prakteknya kedua aliran tersebut selalu mengedepankan pendekatan yang berbeda dan pada
akhirnya pemikiran yang mereka hasilkan juga berbeda. Dalam hal ini aliran Bashrah terkenal
dengan pendekatan talil dan falsafi yang cenderung preskriptif sementara Kufah terkenal dengan
pendekatan riwayah yang cenderung deskriptif.
Pendekatan aliran Kufah terhadap penggunaan riwayah bukan tanpa alasan. Maka apa yang
menjadi karakteristik aliran kufah, sejarah perkembangan mazhab kufah, kemudian para tokoh
pengembang kajian bahasa pada mazhab kufah, studi bahasa pada mazhab kufah, korpus yang
menjadi objek kajian mazhab kufah, kemudian pendekatan mendasara mazhab kufah serta metode
penelitian yang digunakan di dalam mengkaji bahasa, serta hasil kajian mazhab Kufah.
Berdasarkan pemaran di atas, penulis akan mencoba memaparkan makalah yang berjudul
karakteristik mazhab Kufah. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan ilmiyah,
berupa pemaparan singkat tentang karakteristik mazhab Kufah.

B. Pembahasan
Sejarah Perkembangan Mazhab Kufah
1. Sejarah
Kufah mulai diduduki kaum muslimin pada masa pemerintahan Umar bin Khatb, menurut
beberapa riwayat, setelah kamum muslimin menempati Bahsrah pada tahun lima belas hijriyah,
Sembilan bulan kemudian kaum muslim menempati Kufah (al-Thanthowi, 2005: 73).
Mazhab kufah muncul setelah berkembangnya mazhab Bashrah, Syalabi (2003: 167 Jilid III)
mengemukakan mazhab Kufah merupakan pecahan dari mazhab Bashrah. Menurut Ibnu Hamadan
di dalam bukunya al-Buldn menyatakan bahwa adanya perbedaan pendapat antara mazhab
Bashrah dan Kufah dalam memperthankan pendapat, dan hal itu terjadi pada generasi kedua
mazhab Bashrah antara al-Kholil dan al-Ruaasi (Thanthowi, 2005: 75).
Meskipun mazhab Kufah muncul lebih akhir dari mazhab Bashrah dalam bidang kajian filologi
Arab, namun banyak tokoh yang memberikan banyak sumbangan pemikiran, dan karya, dalam
pengembangan bahasa Arab.

2. Tokoh Pengembang Kajian Bahasa Mazahab Kufah,


Adapun tokoh-tokoh aliran Kufah beserta karakteristik pemikiran nahwu pada masing-masing
angkatan atau al-thabaqoh yang dikutif dari al Thanthowi (2005: 69-72) dan Mushtafa Showi al-
Fdhili (2002: 45-46)dalah sebagai beriku:
a) Generasi Pertama al-Thabaqotu al-ula
Setelah ilmu nahwu terkodifikasi baik dari segi kaidah, kaidah ushul, dan metode penelitiannya,
lalu Abu Umar bin al-Ula dan rekan beliau Abdullah bin Abi Ishaq beserta para muridnya,
mengembangkan kajian di kufah (Mushtafa, 2002: 45). Ibnu Muadz bin Muslim Harai sebagai
tokoh pertama yang melakuan kajiannya di masjid Kufah, kemudian dilanjutkan oleh al-Harai.
1) Tokoh
(a) Al-Ruasi
Nama asli beliau adalah Abu Jafar Muhamad Ibnu al-Hasan, Beliau dijuluki ar-Ruasi
karena mempunyai kepala yang besar, dibesarkan di Kufah, datang ke Bashrah dan belajar kepada
Isa Ibnu Umar, Abu Amr Ibnu al-Alai, dan kembali ke Kufah untuk mempelajari Nahwu bersama
pamannya, Muadz al-HaraI (Thanthowi 2005: 69) dan (Makhjumi, 1958: 75) selain belajar dari
Al-Kisai. Al-Ruasi mengarang kitab Nahwu al-Fashal, yaitu kitab yang pertama kali muncul dan
membahas tentang studi Nahwu madzhab Kufah.
Ibnu Nadim dan Ibnu Anbari juga menyebutkan bahwa ar-Ruasi ini memiliki banyak karya dalam
ilmu Nahwu, diantaranya yaitu: al-Faishal, at-Tashghr, Maani al-Quran, al-Waqf wal-Ibtid,
dan sebagainya. Al-Ruasi wafat di Kufah pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid.
(b) Muadz al-Harai (w 187 H)
Nama aslinya adalah Abu Muslim Muadz Ibn Muslim al-Harri. Tinggal di Kufah dan
mendalami Nahwu bersama anak dari saudaranya atau keponakan beliau adalah al-Ruasi dan
menyebarkan prinsip-prinsip Nahwu madzhab Bashrah di kufah (Thantowi, 2005: 69). Beliau
sangat mahir dalam menguasai Nahwu dan Shorf. Menurut as-Suythi dan Jubaidi di dalam (al-
Makhjumi 1958: 76), orang pertama yang menyusun buku tentang tashrif adalah Muadz. Karya
Muadz ini diadopsi dari kumpulan pengetahuan tentang nahwu dan sharf dari buku Masil al-
Tadrb, namun ilmu sharaf pada masa itu belum diketahui pemisahan kajian Sharaf dan Nahwu.
Beliau juga menambahkan bahwa pemisahan kajian antara Nahwu dan Sharaf setelah masa
Shibawaih.
Sejak saat itu, tashrf mulai dikenal sebagai pengetahuan yang mandiri sejak abad ke-2 H ketika
susunannya diperbaharui oleh Uthman Ibn Baqiyah al-Maziniy dalam kitabnya at-Tahsrf setelah
sekian lama menjadi bagian dari studi Nahwu. Muadz wafat di Kufah pada tahun 187 H.
2) Sumbangan Buah Pemikiran, dan Karakteristiknya.
Studi nahwu masih menggunakan pembelajaran mazhab Basrah dan belum ada pendapat
yang dapat diperhitungkan sebagai pendapat asli dari ulama Kufah, dugaan yang beredar
pemasukan dua tokoh generasi awal yakni al-Hari dan ar-Ruasi ke dalam kelompok ini tidak
tepat karena sejatinya keduanya masih merupakan tokoh nahwu Bashrah.
Kedua pendahulu nahwu mazhab Bashrah ini telah memberikan dasar-dasar pijakan yang
relatif sangat kuat dalam pembelajaran Nahwu meskipun kecenderungan ini bermula dari kajian
mereka terhadap nahwu mazhab Bashrah.

b) Generasi Kedua al-Thabaqotu al-Tsni


1) Tokoh
(a) Al-Kisi (119 H -189 H )
Nama lengkapnya Abu Hasan Ali ibn Hamzah, berkebangsaan Persia. Sedangkan Al-
Kisi merupakan julukan yang diberikan kepadanya (al-Thantowi, 2005: 70). Sebagaimana
diriwayatkan bahwa julukan tersebut diperoleh karena beliau menghadiri sebuah majlis Hamzah
ibn Habib az-Ziyt dengan memakai baju ( )hitam yang mahal.
Beliau lahir di Kufah, pada tahun 119 H dan wafat pada 189 H dalam perjalanannya
menuju Tus (sebuah wilayah di Persia).
Al-Kisai giat mengikuti beragam majlis qirah dengan guru-guru yang beraneka pula. Salah
satunya, pembacaan syair yang dipimpin oleh Khall ibn Ahmad. Hingga akhirnya Al-Kisi
paham bahwa syair-syair tersebut bersumber dari masyarakat Badui yang atau yang bermukim di
Hijaz, Nejed dan Tihamah. Beliau merupakan pengganti imam qirah, yaitu setelah meniggal
gurunya Hamzah, karya karya beliau adalah Mani al-Quran, Kitabu al-Qirot, Kitab al-Adad,
dan Kitab al-Nawdir al-Shogr wa al-Kbr (Al-Makhjumi: 1959: 106).

2) Sumbangan Pemikiran Al-Kisi yang diambil dari Munajat (2009), adalah sebagai berikut:
(a) Pertama, diperbolehkannya takid kata yang sebenarnya berhubungan, tetapi kata tersebut
terhapus dalam penggunaannya dan digantikan oleh waw athaf sebagai gantinya. Contoh:
:
(b) Kedua, tambahan huruf jar dalam perkataan/firman Allah Swt yang positif. Contoh: seperti
firman Allah Swt:
(c) Ketiga, diperbolehkannya penggunaan kata setelah bertemu dengan kata . Contoh:
(d) Bahwa bermakna taqlil (minimal). Contoh: seperti firman Allah Swt

(e) Bahwa terkadang juga bermakna . Contoh: seperti firman Allah Swt

3) Karakteristik Generasi Kedua


pembahasan yang mendalam didasarkan penelitian lapangan menggunakan siasat untuk
meraih pengetahuan; membaca Kitab Sibawaih secara sembunyi-sembunyi,berdiskusi dengan para
tokoh aliran Basrah, penulisan dan pembukuan, seperti buku yang ditulisnya: Manil Qurn,
Mukhtashirn fi an-Nahwi, al-Hudd an-Nahwiyah, dan lainnya.
c) Generasi ketiga al-Thabaqotu al-Tslis
1) Tokoh
(a) Al-Ahmar (w 194 H)
Terlahir dengan nama lengkap Abu Hasan Ali Ibn Hasan, tetapi terkenal dengan nama al-
Ahmar dengan nama lengkap Ali ibnu Mubarak (Thanthowi 2005: 71). Beliau merupakan salah
seorang murid Al-Kisi. Wafat dalam pelaksanaan haji pada tahun 194 H.
Disebutkan oleh Tsalab bahwa beliau hapal 40 ribu syahid (kutipan, contoh) tentang nahwu.
Adapun karyanya adalah Maqyis al-Tashrf, Tafannun al-Balghi (Munajat, 2009).
(b) Al-Far (144-207 H)
Nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya Ibnu Ziyd ibn Abdullah ibn Marwan al-Dailumiy. lahir
di Kufah pada tahun 144 H, berkebangsaan Persia dan meninggal pada tahun 207 (al-Thanthowi,
2005: 71). Beliau memiliki minat yang sangat tinggi terhadap ilmu, ketekunan dalam belajar serta
rajin mengikuti kajian-kajian yang dihadiri para ulama, baik di Kufah maupun Bashrah, seperti
qirot, fiqih, dan Hadis, perowi puisi Arab, yang menjadikan beliau berilmu tentang ilmu bahasa
Arab, Islam, dan imu lain (Najmudin, 2008:3)
Menghabiskan hidupnya dengan mempelajari qirah, tafsr, syair dari Abu Bakar Ibnu Ayyas
dan Sufyn Ibnu Iyyinah. Sedangkan guru bahasa dan nahwunya adalah Abi Jafar ar-Ruasiy dan
Al-Kisai. Beliau juga seorang murid Al-Kisai yang banyak mendapat pengetahuan riwayat
mengenai bangsa Arab dari gurunya.
Selanjutnya, beliau juga meneruskan studinya ke Bashrah setelah kematian Khalil ibn Ahmad,
yang kemudian posisinya digantikan oleh Yunus ibn Habib. Hingga akhirnya, dia belajar kepada
Yunus mengenai nahwu dan bahasa. Adapun karya-karyanya cukup banyak, di antaranya adalah:
Lughatu al-Quran, an-Nawdir, al-Kitb al-Kabr fi al-Nahwi, dan karangan yang sampai pada
kita saat ini adalah Maani al-Quran.
Ibnu Nadim di dalam (al-Makhzumi, 1958: 126) bahwa al-Fara memberikan gambaran semua
pembehasan tentang nahwu, dan hai itu akan kita ketahui di dalam buku karangan nya yaitu Mani
al-Quran.
Pemikiran
(1) Mengakhirkan Khabar apabila diawali dengan . Contoh:
(2) Diperbolehkannya menggunakan ibtida bagi kata-kata dan Contoh:
(3) Digunakannya untuk sebagai pengganti dalam perkataan maupun makna. Contoh: seperti
firman Allah SWT:
(4) Diperbolehkannya penggunaan athaf pada dua pernyataan yang berbeda di dalam ilmu nahwu.
Contoh: dan lain-lain.
(c) Al-Lihyni (w. 220)
Nama lengkap Abu Hasan Ali ibn Mubarak, sedangkan nama al-lihyn sebagai bentuk
penghormatan terhadap lihyn-nya (jenggot). Wafat pada tahun 220 H. Selain berguru kepada Al-
Kisi, dia juga belajar kepada Abi Zayd, Abi Ubaidah dan lainnya (al-Thantowi, 2005: 72).

2) Karakteristik Generasi Ketiga


Semakin maraknya penulisan baik dalam ilmu agama maupun ilmu bahasa, Maka mulai
otonomnya Sharf, konsentrasi penulisan tentang Nahwu secara terpisah, perhatian khusus terhadap
kesalahan lisan secara umum dan upaya memperbaikinya,merebaknya perdebatan antara
kelompok Kufah dan Bashrah, Lahirnya istilah-istilah Nahwu Kufah.

d) Generasi keempat al-Thabaqotu al-rbi


1) Tokoh
(a) Ibnu Sadn (161-231 H)
Nama lengkapnya Abu Jafar Muhammad Ibnu Sadn al-Dharir. Lahir di Baghdad pada tahun
161 H, sedangkan tumbuh besar di Kufah. Kemudian meninggal dunia pada tahun 231 H, dengan
menulis satu buku Nahwu dan lainnya buku-buku mengenai Qirat (al-Thantowi, 2005: 72)..
(b) Ath-Thuwl (w 234 H)
Beliau bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abdullah al-Thuwl, dan
tumbuh di Kufah. Wafat pada tahun 234 H. Belajar nahwu kepada Al-Kisi. kemudian ke
Baghdad dengan mengikuti majlis Qiraah Abu Umar dan al-Dauri (al-Thantowi, 2005: 72)..
(c) Ibnu Qadim (w 251 H)
Nama lengkapnya Abu Jafar Muhammad Ibnu Abdullah Ibnu Qdim. Wafat pada tahun 251
H. Ibnu Qadim mempelajari nahwu dari al-Farra, dan Tsalab. Adapun karya nahwunya adalah:
al-Kfi dan al-Mukhtashir dan beliau wafat di Bagdd (al-Thantowi, 2005: 72).

2) Karakteristik Generasi Keempat


Karakteristik generasi ini secara umum tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya
(ketiga), hanya sudah mulai berkurang kegiatan menyusun karangan sampai batas tertentu. Tidak
muncul pendapat-pendapat khas pada bidang nahwu dan sharf karena sebagian besar generasi
tersebut memperbincangkan pendapat-pendapat ahli nahwu Kufah sebelumnya.

e) Generasi kelima al-thabaqotu al-khmisah


1) Tsalb (lahir 200 H)
Nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya Ibn Yazid, tetapi terkenal
dengan Tsalb. Beliau berkebangsaan Persia, namun lahir dan tumbuh di Baghdd dan beliau
adalah pinpinan bani Ayaiban (al-Thantowi, 2005: 72). Tahun kelahiran beliau pada 200 H
Sejak kecil sudah mempelajari berbagai ilmu; membaca, menulis, menghapal al-Quran
dan syair Arab. Karya beliau adalah Majlis Tsalb di dalamnya merangkum berbagai
pemikirannya tentang nahwu, bahasa, makna al-Quran dan syair-syair asing, Al-Fashih Qawidu
al-Syiri. Adapun karyanya yang membahas tentang nahwu adalah Ikhtilfu al-Nahwiyn, Ma
Yansharifu wa ma l yansharif, Haddu al-Nahwi.
2) Karakterikstik Generasi kelima
Adapun karakteristik pada generasi yang kelima adalah pengetahuan yang beraneka ragam,
nahwu, bahasa, balaghah dan lainnya, dan banyaknya penulisan dari berbagai ilmu pengetahuan.

B. C. Studi Kajian Bahasa Mazhab Kufah


Pendapat mengenai kajian Nahwu menurut al-KasaI dan al-Far sama pernyataan para
linguis Bashrah, menurut Shibawih di dalam (Makhjumi, 1958: 163) adalah sebagai beriku:
, , :
,
, , ,
Menurut istilah, adalah sutudi kajian pada aspek morfologis atau al-Tashsif, derivasi kata
atau al-Isytq serta dengan hal yang berkaitan dengan aspek struktur kata. Berdasarkan aspek luar
bahasa, studi nahwu mencakup studi fonologi. Yang mengkaji struktur kata yang terusun dari suara
yang keluar dari alat ucap, seperti idhgham, imlah, ibdl, dan lain lain.
Berdasarkan pemaparan ada kajian yang dilakuakan oleh pendahulu mazhab Kufah yaitu
al-Kasi dan al-Farra: Pertama adalah kajian fonologi, mencakup idhgam,imlah, ibdl, dan lain
lain. Kedua adalah kajian Morfologis atau Sharaf, dengan objek kajian Isyatq atau derivasi. Dan
ketiga adalah kajian Nahwu atau sintaksis. Al-Makhjumi (1958: 162) mengemukakan bahwa
makna dari studi nahwu atau dirsatu al-nahwi bermaksna khusus atau kajian kebahasaan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ketika masa tersebut, objek kajian belum terpisah, karena masih
di dalam satu kategori kajian yaitu nahwu.
Namun al-Makhjumi (1958: 163) ada dua ciri kajian madzhab Kufah pada masa itu:
1. Para pendhulu mazhab Kufah belum memiliki memiliki landasan filsafat tersendiri di dalam
mengkaji bahasa, mengapa demikian karena studi mereka masih pada tataran mulhadoh atau
pengematan dan ikhtibr atau evaluasi, karena masih bersandar pada pirsip-prinsip bahasa secara
umum.
2. Para pendiri kufah kebanyakan mengajar di istina khalifah, namun studi yang dilakuakn oleh
ulama kufah seperti yang dilakuakn al- Faro di dalam kitabnya mani al-Quran masih tercampur
pembehasan kajiannya.
Pemaparan di atas merupakan sedikit gambaran yang di lakukan oleh pendahulu mazhab Kufah
pertama hingga kedua bahwa memberikan dasar-dasar pijakan yang relatif sangat kuat dalam
pembelajaran Nahwu meskipun kecenderungan ini bermula dari pembelajaran mereka terhadap
Nahwu mazhab Bashrah.
Di dalam kajian bahasa, pertama yang harus dilakukan adalah kajian yang berkaitan dengan
suatu bentuk, dan karakteristik, lalu sharaf, dan nahwu. Dan berikut ini kajian kebahasaan yang
dilakuakn oleh mazhab Kufah;
1. Kajian Fonologis al-dirsah al-shautiyah
Kajian fonologis yang dilakukan oleh ulama terdahulu masih pada tataran artikulatoris atau
makhriz al-Hurf. Perlu diketahui pencetus pertama kajian pada bidang ini adalah para ulama
bashrah yaitu al-Hall memberikan delapan pembagian articulator pada bahasa Arab dan
Syibawaih memebrikan enam belas pembagian articulator pada huruf bahasa Arab (Husan A,
2004: 44-47). Lalu bagaimana studi kajian ulama Kufah di dalam bidang ini,
Namun menurut al-Mahkjumi (1958: 169) sebelum al-Far belum ada kajian mengenai
bidang ini. Namun ilmu al-alshwt kajian yang dilakuan oleh ulama kufah adalah adalah qiroh
yang dilakukan oleh para qori terhadap al-Quran baik dari segi al-Makhrij dan al-Tajwd.
Pada kajian ini mazhab Kufah berada dibelakang, menurut al-Makhjumi (1958: 171) ada
dua faktor, pertama adalah karena kajian ini telah dilakukan oleh pendahulunya di bashrah yaitu
al-Hall yang memiliki hubungan erat dengan al-Kasi. Kemudian Al-Faro menerima hasil kajian
Shibawaih. Kedua, ulama Kufah lebih terfokus pada tataran qirah dan ilmu-ilmunya, hal
tersebut merupakan dasar serta keunggulan dari mazhab Kufah, sebagaimana kita ketahui bahwa
al-Kasi merupakan salah satu imam qoroatu al-sabah, dan al-Farra adalah periwayat huruf al-
Quran, dan tafsir.
Adapun masalah-masalah yang dikaji oleh al-Kasi dan al-Far mazhab Kufah pada kajian
ini (Makhjuni 1958: 171) adalah sebagai berikut:
a) Idghamu al-ra fi al-lm ( )
Hal yang medasari perlu adanya idhgham adalah apabila Huruf ra diidgham kan dengan lam,
maka ra menjadi lm. Seperti pada kata .
b) Kemudian al-Far menambahkan di dalam bukunya mani al-Quran, bahwa kasus idhgham
terjadi pada banyak kasus, beliau menambahkan idgham tiga ( , , ) terhadap huruf
tha.
(1) Kasus antara tha dengan dza
, al-Farra menjelaskan bahwa apabila terjadi pertemuan antara tho dengan
(2) Kasus
ta maka tho disukunkan, dan tho menjadi ta, maka menjadi .
(3) Kasus antara dho dan ta.
Bedasarkan pemaparan di atas, sedikit dari banyak penemuan mengenai bidang kajian
fonologi yang dilakukan oleh ulama mazhab Kufah, bahasan selanjutnya adalah kajian nahwu dan
sharaf.

2. Kajian Gramatika
Pada topik ini, penulis hanya membahsa tentang ishtilah-ishtilah tata bahasa mazhab Kufah
yang diambil dari (Tamam H, 2000: 40-43): adalah sebagai Berikut:
Tebel 1. Istilah tatabahasa

) ( 1
( 2

() , 3

4
5
6
( ) 7
8
9
10
11
12
13
: " 14
15
16
17
18
19
20
. 21
Perlu diketahui bahwa perbedaan tenang masalah-msalah Nahwu, pembenaran tidak diarahkan
mana yang benar di antara mazhab Kufah dan Bashrah, namun yang menjadi pembeda keduanya
nya adalah masalah tawl dan takhrj dan pada dasarnya untu masalah ushul keduanya sama
(Tamam, 2000: 42). Dan berikut ini beberapa kesamaan ushl antara madrasah Kufah dan
Bashrah:
Tabel 2. Kesamaam ushl antara Madzhab Kufah dan Bashrah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pade table di atas memberikan sedikit gambaran mengenai istilah pada tataran grammatika
bahasa Arab dan Ushl. Serta karakteristik istilah dan masalah di antara keduanya. Kemudian ada
beberapa hasil studi aliran bahsrah yang tidak diterima oleh ulama Kufah.

D. Pendekatan dan Metode Kajian bahasa Mazhab Kufah


Menurut pandangan linguis modern bahwa aliran Kufah berlandaskan paham anomaly,
dimana mereka lebih terfokus pada keaneka ragaman bahasa (Chaer, 2007: 324) lebih singkatnya
mereka sejalan pemikiran kaum naturalis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa al-Rusi dan al-Har merupakan penggagas mazhab
Kufah, dan mereka berdua belajar ke bashrah. Adupun karakteriristik mazhab Kufah yang diambir
dari (Tamam, 2000: 37) terdapat tiga cirri pembeda, adalahsebgai berikut:
1. Mazhab Kufah, mengembangkan penelitian bahasa melauli al-riwyah. Di dalam penelitiannya.
Dan Mazhab kufah tidak terfokus dalam memahami aspek kefasihan, sebagaimana yang dilakukan
oleh mazhab Bashrah. Jika para lingusi mazhab Bashrah memperoleh korpus dari kabilah-kabilah
pedalaman, lalu bagaimana mzhab Bashrah melakukan qiyas terhadap korpus data yang mereka
peroleh dari suku Qois, Assad, Tamm. Hudzal, dan semuanya adalha kabila-kabilah yang fashih.
Adapun mazhab kufah ketika mereka memperoleh korpus sebagaimana yang dilakukan oleh
mazhab Bashrah, namun mazhab Kufah lebih memperluasnya lagi.
2. Kemudian Mazhab Kufah lebih fleksibel di dalam hal qiys. Menurut pandangan mereka, jikan
syarat benarnya suatu qiyas atau analogi telah benar menurut jumhur mazhab bashrah, maka
Kufiyyin bersepakat.
3. Penggunaan istilah istilah nahwu yang digunakan oleh Mazhab kufah berbeda dengan mazhab
bashrah.
Menurut Yaqub di dalam (Afandi, 2009: 4) menjelaskan perbedaan epistimologis, mazhab
bashrah dan kufah
Tabel 3. Perbedaan epistimologis
Bashrah Kufah
Sumber penyusunan teori mazhab Teori mazhab kufah;
bashrah : 1. Semua suku, baik yang masih
1. Terkait yang dengan sumber bahasa tinggal, diperkotaan, maupun di
yang menjadi acuan, mazhab pedalam bisa dijadikan acuan teori.
bashrah mengacu pada bahsa bahasa
2. Prosa, puisi, kaum pedesaan dan
suku-suku yang masih dianggap perkotaan, kelompok maupun
benar benar asli, dan belum individu, bisa dijadikan acuan untuk
terkontaminasi oleh pengaruh melakukan analogi.
bahasa asing; seperti Qois, Tamm,
Asad, Quraisy, beberapa suku
Kinanah, dan Thai.
2. Terkait dengan masalah qiyas dan
aturan kaidah, mazhab Bashrah
berpandangan bahwa bahasa yang
benar-benar digunakan sehari-hari
atau sering digunakan oleh orang
Arab yang boleh menjadi acuan
analogi atau qiys

Sama dengan pendapat tamam, secara eksplisit, Dr. Shalah Rawwaiy menyebutkan tiga macam
ciri-ciri umum aliran kufah berikut ;
1. Keluasan dalam penggunaan riwayat Aliran Kufah sangat bertopang pada syiir orang Arab
pedalaman
2. Keluasaan dalam analogi (qiys) Dalam hal ini kritik dapat dikedepankan mengingat terkadang
mereka hanya menggunakan sebuah syiir sebagai syahid.
3. Perbedaan penggunaan istilah nahwu dan hal-hal yang berkaitan dengan mil dan maml
Perbedaan pemikiran Kufah dengan Bashrah
Dalam bukunya yang fenomenal, al-Inshf, al-Anbriy (dalam Shalah Rawwaiy, 2000 : 422-427)
mendaftarkan sekitar 121 masalah yang menjadi titik perbedaan antara aliran Bashrah dan Kufah.
Kami sebutkan beberapa perbedaan pendapat.
Berdasarkan pemaparan di atas terdapa persamaan metode yang dilakuakn oleh mazhab
Bashrah dan Kufah, namum Kufah di dalam kajian nahwunya terdapat sedikit perbedaan pada
peristilahan nahwu.

E. Sumber Kajian Mazhab Kufah


Kufah dikenal sebagai daerah yang banyak didiami Sahabat nabi di samping para ahli nahwu
mereka kebanyakan merupakan ahli qirat. Dengan demikian bagi mereka riwayat merupakan
sesuatu yang lebih penting ketimbang penalaran falsafi. Itulah mazhab Kufah. Berdasarkan kajian
yang dilakukan oleh al-Fara (Najmudin, 2008: 8) dan (Makhjumi, 1958: 330-336) bahwa sumber
Kajian-Kajian yang dilakukan oleh mazhab kufah adahsebagai Berikut:
1. Al-Quran
Al-far menjadikan al-Quran sebagai objek kajian dengan empat syarat, sebagai sumber yang
paling esensial di dalam penetapan kaidah nahwu, syarat tersebut adalah;
a) Qirah tidah bertentangan dengan rasm al-mushaf.
b) Qirah tidak melanggar aturan yang telah dibuat oleh para qurra
c) Qirah tidak bertentangan dengan bahasa arab fasih
d) Qirah shadhah harus memiliki dua sarat, pertama sesuai dengan makna penafsiran, dan
tidak bertentangan dengan kaidah bahasa Arab
2. Al-Hadis
Menurut Najmudin (2008: 8) berpendapat bahwa al-Far seorang tokoh nahwu dari aliran
kufah yang menjadikan al-Hadis sebagai sumber dalam menetapkan kaidah nahwu. Beliau
menambahkan bahwa al-Farra di dalam bukunya Mani al-Quran terdapat tiga belas hadis, topik
kajiannya tentan lm amr masuk pada fiil mudhaari.
3. Pendapat-Pendapan Ulama Mazhab Bahsrah
Para ulama Kufah di dalam menetapkan suatu kadiah, membuat suatu rujukan yang dinisbatkan
kepada ulama Bashrah seperti Isa bin Umar, al-Khall bin Ahmad, dan Yunus bin Habb,
sebagaimana kita ketahui bahwa al-Kasi memperlaji buku karangan al-Akhfsi, begitu juga
dengan al-Far (Makhjumi, 1958:330).
4. Dialek-Dialek Arab yang mutamad dikalang ulama Mazhab Bashrah,
dialek tersebut adalah Arab Badui, yang berada di pinggiran kota, dan dialek mereka belum
terpengaruhi oleh bahasa lain, adapun kabilah-kabilah tersebut adalah (Qois, Tamm,
asad, Khudzail, Kinnah,) dan lain lain (Makhjumi, 1958: 331).
5. Kabilah-Kabilah Arab
Sebagaimana pemaparan di atas bahwa al-Far menjadikan kabilah-kabilah Arab sebagai
salah satu sumber rujukan penetapan kaidah bahasa Arab, terutama pada syair-syair jahili, dan
islami (al-Makhjumi 1958: 334).
6. Syair Arab
Ulama mazhab Kufah menjadikan syair Arab sebagai sumber dalam menetapkan kaidah bahasa
Arab. Menurut Najmudin (2008: 8) di dalam buku al-Farra Mani al-Quran terdapat 926 bait
puisi, mulai dari puisi Jhili, Islmi, dan Umwi.

Pemaparan di atas hanya sedikit pemaparan mengenai sumber yang dijadikan landasan oleh
para ulama mazhab Kufah, dalam pengkajian bahasa, mulai dari al-Quran, Hadis, Syair, Dialek
Arab, dan pendapat ualama mazhab Bashrah.

F. Kesimpulan
Setelah membahas sedikit tentang karakteristik mazhab Kufah, dapat disimpulkan bahwa;
1. Kufah mulai diduduki kaum muslimin pada masa pemerintahan Umar bin Khotob pada tahun lima
belas H. Perbedaan metode dalam mengkaji bahasa yang menjadi sebab mucul nya madrasah al-
Kufah. Mazhab Kufah teridiri atas lima generasi, meraka adalah al-Kasi, al-Rusi, al-Far, al-
Ahmar, dan Abu Laistsu.
2. Kajian ulama Kufah dalam bidang nahwu mencakut aspek, ilmu al-ashwt mengkaji struktur luar
bahasa lewat bunyi yang mencakup idgham, imalah dan lain-lain, binyatu al-kalimah bahasannya
mencakup masalah isytq,dan tashrf. Lalu kajian bahawa mencakup dua masalah, pertama pada
tataran mustolah fi al-nahwi, wa al-farqu fi uslihi
3. Studi bahasa yang dilakukanoleh madzhab Kufah di dalam mengkaji bahasa adalah al-riwyah,
qiys keduanya lebih fleksibel.
4. Sumber kajian mazhab Kufah adalah al-Quran, al-Hadist, pusisi, dialek badui, pendapat ulama
Bashrah, dan lain lain.

G. Saran
Setelah melakukan pembahasan tentang karakteristik madrosatu al-Kufah. Maka kajian ini
dikembangkan dan diterapkan baik di kalangan akademis, maupun masyarakat umum, sebagai
upaya pencapaian dan penambahan pengetahuan mengenai linguistic Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Hadi al-Fadlali. (1986). Markiz al-Dirst al-Nahwiyya. Maktaba


al-Mannaar, al-Urdun.
Afandi, A. (2009). Ibnu Jinni Menembus Sekat Mazhab Linguistik. Adbiyyat.8,
(1), 50-75.
Al-Bahnasaawi, H. (2004). Ilmu al-Ashwt. Qohirah: Maktabatu al-Tsaqofatu
al-Diniya.
Al-Makhjumi. (1958). Madrasatu al-Kufah wa manhajuha fi dirsati al-
lughah wa al-nahw. Al-Qohirah: Musatafa al-Halabi.
Al-Thantowi, A. (2005). Nasyaatu al-Nahwi wa Tarkhu Asyhuri al-Nhat.
Beirut: Alamu al-Kutub.
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chejne, A. (1996). The Arabic Language its Role in History, terjemah
Mahfudin. Jakarta: P2LPTK DEPDIKNAS.
Munajat, F. (2009). Nahwu Mazhab Kufah. [online].

Terlihat http://forumstudinahwu.blogspot.com/2009/05/nahwu-mazhab-kufah.html. (diakses


16 September 2012).

Najmudin, H. (2008). Perbandingan Metode Nahwu Al-Akhfasi dan Al-Farra


dalam Kitab Maani Al-Quran. Jurnal Bahasa dan Seni.140, (2),
93-104.
Shalah Rawwaiy. (2000) Al-Nahwu al-Arabiy; Nasyatuhu, tathawwuruhu,
Madaarisuhu, Rijaaluh., Daar Ghariib, al-Qaahira.
Syalabi, A. (2003). Sejarah Kebudayaan Islam Jilid III. Jakarta: Pustaka Al-
Husna Baru.
Tamam, H. (2000). Al-Ushl dirasatu epistymologi li al-tafkr al-alugowi inda

al-Arob. Qohirah : Alamu al-Kutub

Anda mungkin juga menyukai