Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GOUT ARTHRITIS
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :
Darmawan Tri Raharja
NIM.P1337420218006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2021
A. Konsep Dasar Gout Arthritis
1. Latar Belakang
Gout Arthritis atau sering disebut masyarakat dengan penyakit asam urat
adalah suatu penyakit peradangan pada persendian yang diakibatkan penumpukan
asam urat dalam tubuh secara berlebihan (Naga, 2014). Gout arthritis adalah penyakit
yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurikemi dan
serangan sinovitis akut berulang-ulang (Chairuddin, 2015). Berdasarkan definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa gout arthritis adalah suatu peradangan sendi yang
disebabkan karena kadar asam urat dalam tubuh meningkat.
Secara umum asam urat merupakan sisa metabolisme zat purin yang berasal
dari makanan yang telah dikonsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam
bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain bahan
makanan yang mengandung zat purin kemudian kita konsumsi, maka zat purin dari
bahan makanan tersebut akan berpindah ke dalam tubuh kita. Berbagai sayuran dan
buah-buahan juga terdapat purin seperti daun melinjo, bayam dan kangkung (Hidayat,
2007).

2. Respon lansia terhadap masalah yang dihadapi

3. Etiologi

Menurut (Naga, 2014) etiologi penyakit gout dapat diklasifikasikan menjadi


dua, yaitu gout primer dan gout sekunder.
i. Gout primer

Gout primer adalah gout yang disebabkan faktor genetik. Penyakit


gout primer ini 99% belum diketahui penyebabnya. Faktor genetik dan
hormonal diduga menjadi penyebab gangguan metabolisme yang
berakibat produksi asam urat meningkat. Selain itu, gout primer juga
dapat diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari
tubuh.
ii. Gout sekunder
Gout sekunder biasanya disebabkan oleh :

1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.


a. Kelainan mieloproliferatif (polisitemia,
leukimia, mieloma retikularis)

b. Gangguan penyimpanan glikogen


c. Nutrisi yaitu mengonsumsi makanan yang tinggi
purin. Purin adalah salah satu senyawa basa
organik yang menyusun asam nukleat dan
termasuk dalam kelompok asam amino, unsur
pembentukan protein.
2. Sekresi asam urat yang berkurang, misalnya :

a. Gagal ginjal kronik

b. Pemakaian obat salisilat, tiazid, dan beberapa


macam obat diuretik dan sulfonamid
c. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan
Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout antara lain
umur, jenis kelamin, iklim, herediter, dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan hiperuremia.
4. Tanda dan Gejala

Menurut (Naga, 2014) tanda dan gejala gout arthritis yaitu :

i. Hiperurisemia

ii. Nyeri hebat

iii. Sendi mengalami pembengkakan

iv. Sendi terlihat kemerahan

v. Teraba panas pada persendian


vi. Terdapat tofi dengan pemeriksaan kimiawi
5. Patofisiologi

Peningkatan kadar asam urat serum disebabkan karena pembentukan asam urat
yang berlebihan atau sekresi asam urat yang berkurang. Asam urat merupakan produk
akhir metabolisme purin yang terdapat dalam darah dan dibuang oleh ginjal. Asam
urat yang terbentuk dari metabolisme purin kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan
direabsorpsi oleh tubulus proksimal di ginjal. Sebagian hasil asam urat yang
direabsorpsi akan diekskresikan di nefron dan dikeluarkan melalui urine (Helmi,
2013).
Pada Gout arthritis terdapat gangguan keseimbangan pembentukan asam urat dan
sekresi asam urat sehingga terjadi penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik dan
penurunan ekskresi asam urat sekunder seperti disebabkan karena gagal ginjal.
Peningkatan kadar asam urat disebabkan karena mengonsumsi makanan yang tinggi
purin (Helmi, 2013).
Penumpukan asam urat yang banyak didalam sendi menyebabkan nyeri, bengkak,
kemerahan, panas dan kaku, dan sulit digerakkan, dan membentuk penumpukan kristal
urat dan serangan berulang dapat menyebabkan terbentuknya endapan kapur putih di
persendian atau disebut tofi. Pada tempat tersebut, endapan penumpukkan kristal
memicu reaksi peradangan graulomatosa. Pasien dapat berpotensi ke arah penyakit
batu ginjal ketika asam urat mengkristal di dalam ginjal (Helmi, 2013)..
6. Komplikasi

Menurut (Dianati, 2015) mengatakan bahwa komplikasi yang muncul akibat


gout arthritis antara lain :
i. Gout kronik bertofus

Merupakan serangan gout yang disertai dengan benjolan- benjolan


(tofi) di sekitar sendi yang sering meradang. Tofi adalah timbunan kristal
monosodium urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan sendi,
sinovial, bursa atau tendon.
ii. Nefropati gout kronik
Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia. Terjadi
akibat dari pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal. Pada
jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak
glomerulus.
iii. Nefrolitiasis asam urat (batu ginjal)

Apabila kristal menumpuk di saluran kemih maka dapat


menyebabkan batu ginjal. Terjadi pembentukan massa keras seperti batu
di dalam ginjal, bisa menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan
aliran kemih atau infeksi.
iv. Persendian menjadi rusak sehingga dapat menyebabkan
kepincangan.

7. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


A. Pengkajian

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,


alamat pekerjaan, agama, suku bangsa, taggal masuk,
diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak


dan terasa kaku.

c. Riwayat penyakit

sekarang Pasien datang dengan keluhan sakit pada


persendian, bengkak, dan terasa kaku.

d. Nutrisi atau cairan

i. Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau


mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat mual,
anoreksia.

ii. Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat


badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Aktifitas atau istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stres
pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi
otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
f. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
g. Integritas ego
i. Faktor-faktor stres akut atau kronis misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
ii. Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
iii. Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
h. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
i. Neurosensory
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi.
j. Nyeri atau kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi
hari) serta kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas (nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10),
Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
k. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan
peran: isolasi.
l. Penyuluhan atau pembelajaran
i. Riwayat rematik pada keluarga.
ii. Penggunaan makanan sehat, vitamin, penyembuhan penyakit, tanpa
pengujian.
m. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit
tindakan yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
n. Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri,
identitas diri, gambaran diri.
o. Pola seksual dan reproduksi
Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual.
p. Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan (Purwanto, H., 2016).
q. Fungsional klien
i. Indeks Barthel yang dimodifikasi Penilaian didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional.
Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri,
aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga,
berpakaian, mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:
Tabel 2.1 Indeks Barthel

Cara penilaian: < 60 : ketergantungan penuh/total


65-105 : ketergantungan sebagian
110mandiri
ii. Pengkajian index katz
Tabel 2.2 Index Katz

Skor Interpretasi
A Kemandirian dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
kekamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
tersebut.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,berpakaian
dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian,
kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C,D dan E.

iii. Pengkajian status kognitif


SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah
penilaian fungsi intelektual lansia.
Tabel 2.3 Status Kognitif
No Pernyataan Benar salah
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir? (minimal tahun)
7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa nama presiden sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetapkan pengurangan
3 dari setiap angka baru, semua secara
menurun.
Total nilai
Analisis hasil:
Skor salah 0-2: fungsi intelektual utuh
Skor salah 3-4: kerusakan intelektual ringan
Skor salah 5-7: kerusakan intelektual sedang
Skor salah 8-10: kerusakan intelektual berat

iv. MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari
fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa.
Tabel 2.4 Mini Mental State Exam
Nilai Pertanyaan Paisen
maksimum
Orientasi (5) Tahun, musim, tanggal, lahir,
bulan, negara, wilayah, daerah
Registrasi (3) Nama 3 obyek (1 detik untuk
mengatakan masing-masing)
tanyakan pada lansia ke 3 obyek
setelah Anda katakan. Beri point
untuk jawaban benar, ulangi
sampai lansia mempelajari ke 3-
nya dan jumlahkan skor yang
telah dicapai
Perhatian dan Pilihlah kata dengan 7 huruf,
kalkulasi (5) misal kata “panduan”, berhenti
setelah 5 huruf, beri 1 point tiap
jawaban benar, kemudian
dilanjutkan, apakah lansia masih
ingat huruf lanjutannya
Mengingat (3) Minta untuk mengulangi ke 3
obyek di atas, beri 1 point untuk
tiap jawaban benar
Bahasa (9) Nama pensil dan melihat (2
point)
Skor 25
Analisis hasil:
Skor salah 0-2: fungsi intelektual utuh.
Skor salah 3-4: kerusakan intelektual ringan.
Skor salah 5-7: kerusakan intelektual sedang.
Skor salah 8-10: kerusakan intelektual berat. (Kholifah, S.N.,
2016)

B. Perumusan Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi.
c. Gangguan konsep diri, citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk
tubuh pada tulang dan sendi.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peradangan kronik adanya
kristal asam urat.
C. Intervensi
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri secara
dengan cidera pasien btidak mengalami nyeri, komprehensif termasuk
biologis demgan kriteria hasil: lokasi, durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi nyeri
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi non
teknik nonfarmakologik verbal dari
untuk mengurangi nyeri). ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Bantu pasien dan
berkurang dengan keluarga untuk mencari
manajemen nyeri dan menemukan
3. Mampu mengenali skala dukungan
nyeri (intensitas frekuensi 4. Kontrol lingkungan yang
dan gejala nyeri) dapat mempengaruhi
4. Menyatakan rasa nyaman nyeri
setelah nyeri berkurang 5. Ajarkan teknik non
5. Tanda vital dalam rentang farmakologik: napas
normal dalam, relaksasi dan
6. Tidak mengalami gangguan kompres hangat dingin
tidur 6. Tingkatkan istirahat/tidur
7. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Monitoring vital sign
mobilitas fisik keperawatan selama 1 x 24 jam sebelum/sesudah latihan dan
berhubungan gangguan mobilitas fisik lihat respon pasien saat
dengan dengan kriteria hasil: latihan
kekakuan pada 1. Klien meningkat dalam
sendi aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari 1. Konsultasikan dengan
peningkatan mobilitas fisik terapi fisik tentang
3. Memverbalisasikan rencana teknik ambulasi
perasaan dalam 2. Bantu klien unutuk
meningkatakan kekuatan menggunakan tongkat
dan kemampuan berpindah saat berjalan dan
4. Memperagakan penggunaan terhadap cedera
alat bantu untuk mobilisasi 3. Ajarkan pasien atau
tenaga kesahatan lain
tentang teknik ambulasi
4. Kaji kemampuan pasien
dala mobilisasi
5. Latih Pasien dalam
memenuhi kebutuhan
ADLS pasien.
6. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan saling
konsep diri, keperawatan selama 1 x 24 jam percaya
citra tubuh pasien menunjukkan: 2. Berikan kesempatan
berhubungan Gamggun citra tubuh menurun mengungkapkan
dengan dengan kriteria hasil: perasaan
perubahan 1. Gambaran diri meningkat 3. Dukung upaya klien
bentuk tubuh 2. Gambaran diri sesuai untuk memperbaiki citra
pada tulang dan 3. Bisa menyesuaikan diri tubuh
sendi dengan status kesehatannya 4. Dorong klien untuk
bersosialisassi engan
orang lain
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
perfusi jaringan keperawatan selama 1 x 24 jam meggunakan pakaian
berhubungan kerusakan integritas jaringan yang longgar
dengan pasien teratasi dengan kriteria 2. Jaga kulit agar tetap
peradangan hasil: bersih dan kering
kronik adanya 1. Perfusi jaringan normal 3. Mobilasasi pasien (ubah
kristal asam 2. Tidak ada tanda-tanda posisi pasien) setiap dua
urat infeksi jam sekali
3. Ketebalan dan tekstur 4. Monitor kulit akan
jaringan adanya kemerahan
4. Menunjukkan pemahaman 5. Monitor aktivitas dan
dalam proses perbaikan kulit mobilisasi pasien
dan mencegah terjadinya 6. Monitor status nutrisi
proses penyembuhan luka pasien
7. Berikan posisi yang
nyamanan untuk
mengurangi tekanan pada
luka.

D. Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan kedalam tindakan
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan, pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat
sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien perlu
dilakukan sebelumnya. (Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma 2015).
E. Evaluasi
Menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015). Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk mngukur keberhasilan dari
rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien, bila masalah tidak dapat
dipecahkan atau timbul masalah baru amak perawat harus bersama untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah yang ada.
8. Pathway Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Chairuddin. (2015). Aplikasi NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Dianati, A. N. (2015). Gout dan Hiperurisemia. Faculty Of Medicine University Of Lampung,


Volume 4.

Helmi, Z. N. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Medika Salemba.

Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Jakarta:
Badan PPSDM Kesehatan.

Naga, S. S. (2014). Buku Panduan Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA Press.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Jogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai