Oleh :
Kelompok 4
1.2 Target
Target pengembangan produk cookies ubi jalar ini adalah pasien rawat inap dengan
gejala Diabetes Mellitus di Rumah Sakit X Kota Malang. Target merupakan pasien usia 20
tahun hingga 60 tahun.
1.6 Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh formulasi cookies ubi jalar terhadap nilai energi, mutu gizi
dan mutu organoleptik sebagai snack penderita diabetes mellitus.
Tujuan Khusus
a. Menganalisis energi cookies formulasi ubi jalar.
b. Menganalisis mutu gizi cookies formulasi tepung ubi jalar yaitu kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat.
c. Menganalisis mutu organoleptik cookies formulasi ubi jalar yaitu warna, rasa,
aroma dan tekstur.
d. Mengetahui taraf perlakuan terbaik dalam pembuatan cookies formulasi tepung ubi
jalar sebagai snack diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Prevalensi
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka
kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi
kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita
diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.
2.1.3 Patogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
2.1.4 Patofisologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.
Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi
akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak
terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2.
Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan
kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
2.1.7 Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah
2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan
yang menurun cepat.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya
resiko DM (usia> 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat
abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida
≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar.
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
danprotein 10-15%.Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body
Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
IMT = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑀)𝑋 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE).Training sesuai dengan kemampuan pasien.Sebagai contoh
adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko
tinggi.Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.
2.1.11 Pencegahan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:
Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
dengan multimitra.Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah
menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi
untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))
c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut.Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya
telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan
jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko
merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit.
Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap.Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama
disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-
lain.
Pada formulasi awal ini hanya difokuskan pada jenis gula yang digunakan
karena penderita diabetes tidak dapat menggunakan gula sukrosa. Penambahan gula ini
dimaksudkan untuk memberi rasa manis. Gula berfungsi lain sebagai pembentuk tekstur
(pelembut), pemberi warna, serta pengontrol penyebaran cookies karena gula dapat
menurunkan Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet (Gebrina,
2016). Pada formula dasar masih menggunakan gula jenis sukrosa (gula pasir) sedangkan
formula 1, 2, 3 menggunakan gula jenis pemanis sintetis sukralosa.
Gula pasir merupakan salah satu karbohidrat sederhana yang di dalam tubuh
dengan cepat diubah menjadi energi karena gula pasir mengandung jenis gula disakarida
yaitu sukrosa, sehingga dapat menjadi gula darah dengan sangat cepat dan akan menjadi
tidak sehat bila dikonsumsi secara berlebih terutama bagi penderita diabetes, sedangkan
sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai
sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan.
Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan GRAS sehingga sukralosa
sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.
Selain itu menurut BPOM RI (2008) sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar
600 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori. Penambahan putih telur dan
pengurangan kuning telur dimaksudkan agar tekstur produk menjadi lebih padat dan tidak
mudah hancur. Setelah dilakukan penentuan alternatif-alternatif formula, kemudian
dilakukan uji hedonik untuk menentukan formula mana yang paling disukai oleh
konsumen (Gebrina, 2016).
Tabel Penentuan Proporsi Bahan, Komposisi Energi dan Zat Gizi masing – masing Taraf
Perlakuan Pada Formulasi Prototipe I
a. Formulasi P0
Desain Produk Energi Protein Lemak Karbohidrat
1100 10-20% 20-25% 45-65%
Bahan Berat (g)
E P L KH
Tepung ubi jalar putih 80 98,4 0,7 0,56 22,3
Tepung terigu 20 66,6 1,8 0,2 15,44
Pemanis 40 (sukrosa) 147,6 0,0 0,0 37,6
Susu skim 13 46,67 4,63 0,13 6,76
Kuning telur 16 56,8 2,6 5,1 0,112
Putih telur 20 10 2,16 0 0,16
Mentega 50 371 0,25 40,8 0,7
Margarin 25 180 0,15 20,25 0,1
Vanili 0,3 0,86 0,00018 0,00018 0,03795
Soda Kue 0,5 0 0 0 0
Air 5 0 0 0 0
Jumlah 977,93 12,29 67,04 83,23
b. Formulasi P1
Formulasi cookies ubi jalar putih dalam taraf perlakuan 1 (P1)
Desain Produk Energi Protein Lemak Karbohidrat
1100 10-20% 20-25% 45-65%
Bahan Berat (g)
E P L KH
Tepung ubi jalar putih 80 98,4 0,7 0,56 22,3
Tepung terigu 20 66,6 1,8 0,2 15,44
Pemanis 8 0 0 0 0
Susu skim 13 46,67 4,63 0,13 6,76
Kuning telur 13 46,15 2,119 4,147 0,091
Putih telur 20 10 2,16 0 0,16
Mentega 50 371 0,25 40,8 0,7
Margarin 25 180 0,15 20,25 0,1
Vanili 0,3 0,86 0,00018 0,00018 0,03795
Soda Kue 0,5 0 0 0 0
Air 5 0 0 0 0
Jumlah 819,68 11,809 66,087 45,6
c. Formulasi P2
Formulasi cookies ubi jalar putih dalam taraf perlakuan 2 (P2)
Desain Produk Energi Protein Lemak Karbohidrat
1100 10-20% 20-25% 45-65%
Bahan Berat (g)
E P L KH
Tepung ubi jalar putih 80 98,4 0,7 0,56 22,3
Tepung terigu 20 66,6 1,8 0,2 15,44
Pemanis 10 0 0 0 0
Susu skim 13 46,67 4,63 0,13 6,76
Kuning telur 13 46,15 2,119 4,147 0,091
Putih telur 20 10 2,16 0 0,16
Mentega 50 371 0,25 40,8 0,7
Margarin 25 180 0,15 20,25 0,1
Vanili 0,3 0,86 0,00018 0,00018 0,03795
Soda Kue 0,5 0 0 0 0
Air 5 0 0 0 0
Jumlah 819,68 11,809 66,087 45,61
d. Formulasi P3
Formulasi cookies ubi jalar putih dalam taraf perlakuan 3 (P3)
Desain Produk Energi Protein Lemak Karbohidrat
1100 10-20% 20-25% 45-65%
Bahan Berat (g)
E P L KH
Tepung ubi jalar putih 80 98,4 0,7 0,56 22,3
Tepung terigu 20 66,6 1,8 0,2 15,44
Pemanis 12 0 0 0 0
Susu skim 13 46,67 4,63 0,13 6,76
Kuning telur 13 46,15 2,119 4,147 0,091
Putih telur 20 10 2,16 0 0,16
Mentega 50 371 0,25 40,8 0,7
Margarin 25 180 0,15 20,25 0,1
Vanili 0,3 0,86 0,00018 0,00018 0,03795
Soda Kue 0,5 0 0 0 0
Air 5 0 0 0 0
Jumlah 819,68 11,8 66,087 45,61
𝑆𝐴𝐴 × 𝑀𝐶
𝑁𝑃𝑈 =
100
72,9% × 1075
𝑁𝑃𝑈 =
100
𝑁𝑃𝑈 = 7,8
Minyak
kanola, gula,
garam
Penpemanggangan di oven
120-130℃ 1 jam
pendinginan
Pengemasan
Cookies ubi
jalan
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Pedoman Pelabelan Produk Pangan.
[Internet]. http://www.bpom.go.id.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1992.Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI No. 01-2973-1992.
Jakarta (ID): BSN.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 1993. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta (ID) :
Kemenkes.
Adriani K. 2019. Ketahui Cara Mencegah Diabetes yang Tepat disini.
https://www.alodokter.com/ketahui-cara-mencegah-diabetes-yang-tepat-di-sini. diakses
pada 3 Agustus 2020.
Almatsier S. 2004. Penuntun Diet (Edisi Baru). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita. 2007. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Ambarsari, Indrie., Sarjana., Abdul Choliq. 2009. Rekomendasi Dalam Penetapan Standar
Mutu Tepung Ubi Jalar. Balai Pengkajian Tegnologi Pertanian (BPTP) : Jawa Tengah
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Cookies SNI 01-2973-1992. Jakarta (ID): BSN.
Badan Standardisasi Nasional.1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI No. 01- 2973-1992.
Jakarta (ID): BSN.
Faidah NN dan Estiasih T. 2009. Aplikasi bubuk pewarna berantioksidan dari limbah teh untuk
biscuit hipoglikemik substitusi tepung suweg. J Teknol Pert. 10(3).
Friska T. 2002. Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L.), sawi (Brassica juicea L.)
dan wortel (Daucus carota L.) pada pembuatan crackers tinggiserat makanan
[skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gebrina AD. 2016. Pengembangan Produk Cemilan Sehat Cookie Ubi Jalar
(Coobie).https://repository.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/83286 diakses pada 1
Agustus 2020
Gebrina, A.D. 2016. Pengembangan Produk Camilan Sehat Cookies Ubi Jalar (Coobie)
.skripsi. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor.
Herawati H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai pangan fungsional.
J Litbang Pert. 30(1): 31-39.
Herti I. 2016. Pengembangan pasar produk olahan ubi jalar dengan metode Human centered
design [skripsi]. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor.
Jenkins D, Kendall, Vuksan, Faulkner, Augustin, Mitchell, Ireland, Srichaikul, Miirahimi A,
Chiavaroli L, Meija SB, Nishi S, Pudaruth, Patel S, Bashyam B, Vidgen E, Souza R,
Sievenipiper, Coveney, dan Josse RG. 2014. Effect of lowering the glycemic load with
canola oil on glycemic control and cardiovascular risk factors: a randomized controlled
trial. Diabetes Care J. 37:1806–1814
Kemenkes RI. 2014. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Data%20Riskesdas%202013.pdf diakses
pada 2 Agustus 2020.
Kementrian Kesehatan. 1993. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta (ID) : Kemenkes.
Kementrian Kesehatan. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan no 75tentang Angka kecukupan
Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID) : Kemenkes.
Koswara. 2010. Kacang-Kacangan Sumber Serat Kaya Gizi. [Internet]
http://ebookpangan.com
Rianti AW. 2008. Kajian formulasi cookies ubijalar (Ipomoea batatas L.) dengan karakteristik
tekstur menyerupai cookies keladi [skripsi]. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor
Setyaningsih D, Apriyanto A, dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan
Agro. Bogor (ID): IPB Pr.
Swari RC. 2020. Penyebab Diabetes Paling Umum, dari Faktor Genetik hingga Kebiasaaan
Sehari-hari.https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/diabetes-kencing-manis/berbagai-
penyebab-diabetes-melitus/#gref diakses pada 2 Agustus 2020
Winarno.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.