Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KELAINAN HEMOGLOBIN

Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hematologi I


Pada Proses Belajar Mengajar Semester III
Jurusan Teknologi Laboratorium Medik Ambon

Disusun Oleh :

KELOMPOK III :
1. Alvito tahapary 14. Asmawati hitimala
2. Arni rukua 15. Dewi kaimudin
3. Dewi keiya 16. Halima paniti
4. Hatija alatas 17. Julita D. W. tuatubun
5. Julianti Leuwol 18. Maimunasti samal
6. Melinda Andriani 19. Novenda Y. matakena
7. Nur ainun. F. Basso 20. Nurul isnania lestaluhu
8. Patrecia Bulohroy 21. Resti idris
9. Risna buton 22. Sahril R. tidore
10. Siti varih. S.Pelapory 23. Shareen maatitawaer
11. Tiwi 24. Sry wahyuni lakuanine
12. Yesli Latul 25. Thalia sapeno
13. Aldianyah Sewahki 26. Yanti lambusango

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
AMBON
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, karunia

terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini dengan baik.Tanpa adanya kesempatan, mustahil penulis dapat

menyelesaikan penulisan makalah ini secara tuntas, walaupun masih banyak terdapat

kekurangan dalam Tugas kelompok mengenai tentang “ KELAINAN HEMAGLOBIN

” dan guna menambah nilai.

Selama proses penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan

dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam

penulisan makalah ini. Untuk itu dari hati yang paling dalam penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah

ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam

penyusunan makalah ini, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penyusun dalam segi

pengetahuan, tenaga, materi, maupun waktu. Oleh karena itu, saran, kritikan, dan

sebagainya yang bersifat membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan

makalah ini.

Ambon , 24 Oktober 2020

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian hemoglobin............................................................................ 3
B. Kondisi yang menyebabkan tubuh kekurangan hemoglobin .................. 3
a. Produksi Hb menurun ....................................................................... 4
b. Kelainan pada hemoglobin................................................................ 8
C. Cara mengatasi kekurangan hemoglobin ................................................ 33
a. Meningkatkan asupan zat besi, vitamin B12, dan folat .................... 34
b. Terapi eritropoietin............................................................................ 35
c. Transfuse darah ................................................................................. 35
d. Terapi sel punca ................................................................................ 36

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 37

A. Kesimpulan ............................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua mahkluk hidup yang

berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan

oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan

juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang

berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal

dari bahasa Yunani haima yang berarti darah.

Hemoglobin merupakan komponen dalam sel darah merah yang

berperan penting untuk mengikat oksigen dalam darah. Ketika tubuh

kekurangan hemoglobin, maka akan terjadi anemia yang dapat menimbulkan

sejumlah keluhan dan gangguan kesehatan.

Hemoglobin merupakan metaloprotein (protein yang mengandung zat

besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai

pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh,

pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon

dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh.

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme,

suatu molekul organik dengan satu atom besi.

Nilai ambang batas nasional kadar hemoglobin (Hb) pada perempuan

dewasa 12,0 gr/dl dan laki-laki 13,0 gr/dl. Penurunan kadar hemoglobin dapat

1
2

mengakibatkan gejala anemia berupa badan lemah, lelah, kurang energi,

kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, menurunkan fisik olahraga

serta tingkat kebugaran, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina

tubuh menurun, dan pandangan kabur, wajah, selaput lendir kelopak mata,

bibir, dan kuku penderita tampak pucat.

B. Rumusan Masalah

“ Apa kelainan yang dapat terjadi pada hemoglobin didalam tubuh jika kadar

hemoglobin tidak normal “

C. Tujuan

Untuk mengetahui kelainan-kelainan hemoglobin

2
3

BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) merupakan protein zat besi yang terkandung dalam sel

darah merah. Oksigen yang memasuki paru-paru menempel pada hemoglobin

dalam darah, yang membawanya ke jaringan di dalam tubuh. Ketika seseorang

tidak memiliki jumlah hemoglobin yang cukup, otomatis tubuh akan kekurangan

oksigen yang semestinya dibutuhkan untuk berbagai fungsi.

Gambar 1. Hemoglobin beserta sel darah merah


(Sumber : health.kompas.com)

Agar dapat berfungsi dengan baik, kadar hemoglobin dalam darah harus

berada dalam kisaran normal. Kadar Hb normal untuk laki-laki dewasa adalah

14-18 g/dL (gram per desiliter). Sementara kadar Hb normal wanita dewasa

adalah 12-16 g/dL.

B. Kondisi yang Menyebabkan Tubuh Kekurangan Hemoglobin

Kekurangan hemoglobin dapat disebabkan oleh sejumlah

penyakit yang mengakibatkan kadar sel darah merah dalam tubuh

berkurang. Kondisi tersebut terjadi karena tiga hal, yakni:

3
4

1. Produksi Hb menurun

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan produksi

Hb dalam tubuh berkurang antara lain:

a) Anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi adalah satu jenis anemia yang

disebabkan kekurangan zat besi sehingga terjadi penurunan jumlah

sel darah merah yang sehat. Zat besi diperlukan tubuh untuk

menghasilkan komponen sel darah merah yang dikenal sebagai

hemoglobin.

Gambar 2. perbandingan sel darah normal dengan anemia defisiensi besi

(Sumber : sehatq.com)

Saat tubuh mengalami anemia defisiensi besi, maka sel

darah merah juga akan mengalami kekurangan pasokan

hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dalam sel darah

merah untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh.

b) Anemia aplastik.

Anemia aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh

ketidakmampuan sumsum tulang memproduksi sel darah baru

4
5

dalam jumlah yang cukup. Kondisi ini akan menyebabkan jumlah

salah satu atau semua jenis sel darah mengalami penurunan.

Gambar 3. perbandingan sel darah normal dan anemia aplastic

(Sumber : sehatq.com)

Anemia aplastik lebih sering terjadi pada orang dewasa

muda usia 20 tahun-an atau lansia. Beberapa gejala awal anemia

aplastik adalah lelah, pucat, sesak napas, dan pusing. Penderita

anemia aplastik juga mudah mengalami infeksi karena kekurangan

leukosit atau sel darah putih (leukopenia).

c) Kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sel darah

merah, seperti vitamin B12 atau asam folat.

Kondisi tubuh yang kekurangan sel darah merah disebut

juga dengan anemia. Tidak hanya membuat Anda gampang lemas

dan letih, pada kasus tertentu anemia juga menimbulkan gejala

seperti kulit tampak pucat, sakit kepala, tangan dan kaki dingin,

hingga sesak napas.

Terdapat banyak faktor yang memicu kurangnya sel darah

merah dalam tubuh. Faktor keturunan menjadi salah satu

5
6

penyebabnya. Jika orang tua Anda menderita anemia, maka Anda

juga berisiko memiliki kondisi yang serupa. Selain itu, usia juga

berpengaruh terhadap produksi sel darah merah. Orang dengan usia

lanjut semakin berisiko terkena anemia akibat kekurangan vitamin

B12 dan asam folat.

d) Gagal ginjal kronis atau kerusakan hati berat.

Gagal ginjal akut atau acute kidney injury adalah kondisi

ketika ginjal berhenti berfungsi secara tiba-tiba. Kondisi ini bisa

disebabkan oleh gangguan aliran darah ke ginjal, gangguan pada

ginjal, atau masalah sumbatan pada saluran urine.

Ginjal adalah organ yang memiliki fungsi utama untuk

menyaring limbah sisa metabolisme dari dalam darah dan

membuangnya melalui urine. Jika fungsi tersebut terhenti, limbah

yang seharusnya dibuang malah menumpuk di dalam tubuh.

e) Kanker darah.

Kanker darah atau blood cancer adalah kondisi ketika sel

darah yang menjadi abnormal atau ganas. Sebagian besar kanker

ini bermula di sumsum tulang tempat sel darah diproduksi.

Terdapat tiga jenis kanker darah, yaitu leukemia, limfoma, dan

multiple myeloma.

6
7

Gambar 4. sel kanker yang menyerang sel darah

(Sumber : gooddoctor.co.id)

Berbeda dengan kebanyakan kanker, sebagian besar kanker

darah tidak membentuk benjolan padat (tumor). Selain tidak

muncul benjolan, gejala kanker darah juga tidak spesifik dan

menyerupai gejala penyakit lain.

f) Hipotiroidisme.

Penyakit hipotirodisme adalah kelainan akibat kekurangan

hormon tiroid. Kelainan ini akan membuat penderitanya mudah

lelah dan sulit untuk berkonsentrasi.

Hipotirodisme atau hipotiroid lebih sering ditemui pada

wanita lanjut usia. Umumnya, penyakit ini menimbulkan gejala

yang tidak spesifik di tahap awal, misalnya kenaikan berat badan

atau mudah lelah yang dianggap biasa terjadi seiring pertambahan

usia. Namun seiring perkembangan penyakit, gejala tersebut akan

makin berat.

g) Efek samping obat-obatan tertentu, seperti obat kemoterapi dan

obat antiretroviral (ARV) untuk infeksi HIV

7
8

2. Kelainan pada hemoglobin

Beberapa kelainan dapat merusak hemoglobin lebih cepat

dibandingkan kemampuan tubuh dalam membuatnya. Kondisi kelainan

tersebut dapat berupa:

A. Porfiria.

Porfiria adalah sekelompok kelainan genetik yang timbul akibat

proses pembentukan heme yang tidak sempurna. Heme adalah bagian

penting dari protein di dalam sel darah merah, yang membawa oksigen

dari paru ke seluruh tubuh (hemoglobin). Heme dibentuk melalui

rangkaian proses kimia yang melibatkan banyak enzim. Jika salah satu

enzim yang dibutuhkan kurang, proses tersebut menjadi tidak

sempurna dan memicu penumpukan senyawa kimia yang disebut

porfirin, yang menjadi penyebab porfiria.

Porfiria dibagi menjadi 3 yaitu: porfiria akut, porfiria kulit, dan

porfiria campuran. Gejala yang ditampakkan oleh porfiria bervariasi,

tergantung kepada jenis enzim yang kurang saat terjadinya proses

pembentukan heme. Jenis enzim yang kurang juga akan menentukan

jenis porfiria yang dialami penderita.

- Gejala Porfiria

Gejala porfiria sangat beragam, tergantung kepada jenis,

tingkat keparahan, dan diri penderita itu sendiri. Gejala bahkan

8
9

sama sekali tidak muncul pada penderita yang mengalami mutasi

genetik penyebab porfiria.

a. Porfiria akut

Gejala porfiria akut umumnya terjadi pada sistem saraf,

serta dapat muncul seketika dan sangat parah. Gejala dapat

bertahan selama beberapa minggu dan meningkat secara

bertahap setelah serangan pertama. Ada 2 macam porfiria akut,

yaitu

1. Acute intermittent porphyria

2. Aminolevulinic acid dehydratase deficiency

porphyria (plumboporphyria).

Tanda dan gejala porfiria akut, antara lain:

1. Nyeri, kaku, lemah otot, kelumpuhan, serta kesemutan.

2. Sakit perut yang parah.

3. Nyeri di dada, punggung, atau tungkai.

4. Mual atau muntah.

5. Masalah dalam buang air kecil.

6. Urine berwarna merah atau cokelat.

7. Gangguan pernapasan.

8. Aritmia.

9. Diare.

10. Sembelit (konstipasi).

11. Tekanan darah tinggi (hipertensi).

9
10

12. Kejang.

13. Perubahan mental, seperti cemas, bingung, halusinasi,

atau ketakutan.

b. Porfiria kulit

Porfiria kulit menampakkan gejala di kulit akibat

sensitivitas terhadap sinar matahari, namun tidak memengaruhi

sistem saraf. Porfiria kulit dibagi menjadi 3 jenis,

yaitu porphyria cutanea tarda (PCT), erythropoietic

protoporphyria, dan penyakit Gunther

(congenital erythropoietic porphyria).

Gejala yang muncul pada porfiria kulit antara lain:

1) Sensasi terbakar pada kulit akibat terlalu sensitif pada sinar

matahari atau cahaya

2) Tumbuh rambut berlebih di area terdampak.

3) Kulit menjadi rapuh disertai perubahan warna kulit.

4) Gatal-gatal.

5) Kulit memerah (eritema) dan membengkak.

6) Urine berwarna cokelat atau merah.

7) Kulit melepuh, terutama pada wajah dan tangan.

c. Porfiria campuran

Jenis porfiria ini bisa menunjukkan gejala porfiria akut

dan porfiria kulit secara bersamaan, seperti sakit perut disertai

keluhan pada kulit, sistem saraf, serta masalah mental. Ada dua

10
11

jenis porfiria campuran, yaitu variegate

porphyria dan hereditary coproporphyria.

- Penyebab Porfiria

Porfiria disebabkan oleh proses pembentukan heme yang

tidak sempurna. Kondisi ini umumnya terjadi akibat faktor genetik,

atau dengan kata lain diwariskan dalam keluarga. Pada banyak

kasus, porfiria diturunkan hanya dari satu pihak orang tua (ayah

saja atau ibu saja).

- Faktor Risiko Porfiria

Selain disebabkan oleh faktor genetik, porfiria juga diduga

bisa dipicu oleh sejumlah faktor. Di antaranya adalah:

a. Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti phenobarbital,

antibiotik sulfonamida, pil KB, dan obat antikejang.

b. Diet atau puasa.

c. Merokok.

d. Konsumsi alkohol.

e. Penggunaan narkoba.

f. Penyakit tertentu, seperti hepatitis C dan HIV.

g. Infeksi.

h. Menstruasi.

i. Paparan sinar matahari.

j. Stres.

11
12

- Diagnosis Porfiria

Porfiria termasuk penyakit yang jarang terjadi dan gejalanya

mirip dengan penyakit lain. Selain menanyakan riwayat kesehatan

pasien, dokter akan menjalankan tes laboratorium guna

memastikan diagnosisnya.

Jenis pemeriksaan yang umumnya dijalani pasien adalah tes

darah, tes urine, serta pemeriksaan sampel tinja. Untuk memastikan

jenis porfiria, dokter akan melakukan pemeriksaan genetik.

- Pengobatan dan Pencegahan Porfiria

Pengobatan porfiria juga bisa berbeda-beda, tergantung kepada

jenis yang diderita dan tingkat keparahan gejala yang dialami pasien.

Pada porfiria akut, pengobatan bertujuan untuk meredakan

gejala dan mencegah komplikasi. Pengobatan meliputi:

a. Pemberian hemin (obat yang menyerupai heme) melalui

suntikan. Penyuntikan ini bertujuan untuk membatasi produksi

porfirin dalam tubuh.

b. Pemberian gula (glukosa), untuk menjaga kadar glukosa pada

tubuh pasien.

c. Penanganan di rumah sakit jika muncul gejala nyeri

hebat, dehidrasi, muntah, dan gangguan pernapasan.

Sedangkan, pengobatan pada porfiria kulit berfokus untuk

mengurangi paparan sinar matahari dan menurunkan kadar porforin

dalam tubuh pasien. Sejumlah langkah yang dilakukan adalah:

12
13

a) Rutin mengeluarkan sejumlah darah (flebotomi) untuk

menurunkan kadar zat besi dalam tubuh yang berdampak pada

pengurangan kadar porfirin.

b) Mengonsumsi obat malaria,

seperti hydroxychloroquine atau chloroquine, untuk menyerap

kelebihan porfirin lebih cepat. Tindakan ini umumnya hanya

dilakukan pada pasien yang tidak bisa melakukan flebotomi.

c) Mengonsumsi suplemen pengganti untuk mengatasi

kekurangan vitamin D karena kurang terpapar sinar matahari.

Beberapa hal di bawah ini bisa dilakukan untuk membantu

pengobatan dan sebagai pencegahan, antara lain:

1) Jangan menggunakan obat-obat yang diketahui menjadi

pemicu porfiria.

2) Hindari diet dan puasa yang membatasi asupan kalori

3) Jangan merokok, mengonsumsi alkohol, atau menggunakan

narkoba.

4) Hindari paparan sinar matahari yang berlebihan dengan

mengenakan pakaian yang melindungi kulit dan

mengoleskan krim tabir surya ke kulit.

5) Obati infeksi dan luka dengan tepat, serta kelola stres

dengan baik.

13
14

- Komplikasi Porfiria

Beberapa komplikasi yang mungkin muncul pada porfiria

tergantung kepada jenis porfiria yang dialami penderita, di antaranya:

1) Porfiria akut - dehidrasi, gangguan pernapasan, kejang,

dan tekanan darah tinggi. Dalam jangka panjang, porfiria

akut bisa menyebabkan gagal ginjal kronis dan gangguan

hati.

2) Porfiria kulit - kerusakan permanen pada kulit, infeksi

pada kulit yang melepuh, dan bekas luka. Selain itu, warna

dan tampilan kulit menjadi tidak normal setelah sembuh.

B. Splenomegali atau pembengkakan limpa.

Splenomegali adalah kondisi pembesaran pada organ limpa, yang

bisa disebabkan oleh sejumlah penyakit atau infeksi. Pada kondisi normal,

limpa hanya berukuran 11-20 cm, dengan berat hingga 500 gram. Namun

pada penderita splenomegali, ukuran limpa bisa lebih dari 20 cm, dengan

berat mencapai lebih dari 1 kg.

Organ ini memiliki sejumlah fungsi, seperti menyaring dan

menghancurkan sel darah yang rusak dari sel darah yang sehat,

menyimpan cadangan sel darah merah dan trombosit, serta mencegah

infeksi dengan menghasilkan sel darah putih yang menjadi pertahanan

pertama dari organisme penyebab penyakit. Splenomegali dapat

menyebabkan semua fungsi tersebut terganggu.

14
15

- Gejala Splenomegali

Pada sebagian kasus, splenomegali dapat terjadi tanpa

disertai gejala. Namun, sebagian lainnya merasakan gejala berupa

nyeri di area perut kiri atas. Nyeri ini dapat terasa ke hingga bahu

kiri.

Penderita juga mungkin merasa kenyang meski hanya

makan dalam porsi kecil. Hal ini disebabkan oleh pembesaran

limpa yang menekan lambung, yang terdapat persis di sebelah

limpa. Bila limpa membesar hingga menekan organ lain, aliran

darah ke limpa bisa terganggu. Kondisi tersebut bisa membuat

fungsi limpa terganggu.

Bila ukurannya semakin membesar, limpa bisa membuat sel

darah merah berkurang, dan memicu anemia. Infeksi juga akan

sering terjadi bila limpa tidak menghasilkan sel darah putih dalam

jumlah yang diperlukan.

Gejala lain yang dapat muncul, antara lain:

a) Kelelahan

b) Mudah mengalami perdarahan

c) Penurunan berat badan

d) Kulit dan mata menguning

Segera ke dokter bila nyeri di area perut kiri atas semakin

hebat dan bertambah buruk saat bernapas.

15
16

- Penyebab Splenomegali

Splenomegali dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau

infeksi, seperti:

a. Infeksi virus, misalnya mononukleosis.

b. Infeksi parasit, seperti malaria.

c. Infeksi bakteri, seperti sifilis atau endokarditis.

d. Kanker darah, seperti leukemia.

e. Limfoma (kanker kelenjar getah bening).

f. Kondisi yang berkaitan dengan organ hati, seperti sirosis

atau cystic fibrosis.

g. Penyakit gangguan metabolik, seperti penyakit Gaucher dan

Niemann-Pick.

h. Tekanan atau gumpalan darah yang terbentuk pada pembuluh

darah limpa atau hati.

i. Anemia hemolitik, yaitu suatu kondisi yang menyebabkan sel

darah merah hancur lebih cepat dibanding pembentukannya.

j. Penyakit peradangan, seperti lupus, sarkoidosis,

atau rheumatoid arthritis.

k. Abses atau kumpulan nanah pada limpa.

l. Kanker yang sudah menyebar ke limpa.

m. Cedera, misalnya akibat benturan saat olahraga.

- Diagnosis Splenomegali

16
17

Dokter dapat mendiagnosis splenomegali dengan

merasakan limpa yang membesar di perut pasien bagian kiri atas.

Namun bila diperlukan, dokter akan memastikan diagnosis dengan

menjalankan salah satu dari tes berikut:

a) USG atau CT scan, untuk mengetahui ukuran limpa dan

melihat kondisi organ lain yang tertekan akibat ukuran limpa

yang membesar.

b) MRI, untuk mengetahui aliran darah dalam limpa.

Tes penunjang lain dapat dilakukan untuk mencari tahu

penyebab splenomegali, seperti tes darah untuk mengetahui

jumlah sel darah di tubuh, termasuk sel darah merah, sel darah

putih, dan trombosit, serta uji fungsi hati dan aspirasi sumsum

tulang.

Pada sejumlah kasus, dokter akan mengambil jaringan

limpa untuk diperiksa di bawah mikroskop. Tindakan ini untuk

mencari tahu kemungkinan penyebab yang tidak terdeteksi melalui

metode pemeriksaan lain, misalnya pada limfoma.

- Pengobatan Splenomegali

Penanganan splenomegali adalah dengan mengatasi

penyebab yang mendasarinya. Sebagai contoh, untuk

splenomegali yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter akan

meresepkan antibiotik.

17
18

Splenomegali kadang tidak disertai gejala dan tidak

ditemukan penyebabnya. Bila hal tersebut terjadi, dokter

membutuhkan waktu evaluasi lebih lama, dengan menunggu

sambil mengawasi perkembangan kondisi pasien.

Untuk splenomegali yang telah menimbulkan komplikasi

serius dan tidak diketahui penyebabnya, dokter akan menjalankan

bedah pengangkatan limpa (splenektomi). Pasien yang organ

limpanya telah diangkat, tetap dapat beraktivitas dengan normal,

namun lebih berisiko terkena infeksi yang dapat membahayakan

nyawa.

Beberapa langkah berikut ini dapat membantu mengurangi

risiko infeksi pada pasien yang telah menjalani splenektomi:

a. Mengonsumsi antibiotik setelah operasi, atau bila ada

kemungkinan terjadi infeksi.

b. Lebih berhati-hati saat mengalami demam, karena kondisi ini

bisa menjadi tanda adanya infeksi.

c. Mendapatkan vaksinasi sebelum dan sesudah pengangkatan

limfa, di antaranya vaksin pneumococcal (diberikan tiap 5

tahun sejak menjalani operasi), meningococcal,

dan Haemophilus influenzae tipe B. Vaksin-vaksin tersebut

akan melindungi pasien dari pneumonia, meningitis, serta

infeksi pada tulang, sendi, dan darah.

18
19

d. Menghindari berkunjung ke daerah yang memiliki riwayat

penyebaran suatu penyakit, misalnya malaria.

- Komplikasi Splenomegali

Jika tidak segera diobati, splenomegali dapat menyebabkan

penurunan jumlah sel darah merah, trombosit, dan sel darah putih

dalam darah, sehingga infeksi dan perdarahan akan lebih sering

terjadi. Selain itu, limpa berisiko untuk pecah atau bocor, sehingga

memicu perdarahan pada rongga perut yang dapat mengancam

nyawa.

- Pencegahan Splenomegali

Pencegahan splenomegali dapat dilakukan dengan

menghindari hal-hal yang dapat memicu penyakit ini. Misalnya

dengan mengurangi konsumsi alkohol untuk mencegah sirosis, atau

menjalani vaksinasi bila ingin melakukan perjalanan ke daerah

yang endemik malaria. Sedangkan untuk mencegah cedera pada

limpa, penting untuk selalu menggunakan sabuk pengaman saat

berkendara.

C. Vaskulitis atau radang pada pembuluh darah.

Vaskulitis adalah peradangan pada pembuluh darah yang

menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah. Perubahan

yang dapat terjadi pada dinding pembuluh darah antara lain penebalan,

penyempitan, pelemahan, dan munculnya bekas luka. Perubahan

19
20

tersebut dapat menghambat aliran darah, dan mengakibatkan

kerusakan pada organ dan jaringan tubuh.

Penyakit yang juga dikenal dengan nama angiitis atau arteritis

ini memiliki beberapa jenis yang jarang terjadi. Di antara jenis

vaskulitis tersebut, ada yang menyerang satu organ tertentu saja,

seperti otak, mata, atau kulit. Namun, ada juga jenis yang menyerang

banyak organ sekaligus.

- Jenis Vaskulistis

Dari beberapa jenis vaskulitis, ada yang gejalanya ringan

dan tidak memerlukan pengobatan. Ada juga yang gejalanya parah

dan berdampak pada organ penting di tubuh. Gejala yang dirasakan

juga bisa berlangsung singkat (akut) atau dalam jangka panjang

(kronis). Beberapa jenis vaskulitis tersebut adalah:

a. Giant cell arteritis

b. Arteritis Takayasu

c. Cryoglobulinemia

d. Granulomatosis Wegener

e. Henoch-Schonlein purpura

f. Penyakit Buerger

g. Penyakit Kawasaki

h. Poliangiitis mikroskopik

i. Poliarteritis nodosa

j. Sindrom Behcet

20
21

k. Sindrom Churg-Strauss

l. Vaskulitis hipersensitif

- Gejala Vaskulitis

Gejala vaskulitis sangat beragam, berhubungan dengan

berkurangnya aliran darah ke tubuh. Gejala vaskulitis yang dapat

dirasakan para penderitanya adalah:

a. Pegal-pegal

b. Berkeringat di malam hari

c. Tubuh mudah lelah

d. Muncul ruam

e. Demam

f. Gangguan sistem saraf, seperti kebas

g. Berat badan turun

h. Sakit kepala

Gejala lain yang berhubungan dengan jenis vaskulitis yang

lebih spesifik adalah:

1. Giant cell arteritis - sakit kepala, nyeri pada kulit kepala,

nyeri rahang, dan gangguan penglihatan hingga kebutaan

akibat pembengkakan pembuluh darah arteri di kepala.

2. Arteritis Takayasu - nyeri sendi, hilang nafsu makan,

demam, tekanan darah tinggi, berkeringat di malam hari,

gangguan penglihatan, denyut nadi lemah, dan sakit kepala.

21
22

3. Cryoglobulinemia - ruam, nyeri sendi, lemas, kebas dan

kesemutan akibat adanya protein yang tidak normal di dalam

aliran darah.

4. Granulomatosis Wegener - hidung tersumbat, infeksi sinus,

mimisan, dan batuk darah.

5. Henoch-Schonlein purpura - nyeri perut, darah pada urine,

nyeri sendi, dan ruam pada bokong atau kaki bagian bawah,

akibat pembengkakan pembuluh darah kapiler di kulit, sendi,

usus, dan ginjal.

6. Penyakit Buerger - nyeri di area tangan dan kaki akibat

peradangan dan bekuan darah pada pembuluh darah di area

tersebut.

7. Penyakit Kawasaki - demam, ruam, dan ruam pada mata.

8. Poliangiitis mikroskopik - nyeri perut, ruam, demam, nyeri

otot dan berat badan turun.

9. Poliarteritis nodosa - ruam, nyeri pada otot dan sendi, lelah,

nyeri perut setelah makan, tekanan darah tinggi, dan gangguan

ginjal.

10. Sindrom Behcet - radang pada mata, tukak pada mulut dan

kelamin serta lesi mirip jerawat pada kulit, akibat peradangan

pada pembuluh darah arteri dan vena.

22
23

11. Sindrom Churg-Strauss - nyeri saraf, perubahan warna kulit,

serta gejala seperti asma dan rinitis alergi. Kondisi ini jarang

terjadi.

12. Vaskulitis hipersensitif - bintik merah pada kulit, biasanya

muncul pada tungkai bagian bawah.

- Penyebab Vaskulitis

Hingga saat ini belum diketahui apa penyebab vaskulitis.

Beberapa tipe vaskulitis berhubungan dengan faktor genetik,

sedangkan jenis vaskulitis lain terjadi akibat gangguan sistem

kekebalan tubuh yang berbalik menyerang pembuluh darah.

Gangguan sistem imun tersebut dapat dipicu oleh beberapa

kondisi, seperti:

a. Reaksi tubuh terhadap obat-obatan.

b. Infeksi, seperti hepatitis B dan hepatitis C.

c. Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis, lupus, atau

skleroderma.

d. Kanker darah.

Pembuluh darah yang terkena vaskulitis akan melemah,

sehingga mudah berdarah atau meradang. Bila pembuluh darah

meradang, maka dindingnya akan menebal dan membuat rongga

pembuluh darah menyempit. Akibatnya, jumlah darah yang

menyuplai jaringan serta organ tubuh akan berkurang.

23
24

- Diagnosis Vaskulitis

Untuk mendiagnosis vaskulitis, dokter akan menanyakan

riwayat penyakit pasien, diikuti dengan melakukan pemeriksaan

fisik. Jika dicurigai menderita vaskulitis, pasien akan dianjurkan

menjalani beberapa tes lanjutan, seperti:

1) Tes darah. Tes darah dilakukan untuk mengidentifikasi

kemungkinan terjadinya peradangan.

2) Tes urine. Tes urine bisa memberikan informasi apakah urine

mengandung sel darah merah atau protein yang terlalu tinggi.

3) Tes pencitraan. USG, foto Rontgen, CT scan, PET scan, dan

MRI, bisa membantu dokter menentukan pembuluh darah atau

organ yang terkena vaskulitis, serta untuk mengetahui respons

pasien terhadap pengobatan.

4) Angiografi. Prosedur ini dilakukan agar dokter dapat melihat

kondisi dinding pembuluh darah.

5) Biopsi. Dokter akan mengambil sampel jaringan pada bagian

tubuh yang terinfeksi, untuk diperiksa apakah terdapat tanda

vaskulitis.

- Pengobatan Vaskulitis

Penanganan vaskulitis tergantung kepada hasil diagnosis

dan organ yang terkena dampak. Vaskulitis yang disebabkan oleh

reaksi alergi umumnya akan sembuh dengan sendirinya tanpa

memerlukan pengobatan. Namun, bila vaskulitis sudah

24
25

memengaruhi organ penting, seperti otak, paru, atau ginjal,

penanganan medis sangat diperlukan. Di antaranya:

- Obat-obatan

Pengobatan yang dilakukan termasuk

pemberian kortikosteroid,seperti prednisone atau methylprednisolo

ne. Perlu diketahui bahwa penggunaan obat ini dalam jangka

panjang dapat menimbulkan efek samping, seperti diabetes

dan osteoporosis. Gunakan dalam dosis rendah bila harus

mengonsumsi kortikosteroid dalam jangka panjang.

Selain kortikosteroid, terdapat obat-obatan lain yang

berfungsi menekan respons sistem imun yang memicu kerusakan

pembuluh darah, seperti cyclophosphamide atau azathioprine.

Selain itu, terapi biologis dengan rituximab juga bisa diberikan.

Pada beberapa kasus, vaskulitis dapat menyebabkan

aneurisma atau pembengkakan di pembuluh darah. Vaskulitis juga

bisa membuat arteri menyempit, sehingga menghambat aliran

darah. Pasien dengan kedua kondisi di atas memerlukan tindakan

pembedahan.

- Komplikasi Vaskulitis

Komplikasi akibat vaskulitis tergantung pada tipe vaskulitis

dan tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, komplikasi juga

bisa terjadi akibat efek samping obat untuk vaskulitis. Beberapa

komplikasi yang bisa dialami penderita vaskulitis adalah:

25
26

1. Penggumpalan darah dan aneurisma. Meski jarang,

vaskulitis dapat menyebabkan pembuluh darah membengkak

sehingga mengganggu aliran darah, selain itu kerusakan

pembuluh darah pada vaskulitis juga bisa menyebabkan

menggumpalnya darah. Jika terjadi di pembuluh darah arteri

gumpalan darah ini disebut trombosis arteri.

2. Infeksi. Infeksi yang terjadi, seperti pneumonia dan sepsis,

dapat mengancam nyawa.

3. Kerusakan organ. Vaskulitis yang terus memburuk, dapat

menyebabkan kerusakan pada organ-organ penting di tubuh.

4. Gangguan penglihatan. Komplikasi ini umumnya terjadi

pada giant cell arteritis yang tidak ditangani.

D. Anemia hemolitik.

Hemolytic anemia atau anemia hemolitik adalah penyakit

kurang darah akibat penghancuran sel darah merah lebih cepat

dibandingkan pembentukannya. Penyakit ini perlu ditangani agar tidak

terjadi komplikasi pada jantung, seperti gangguan irama jantung atau

gagal jantung.

Anemia hemolitik dapat dialami sejak lahir karena diturunkan

dari orang tua atau berkembang setelah lahir. Anemia hemolitik yang

tidak diturunkan dapat dipicu oleh penyakit, paparan zat kimia, atau

efek samping obat-obatan.

26
27

Beberapa penyebab anemia hemolitik bisa disembuhkan

dengan mengobati penyebabnya. Akan tetapi, anemia hemolitik juga

dapat terjadi secara berkepanjangan (kronis), terutama yang

disebabkan oleh faktor keturunan.

- Gejala Anemia Hemolitik

Gejala anemia hemolitik bisa ringan di awal penyakit,

kemudian memburuk secara perlahan atau tiba-tiba. Gejalanya

bervariasi pada setiap penderita, di antaranya:

a. Pusing.

b. Kulit pucat.

c. Tubuh cepat lelah.

d. Demam.

e. Urine berwarna gelap.

f. Kulit dan bagian putih mata menguning (penyakit kuning).

g. Perut terasa tidak nyaman akibat organ limpa dan hati

membesar.

h. Jantung berdebar.

Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh penyakit

autoimun atau efek samping obat-obatan. Penting untuk kontrol ke

dokter secara rutin bila menderita penyakit autoimun atau minum

obat tertentu untuk jangka panjang. Hal tersebut dilakukan agar

perkembangan penyakit dan efek samping obat dapat terpantau.

27
28

- Penyebab Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik dapat diturunkan dari orang tua atau

berkembang setelah lahir. Beberapa penyebab anemia hemolitik

yang dipicu oleh faktor keturunan adalah:

1) Anemia sel sabit

2) Sferositosis

3) Ovalositosis

4) Thalasemia

5) Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)

6) Kekurangan enzim piruvat kinase

Sedangkan kondisi di luar faktor keturunan yang dapat

menyebabkan anemia hemolitik antara lain:

1) Penyakit infeksi, seperti tipes, hepatitis, infeksi virus Epstein-

Barr, atau infeksi bakteri coli jenis tertentu.

2) Penyakit autoimun, seperti anemia hemolitik autoimun

(AIHA), lupus, rheumatoid arthritis, dan kolitis ulseratif.

3) Efek samping obat-obatan, seperti obat antiinflamasi

nonsteroid (OAINS), paracetamol, dapsone, levodopa,

metildopa, rifampicin, serta beberapa jenis antibiotik,

seperti levofloxacin, nitrofurantoin, penisilin, dan sefalosporin.

4) Penyakit kanker, terutama kanker darah.

5) Gigitan ular berbisa.

28
29

6) Keracunan arsenik atau keracunan timah.

7) Menerima transfusi darah dari orang dengan golongan darah

yang berbeda.

8) Reaksi tubuh akibat operasi transplantasi organ.

- Diagnosis Anemia Hemolitik

Dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien,

riwayat kesehatannya, dan apakah ada keluarga pasien yang

menderita anemia. Setelah itu, dokter akan memeriksa apakah kulit

pasien pucat atau menguning, serta meraba dan menekan perut

pasien untuk memeriksa pembesaran organ hati atau limpa.

Bila pasien dicurigai menderita anemia hemolitik, dokter

akan melakukan pemeriksaan berikut:

a) Hitung darah lengkap, untuk menghitung jumlah sel darah

dalam tubuh.

b) Pemeriksaan bilirubin, yaitu senyawa sisa dari proses

penghancuran sel darah merah, yang mengakibatkan penyakit

kuning.

c) Tes Coombs, untuk melihat kemungkinan antibodi menyerang

sel darah merah.

d) Aspirasi sumsum tulang, untuk melihat bentuk dan tingkat

kematangan sel darah merah langsung dari ‘pabrik darah’.

29
30

- Pengobatan Anemia Hemolitik

Pengobatan anemia hemolitik tergantung pada

penyebabnya, tingkat keparahan, usia dan kondisi kesehatan

pasien, serta respons pasien terhadap obat. Beberapa metode

pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain:

a) Suplemen asam folat dan suplemen zat besi.

b) Obat imunosupresan, untuk menekan sistem kekebalan tubuh

agar sel darah merah tidak mudah hancur

c) Suntik imunoglobulin (IVIG), untuk memperkuat kekebalan

tubuh pasien.

d) Transfusi darah, untuk menambah jumlah sel darah merah (Hb)

yang rendah pada tubuh pasien.

Pada kasus anemia hemolitik yang parah, dokter akan

melakukan splenektomi atau bedah pengangkatan limpa. Prosedur

ini biasanya dilakukan ketika pasien tidak merespons metode

pengobatan di atas.

- Komplikasi Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik yang tidak ditangani dengan baik dapat

memicu komplikasi berbahaya, antara lain:

a. Gangguan irama jantung

b. Kelainan otot jantung (kardiomiopati)

c. Gagal jantung

30
31

- Pencegahan Anemia Hemolitik

Pencegahan anemia hemolitik tergantung pada

penyebabnya. Pada pasien anemia hemolitik yang disebabkan oleh

efek samping obat-obatan, pencegahannya dapat dilakukan dengan

menghindari obat yang memicu penyakit ini.

Anemia hemolitik juga bisa dilakukan dengan

mencegah infeksi, yaitu dengan:

a. Menghindari kontak langsung dengan orang yang sedang

terkena infeksi.

b. Menjauhi kerumunan orang banyak jika memungkinkan.

c. Mencuci tangan dan menggosok gigi secara rutin.

d. Menghindari konsumsi makanan mentah atau setengah matang.

e. Menjalani vaksinasi flu tiap tahun.

Anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor keturunan

tidak dapat dicegah. Tetapi jika Anda atau keluarga Anda

menderita anemia hemolitik akibat faktor keturunan, Anda dapat

menjalani konsultasi genetik guna mengetahui seberapa besar

peluang penyakit ini diturunkan ke anak Anda.

E. Thalassemia.

Thalasemia adalah kelainan darah yang diturunkan dari orang

tua. Kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia atau

kurang darah.

31
32

Kurang darah yang dialami penderita thalasemia akan

menimbulkan keluhan cepat lelah, mudah mengantuk, hingga sesak

napas. Akibatnya, aktivitas penderita thalasemia akan terganggu.

Thalasemia perlu diwaspadai, terutama thalasemia yang berat

(mayor), karena dapat menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung,

pertumbuhan terhambat, gangguan hati, hingga kematian.

F. Anemia sel sabit.

Anemia sel sabit adalah jenis anemia akibat kelainan genetik

di mana bentuk sel darah merah tidak normal sehingga mengakibatkan

pembuluh darah kekurangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk

disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam kondisi normal, bentuk sel darah

merah itu bundar dan lentur sehingga mudah bergerak dalam pembuluh

darah, sedangkan pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk

seperti sabit yang kaku dan mudah menempel pada pembuluh darah

kecil. Akibatnya, aliran sel darah merah yang mengandung

hemoglobin atau protein pembawa oksigen terhambat hingga

menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan.

Anemia sel sabit biasanya menunjukkan gejala pada saat bayi

berusia 6 bulan. Penyakit ini banyak terjadi pada orang yang berasal

dari Afrika, Karibia, Asia, dan Mediterania. Saat ini belum ada obat

untuk menyembuhkan anemia sel sabit. Penanganan yang diberikan

bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah masalah lebih lanjut

akibat anemia sel sabit.

32
33

G. Tubuh kehilangan darah

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan tubuh kehilangan

darah, di antaranya:

1) Perdarahan akibat cedera atau operasi.

2) Perdarahan di saluran cerna akibat tukak lambung, wasir, atau

kanker usus.

3) Perdarahan di saluran kemih.

4) Menorraghia atau menstruasi berat.

5) Terlalu sering melakukan donor darah.

6) Infeksi kronis, misalnya cacingan.

Rendahnya kadar hemoglobin tidak selalu menandakan hal

yang serius. Akan tetapi, kondisi ini sebaiknya tetap diperiksakan ke

dokter karena bisa jadi menandakan adanya penyakit tertentu, terlebih

jika sudah menimbulkan gejala yang berat.

Gejala-gejala yang timbul karena kurangnya hemoglobin

bisa serupa dengan gejala anemia pada umumnya dan disertai dengan

gejala tertentu sesuai penyakit yang mendasarinya.

C. Cara Mengatasi Kekurangan Hemoglobin

Kekurangan hemoglobin dapat diatasi dengan cara meningkatkan

kadar hemoglobin atau mengobati penyakit yang menyebabkan kadar

hemoglobin berkurang. Karena bisa disebabkan oleh banyak hal, maka

kekurangan hemoglobin sebaiknya diperiksakan ke dokter lebih lanjut.

33
34

Setelah dokter menemukan apa penyebab tubuh kekurangan

hemoglobin atau anemia, maka ada beberapa langkah penanganan yang

bisa dilakukan atau disarankan oleh dokter, antara lain:

1. Meningkatkan asupan zat besi, vitamin B12, dan folat

Zat besi, vitamin B12, dan folat adalah nutrisi yang berperan

penting dalam produksi sel darah merah yang kaya hemoglobin. Oleh

sebab itu, jika tubuh kekurangan hemoglobin, Anda perlu

meningkatkan asupan makanan yang kaya zat besi, vitamin B12, dan

folat, seperti:

a. Hati sapi atau hati ayam.

b. Daging.

c. Makanan laut, seperti ikan, udang, dan kerang.

d. Sayuran hijau, seperti bayam, brokoli dan kale.

e. Kacang-kacangan, seperti kacang hijau, kacang merah, dan

kedelai.

f. Sereal yang diperkaya dengan zat besi maupun folat.

Selain dengan makanan, dokter mungkin akan memberikan

suplemen yang mengandung zat besi, folat, dan vitamin B12 untuk

menambah jumlah hemoglobin dalam tubuh.

Walau secara umum aman dikonsumsi, sebagian orang dapat

merasakan beberapa efek samping, seperti mual, sembelit, sakit perut,

dan warna tinja menjadi hitam, saat mengonsumsi tablet zat

34
35

besi. Karena itu, pastikan dosis suplemen yang dikonsumsi sesuai

dengan anjuran dokter.

Selain asupan di atas, Anda juga bisa mengonsumsi makanan

yang mengandung vitamin C untuk membantu tubuh menyerap zat

besi lebih banyak.

2. Terapi eritropoietin

Terapi eritropoietin adalah terapi hormon untuk merangsang

produksi sel darah merah. Pilihan terapi ini adalah untuk anemia

akibat penyakit ginjal berat yang menyebabkan produksi hormon

eritropoietin tidak memadai. Penggunaan hormon ini juga bisa untuk

mengobati anemia karena efek samping kemoterapi, gangguan

sumsum tulang, dan anemia yang disebabkan oleh kanker.

3. Transfusi darah

Transfusi darah diperlukan untuk meningkatkan Hb pada

kondisi saat tubuh tidak mampu membuat Hb dengan normal,

misalnya akibat penyakit thalasemia dan anemia sel sabit. Transfusi

darah juga diberikan pada anemia berat ketika kadar Hb sudah jauh

menurun di bawah batas normal.

Orang yang rutin menerima transfusi darah perlu

dilakukan iron chelation therapy untuk mencegah kelebihan kadar zat

besi akibat transfusi.

35
36

4. Terapi sel punca (stem cell therapy)

Terapi ini adalah salah satu pilihan terapi untuk mengobati

penyakit hemoglobin, seperti thalasemia. Penderita thalasemia harus

rutin mendapatkan transfusi darah agar kebutuhan akan Hb tercukupi,

namun dapat menimbulkan risiko jika dilakukan jangka panjang.

Terapi sel punca dilakukan dengan cara operasi cangkok atau

transplantasi sumsum tulang untuk menunjang produksi Hb yang

normal. Namun, prosedur ini memiliki kekurangan, yaitu risiko

komplikasi fatal dan biaya operasi yang mahal. Oleh karena itu, perlu

pemeriksaan dan pertimbangan medis yang baik sebelum menjalani

prosedur ini.

Apabila Anda mengalami gejala kekurangan hemoglobin

(anemia) atau memiliki gangguan kesehatan yang berisiko

menyebabkan kekurangan hemoglobin, segeralah ke dokter untuk

menjalani pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan yang memadai.

36
37

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hemoglobin merupakan komponen dalam sel darah merah yang

berperan penting untuk mengikat oksigen dalam darah. Ketika tubuh

kekurangan hemoglobin, maka akan terjadi anemia yang dapat menimbulkan

sejumlah keluhan dan gangguan kesehatan.

Hemoglobin merupakan metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di

dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-

paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga

pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan

keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat

gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.

- Kondisi yang Menyebabkan Tubuh Kekurangan Hemoglobin

Kekurangan hemoglobin dapat disebabkan oleh sejumlah

penyakit yang mengakibatkan kadar sel darah merah dalam tubuh

berkurang. Kondisi tersebut terjadi karena tiga hal, yakni:

- Produksi Hb menurun

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan

produksi Hb dalam tubuh berkurang antara lain:

1) Anemia defisiensi besi.

2) Anemia aplastik.

37
38

3) Kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sel

darah merah, seperti vitamin B12 atau asam folat.

4) Gagal ginjal kronis atau kerusakan hati berat.

5) Kanker darah.

6) Hipotiroidisme.

7) Efek samping obat-obatan tertentu, seperti obat kemoterapi dan

obat antiretroviral (ARV) untuk infeksi HIV.

- Kelainan pada hemoglobin

Beberapa kelainan dapat merusak hemoglobin lebih cepat

dibandingkan kemampuan tubuh dalam membuatnya. Kondisi

kelainan tersebut dapat berupa:

1) Porfiria.

2) Splenomegali atau pembengkakan limpa.

3) Vaskulitis atau radang pada pembuluh darah.

4) Anemia hemolitik.

5) Thalassemia.

6) Anemia sel sabit.

- Tubuh kehilangan darah

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan tubuh kehilangan

darah, di antaranya:

1) Perdarahan akibat cedera atau operasi.

38
39

2) Perdarahan di saluran cerna akibat tukak lambung, wasir, atau

kanker usus.

3) Perdarahan di saluran kemih.

4) Menorraghia atau menstruasi berat.

5) Terlalu sering melakukan donor darah.

6) Infeksi kronis, misalnya cacingan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, D. (2019, 11 05). peneybab dan cara mengatasi kekurangan hemoglobin. Retrieved
2020, from www.alodokter.com.

Adrian, d. K. (2019, 11 05). penyebab dan cara mengatasi kekurangan hemoglobin.


Retrieved from www.alodokter.com.

Adrian, d. K. (2020, 02 17). fungsi limpa sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh.
Retrieved from www.alodokter.com.

EMC, R. (2019, 09 17). asupan yang baik untuk penuhi kebutuhan sel darah merah.
Retrieved from www.emc.id.

Fajri_Tri_Baskoro. (2011, januari 22). LapKTI_Bab1.pdf. Retrieved from


http://eprints.undip.ac.id/.

Pane, d. M. (2020, 04 20). gagal ginjal akut. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2016, 07 02). spenomegali. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2018, 07 08). anemia sel sabit. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2018, 05 24). porfiria. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2018, 07 20). vaskulitis. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2019, 10 01). anemia hemolitik. Retrieved from www.alodokter.com.

Willy, d. T. (2019, 07 01). thalassemia. Retrieved from www.alodokter.com.

Anda mungkin juga menyukai