Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KELOR (MORINGA

OLEIFERA) DALAM FORMULASI PEMBUATAN MAKANAN


TAMBAHAN (COOKIES) PADA STATUS GIZI BALITA
GIZI KURANG

DISUSUN OLEH :

NURQAULAN KARIMA GUSTARI


NIM : P05130218034

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES


KEMENKES BENGKULU PRODI SARJANA TERAPAN
DAN DIETETIKA GIZI
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat Yang Diajukan Untuk menyelesaikan
pembuatan Proposal Penelitian Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Dalam Formulasi Pembuatan Makanan Tambahan
(Cookies) Pada Status Gizi Balita Gizi Kurang untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodelogi Penelitian.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan
dari makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih dosen pembimbing mata
kuliah dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam pembuatan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai usaha kita semua.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4


1.1 Latar Belakang .................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 7
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 8

2.1 Pengertian Gizi Kurang ........................................................ 8


2.2 Penyebab Gizi Kurang ......................................................... 9
2.3 Manfaat Daun Kelor............................................................. 10
2.4 Kerangka Teori..................................................................... 13
2.5 Kerangka Konsep ................................................................. 13

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 14

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................... 14


3.2 Populasi dan Sampel ............................................................ 14
3.3 Prosedur Pembuatan Cookies............................................... 15
3.4 Definisi Operasional............................................................. 16
3.5 Hipotesis............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan


persoalan yang dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan
kependudukan dunia. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi salah satu
butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum
Development Goals (MDGs). Setiap Negara secara bertahap harus mampu
menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga
mencapai 15 persen pada tahun 2015 (Saputra & Nurrizka, 2012).
Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan
utama dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan
kompleksitas kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia
dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk. Walaupun proses
pembangunan di Indonesia telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi
dilihat dari kecenderungan data statistik, masih banyak persoalan yang
perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi kurang
(Saputra & Nurrizka, 2012).
Status gizi balita merupakan cerminan dari status gizi masyarakat
(Dewan Pertahanan Pangan, 2015). Menurut (Kemenkes, 2015) masalah
gizi akan timbul jika antara asupan zat gizi yang dikonsumsi dengan
kebutuhan gizi tidak sesuai. Masalah gizi yang biasa timbul antara lain gizi
kurang dan gizi buruk. Gizi kurang terjadi jika asupan zat gizi lebih rendah
dibanding yang dibutuhkan, sedangkan gizi buruk terjadi jika asupan zat
gizi semakin rendah. Usia dibawah lima tahun merupakan tahapan
perkembangan yang rentan terhadap penyakit yang disebabkan karena
kekurangan maupun kelebihan nutrisi (Rahayu et al., 2018).
Prevalensi gizi kurang di dunia 14,9% dan regional dengan
prevalensi tertinggi adalah Asia Tenggara sebesar 27,3%. Berdasarkan

4
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi underweight (berat-kurang) secara rasional pada balita adalah
sebesar 17.7% yang terdiri dari 3.9% gizi buruk dan 13.8% balita yang
mengalami gizi kurang. Prevalensi tersebut menurun jika dibandingkan
dengan prevalensi underweight pada tahun 2013 yaitu sebesar 19.6%
(Kemekes RI Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018).
Prevalensi balita gizi kurang di Provinsi Bengkulu sebesar 10,39%,
pendek 18,20%, dan kurus 4,7%. Masalah kurang gizi di Kota Bengkulu
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensi balita
gizi kurang sebesar 7,50%, pendek 11,93%, dan kurus 3,73% (Kemekes RI
Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018).
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
ataub lebih zat gizi esensial (Susetyowati, 2016). Akibat kurang gizi
terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses –
proses (Almatsier, 2013) :
a. Pertumbuhan
b. Produksi tenaga
c. Pertahanan tubuh
d. Struktur dan fungsi otak
e. Perilaku
Penggunaan kelor sebagai suplemen gizi makin meluas, terbukti
dengan makin banyaknya laporan penggunaannya di berbagai tempat
baik pada hewan coba ataupun manusia. Pada ibu hamil, pemberian tepung
daun kelor dapat menyembuhkan anemia setelah pemberian enam minggu,
serta dari 320 ibu hamil hanya 10 orang (0,076%) yang lahir dengan
BBLR termasuk 8 diantaranya kembar. Srikhant, juga melaporkan bahwa
penanganan malnutrisi dapat dilakukan dengan pemberian kelor sebagai
sumber diet tambahan, karena daun kelor memiliki kandungan protein
lengkap (mengandung 9 asam aminoesensial), kalsium, zat besi, kalium,

5
magnesium, zink dan vitamin A,C,E serta B yang memiliki peran besar
pada sistem imun (Irwan et al., 2020).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Zakaria pada tahun 2017,
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada anak balita
setelah intervensi tepung daun kelor. Selain itu Penelitian lain pada ibu
menyusui juga memperlihatkan peningkatan produksi air susu. Daun kelor
merupakan bahan makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI ibu.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor
dapat meningkatkan produksi air susu induk tikus secara signifikan.
Pemberian dosis mulai 42 mg/kg BB secara signifikan dapat membuat
sekresi air susu tikus putih meningkat dan berat badan anak tikus
meningkat seiring dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Nicole et al
melakukan studi tentang pemberian tepung daun kelor secara acak
terhadap dua kelompok ibu menyusui yang memiliki bayi 3 – 4 bulan yang
masing-masing diberikan tepungdaun kelor dan tablet besi/asam folat
(kontrol), setelah 3 bulan terapi, rata-rata kadar konsentrasi Hb meningkat
secara signifikan baik kelompok perlakuan maupun kontrol, meskipun
kadar ferritin plasma tidak signifikan pada kelompok yang mendapat
tepung kelor. Hasil penelitian lain yaitu rata-rata volume ASI
meningkatkan secara nyata pada kedua kelompok sebelum dan sesudah
intervensi. Kelompok ekstrak kelor meningkat sebesar 263,1±40,8 ml
(66,2%) dan kelompok tepung kelor meningkat sebesar 151,4±9,4 ml
(33,7%) (Irwan et al., 2020).

1.2 Rumusan Masalah

Adakah Pengaruh Pemberian Cookies Dengan Penambahan Tepung


Daun Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Status Gizi Balita Gizi Kurang

6
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui Pengaruh Pemberian Cookies Dengan
Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap
Kenaikan Berat Badan Balita Gizi Kurang

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Menilai kenaikan berat badan balita yang gizi kurang sebelum
dan sesudah pemberian cookies dengan penambahan tepung
daun kelor (Moringa Oleifera)
b. Menganalisis pengaruh pemberian cookies dengan penambahan
tepung daun kelor (Moringa Oleifera) terhadap kenaikan berat
badan balita yang gizi kurang
c. Melakukan uji organoleptic terhadap produk yang dihasilkan

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan manfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dalam penelitian di bidang pangan fungsional.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan
bagi masyarakat sehingga dapat membuat produk tersebut sebagai
makanan fungsional untuk menambah asupan balita gizi kurang.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan informasi penelitian ilmiah mengenai hasil pengaruh
pemberian cookies dengan penambahan tepung daun kelor terhadap
balita gizi kurang.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Gizi kurang


Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan
bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh. Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan
pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran
antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya
(Alamsyah et al., 2017).
Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB)
sesuai Tinggi Badan (TB) merupakan salah satu pengukuran antropometik
yang baik dengan mengadopsi acuan havard dan WHO-NCHS (World
Health Organizatio–National Center For Health Statistics) (Alamsyah et
al., 2017).
Gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5
tahun. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Anak balita usia 12-59 bulan merupakan
kelompok umur yang rawan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Pada
usia ini kebutuhan mereka meningkat, sedangkan mereka tidak bisa
meminta dan mencari makan sendiri dan seringkali pada usia ini tidak lagi
diperhatikan dan pengurusannya diserahkan kepada orang lain sehingga
risiko gizi buruk akan semakin besar. Anak yang gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit
infeksi (Alamsyah et al., 2017).
Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak balita
(12-59 bulan) adalah mengalami kekurangan energy protein, anemia gizi
besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vitamin A.
Kekurangan sumber dari empat diatas pada anak balita dapat menghambat

8
pertumbuhan, mengurangi daya taha tubuh sehingga rentan terhadap
penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan, penurunan
kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting,
kebutaan serta kematian pada anak balita (Alamsyah et al., 2017).

1.2 Penyebab Gizi Kurang


Persoalan gizi kurang dan gizi buruk pada balita dapat disebabkan
sikap atau perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan
yang tidak benar. Pemilahan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan
yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat
menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita,
sehingga zat-zat gizi dalam kualitas dan kuantitas tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh (Alamsyah et al., 2017).
Faktor penyebab gizi buruk dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi
buruk meliputi kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi
dan menderita penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung gizi
buruk yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, kemiskinan, pola asuh
yang kurang memadai dan pendidikan yang rendah (Oktavia et al., 2017).
Faktor konsumsi makanan merupakan penyebab langsung dari
kejadian gizi buruk pada balita. Hal ini disebabkan karena konsumsi
makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang
memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih
dan aman sehingga akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan
dan perkembangan balita (Oktavia et al., 2017).
Faktor penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit
menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernapasan akut (ISPA).
Faktor kemiskinan sering disebut sebagai akar dari kekurangan gizi, yang
mana factor ini erat kaitannya terhadap daya beli pangan di rumah tangga
sehingga berdampak terhadap pemenuhan zat gizi (Oktavia et al., 2017).

9
Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan
bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena
kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan
gangguan gizi saat balita. Faktor pendidikan Ibu erat kaitannya dengan
pengetahuan Ibu mengenai gizi sehingga akan berakibat terhadap
buruknya pola asuh balita (Oktavia et al., 2017).

1.3 Manfaat Daun Kelor


Optimalisasi penanganan masalah gizi pada anak balita dapat
dilakukan melalui diversifikasi pengembangan formula makanant ambahan
dengan mempertimbangkan aspek gizi, manfaat kesehatan, daya terima,
daya tahan serta keunggulan sumber daya pangan local. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan produk pangan
menjadi suplemen. Pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang baik
adalah daun kelor (Moringa Oleifera). Kelor mengandung unsur multi zat
gizi mikro yang sangat dibutuhkan khususnya pada ibu hamil dan anak
balita.
Manfaat dan khasiat tanaman kelor (Moringa Oleifera) terdapat
pada semua bangian anaman baik daun, batang, akar maupun biji.
Kandungan nutrisi yang cukup tinggi menjadikan kelor memiliki sifat
fungsional bagi kesehatan serta mengatasi kekurangan nutrisi. Oleh
karena kelor disebut Miracle Tree dan Mother’s Best Friend. Selain itu
kelor berpotensi sebagai bahan baku dalam industry kosmetik, obat-obatan
dan perbaikan lingkungan yang terkait dengan cemarandankualitas air
bersih. Senyawa bioaktif dalam kelor menyebakan kelor memiliki sifat
farmakologis. Selain itu telah diidentifikasi bahwa daun kelor mengandung
antioksidan tinggi serta antimikrobia. Hal ini menyebabkan kelor dapat
berfungsi sebagai pengawet alami dan memperpanjang masa simpan
olahan berbahan baku daging yang disimpan pada suhu 40°C tanpa terjadi
perubahan warna selama penyimpanan (Irwan et al., 2020).

10
(Krisnadi, 2010) Tanaman kelor (Moringa Oleifera) adalah salah
satu tanaman yang paling luar biasa yang pernah ditemukan, dimana kelor
secara ilmiah merupakan sumber gizi berkhasiat obat yang kandungannya
diluar kebiasaan kandungan tanaman pada umumnya, sehingga kelor
diyakini memiliki potensi untuk mengakhiri kekurangan gizi, kelaparan,
serta mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit
Daun kelor memiliki potensi sumber utama beberapa zat gizi dan
elemen therapeutic, termasuk antibiotik, dan memacu sistem imun. Daun
kelor memiliki kandungan protein, vitamin dan mineral tinggi yang
memiliki potensi terapi dan makanan tambahan untuk anak-anak yang
kekurangan gizi.
Penambahan daun kelor pada makanan harian anak-anak mampu
melakukan recovery secara cepat karena mengandung 40 zat gizi esensial
(Fuglie at all, dalam Zakaria, dkk, 2013).
Di dalam daun kelor kering per 100 gram mengandung air 7,5%,
kalori 205 gram, karbohidrat 38,2 gram, protein 27,1 gram, lemak 2,3
gram, serat 19,2 gram, kalsium 2003 mg, magnesium 368 mg, fosfor 204
mg, tembaga 0,6 mg, besi 28,2 mg, sulfur 870 mg, dan potassium 1324 mg
(Haryadi, 2011).
Terdapat banyak penelitian mengatakan bahwa suplementasi dapat
meningkatkan perkembangan kognitif anak. Salah satu upaya yang
ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan balita
diantaranya dengan meningkatkan kualitas makanan pendamping ASI
dengan memanfaatkan bahan local seperti daun kelor (Rahayu et al.,
2018).
Berdasarkan penelitian, daun kelor ternyata mengandung banyak zat
gizi yang penting bagi tumbuh kembang anak seperti vitamin A, protein
dan kalsium. Kandungan ekstrak daun kelor lebih tinggi dari pada daun
kelor basah (Nnam, 2009). (Rahayu et al., 2018).
Susanto (2011), berhasil membuktikan peningkatan kadar albumin
tikus wistar kurang energy protein (KEP) dengan memberikan Tepung

11
Daun Kelor (Moringa oleifera) Viretas NTT. Selanjutnya Zakaria dan
Abdullah Tamrin (2012) membuktikan bahwa tepung daun kelor viritas
Sulawesi Selatan kaya akan kandungan gizi protein, beta karoten, kalsium,
besi dan magnesium, penambahan tepung daun kelor 2-3 g pada makanan
sehari-hari anak balita gizi kurang menunjukkan kenaikan berat badannya
lebih tinggi dibanding dengan balita yang mendapat tambahan telur 1 biji
perhari pada akhir intevensi (Rahayu et al., 2018).
Pemberian ekstra daun kelor akan menyababkan nafsu balita
meningkat dan pemenuhan gizi balita lebih terpenuhi karena kandungan
didalam ektrak daun kelor itu sendiri yang banyak mengandung gizi yang
dibutuhkan balita untuk pertumbuhan dan perkembangan (Rahayu et al.,
2018).
Penelitian lain yang dilakukan di Senegal oleh Joshi (2010),
menyimpulkan bahwa bubuk daun kelor memiliki efek yang positif
terhadap pencegahan dan penanggulangan malnutrisi pada bayi, ibu hamil
dan ibu menyusui. Malnutrisi memang sudah menjadi masalah utama di
Senegal, dengan kejadian malnutrisi 600 pada bayi setiap tahunnya.
Selama studi dilakukan, semua petugas kesehatan dan ibu mengikuti
pelatihan tentang penggunaan bubuk daun kelor ini pada makanan sehari-
hari. Dengan kandungan vitamin A, kalsium, protein dan zinc yang
banyak, tentu saja kegiatan tersebut terbukti dapat meningkatkan berat
badan dan tinggi badan balita (Rahayu et al., 2018).
Menurut Jonni M.S, dkk, (2008) daun kelor memiliki potensi sumber
utama beberapa zat gizi dan elemen therapeutic, termasuk antibiotik, dan
memacu system imun. Daun kelor memiliki kandungan protein, vitamin
dan mineral yang memiliki potensi terapi dan makanan tambahan untuk
anak-anak kekurangan gizi dengan penambahan kelor pada makanan
harian anak-anak. Konsumsi daun kelor merupakan salah satu alternatif
untuk menanggulangi kasus kekurangan gizi di Indonesia, selain vitamin
C, kandungan gizi tersebut akan mengalami peningkatan kuantitas apabila
daun kelor dikonsumsi setelah dikeringkan dan dijadikan serbuk (tepung).

12
Atas dasar permasalahan tersebut, agar penyajian lebih praktis, maka
pemanfaatan tepung daun kelor ini akan dibuat dalam bentuk Cookies
yang telah diformulasi dengan bahan makanan lainnya yang telah umum
digunakan dalam program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) (Rahayu
et al., 2018).
Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang diminati
masyarakat. Cookies dikenal oleh banyak orang, baik anak-anak, usia
remaja maupun dewasa, yang tinggal di daerah pedesaan maupun
perkotaan. Tekstur cookies mempunyai tekstur yang renyah dan tidak
mudah hancur seperti dengan kue-kue kering pada umumnya (Irwan et al.,
2020) (Rahayu et al., 2018).

1.4 Kerangka Teori

STATUS GIZI

ASUPAN ZAT GIZI INFEKSI DAN


PENYAKIT

PEMBERIAN
COOKIES
DAUN
KELOR

1.5 Kerangka Konsep

Pemberian Cookies dengan


penambahan tepung daun kelor

Kenaikan BB Kenaikan BB
Sebelum Sesudah

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah Kuasi Eksperimen (rancangan eksperimen
semu) dengan desain One Group Pre test and Post test, yang dapat
digambarkan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :
E : O1 Xa O2

Keterangan :
E = Sampel
Xa = Pemberian cookies dengan penambahan tepung daun kelor selama 3
minggu

O1 = Penilaian terhadap kenaikan bb balita sebelum perlakuan


O2 = Penilaian terhadap kenaikan bb balita sesudah perlakuan

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh balita.
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah balita berumur 12-59 bulan yang berat
badannya kurang menurut umur hasil penimbangan.
3.2.3 Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu atau orang
terdekat yang mengasuh balita yang telah ditetapkan sebagai
sampel.

14
3.3 Prosedur Pembuatan Cookies
Tahap I. Prosedur Pembuatan Tepung Daun Kelor

Bersihkan dan cuci daun kelor yang masih segar dengan


air mengalir

Letakkan di atas nampan, jemur selama beberapa hari / di


oven dengan suhu 50 derajat C

Blender daun kelor yang telah kering

Tepung Daun Kelor

Tahap II. Pembuatan Cookies Daun Kelor


a. Percobaan pembuatan cookies dengan penambahan tepung daun
kelor yaitu sebanyak 5 gr.
b. Bahan Cookies daun Kelor
No. Bahan Jumlah
1. Tepung Terigu 100 gr
2. Tepung Gula 60 gr
3. Tepung Susu 30 gr
4. Tepung Daun Kelor Kering 5 gr
5. Tepung Cokelat 15 gr
6. Margarine 35 gr
7. Telur Ayam 1 butir
8. Choco Chip Secukupnya
9. Vanili Secukupnya

c. Cara membuat Cookies


1. Masukkan margarin, tepung gula dan vanili mixer hingga
tercampur merata.
2. Kemudian tambahkan telur dan mixer lagi.

15
3. Lalu campurkan tepung cokelat, tepung susu, tepung daun
kelor mixer kembali hingga merata.
4. Lalu campurkan tepung terigu mixer kembali hingga adonan
menjadi kalis.
5. Adonan yang sudah kalis tersebut kemudian ditimbang dengan
berat 16 gr dan dibentuk menjadi bulat.
6. Dicetak
7. Kemudian di panggang di oven dengan suhu 1800C sampai
matang.

3.4 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Skal
. a
1. Kenaikan Kenaikan bb adalah bertambahnya Rasi
BB o
berat badan balita setelah diberikan
cookies dengan penambahan tepung
daun kelor.

2. Cookies Kue atau snack yang diolah dari


dengan bahan dasar tepung terigu, tepung
penambaha susu, tepung gula, tepung cokelat,
n tepung margarin, telur ayam, vanili, choco
daun kelor chips dan ditambah tepung daun
kelor sebanyak 5% dari tepung
terigu, diberikan pada balita
sebanyak 6 keping (96 gr), selama 21
hari.

3.5 Hipotesis
Ha = Ada perbedaan kenaikan bb balita gizi kurang yang diintervensi
cookies dengan penambahan tepung daun kelor .

16
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D., Mexitalia, M., Margawati, A., Hadisaputro, S., Setyawan, H., Ilmu,
F., Universitas, K., Pontianak, M., Kedokteran, F., Diponegoro, U.,
Kesehatan, P., Kesehatan, F., & Universitas, M. (2017). Gizi9. 2(1), 1–8.
Irwan, Z., Salim, A., & Adam, A. (2020). PEMBERIAN COOKIES TEPUNG
DAUN DAN BIJI KELOR TERHADAP PUSKESMAS TAMPA PADANG
( Giving cookies of Moringa leaf flour and Moringa seed flour towards
weight and nutritional status of children in the Tampa Padang public health
center ). Aceh Nutrition Journal, 5(1), 45–54. https://doi.org/10.30867
Kemekes RI Badan Penelitian dan Pengembangan. (2018). Hasil Utama Riset
Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf
Oktavia, S., Widajanti, L., & Aruben, R. (2017). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk Pada Balita Di Kota Semarang
Tahun 2017 (Studi Di Rumah Pemulihan Gizi Banyumanik Kota Semarang).
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(3), 186–192.
Rahayu, T. B., Anna, Y., & Nurindahsari, W. (2018). Peningkatan Status Gizi
Balita Melalui Pemberian Daun Kelor (Moringa Oleifera). Jurnal Kesehatan
Madani Medika, 9(2), 87–91. https://doi.org/10.36569/jmm.v9i2.14
Saputra, W., & Nurrizka, R. H. (2012). Faktor Demografi dan Risiko Gizi Buruk
dan Gizi Kurang. Makara Kesehatan, 16(2), 95–101.

17

Anda mungkin juga menyukai