Disusun Oleh:
Kelompok IV
Kelompok : IV (Empat)
KASUS
a. Perkembangan
• Anak- anak.
• Orang Dewasa.
b. Keluarga
d. Pengaruh Kultural
e. Agama
f. Penyebab Kematian
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan indikasi bahwa Nyonya
Nurul sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
Proses psiko-somatis yang melibatkan seluruh jiwa dan raga dari pasien disebut
kematian. Maka dari itu terdapat tanda-tanda psikis dan somatis yang
menunjukkan bahwa kejadian kematian itu telah makin mendekat. Berikut
tanda-tandanya sebagai berikut:
1. Tanda-tanda Psikis
Tanda- tanda psikis berupa : Disorientasi mental: kekacauan dan
kekeliruan dalam daya pemikiran, perasaan dan pengamatannya. Ia bisa
mengalami tiga gejala yaitu ilusi, halusinasi dan delusi. Ketiga gejala
tersebut timbul karena kondisi mental pasien yang makin menurun hingga
ia kerap berada dalam kondisi setengah sadar, seakan-akan sedang
setengah bermimpi. Berikut penjelasan mengenai tiga gejala sebagai
berikut:
a) Ilusi adalah kesalahan dalam membaca/mentafsirkan kesan atau
stimulus indrawi eksternal. Misalnya: bunyi angin dipersepsi
sebagai suara orang menangis, harum parfum sebagai bau mayat,
rasa gatal sebagai adanya serangga di balik selimut, ada cacing
kecil dalam gelas susu dan lain-lain. Dalam kehidupan normal, kita
juga bisa mengalami ilusi indrawi semacam itu, namun pada
umumnya kita bisa segera melakukan koreksi. Dalam diri pasien
yang terminal, kemampuan untuk mengkoreksi-diri itu telah
menurun/menghilang hingga ilusi itu bisa sungguh terasa sebagai
real.
b) Halusinasi adalah produk internal imaginasi kita sendiri.
Contohnya dari bayangan/gambaran yang halusioner adalah
gambaran-gambaran yang muncul saat kita bermimpi atau berada
dalam pengaruh narkoba. Mungkin karena pengaruh obat penenang
dan kegalauan emosional yang dirasakannya, pasien sering nampak
mendapat halusinasi tertentu seperti ia seakan-akan melihat atau
berbicara dengan orang-orang tertentu yang tidak ada di sekitarnya,
termasuk juga berbicara/melihat orang-orang yang sudah
meninggal dunia. Beberapa orang yang menganut paham spiritisme
(komunikasi dengan roh) mentafsirkan gejala ini sebagai terkaitnya
antara alam fana dengan alam baka. Persepsi halusioner ini bisa
terungkap secara fisik juga: pasien menjadi tegang dan gelisah
(agitasi), ia menggerak-gerakan anggota badannya secara kacau tak
menentu, seakan-akan seperti hendak mengusir, menghindar atau
menjangkau sesuatu atau ia terengah-engah mencengkram ujung
seprai atau selimutnya erat-erat dan lain sebagainya.
c) Delusi adalah produk dari pemikiran yang salah. Dimana disini
pasien bisa mendadak mengambil keputusan bahwa ia sudah
sembuh, lalu berusaha turun dari ranjang dan menolak segala
bantuan medis atau pemikiran lainnya ia akan sembuh bila pergi ke
tempat/orang/obat keramat tertentu padahal kondisinya jelas tidak
memungkinkan. Ringkasnya, pikiran dan perbuatannya bisa
nampak irasional dan sebagainya.
2. Tanda-tanda somatis
Selain tanda-tanda psikis terdapat juga tanda-tanda somatis yang
menunjukkan bahwa kematian itu sudah semakin mendekat. Beberapa
tanda tanda yang di antaranya yaitu:
a. Kebiruan dan pucat mulai dari ujung jari, kaki dan bibir lalu
menjalar ke bagian tubuh yang lain
b. Denyut nadi tidak teratur dan lemah
c. Nafas berbunyi keras dan kerap ngorok
d. Penglihatan dan pendengaran mulai kabur
e. Hilangnya kesadaran diri
c. Masa Dewasa
17 sampai dengan 30 tahun tidak ada bukti yang menunjukkan di masa
dewasa awal dikembangkan suatu pemahaman atau orientasi khusus mengenai
kematian. Peningkatan kesadaran mengenai kematian muncul sejalan saat mereka
beranjak tua, yang biasanya meningkat pada masa dewasa tengah. Dalam diskusi
kita mengenai masa dewasa tengah, kita mengindikasikan bahwa usi paruh baya
merupakan saat dimana orang dewasa mulai berfikir lebih jauh mengenai berapa
banyak waktu yang tersisa dalam hidup mereka. Para peneliti menemukan bahwa
mereka yang berusia dewasa tengah sebenarnya lebih takut menghadapi kematian
dibandingkan mereka yang berusia dewasa awal maupun dewasa akhir. Orang-
orang di usia dewasa akhir lebih banyak berfikir mengenai kematian dan mereka
lebih banyak membicarakan tentang kematian dengan orang lain dibandingkan
usia dewasa tengah maupun dewasa muda. Mereka juga mengalami kematian
secara lebih langsung seiring dengan sakit dan meninggalnya teman-teman dan
keluarga mereka. Di usia dewasa akhir ini, orang dewasa lanjut didorong untuk
lebih sering menguji arti kehidupan dan kematian dibandingkan orang dewasa
muda.
d. Masa tua
30 sampai dengan 60 kematian seseorang lebih wajar dibicarakan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pemikiran dan pembicaraan mengenai
kematian meningkat, perkembangan integritas pun meningkat melalui peninjauan
hidup yang positif dan hal ini mungkin dapat membantu mereka untuk menerima
kematian. Di usia dewasa akhir urusan yang belum selesai lebih sedikit
dibandingkan ketika di usia dewasa muda. Mereka biasanya tidak lagi memiliki
anak yang perlu dibimbing hingga matang, pasangan hidup mereka biasanya mati
lebih dahulu, dan cenderung tidak memiliki kerja yang berhubungan dengan
proyek yang menginginkan kesempurnaan. Kurangnya antisipasi terhadap
kematian barangkali akan menyebabkan rendahnya rasa sakit yang ditimbulkan
secara emosional pada diri mereka. Bahkan diantara orang dewasa akhir, sikap
terhadap kematian terkadang bersifat individualistis sama seperti mereka yang
memegang prinsip tersebut. Seorang wanita 82 tahun mengumumkan bahwa ia
telah menjalani hidupnya dan saat ini siap menyongsong kematian. Wanita 82
tahun lainnya, mengumumkan bahwa kematian akan menjadi suatu interupsi yang
menyedihkan karena ia akan kehilangan partisipasinya dalam aktifitas dan
hubungan sosial.
Konsep Tentang Kematian
a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam
PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung
dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman
kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang
semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan
resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan
nyawa dapat ditarik kembali.
-Anak tengah
tidak menangis
saat pemakaman
dan tidak banyak
bicara kepada
saudara laki-
lakinya atau
kerabat lainnya.
-
REFERENSI
Diskusikan Mengenai:
1. Berdasarkan kasus di atas, jelaskan fase berkabung yang dialami oleh
masing-masing anak yang masih hidup?
Kubler Ross 1969 berpendapat bahwa terdapat 5 tahapan proses kehilangan
(Patricia A. Potter. 2005):
1. Denial (Mengingkari)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin. Bagi
individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus
mencari informasi tambahan.Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran
adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat
berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Anger (Marah)
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada orang sekitar tertentu, diri
sendiri dan obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang
sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau
ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining ( Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu bisa
ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini dialami oleh
keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai kalau yang sakit
bukan anak saya.
4. Depresi (Bersedih yang mendalam)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah
tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau
orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih
pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata
seperti saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
manis juga, atau apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh.Apabila
individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah
satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi
maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
1) Masa Kanak-Kanak
bayi.
Anak usia 3-5 tahun memiliki sedikit ide bahkan tidak sama
sering kali bingung antara mati dengan tidur, dan bertanya dengan
sering kali percaya bahwa hanya orang-orang yang ingin mati, atau
seorang anak, usia 3-5 tahun menolak adanya kematian. Anak usia
6-9 tahun percaya bahwa kematian itu ada, tetapi hanya dialami
2) Masa Remaja
3) Masa Dewasa
menginginkan kesempurnaan.
Kurangnya antisipasi terhadap kematian barangkali akan
aktifitas dan hubungan social (Papalia, Diane E., & Feldman, Ruth
Duskin. 2014).
Anak Tengah
DO:
a. Ibu klien
meninggal dunia.
DS:
a. Klien
mengatakan saat
pemakaman Duka cita terganggu
ibunya, klien tidak berhubungan dengan
2. Duka Cita (00135)
menangis dan kematian orang terdekat
tidak banyak
bicara dengan
saudara serta
kerabatnya.
b. Klien merasa
sangat lelah dan
tidak bersemangat
saat bekerja.
Anak Bungsu Duka cita terganggu Duka cita (00135)
DO: berhubungan dengan
a. Ibu klien kematian orang terdekat
3.
meninggal dunia.
DS :
a. Klien
mengatakan tidak
bisa tidur, tidak
bisa makan, sulit
berkonsentrasi
ditempat kerja,
dan tidak percaya
ibunya meninggal
dunia.
b. Klien
mengatakan
mengalami
kesulitan untuk
menghadiri
pemakaman.
DO: Gangguan pengelolaan Gangguan pengelolaan
mood (00741)
a. Ibunya klien mood berhubungan
meninggal dunia. dengan pikiran tentang
DS: kematian yang berulang
a. Klien
mengatakan tidak
4. bisa tidur, tidak
bisa makan, sulit
berkonsentrasi
ditempat kerja,
dan tidak percaya
ibunya meninggal
dunia
EVALUASI
Setelah dilakukan intervensi kepada klien, outcome yang ditargetkan
tercapai serta terus mengalami peningkatan secara signifikan. Klien diharapkan
dapat mempertahankan outcome yang sudah dicapai selama ataupun setelah
intervensi, tidak mengalami masalah psikologis berkelanjutan, serta dapat
menjalankan perannya seperti sedia kala.
Daftar Pustaka
Disusun oleh:
Kelompok III
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa selalu diberikan kepada tim penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah case study 5 Psikososial dan
Budaya dalam Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, tim penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini, yaitu Ners Selvia Harum
Sari. Dan semua yang tim penulis lakukan tidak lepas dari doa dan dukungan
beberapa pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil.
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, besar harapan penulis semoga makalah
ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pihak-
pihak yang terkait.
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………….. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………….. iii iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………. iv iv
BAB I. KASUS …………….……………………………………... 1 1
BAB II. LAPORAN HASIL STUDI KASUS ……………………. 2 8
BAB III. PENUTUP ………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… v
iv
BAB I
KASUS
Diskusikan mengenai :
1
BAB II
LAPORAN HASIL STUDI KASUS
2
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-
kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan,
rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
d. Tahap Acceptance (Penerimaan)
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan
hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru. Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat
mengakhiri proses kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke proses
ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
PERBANDINGAN TEORI PROSES BERDUKA
3
Putra tertuanya : tinggal di dekat ibunya dan sering merawat ibunya,
mengatur pemakaman dan megunjungi kerabat. Dia merindukan ibunya dan
menangis sesekali tapi berhasil kembali bekerja minggu berikutnya. Dalam kasus
ini putra pertama sudah masuk ke fase yaitu acceptance atau tahap penerimaan
karna dia sudah bisa sedikit mengalihkan pikirannya yaitu dengan bisa bekerja
kembali tidak banyak menangis.
Kemudian pada kasus yang dialami, anak tengah tidak menangis saat
pemakaman dan tidak banyak bicara kepada saudara laki lakinya atau kerabat
lainnya. Dia kembali ke rumahnya yang terletak di kota lain dan kembali bekerja
tapi merasa sangat lelah dan tidak bersemangat. Tahap yang dirasakan oleh anak
tengah juga fase acceptance alasannya karna dia sudah mampu bekerja kembali
dia juga tidak menangis dia hanya tidak mau bicara namun itu adalah hal yag
wajar dan itu hanya permulaan saja lama kelamaan bisa saja menghilang dan bisa
menerima sebuah kenyataan serta bisa kembali bersemangat lagi.
Sedangkan Anak bungsu mengalami kesulitan untuk mengahadiri
pemakaman, tidak dapat tidur atau makan , tidak dapat berkonsentrasi di tempat
kerja , dan tidak percaya bahwa ibunya telah meninggal . Hal ini anak bungsu
mengalami fase depression atau tahap depresi karna dia masih belum bisa
menerima kenyataaan, hal ini bisa di lihat dari gejala fisik yaitu tidak mau makan
tidak bisa tidur tidak dapat konsentrasi lagi hal ini lah yang benar benar fase yang
sangat memuncak dan harus di bantu dengan orang khusus seperti tenaga
kesehatan spesialis kejiwaan.
2. Faktor apa saja yang mungkin mempengaruhi reaksi masing-masing
anak terhadap kematian ibu mereka?
4
Dalam kehidupan sehari – hari, ada berbagai macam variabel yang
mempengaruhi cara seseorang merasakan dan merespon rasa kehilangan yang
dihadapinya. Variabel tersebut meliputi berbagai faktor. Faktor yang
mempengaruhi adalah sebagai berikut (Alimul Hidayat, 2006) :
a. Perkembangan Manusia (Usia)
Usia klien dan tahap perkembangan sangat mempengaruhi respon
terhadap berduka. Individu biasanya tidak mengalami kehilangan orang
yang dicintai pada interval yang teratur. Akibatnya, Pengalaman terhadap
situasi ini sulit untuk dilakukan.
b. Hubungan personal ( sistem pendukung )
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti
hubungan yang hilang akan mempengaruhi respon terhadap berduka.
Ketika suatu hubungan antara dua individu telah menjadi sangat dekat dan
terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu yang masih
hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.
Dari hal di atas kehadiran orang terdekat individu yang sedang berduka
seringkali menjadi aorang pertama yang mengetahui dan memberikan
bantuan emosional, fisik, dan fungsional yang dibutuhkan. Namun, karena
banyak orang yang tidak berpengalaman dalam mengatasi kehilangaan,
orang yang biasanya mendukung malah menarik diri dari individu yang
berduka.
c. Makna Kehilangan ( Sifat Rasa Kehilangan )
Makna kehilangan setiap orang berbeda, itu semua tergantung pada
persepsi masing – masing individu saat mengalami kehilangan. Sejumlah
faktor yang mempengaruhi makna kehilangan antara lain: makna orang,
dan objek yang hilang, perubahan yang harus dilakukan karena
kehilangan, dan keyakinan yang dianut oleh seseorang.
d. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang
untuk mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Pengungkapan emosi (
pelepasan, atau membicarakan tentang perasaan seseorang ) telah
5
dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan.
e. Status Sosial dan Ekonomi
Status sosial dan ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memasukkan dukungan dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan dan respon fisik terhadap tekanan. Ketika individu kekurangan
sumber daya finansial, pendidikan, dan pekerjaan, beban kehilangan akan
menjadi berlipat.
f. Penyebab Kehilangan dan Kematian
Pandangan individu dan masyarakat mengenai penyebab kehilangan atau
kematian dapat secara bermakna mempengaruhi respon berduka. Karena
kehilangan atau kematian di luar kendali orang yang terlibat mungkin
lebih diterima dibandingkan dengan kehilangan atau kematian yang dapat
dicegah.
g. Kepercayaan dan Pengaruh Spiritual
Keyakinan dan praktik spiritual sangat mempengaruhi reaksi seseorang
terhadap kehilangan dan perilaku yang ditimbulkannya. Penanganan
penyakit secara serius pada klien biasanya melibatkan intervensi medis
untuk memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai rangkaian praktik
kedua, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu individu yang sekarat
menemukan arti dalam penderitaan sehingga mereka dapat memelampaui
atau melangkah lebih ke depan dengan senantiasa percaya dan tidak takut
pada kematian karena berlandaskan kepada keyakinan atau kepercayaan
yang dianut masing – masing orang.
h. Harapan
Pengharapan memberikan individu kemampuan untuk melihat bahwa
kehidupan adalah suatu keabadian yang memiliki arti serta tujuan. Sebagai
suatu bentuk dorongan atau motivasi. Harapan, membantu pasien
mempertahankan suatu keinginan yang baik, dan pengurangan terhadap
sesuatu yang tidak menyenangkan. Dengan harapan, seorang pasien
berpindah dari perasaan lemah, menuju ke kehidupan yang penuh
kesenangan.
6
Dalam kasus ini, ada 3 orang anak yang mana masih belum bisa menerima
bahwa ibu mereka sudah tiada, dengan berbagai respon atau reaksi yang
ditimbulkan. Adapun faktor yang paling memepengaruhi mereka adalah strategi
koping, usia, hubungan personal dan makna kehilangan (Sutejo, 2018).
3. Isyarat apa, selain tanda fisik yang merupakan indikasi Nyonya Nurul
sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
7
Kemudian infeksi menyebabkan peradangan membran paru ( bagian dari
sawar-udara alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler
masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen
menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel
radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh
patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan
mengakibatkan kesulitan bernafas, dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan
kematian. Sehingga pada kasus yang dialami oleh Ny. Nurul, beliau telah lama
mengalami kesusahan bernafas bahkan dalam beberapa kasus memerlukan alat
bantu nafas. Ketika alat bantu nafas tersebut mengalami gangguan atau pun tidak,
misal dikarenakan terjadi komplikasi di saluran nafas Ny. Nurul, maka membuat
dia susah bernafas dan berujung kematian yang mendadak.
Berhubungan dengan kematian dan kondisi menuju kematian (sekarat) :
Tahapan dalam proses kondisi menuju kematian. Dalam kehidupan makhluk
hidup, khususnya manusia tentunya akan menemui akhir dari segala perjalanan
kehidupannya yakni pada kematian. Dari adanya anggapan mengenai kematian
munculah berbagai pertanyaan dalam benak manusia terkait kematian dan kondisi
sekarat. Tiga pertanyaan utama yang umumnya diajukan adalah seperti apakah
kondisi sekarat itu?, apakah kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi
untuk kita semua ?, dan bagaimana kondisi sekarat dipandang dari orang yang
sedang mengalami hal tersebut?. Pada tahun 1986, Elisabeth Kübler-Ross dalam
bukunya yang berjudul On Death and Dying ia menjelaskan mengenai lima
tahapan yang dilalui oleh pasien dalam kondisi sekarat. Dimana dalam
menjelaskan hal tersebut sebelumnya ia melakukan wawancara mendalam kepada
400 orang pasien yang telah didiagnosis oleh tenaga medis bahwa waktunya sudah
tidak akan lama lagi bagi mereka untuk mencapai kematian akibat penyakit yang
dideritanya.
Kelima tahapan tesebut diantaranya adalah
a) Tahap penolakan (Denial)
b) Tahap kemarahan (Anger)
c) Tahap penawaran (Bargaining)
d) Tahap bersiap menuju kematian/depresi (Preparatory grief/Deppression)
8
e) Tahap penerimaan (Acceptance).
Kelima tahap yang dibentuk oleh Kübler-Ross sedikit banyak mampu
memberikan gambagaran bagi kita untuk memperkirakan bagaimana perilaku dan
apa yang dirasakan oleh orang yang berada dalam proses menuju kematian
(sekarat).
a) Penolakan
Pada tahap pertama yakni penolakan, pasien cenderung merasakan kondisi
terguncang dan menolak diagnosa dari tenaga medis bahwa penyakit yang
dideritanya sudah sangat parah dan memang sudah tidak lama lagi waktu yang ia
miliki untuk tetap hidup di dunia. Menurut Kübler-Ross pada tahap ini umumnya
pasien memberikan reaksi seperti “Hal ini tidak mungkin, dan tidak mungkin saya
yang harus mengalami hal ini, setiap harinya banyak orang lain diluar sana
memang mengalami hal ini tapi kenapa sekarang harus saya yang mengalami hal
ini, setidaknya tidak untuk hari ini”. Penolakan yang terjadi dalam diri pasien
mengenai kematian yang telah dekat baginya untuk dialami disebabkan juga oleh
adanya persepsi yang selama ini tertanam kuat dalam pemahaman manusia pada
umumnya bahwa sesulit apapun kondisinya dan sebesar apapun biaya yang harus
dikeluarkan untuk menyelamatkan nyawa manusia dari kematian hal tersebut
haruslah dilakukan dan ketika seseorang menerima kondisi dan berbicara bahwa
ia mengalami kondisi sakit yang parah dan menuju kematian maka orang tersebut
dipandang sebagai orang yang gagal dalam menjalani tugas dengan baik atas
kehidupan di dunia yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
b) Kemarahan
Pada tahap kedua yakni kemarahan, pada tahap ini perasaan terguncang
yang dialami pasien berubah menjadi kemarahan yang menurut Kübler –Ross
identik dengan respon “Bukan saya” dan “Kenapa harus saya”. Dalam hal ini yang
dimaksudkan bahwa pasien marah dengan kondisi menuju kematian yang
dibebankan kepadanya karena membuatnya merasa sendiri ketika orang-orang
disekitarnya tidak berada bersamanya lagi seperti saat ia sehat dan mampu
beraktifitas dengan baik dalam kehidupannya. Kemarahan yang ada pada dirinya
akan kondisi sebenarnya coba disembunyikan oleh pasien yang kemudian
berimbas pada dilepaskannya kemarahan yang ia rasakan kepada orang-orang
9
sekelilingnya yang mencoba memberikan perhatian kepadanya seperti kepada
para dokter, perawat, teman, keluarga dengan mengatakan bahwa ia merasa
terganggu dengan kehadiran mereka, ia baik-baik saja dan mampu mengurus
dirinya sendiri dan sebagainya.
c) Penawaran
Pada tahap ketiga yakni penawaran, pada tahap ini pasien sudah lebih
mampu mengontrol emosinya dan mulai menyadari bahwa sebesar apapun
kemarahan yang ia rasakan tidak akan mampu membuatnya berada pada kondisi
yang lebih baik maka ia mencoba untuk memikirkan hal apa yang sebaiknya
dilakukan untuk memanfaatkan waktunya yang sudah tidak lama lagi di dunia.
Dengan kesadarannya bahwa memang saat ini dirinyalah yang berada pada
kondisi kematian pasien masih berusaha untuk kembali kepada sang penciptanya
dan melakukan penawaran kepada Tuhan, yang memang hal tersebut cenderung
dapat dipahami sebagai permohonan pasien tersebut kepada tuhannya dengan
harapan agar diberikan waktu untuk hidup yang lebih panjang dan berjanji untuk
menjalani kehidupan degan lebih baik. Semisalnya pasien tersebut berdoa dan
berjanji ketika diberi kesembuhan dan waktu untuk hidup lebih lama lagi maka ia
akan lebih berbakti kepada orang tua, taat beragama, memperhatikan kehidupan
anak yatim, dan sebagainya.
d) Tahap bersiap menuju kematian/depresi
Pada tahap keempat yakni persiapan menuju kematian atau depresi, pada
tahap ini terjadi perubahan dalam diri pasien yang sebelumnya memberikan reaksi
bahwa “bukan saya” yang kemudian menjadi “iya, saya”. Yang dimaksud dari hal
ini adalah pasien telah berusaha menerima kenyataan bahwa memang waktu
kematiannya akan tiba dalam waktu yang tidak lama lagi dan proses penawaran
(permohonan) yang ia lakukan terhadap Tuhan-nya telah berakhir. Kemudian
pada tahap ini pula pasien mulai untuk meneguhkan hatinya untuk perlahan
mengiklaskan untuk melepaskan hubungannya selama di dunia dengan orang-
orang terkasihnya untuk menuju akhir dari kehidupan.
e) Penerimaan
Kemudian pada tahap kelima yang merupakan tahap terakhir, pada tahap
penerimaan ini pasien merasa bahwa kematian sudah tidak lagi dapat dihindari
10
dan siap untuk mencapai kematian dengan perasaan yang tenang dan iklas bukan
dengan perasaan yang merasa kalah dan terpaksa harus menerima kematian.
Menurut Kübler-Ross reaksi yang umunya dilakukan oleh pasien adalah “ Saya
telah menyelesaikan segala urusan saya, saya talah mengucapkan segala hal yang
harus saya katakan, dan saya sudah siap untuk pergi meninggalkan dunia”. Maka
pada tahap ini pasien telah yakin dan tenang dalam mencapai kematiannya yang
dijelaskan pula oleh Kübler-Ross bahwa di dunia yang berbeda dari dunia
manusia pasien tersebut akan menjalani kehidupannya yang baru.
Jadi, isyarat atau tanda-tanda seseorang dalam masa sekarat atau dalam
masa akan menuju kematian selain tanda-tanda dari fisiknya yaitu, pada tahap
pertama yakni penolakan, pasien cenderung merasakan kondisi terguncang dan
menolak diagnosa dari tenaga medis bahwa penyakit yang dideritanya sudah
sangat parah dan memang sudah tidak lama lagi waktu yang ia miliki untuk tetap
hidup di dunia. Pada tahap kedua yakni kemarahan, pada tahap ini perasaan
terguncang yang dialami pasien berubah menjadi kemarahan identik dengan
respon “Bukan saya” dan “Kenapa harus saya”. Pada tahap ketiga yakni
penawaran, pada tahap ini pasien sudah lebih mampu mengontrol emosinya dan
mulai menyadari bahwa sebesar apapun kemarahan yang ia rasakan tidak akan
mampu membuatnya berada pada kondisi yang lebih baik maka ia mencoba untuk
memikirkan hal apa yang sebaiknya dilakukan untuk memanfaatkan waktunya
yang sudah tidak lama lagi di dunia. Pada tahap keempat yakni persiapan menuju
kematian atau depresi, pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri pasien yang
sebelumnya memberikan reaksi bahwa “bukan saya” yang kemudian menjadi
“iya, saya”. Kemudian pada tahap kelima yang merupakan tahap terakhir, pada
tahap penerimaan ini pasien merasa bahwa kematian sudah tidak lagi dapat
dihindari dan siap untuk mencapai kematian dengan perasaan yang tenang dan
iklas bukan dengan perasaan yang merasa kalah dan terpaksa harus menerima
kematian, yang umunya dilakukan oleh pasien adalah “ Saya telah menyelesaikan
segala urusan saya, saya talah mengucapkan segala hal yang harus saya katakan,
dan saya sudah siap untuk pergi meninggalkan dunia”.
4. Bagaimanakah perkembangan konsep kematian berdasarkan umur?
11
Kematian merupakan sesuatu yang mutlak terjadi dalam kehidupan manusia.
Bakker (2005) mengatakan bahwa segala yang hidup pasti mati, oleh sebab itu
kematian dinilai sebagai nasib natural bagi yang hidup. Bakker (2005)
menjelaskan bahwa hakekat kematian dapat dirumuskan sebagai “berakhirnya
kehidupan” (cessatio vitae) ataau “berhentinya makhluk” (cessatio entis viventis).
Pembahasan mengenai kematian seolah hanya berdasarkan pemahaman akan
kehidupan yang harus berakhir pada suatu titik yaitu kematian. Hal tersebut
ternyata tidak cukup mampu memberikan kelegaan dan penerimaan untuk
menganggap kematian sebagai sesuatu yang baik. Pemahaman yang didapat
seolah menjadi pisau bermata dua yang memberikan dua gambaran berbeda bagi
manusia khususnya lanjut usia yang dekat dengan kematian. Pemahaman yang
hanya didasarkan pada sisi dogmatis padahal masih ada banyak permasalahan
hakiki yang belum terselesaikan menimbulkan kecemasan baru sehingga membuat
kehidupan manusia menjadi tidak tenang dan tidak bahagia.
a. Angka kematian pada kelompok umur 0-4 tahun :
Tingginya angka kematian pada kelompok umur 0-4 tahun disebabkan beberapa
faktor berikut :
1. Penyebab utama kematian bayi berumur 0-6 hari adalah asfiksia (36 persen),
prematur (32 persen) dan sepsis (12 persen). Faktor ibu yang berperan
terhadap kematian perinatal adalah ketuban pecah dini (23 persen), hipertensi
maternal (22 persen), komplikasi kehamilan dan kelahiran (16 persen),
gangguan nutrisi (10 persen) . Untuk penanganan masalah perinatal harus
difokuskan terhadap perbaikan kondisi kesehatan bayi sejak konsepsi dan
pertumbu-hannya dalam rahim, peningkatan nutrisi dan kesehatan ibu, serta
pertolongan persalinan dengan standar mutu yang baik untuk ibu maupun bayi
baru lahir . Berarti, peningkatan kualitas PONED dan PONEK dituntut
semakin tinggi seiring dengan besar-nya masalah kematian perinatal yang
dihadapi.
2. Faktor penyulit persalinan, penyakit yang diderita bayi, maupun perawatan
bayi di rumah, kondisi ibu saat hamil. Ini terbukti menurut data yang diperoleh
bahwa faktor penyebab kematian sangat beragam seperti melahirkan
12
sungsang, kelainan sejak dalam kandungan, kondisi ibu saat hamil yang
menyebabkan bayi prematur, BBLR, dan asfiksia.
3. Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak kelahiran yang kurang dari
2 tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada
kemungkinan ibu masih menyusui.
4. Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan
oleh semua ibu hamil dan keluarganya. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu
tamat SMA. Adapun fenomena yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan
tingkat pendidikan yaitu anak yang dilahirkan merupakan anak pertama yang
dimiliki oleh ibu dengan usia<20 tahun dan usia ideal (21-34 tahun).
Meskipun pendidikan cukup tinggi, jika dilihat menurut usia, kemungkinan
pengetahuan ibu mengenai kehamilan masih sangat rendah dan tidak cukup
waktu untuk mencari pelayanan semaksimal mungkin. Sehingga ibu kurang
memperhatikan kondisinya saat hamil. Kebiasaan ibu yang menganggap
bahwa kehamilan merupakan hal biasa memiliki riwayat pendidikan yang
rendah serta ekonomi yang rendah. Sehingga faktor tersebut secara tidak
langsung diduga dapat mempengaruhi kehamilan, proses persalinan dan pasca
persalinan.
5. Menyusui sebaiknya dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk
merangsang pengeluaran ASI selanjutnya (Kamila, 2005). Pada kasus
kematian bayi hampir semua bayi tidak mendapatkan ASI. Hal tersebut
diakibatkan karena ASI yang belum keluar sama sekali saat bayi sudah lahir,
ASI yang diproduksi sangat lancar namun bayi tidak sempat diberi ASI, serta
bayi mendapatkan campuran susu formula dari pihak rumah sakit.Penyebab
ASI yang tidak bisa keluar diduga karena bayi lahir prematur sehingga kondisi
fisik maupun psikologisnya dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu sedang
menderita sakit, ibu yang mengalami depresi, cemas sedang ada masalah,
mulut bayi yang kecil serta kurang mendapat dukungan dari suami atau
keluarganya dalam menyusui bayinya. Sehingga ASI yang diproduksinya
kurang lancar atau bahkan tidak bisa keluar sama sekali.
13
6. Pola pengasuhan bayi yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi,
pada hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI dengan
tingkat pendidikan rendah ataupun tinggi hasilnya tidak jauh berbeda. Pada
tingkat pendidikan ibu, baik rendah ataupun tinggi, tidak menjamin bahwa
pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan bayi sudah cukup baik. Disisi lain
informasi yang diberikan petugas kesehatan seputar kehamilan, terutama
mengenai ASI tidak jelas dan kurang lengkap. Jika dibandingkan dengan
kelompok umur yang lain kematian pada kelompok umur 0-4 tahun cukup
tinggi, hal ini dikarenakan dua faktor utama yaitu faktor ibu dan faktor bayi itu
sendiri.
b. Angka kematian pada kelompok umur 5-9 tahun :
Jika dilihat dari kelompok umur sebelumnya pada kelompok umur 5-9 tahun
angka kematian mengalami penurunan yang cukup tinggi.Dapat dikatakan angka
harapan hidup mengalami kenaikan. Semakin bertambahnya Angka Harapan
Hidup itu berarti perlu adanya peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas
seperti pendidikan, kesehatan dsb, perlunya perhatian keluarga dan pemerintah
didalam penyediaan gizi yang memadai bagi anak-anak (Balita) agar angka
harapan hidup bayi terus meningkat.
c. Angka kematian pada kelompok umur 10-14tahun :
Jika dilihat dari kelompok umur sebelumnya angka kematian pada kelompok
umur 10-14 tahun mengalami penurunan yang juga berarti angka harapan hidup
terus mengalami peningkatan.Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu
berarti perlu adanya peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas seperti
pendidikan, kesehatan dsb.
d. Angka kematian pada kelompok umur 15-19tahun :
Memang sedikit mengalami kenaikan dari kelompok umur 10-14 tahun tetapi
angka kematian pada kelompok umur ini masih dapat dikatakan rendah yang juga
berarti angka harapan hidup terus mengalami peningkatan.Semakin bertambahnya
Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peranpemerintah di dalam
menyediakan fasilitas seperti pendidikan, kesehatan, serta penyediaan lapangan
kerja.
e. Angka kematian pada kelompok umur 20-24 tahun :
14
Pada usia produktif ini angka kematian mengalami sedikit peningkatan dari
kelompok umursebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup
masih cukup tinggi. Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini
yaitu penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk
permukiman serta fasilitas rekreasi/wisata.
f. Angka kematian pada kelompok umur 25-29 tahun :
Pada usia produktif ini angka kematian hampir sama dengan kelompok umur
sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup masih cukup tinggi.
Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu penyediaan
lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk permukiman serta
fasilitas rekreasi/wisata.
g. Angka kematian pada kelompok umur 30-34 tahun :
Pada usia produktif ini angka kematian hampir sama dengan kelompok umur
sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup masih cukup
tinggi.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-50 tahun yang terjadi secara
tiba-tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh darah otak.
Selain itu juga beberapa penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes, asma,
penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan lalu lintas, kanker paru-paru dsb.
Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu penyediaan
lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk permukiman serta
fasilitas rekreasi/wisata.
h. Angka kematian pada kelompok umur 35-39 tahun :
Pada usia produktif ini angka kematian mengalami sedikit peningkatan dari
kelompok umur sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup
masih cukup tinggi.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-50 tahun yang
terjadi secara tiba-tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh
darah otak. Selain itu juga beberapa penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes,
asma, penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan lalu lintas, kanker paru-
paru dsb. Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu
penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk
permukiman serta fasilitas rekreasi/wisata.
i. Angka kematian pada kelompok umur 40-44tahun :
15
Pada usia produktif ini angka kematian mengalami sedikit peningkatan dari
kelompok umur sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup
masih cukup tinggi.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-50 tahun yang
terjadi secara tiba-tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh
darah otak. Selain itu juga beberapa penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes,
asma, penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan lalu lintas, kanker paru-
paru dsb. Peranan pemerintah yang dibutuhkan pada usia produktif ini yaitu
penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk
permukiman serta fasilitas rekreasi/wisata.
j. Angka kematian pada kelompok umur 45-54tahun :
Pada kelompok umur 45-54 tahun ini mengalami sedikit peningkatan angka
kematian.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007),penyebab kematian
nomor 6 dari semua kelompok umur adalah diabetes melitus. Angka kematian
penderita diabetes melitus pada kelompok umur 45-54 tahun di daerah perkotaan
mencapai 14,7% dan di pedesaan sekitar 5,8%. Penyakit diabetes melitus
merupakan penyakit tidak menular yang mengalami kenaikan jumlah penderita
terus-menerus dari tahun ke tahun selain itu penyakit yang juga paling banyak
diderita seperti ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), diare, demam berdarah,
malaria, difteri, penyakit kulit, hipertensi, penyakit lambung dan jantung
(kardiovaskuler).
k. Angka kematian pada kelompok umur 55->80tahun :
Pada kelompok umur 55 sampai dengan 80 tahun keatas ini hampir sama
dengan kelompok umur sebelumnya yang mengalami sedikit peningkatan angka
kematian. Penyakit penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit
sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak), selanjutnya penyakit infeksi dan
pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan pernapasan lebih tinggi di
pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan penyebab
kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi
(jantung dan pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di
Indonesia berada dalam proses transisi epidemiologik seiring dengan proses
transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban ganda dalam menangani
penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana
16
pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit
non-infeksi.
Kondisi usia pada dewasa akhir sering disebut sebagai lansia atau usia
lanjut (old age). Suardiman (2011: 1) menjelaskan bahwa siklus kehidupan
menjadi tua diawali dari proses kelahiran tumbuh menjadi dewasa dan
berkembang biak, menjadi semakin tua, dan akhirnya meninggal. Hurlock dalam
Asti ( 2004: 19) menyatakan lanjut usia sebagai periode penutup dalam rentang
kehidupan seseorang, yaitu suatu periode seseorang telah “beranjak jauh” dari
periode sebelumnya yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang
penuh manfaat.
Lanjut usia merupakan proses kehidupan manusia dengan waktu yang
begitu panjang dan mencapai perubahan signifikan seperti kondisi fisik dan
psikologis. Samino dalam Suardiman (2011) mangatakan bahwa proses menua
didefinisikan sebagai akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan
patofiologi organ tubuh yang berlangsung berdampingan dengan perubahan waktu
dan ada kemungkinan untuk terserang penyakit atau kematian. Manusia
berkembang secara evolusioner menuju tingkataan yang lebih sempurna dalam hal
emosional dan fungsional organ tubuh, namun pada saat lanjut usia justru terjadi
kemunduran sesuai hukum alam yang disebut sebagai “menua” atau senesense.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Prof. Dr. Siti Partini Suardiman, S.U.
dalam Asti (2004) bahwa manusia lanjut usia adalah manusia yang telah
menjalani proses penuaan dalam arti mengalami penurunan daya tahan fisik yang
ditandai dengan semakin rentannya fisik terhadap serangan berbagai penyakit
yang dapat menyebabkan kematian.
Rentang waktu yang lama dalam perkembangan lanjut usia semakin
menimbulkan perubahan dan permasalahan. Kondisi ini jelas memerlukan suatu
sikap untuk menanggapinya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
penyesuaian diri. Secara lebih jauh, penyesuaian diri diperlukan supaya para
lanjut usia tersebut dapat mencapai kebahagiaan dengan memiliki keterbukaan
akan isu-isu kehidupan, termasuk isu kematian. Kematian menjadi salah satu isu
yang popular di kalangan lanjut usia.
17
Kondisi tersebut ternyata ditanggapi beragam oleh lanjut usia. Pada suatu
sisi, kematian seolah menjadi suatu kondisi yang tidak jelas dan menakutkan.
Wijaya & Savitri (2015) menjelaskan bahwa kecemasan mengenai kematian
merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan ketika para lanjut usia
memikirkan kematian. Hal ini disebabkan oleh kondisi tidak jelas yang menyertai
kematian. Kematian seolah-olah menjadi begitu dekat namun terkadang seperti
diberi jarak seolah masih lama akan datang. Sedangkan Chusairi dalam Wijaya &
Savitri (2015) mengatakan kematian merupakan pengalaman yang tidak
terelakkan yang dapat terjadi setiap saat, sehingga dapat menimbulkan kecemasan
dalam diri individu.
Meski demikian, pada satu sisi yang lain kematian mampu dipandang
secara lebih jernih dan terbuka. Hal tersebut nampak ketika kematian mampu
menimbulkan ketertarikan bagi manusia secara khusus lanjut usia untuk
memenuhi keingintahuan akan kematian diri sendiri (Asti, 2004). Pertanyaan yang
muncul dari kondisi tersebut meliputi kapan akan mati, penyebab kematian,
bagaimana kondisi menghadapi kematian, dan bagaimana kondisi saat mati.
Kondisi ini bersifat positif karena lanjut usia berusaha berdamai dengan proses
kehidupannya untuk akhirnya sampai pada kematian. Sikap positif ini berkaitan
erat dengan kondisi psikologis yang sehat dimana lansia secara sadar menerima
kematian sebagai suatu proses yang memang akan terjadi pada setiap individu
sehingga tidak perlu ditolak apalagi dihindari. Pada akhirnya, sikap manusia
secara khusus lanjut usia menghadapi isu kematian terbentuk menjadi dua sisi
yang saling bertolak belakang.
5. Proses keperawatan dan kehilangan, kematian, serta duka cita.
a. Pengkajian 1
1) Identitas klien :
Nama : Anak Bungsu
Usia : tidak terkaji
Jenis kelamin : tidak terkaji
2) Fisik : TB= tidak terkaji; BB= tidak terkaji; T= tidak terkaji; N= tidak
terkaji; RR= tidak terkaji; TD= tidak terkaji.
3) Riwayat kesehatan dahulu : tidak terkaji
18
4) Riwayat kesehatan sekarang : tidak terkaji
5) Perilaku dan respon :
- Kognitif : klien mengungkapan ketidakmampuan dalam menghadapi
peristiwa, klien masih tidak percaya dengan kematian ibunya, tidak
dapat berkonsentrasi di tempat kerja.
- Afektif : kesulitan menghadiri pemakaman, tidak dapat tidur atau
makan,
- Sosial : tidak terkaji
6) Peran dan hubungan : klien sebgai anak tidak dapat menghadiri
pemakaman dan tidak mampu berkonsentrasi di tempat kerja setelah
kematian ibunya
7) Coping terhadap stress : pasien tampak belum mampu mengatasi
kejadian yang ia alami.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Data Pengkajian Faktor yang berhubungan Masalah
1 DS : - Krisis situasi Ketidakefektifan
Klien mengatakan Koping (00069)
mengalami kesulitan (skala Prioritas)
untuk menghadiri
pemakaman, tidak dapat
tidur atau makan, serta
tidak dapat
berkonsentrasi di tempat
kerja.
2 DO: Ny. Nurul 75 tahun - Kematian orang terdekat Dukacita terganggu
meninggal tak terduga 1 - Kurang dukungan sosial (00135)
minggu setelah dirawat
di RS dengan episode
pneumonia berulang
walaupun telah diberi
terapi antibiotic agresif,
kondisi beliau
19
memburuk.
DS: Klien mengatakan
mengalami kesulitan
untuk menghadiri
pemakaman, serta tidak
dapat berkonsentrasi di
tempat kerja.
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Ketidakefektifan Koping NOC NIC
(00069) Koping (1302) Peningkatan Koping
Kriteria Hasil (5230)
-Mengidentifikasi -Bantu klien untuk
pola koping yang memecahkan masalah
tidak efektif dengan cara yang
-Menyatakan konstruktif
penerimaan terhadap - Gunakan pendekatan
situasi yang tenang dan berikan
- Menggunakan jaminan
strategi koping yang -Berikan penilaian dan
efektif diskusikan respon
alternative terhadap
Ketiga kriteria situasi yang ada.
tersebut skala target -Dukung penggunaan
dari tidak pernah sumber-sumber spiritual
menunjukan (1) -Dukung keterlibatan
menjadi sering keluarga
20
menunjukan (4) -Bantu klien untuk
mengidentifikasi
strategi-strategi positif
untuk mengatasi
keterbatasan dan
mengelola kebutuhan
gaya hidup maupun
perubahan peran.
2. Dukacita terganggu NOC NIC
(00135) Resolusi Berduka Fasilitasi proses berduka
(1304) (5290)
Kriteria Hasil -Identifikasi kehilangan
-Menyatakan -Dengarkan ekspresi
menerima tentang berduka
kehilangannya -Berikan interuksi dalam
-Melaporkan tidur proses berduka yang
yang cukup tepat
-Melaporkan intake -Dukung klien
nutrisi yang cukup mengimplementasikan
-Mengekspresikan kebiasaan budaya,
harapan positif agama, social yang
mengenai masa terkait dengan
depan. kehilangan.
-Komunikasikan
Keempat kriteria penerimaan dalam
hasil diatas skala rangka mendiskusikan
targetnya dari tidak kehilangan.
pernah menunjukan -Dukung usaha untuk
(1) menjadi sering penyelesaian konflik
menunjukan (4). yang terjadi
-Bantu mengidentifikasi
kebutuhan untuk
21
modifikasi gaya hidup.
Peningkatan Tidur
(1850)
-Tentukan pola
tidur/aktivitas klien
-Jelaskan pentingnya
tidur yang cukup
-Sesuaikan Lingkungan
misalnya cahaya,
kebisingan, suhu, kasur,
dan tempat tidur untuk
meningkatkan tidur.
-Dorong klien untuk
menetapkan rutinitas
tidur untuk memfasilitasi
perpindahan dari terjaga
menuju tidur.
Manajemen Nutrisi
(1100)
-Tentukan status gizi
klien dan kemampuan
klien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
-Berikan pilihan
makanan sambil
menawarkan bimbingan
terhadap pilihan
makanan yang sehat
-Tawarkan makanan
ringan padat gizi
22
-Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan
atau kenaikan BB
-Monitor asupan
makanan
a. Pengkajian 2
1) Identitas klien
Nama : Anak Tengah
Usia : tidak terkaji
Jenis kelamin : tidak terkaji
2) Fisik : TB= tidak terkaji; BB= tidak terkaji; T= tidak terkaji; N= tidak
terkaji; RR= tidak terkaji; TD= tidak terkaji.
3) Riwayat kesehatan dahulu : tidak terkaji
4) Riwayat kesehatan sekarang : tidak terkaji
5) Perilaku dan respon :
- Kognitif : tidak terkaji
- Afektif : tidak menangis saat pemakaman dan tidak banyak berbicara
kepada saudara laki-lakinya atau kerabat lainnya, merasa sangat lelah
dan tidak bersemangat
6) Sosial : -
7) Peran dan hubungan : tidak banyak berbicara kepada saudara laki-
lakinya atau kerabat lainnya
8) Coping terhadap stress : pasien tampak belum mampu mengatasi
kejadian yang ia alami.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Data Pengkajian Faktor yang berhubungan Masalah
23
1 DS : - Gaya koping yang tidak Ketidakmampuan
Klien tidak menangis sesuai antara individu koping keluarga
saatpemakaman dan pendukung dan klien (00073)
tidak banyak berbicara (skala Prioritas)
pada saudara laki-
lakinya atau kerabat
lainnya. Dia kembali ke
rumahnya yang terletak
di kota lain dan kembali
bekerja tapi merasa
sangat lelah dan tidak
bersemangat.
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil Keperawatan
1. Ketidakmampuan NOC NIC
koping keluarga Koping Keluarga Peningkatan
(00073) (2600) Keterlibatan Keluarga
Kriteria Hasil (7110)
-Mengungkapkan -Bangun hubungan
perasaan dan emosi pribadi dengan klien
secara terbuka dan anggota keluarga
diantara anggota yang akan terlibat
keluarga dalam perawatan
-Mengatur perawatan - Monitor struktur dan
jadwal istirahat peran keluarga
Ketiga kriteria
tersebut skala target
dari tidak pernah
menunjukan (1)
24
menjadi sering
menunjukan (4)
a) Pengkajian 3
1) Identitas klien :
Nama : Anak Sulung
Usia : tidak terkaji
Jenis kelamin : laki-laki
2) Fisik : TB= tidak terkaji; BB= tidak terkaji; T= tidak terkaji; N= tidak
terkaji; RR= tidak terkaji; TD= tidak terkaji.
3) Riwayat kesehatan dahulu : tidak terkaji
4) Riwayat kesehatan sekarang : tidak terkaji
5) Perilaku dan respon :
- Kognitif : merindukan ibunya dan menangis sesekali
- Afektif : mengatur pemakaman dan baru bisa kembali bekerja seminggu
setelah kematian sang ibu
- Sosial : mengunjungi kerabat
6) Sosial : -
7) Peran dan hubungan : klien sebagai anak sering merawat sang ibu selama
proses pengobatan, mengatur pemakaman dan tetap mengunjungi kerabat.
8) Coping terhadap stress : pasien mampu mengatasi kesedihan yang ia alami
seminggu kemudian.
b) DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Data Pengkajian Faktor yang berhubungan Masalah
1. DO: Ny. Nurul 75 tahun - Kematian orang terdekat Dukacita
meninggal tak terduga 1 - Kurang dukungan sosial terganggu (00135)
minggu setelah dirawat
di RS dengan episode
pneumonia berulang
walaupun telah diberi
terapi antibiotic agresif,
kondisi beliau
25
memburuk.
DS: Klien mengatakan
mengalami kesulitan
untuk menghadiri
pemakaman, serta tidak
dapat berkonsentrasi di
tempat kerja.
c) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Dukacita NOC NIC
terganggu (00135) Resolusi Berduka Fasilitasi proses berduka
(1304) (5290)
Kriteria Hasil -Identifikasi kehilangan
-Menyatakan -Dengarkan ekspresi
menerima tentang berduka
kehilangannya -Berikan interuksi dalam
-Melaporkan tidur proses berduka yang tepat
yang cukup -Dukung klien
-Melaporkan intake mengimplementasikan
nutrisi yang cukup kebiasaan budaya, agama,
-Mengekspresikan social yang terkait dengan
harapan positif kehilangan.
mengenai masa -Komunikasikan
depan. penerimaan dalam rangka
mendiskusikan
Keempat kriteria hasil kehilangan.
diatas skala targetnya -Dukung usaha untuk
dari tidak pernah penyelesaian konflik yang
menunjukan (1) terjadi
26
menjadi sering -Bantu mengidentifikasi
menunjukan (4). kebutuhan untuk
modifikasi gaya hidup.
Manajemen Nutrisi
(1100)
-Tentukan status gizi
klien dan kemampuan
klien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
-Berikan pilihan makanan
sambil menawarkan
bimbingan terhadap
pilihan makanan yang
sehat
-Tawarkan makanan
27
ringan padat gizi
-Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan atau
kenaikan BB
-Monitor asupan makanan
28
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketika seseorang mengalami stress, baik karena orang lain maupun karena
dirinya sendiri. Itu akan berdampak buruk baginya. Hal itu dikarenakan, apabila
seseorang stress akan membuat tubuh dia merespon buruk pada fisik maupun
psikologis. Itu dapat terlihat saat seseorang stres dia akan murung, diam,
menangis menarik diri dari keramaian dan sesekali marah terhadap orang
sekitarnya. Stress juga dapat memperburuk keadaan penyakit seseorang. Maka
dari itu peran kita sebagai perawat yaitu melakukan pendekatan terhadap klien
kemudian menentukan model stress apa yang cocok untuk mengatasi stress yang
dialaminya dan membantu klien untuk berpikir positif hingga membuat dia
merasa lebih nyaman.
29
DAFTAR PUSTAKA
• Niven, N. 2013. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC
• Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
• Monks, F. J dkk. 2001. Psikologi Perkembangan. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
• Papalia, D.E., Old, S.W., Feldman, R.D.,2008. Psikologi Perkembangan
edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada media group.
• Kubler –Ross, Elisabeth. 1998. On Death and Dying. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
• Senewe, Felly Philipus dan Sarimawar Djaja, 2009, “Status Mortalitas Dan
Pola Penyebab Kematian Di Kabupaten Sukabumitahun 2007”.Jurnal
Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 4, Desember 2009 :1117 – 1125.
• Djaja, Sarimawar, Agus Suwandono, Soeharsono Soemantri, 2003, “Pola
penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi
Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001”.Mei-Agustus
2003, Vol.22 No.2.
• Sutejo, 2018. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan
Keperawatan Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : PT.
Pustaka Baru. Hal : 161-170.
• Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba
Medika
• Ananda Ruth Naftali, Yulius Yusak Ranimpi, M. Aziz Anwar. 2017.
Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian.
Buletin Psikologi. Vol. 25, No. 2, 124 – 135
v
PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN
CASE STUDY VI
Disusun Oleh :
KELOMPOK VI
Kelompok : VI (Enam)
Anggota :
Achmad Fauzi (1610913310001)
Anna Sessi Inti Peranita (1610913220002)
Erna Auliana Ariantina Putri (1610913320008)
Devy Ayu Karym (1610913320007)
Muhammad Fendi Ashar (1610913310015)
Okta Vianus Agustus Musi Waso (Ketua) (1610913210014)
Yuliani (1610913120018)
Yulia Noor Agriani (1610913320044)
Diskusikan mengenai:
1. Berdasarkan kasus di atas, jelaskan fase berkabung dialami oleh masing-masing
anak yang masih hidup!
2. Faktor apa saja yang mungkin memengaruhi reaksi masing-masing anak terhadap
kematian ibu mereka?
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan indikasi bahwa Nyonya Nurul
sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
4. Bagaimanakah perkembangan konsep kematian berdasarkan usia?
5. Proses keperawatan dan kehilangan, kematian, serta duka cita.
BAB II
1. Berdasarkan kasus di atas, jelaskan fase berkabung dialami oleh masing-
masing anak yang masih hidup?
Terdapat empat fase berduka yang harus dialami seseorang saat
mengalami kehilangan. Yaitu (Suseno, 2004):
1. Fase Denial (menyangkal)
Dimana reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
yang dihadapinya. Respon Verbal;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak
percaya itu terjadi ”. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah
2. Fase Anger (marah)
Mulai sadar tetapi menolak keadaannya dan mengekspresikannya
dengan kemarahan yang diproyeksikan pada orang lain. Reaksi fisik;
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. Perilaku
agresif.
3. Fase Bargaining (tawar- menawar)
Merupakan fase penundaan kenyataan. Dimana reaksi klien
meminta kesempatan untuk merubah keadaannya sesuai keinginannya.
Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
1. Fase Depresi
f) Penyebab Kematian.
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba
akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama.
Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
diasosiasikan dengan kesialan.
Kebutuhan Keluarga yang Berduka membutuhkan :
a) Harapan
a. Perawatan yang terbaik sudah diberikan.
b. Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
b) Berpartisipasi.
a. Memberi perawatan
b. Sharing dengan staf perawatan.
c) Support
a. Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial.
b. Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang
terjadi.
d) Kebutuhan spiritual.
a. Berdoa sesuai kepercayaan.
b. Mendapatkan kekuatan dari Tuhan.
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan indikasi bahwa Nyonya
Nurul sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
Walaupun kematian nyoya nurul tergolong mendadak tapi kita
dapat mengetahui factor-factor yang yang bisa membuat nyoya nurul
meninggal seperti di kasus kita dapat melihat nyoya nurul menderita
penyakit phenumonia yang berulang dan umur nyoya nurul juga sudah
tergolong usia lanjut yaitu 75 tahun. Yang bisa di artikan bahwa selain
faktir fisiknya yang semakin menuruh yaitu keadaan yang menburuk
walaupun sudah dilakukan terapi antibiotok agresif, factor lain yang bisa
mengakibatkan nyoya nurul meninggal secara mendadak adalah factor
umur dan factor penyakit nyoya nurul.
4. Bagaimanakah perkembangan konsep kematian berdasarkan usia?
Kematian adalah peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen yang bisa terjadi tiap saat setelah kelahiran hidup (
LDFEUI, 1981). Pengembangan konsep kematian tampaknya tergantung
sampai batas tertentu pada perkembangan kognitif. Sikap terhadap
kematian pada beberapa fase yang berbeda dalam masa Kkhidupan usia
kanak-kanak dan dewasa mempengaruhi pengalaman dan pemikiran
mereka tentang kematian. Seorang dewasa yang telah matang, akan
berfikir dan memahami bahwa kematian merupakan akhir kehidupan dan
hal itu tidak dapat diubah lagi, dimana kematian menggambarkan akhir
kehidupan dan segala yang hidup akan mati (Speece & Brent, 1989).
Banyak penelitian menemukan bahwa seiring dengan perkembangan
manusia, mereka mengembangkan pendekatan tentang kematian yang
lebih matang (Wass & Stillion, 1988). Pada perkembangan konsep
kematian berdasarkan usia tebagi menjadi tiga, yaitu :
1) Masa Kanak-Kanak
Kebanyakan peneliti percaya bahwa bayi tidak memiliki
konsep dasar tentang kematian. Namun, karena bayi
mengembangkan keterkaitan dengan pengasuhnya, mereka dapat
mengalami perasaan kehilangan atau pemisahan serta kecemasan
yang menyertainya. Tapi anak-anak tidak memahami waktu
sebagaimana orang dewasa. Bahkan perpisahan yang singkat
mungkin dialami sebagai pepisahan total. Bagi kebanyakan bayi,
kedatangan pengasuh kembali akan memberikan suatu kontinuitas
eksistensi dan hal ini akan mereduksi kecemasan. Kita sangat
sedikit mengetahui pengalaman aktual bayi tentang kehialangan
walaupun kehilangan orang tua, terutama jika pengasuh tidak
digantikan, yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
bayi.
Anak usia 3-5 tahun memiliki sedikit ide bahkan tidak sama
sekali mengenai apa yang dimaksud dengan kematian. Mereka
sering kali bingung antara mati dengan tidur, dan bertanya dengan
keheranan, “Mengapa ini tidak bergerak?” Diusia prasekolah, anak-
anak jarang kaget dengan pemandangan seekor binatang yang mati
atau dari cerita bahwa seseorang telah mati. Mereka percaya bahwa
orang yang mati dapat menjadi hidup kembali secara spontan
karena adanya hal yang magis atau dengan memberi mereka makan
atau perawatan medis (Lonetto, 1980). Anak-anak sering kali
percaya bahwa hanya orang-orang yang ingin mati, atau mereka
yang jahat atau yang kurang hati-hati, yang benar-benar mati.
Mereka mungkin juga menyalahkan diri mereka kenal baik,
mengungkapkan alasan yang tidak logis bahwa peristiwa itu
mungkin terjadi karena tidak patuh terhadap orang yang mati.
Kadang-kadang dimasa kanak-kanak tengah dan akhir,
konsep yang tidak logis mengenai kematian yang lambat laun
berkembang hingga diperoleh suatu persepsi kematian yang lebih
realistis. Dalam satu penelitian awal mengenai persepsi kematian
seorang anak, usia 3-5 tahun menolak adanya kematian. Anak usia
6-9 tahun percaya bahwa kematian itu ada, tetapi hanya dialami
oleh beberapa orang. Dan anak usia 9 tahun keatas akhirnya
mengenali kematian dan universalitasnya (Nagy, 1948).
Kebanyakan ahli psikologi percaya bahwa kejujuran
merupakan strategi terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan
anak-anak. Mempermalukan konsep sebagai hal yang tidak pantas
disebutkan merupakan strategi yang tidak sesuai, walau
kebanyakan dari kita masih tumbuh dalam suatu masyarakat
dimana kematian sangat jarang didiskusikan. Dalam suatu
penelitian, peneliti berusaha menilai sikap 30.000 orang usia
dewasa muda terhadap kematian (Shneidman, 1973). Hasilnya,
lebih dari 30% berkata bahwa mereka tidak dapat mengingat
kembali diskusi mengenai kematian selama mereka kanak-kanak;
dengan jumlah yang sama, yang lain mengatakan bahwa, meskipun
kematian didiskusikan, namun diskusinya berlangsung dalam
suasana yang tidak nyaman. Hampir setiap 1 dari 2 responden
berkata bahwa kematian kakek atau neneknya merupakan kematian
pertama kali mereka hadapi.
2) Masa Remaja
Dimasa remaja, pandangan terhadap kematian, seperti juga
pandangan terhadap penuaan dianggap sebagai suatu hal yang
begitu jauh dan tidak memiliki banyak relavasi. Subjek kematian
barang kali dihindari, ditutupi, diolok-olok, dinetralisir, dan
dikontrol, dengan orientasi sebagai penonton (spektatorlike
orientation). Perspektif ini merupakan tipe pemahaman kesadaran
diri pada masa remaja. Bagaimanapun, beberapa remaja
menunjukkan perhatiaannya kepada kematian, mencoba untuk
memahami maksud dari kematian, dan menghadapi saat kematian
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Dacey, John S. dan Travers, John F. 2004. Human Development. North America:
McGraw-Hill.
Gloria Bulechek, dkk.2013.Nursing Inteventions Classification (NIC) 6th edition.
Nadila 1610913320027
Rahmad 1610913210015
Diskusikan mengenai:
1. Berdasarkan kasus di atas, jelaskan fase berkabung dialami oleh masing-masing
anak yang masih hidup!
2. Faktor apa saja yang mungkin memengaruhi reaksi masing-masing anak terhadap
kematian ibu mereka?
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan indikasi bahwa Nyonya Nurul
sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
4. Bagaimanakah perkembangan konsep kematian berdasarkan usia?
5. Proses keperawatan dan kehilangan, kematian, serta duka cita.
BAB II
LAPORAN STUDI KASUS
Berdasarkan kasus, fase yang dialami oleh anak-anak klien ada lima fase
yaitu fase pengingkaran (denial), fase marah (anger), fase tawar menawar
(bergaining), fase depresi (depression), dan fase penerimaan. Ketiga anaknya merasa
sangat sedih dan sering menangis karena kehilangan orang yang terdekat dengan dia
yaitu ibunya yang meninggal tak terduga 1 minggu setelah dirawat di rumah sakit.
Berdasarkan kasus anak tertua mengalami fase pengingkaran yang dimana dalam
kasus sesekali ia menangis karena merindukan ibunya, tetapi pada seminggu
kemudian ia memasuki fase penerimaan yang dimana kita melihat pada kasus bahwa
anak tertua sudah berhasil kembali bekerja pada minggu berikutnya setelah kemarian
sang ibu , anak kedua mengalami fase depresi yang dimana ia terlihat menarik diri,
tidak banyak bicara dan juga saat ia kembali bekerja ia merasa lelah dan tidak
bersemangat, anak bungsu mengalami fase pengingkaran, fase marah dan fase
depresi yang dimana ia tidak dapat tidur atau makan dan ia tidak percaya atas
kematian sang ibu. Jenis berduka yang dialami oleh ketiga anak nyonya nurul yaitu
berduka tertutup yang dimana mereka mengalami kematian orang tua.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut.
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti
“tidak, tidak mungkin seperti itu!” atau “tidak akan terjadi pada saya!”
sangat umum dilontarkan.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada
setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan.
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung
dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari
pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus
asa.
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan indikasi bahwa Nyonya
Nurul sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga?
Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam
organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara
permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab
tidak alami seperti kecelakaan.
Beberapa bulan menjelang kematian, perubahan yang paling tampak adalah
suasana hati dan perilakunya. Berikut ciri-cirinya:
a) Menarik diri dari orang-orang terdekat, misalnya tidak mau dikunjungi
di rumah sakit.
b) Lebih sering berdiam diri (pada anak-anak mungkin justru tambah
cerewet).
c) Jarang makan atau minum.
d) Berhenti melakukan hal-hal favorit atau hobi.
e) Mudah lelah dan mudah tertidur.
f) Mengompol (karena inkontinensia urine).
Beberapa hari atau jam menjelang kematian, biasanya orang yang sudah
tinggal beberapa hari atau jam mendekati ajalnya akan menunjukkan ciri-ciri
berikut ini:
a) Tiba-tiba gelisah atau jadi tampak bertenaga. Misalnya dengan bicara
panjang lebar atau minta jalan-jalan. Namun, gelombang energi ini
biasanya tidak bertahan lama. Dalam waktu beberapa saat orang
tercinta Anda mungkin akan jadi lemas lagi.
b) Detak jantung sangat lemah, bahkan nyaris tak terdeteksi.
c) Suhu tubuh menurun drastis.
d) Tidak bisa makan sama sekali.
e) Tidak buang air kecil atau buang air besar sama sekali.
f) Pernapasan jadi sangat lambat.
g) Muncul bercak-bercak ungu kebiruan di sekujur tubuh.
3. Diagnosa keperawatan
1. Risiko duka cita terganggu
2. Duka cita terganggu
3. Hambatan interaksi sosial
4. Duka cita
4. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Risiko duka cita Tindakan personal untuk Peningkatan koping :
terganggu mengelola stresor yang membantu pasien untuk
membebani sumber beradaptasi dengan persepsi
individu stresor, perubahan atau
ancaman yang dapat
mengganggu pemenuhan
tuntutan hidup dan peran
2 Duka cita terganggu Penyesusaian terhadap Peningkatan peran :
kehilangan aktual atau membantu klien
yang akan datang memperbaiki hubungan
dengna mengklarifikasi atau
menambahkan perilaku
peran tertentu
3 Hambatan interaksi Interaksi sosial dengan Pembinaan hubungan yang
sosial
orang, kelompok, dan kompleks : membina
organisasi hubungan terapeutik dengan
klien yang mengalami
kesulitan berinteraksi dengan
orang lain
4 Duka cita Menyesuaikan diri -Dukungan emosi :
dengna kehilangan memberikan penenangan,
aktual atau yang akan penerimaan, dan dorongan
terjadi selama periode stres
-fasilitasi proses duka cita :
membantu mengatasi
kehilangan yang berarti
REFERENSI
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Penerjemah: Nety Juniarti, S.Kp & Sari Kurnianingsih, S.Kp.
Jakarta: EGC.
Alimul Hidayat, Aziz. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia, aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Disusun oleh:
Kelompok VIII
Adhitria R. P 1610913310002
Ahmad Alqipari 1610913310004
Rahmida Miliyanti 1610913120013
Ramadanisa Ihtianingsih 1610913120014
Maulinda 1610913320017
Maya Aulia Ahda 1610913320018
Miftakhul Jannah 1610913320019
Yhoggy Putra Mulya Bahtera 1610913310043
Nyonya Nurul, 75 tahun, ddirawat di rumah sakit setelah episode pneumonia berulang.
Meski mendapat terapi antibiotic agresif, kondisinya memeburuk dan dia meninggal tak terduga 1
minggu setelah dirawat di rumah sakit. Putra tertuanya, yang tingga di dekatnya dan sering merawat
ibunya, mengatur pemakaman dan mengunjungi kerabat. Dia merindukan ibunya dan menangis
sesekali tapi berhasil kembali bekerja minggu berikutnya. Anak bungsu mengalami kesulitan untuk
menghadiri pemakaman, tidak dapat tidur atau makan, tidak dapat berkonsentrasi di tempat kerja,
dan tidak percaya bahwa ibunya telah meninggal. Anak tengah tidak menangis saat pemakaman dan
tidak banyak bicara kepada saudara laki-lakinya atau kerabat lainnya. Dia kembali ke rumahnya
yang terletak di kota lain dan kembali bekerja tapi merasa sangat lelah dan tidak bersemangat.
1. Berdasarkan kasus di atas jelaskan fase berkabung dialami oleh masing masing anak
yang masih hidup !
Menurut Teori Kubler Ross (1969) dalam Moyle & Hogan (2006, tahapan berduka antara lain :
1. Menyangkal (Denial)
Pada tahap ini, individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “tidak, tidak mungkin
ini terjadi pada saya !”.Respon fisiologis yang terjadi adalah kelemahan otot, gemetaran,
menghela nafas, kulit dingin, pucat, dan berkeringat banyak.
2. Marah (Anger)
Pada tahap ini individu melawan kehilagan dan dapat bertindak pada seseorang
dan segala sesuatu di lingkungan sekitarnya. Seseorang yang mengalami hal ini dapat
mengespresikan kemarahannya dan ditujukan kepada keluarga, ataupun yang lainnya yang ada
di sekitarnya.
Pada tahap ini terjadi penundaan realitas kehilangan. Individu berupaya untuk
membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Individu
atau keluarga sering kali mencari pendapat orang lain selama tahapan ini.
4. Depresi
Pada tahap ini kehilangan sudah disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan. Respon yang dialami individu yang ditinggalkan yaitu adalah merasa sangat
kesepian, kebingungan, kurang motivasi, menangis, menarik diri, atau melakukan perilaku yang
tidak sehat seperti bunuh diri.
5. Penerimaan (Acceptance)
Pada tahap ini sudah tercapai penerimaan. Reaksi fisiologis dan interaksi social
berlanjut. Tahap ini lebih sebagai menghadapi situasi dibandingkan menyerah untuk pasrah atau
putus asa.
Fase berkabung pada putra tertua yaitu Depresi ia merindukan ibunya dan menangis sesekali.
Fase berkabung pada anak bungsu yaitu Menyangkal ia tidak percaya bahwa ibunya telah
meninggal
Fase berkabung pada anak tengah yaitu marah ia tidak mau berbicara terhadap saudara laki
lakinya.
2. Faktor apa saja yang mungkin mempengaruhi reaksi masing-masing anak terhadap
kematian ibu mereka ?
a. Perkembangan :
- Anak- anak : Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
- Orang Dewasa : Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup,
menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b. Keluarga. Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya
menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi. Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi
keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi dan hal ini
bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural. Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada
keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa
mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa
kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan
kematian.
f. Penyebab Kematian .Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan
menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa
kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
Kemudian di sesuakan dengan faktor kehilangan dari kasus didapatkan 3 anak yang mana terdiri
dari
a. Putra tertuanya
b. Anak tengah
c. Anak bungs
Penyebab Kematian,
3. Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupkan indikasi bahwa Ny. Nurul sedang sekarat,
meski kematiannya terjadi tak terduga ?
Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan ditemukan pada
sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik. Kematian mendadak yang tidak dijelaskan
sering tercatat sebagai kematian karena sebabyang alami. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari
kematian ini dikarenakan Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak) atau Sudden
Cardiac Death kematian jantung mendadak).
Penyebab kematian mendadak akibat penyakit dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
diantaranya sistem SusunanSaraf Pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan.
Secara garis besar kebanyakan dari kematian tak terduga ini disebabkan oleh Trauma,
keracunan, dan penyakit. Sehingga kaitannya dengan kasus dimana Ny. N ini menderita pneumonia
yang berulang dan dimana kondisi dari Ny. N ini juga memburuk sehingga Ny. N ini meninggal
dunia tak terduga.
Kematian (mortalitas)
adalah peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi tiap
saat setelah kelahiran hidup. ( LDFEUI, 1981)
Tingkat kematian penduduk laki-laki 48,42 kematian sedangkan perempuan 44,98 kematian per
1000 penduduk pada kelompok umur 0-4.
Dapat dilihat kematian penduduk laki-laki pada kelompok umur 0-4 tahun lebih besar daripada
kematian penduduk perempuan.Walaupun perbedaan nya hanya sedikit. Tingginya angka kematian
pada kelompok umur 0-4 tahun disebabkan beberapa faktor berikut :
Penyebab utama kematian bayi berumur 0-6 hari adalah asfiksia (36 persen), prematur (32
persen) dan sepsis (12 persen). Faktor ibu yang berperan terhadap kematian perinatal adalah
ketuban pecah dini (23 persen), hipertensi maternal (22 persen), komplikasi kehamilan dan
kelahiran (16 persen), gangguan nutrisi (10 persen) . Untuk penanganan masalah perinatal harus
difokuskan terhadap perbaikan kondisi kesehatan bayi sejak konsepsi dan pertumbu-hannya dalam
rahim, peningkatan nutrisi dan kesehatan ibu, serta pertolongan persalinan dengan standar mutu
yang baik untuk ibu maupun bayi baru lahir . Berarti, peningkatan kualitas PONED dan PONEK
dituntut semakin tinggi seiring dengan besar-nya masalah kematian perinatal yang dihadapi.
Faktor penyulit persalinan, penyakit yang diderita bayi, maupun perawatan bayi di rumah,
kondisi ibu saat hamil. Ini terbukti menurut data yang diperoleh bahwa faktor penyebab kematian
sangat beragam seperti melahirkan sungsang, kelainan sejak dalam kandungan, kondisi ibu saat
hamil yang menyebabkan bayi prematur, BBLR, dan asfiksia.
Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak kelahiran yang kurang dari 2 tahun, kesehatan
fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada kemungkinan ibu masih menyusui.
Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan oleh semua
ibu hamil dan keluarganya. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu tamat SMA. Adapun fenomena
yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan tingkat pendidikan yaitu anak yang dilahirkan
merupakan anak pertama yang dimiliki oleh ibu dengan usia<20 tahun dan usia ideal (21-34 tahun).
Meskipun pendidikan cukup tinggi, jika dilihat menurut usia, kemungkinan pengetahuan ibu
mengenai kehamilan masih sangat rendah dan tidak cukup waktu untuk mencari pelayanan
semaksimal mungkin. Sehingga ibu kurang memperhatikan kondisinya saat hamil. Kebiasaan ibu
yang menganggap bahwa kehamilan merupakan hal biasa memiliki riwayat pendidikan yang rendah
serta ekonomi yang rendah. Sehingga faktor tersebut secara tidak langsung diduga dapat
mempengaruhi kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan.
Menyusui sebaiknya dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir)
karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran ASI selanjutnya
(Kamila, 2005). Pada kasus kematian bayi hampir semua bayi tidak mendapatkan ASI. Hal tersebut
diakibatkan karena ASI yang belum keluar sama sekali saat bayi sudah lahir, ASI yang diproduksi
sangat lancar namun bayi tidak sempat diberi ASI, serta bayi mendapatkan campuran susu formula
dari pihak rumah sakit.Penyebab ASI yang tidak bisa keluar diduga karena bayi lahir prematur
sehingga kondisi fisik maupun psikologisnya dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu sedang
menderita sakit, ibu yang mengalami depresi, cemas sedang ada masalah, mulut bayi yang kecil
serta kurang mendapat dukungan dari suami atau keluarganya dalam menyusui bayinya. Sehingga
ASI yang diproduksinya kurang lancar atau bahkan tidak bisa keluar sama sekali.
Pola pengasuhan bayi yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi, pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI dengan tingkat pendidikan rendah
ataupun tinggi hasilnya tidak jauh berbeda. Pada tingkat pendidikan ibu, baik rendah ataupun tinggi,
tidak menjamin bahwa pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan bayi sudah cukup baik. Disisi lain
informasi yang diberikan petugas kesehatan seputar kehamilan, terutama mengenai ASI tidak jelas
dan kurang lengkap.
Jika dibandingkan dengan kelompok umur yang lain kematian pada kelompok umur 0-4 tahun
cukup tinggi, hal ini dikarenakan dua faktor utama yaitu faktor ibu dan faktor bayi itu sendiri.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 3,80 kematian dan perempuan 3,80 kematian per 1000
penduduk pada kelompok umur 5-9 tahun. Tingkat kematian laki-laki dan perempuan pada
kelompok umur ini sama.Jikadilihat dari kelompok umur sebelumnya pada kelompok umur 5-9
tahun angka kematian mengalami penurunan yang cukup tinggi.Dapat dikatakan angka harapan
hidup mengalami kenaikan. Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya
peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas seperti pendidikan, kesehatan dsb, perlunya
perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi yang memadai bagi anak-anak (Balita)
agar angka harapan hidup bayi terus meningkat.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 2,20 kematian dan penduduk perempuan 2,30 kematian
per 1000 penduduk pada kelompok umur 10-14 tahun. Tingkat kematian anatara penduduk laki-laki
dan perempuan hampir sama. Jika dilihat dari kelompok umur sebelumnya angka kematian pada
kelompok umur 10-14 tahun mengalami penurunan yang juga berarti angka harapan hidup terus
mengalami peningkatan.Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya
peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas seperti pendidikan, kesehatan dsb.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 3,30 kematian dan penduduk perempuan 3,29 kematian
per 1000 penduduk pada kelompok umur 15-19 tahun. Tingkat kematian anatara penduduk laki-laki
dan perempuan dapat dikatakan sama.Memang sedikit mengalami kenaikan dari kelompok umur
10-14 tahun tetapi angka kematian pada kelompok umur ini masih dapat dikatakan rendah yang
juga berarti angka harapan hidup terus mengalami peningkatan.Semakin bertambahnya Angka
Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas seperti
pendidikan, kesehatan, serta penyediaan lapangan kerja.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 5,00 kematian sedangkan penduduk perempuan 4,20
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 20-24 tahun.Tingkat kematian anatara penduduk
laki-laki dan perempuan sedikit mengalami perbedaan yaitu tingkat kematian penduduk laki-laki
sedikit lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.Pada usia produktif ini angka kematian
mengalami sedikit peningkatan dari kelompok umursebelumnya dan masih dapat dikatakan angka
harapan hidup masih cukup tinggi. Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini
yaitu penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk permukiman serta
fasilitas rekreasi/wisata.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 5,00 kematian dan penduduk perempuan 4,60 kematian
per 1000 penduduk pada kelompok umur 25-29 tahun.Tingkat kematian anatara penduduk laki-laki
dan perempuan sedikit mengalami perbedaan yaitu tingkat kematian penduduk laki-laki sedikit
lebih besar dibandingkan penduduk perempuan. Pada usia produktif ini angka kematian hampir
sama dengan kelompok umur sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup masih
cukup tinggi. Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu penyediaan
lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk permukiman serta fasilitas
rekreasi/wisata.
Penduduk laki-laki 5 kematian dan penduduk perempuan 5 kematian per 1000 penduduk pada
kelompok umur 30-34 tahun. Pada usia produktif ini angka kematian hampir sama dengan
kelompok umur sebelumnya dan masih dapat dikatakan angka harapan hidup masih cukup
tinggi.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-50 tahun yang terjadi secara tiba-tiba
biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh darah otak. Selain itu juga beberapa
penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes, asma, penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan
lalu lintas, kanker paru-paru dsb. Peranan pemerintah yang dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu
penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan, lahan untuk permukiman serta fasilitas
rekreasi/wisata.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 6,20 kematian sedangkan penduduk perempuan 5,40
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 35-39 tahun. Tingkat kematian anatara
penduduk laki-laki dan perempuan sedikit mengalami perbedaan yaitu tingkat kematian penduduk
laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.Pada usia produktif ini angka
kematian mengalami sedikit peningkatan dari kelompok umur sebelumnya dan masih dapat
dikatakan angka harapan hidup masih cukup tinggi.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-
50 tahun yang terjadi secara tiba-tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh darah
otak. Selain itu juga beberapa penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes, asma, penyakit saluran
pernapasna kronis, kecelakaan lalu lintas, kanker paru-paru dsb. Peranan pemerintah yang
dibuuhkan pada usia produktif ini yaitu penyediaan lapangan keja, penyediaan fasilitas kesehatan,
lahan untuk permukiman serta fasilitas rekreasi/wisata.
Tigkat kematian penduduk laki-laki 10,10 kematian sedangkan penduduk perempuan 7,10
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 45-49 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkan tingkat kematian penduduk perempuan.Kematian yang terjadi pada
kelompok umur 30-50 tahun yang terjadi secara tiba-tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan
pecahnya pembuluh darah otak. Selain itu juga beberapa penyakit pada kelimpik usia dewasa
diabetes, asma, penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan lalu lintas, kanker paru-
paru dsb.Pada kelompok umur 45-49 tahun ini mengalami sedikit peningkatan angka
kematian.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007),penyebab kematian nomor 6 dari semua
kelompok umur adalah diabetes melitus. Angka kematian penderita diabetes melitus pada kelompok
umur 45-54tahun di daerah perkotaan mencapai 14,7% dan di pedesaan sekitar 5,8%. Penyakit
diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang mengalami kenaikan jumlah penderita
terus-menerus dari tahun ke tahun selain itu penyakit yang juga paling banyak diderita seperti ISPA
(infeksi saluran pernafasan atas), diare, demam berdarah, malaria, difteri, penyakit kulit, hipertensi,
penyakit lambung dan jantung (kardiovaskuler).
Tingkat kematian penduduk laki-laki 13,80 kematian sedangkan penduduk perempuan 9,70
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 50-54 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkan tingkat kematian penduduk perempuanPada kelompok umur 50-54
tahun inihampir sama dengan kelompok umur sebelumnya yang mengalami sedikit peningkatan
angka kematian.Kematian yang terjadi pada kelompok umur 30-50 tahun yang terjadi secara tiba-
tiba biasanya akibat jantung, stroke, dan pecahnya pembuluh darah otak. Selain itu juga beberapa
penyakit pada kelimpik usia dewasa diabetes, asma, penyakit saluran pernapasna kronis, kecelakaan
lalu lintas, kanker paru-paru dsb.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), penyebab
kematian nomor 6 dari semua kelompok umur adalah diabetes melitus. Angka kematian penderita
diabetes melitus pada kelompok umur 45-54 tahun di daerah perkotaan mencapai 14,7% dan di
pedesaan sekitar 5,8%. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami kenaikan jumlah penderita terus-menerus dari tahun ke tahun selain itu penyakit yang
juga paling banyak diderita seperti ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), diare, demam berdarah,
malaria, difteri, penyakit kulit, hipertensi, penyakit lambung dan jantung (kardiovaskuler).
Tingkat kematian penduduk laki-laki 28,28 kematian sedangkan penduduk perempuan 21,80
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 60-64 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkan tingkat kematian penduduk perempuan.Pada kelompok umur 60-64
tahun ini mengalami peningkatan angka kematian dibanding kelompok umur sebelumnya.Penyakit
penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak),
selanjutnya penyakit infeksi dan pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan
pernapasan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan
penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan
pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses
transisi epidemiologik seiring dengan proses transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban
ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat,
dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 41,30 kematian sedangkan penduduk perempuan 34,40
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 65-69 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkantingkat kematian penduduk perempuan.Pada kelompok umur 65-69
tahun ini mengalami peningkatan angka kematian dibanding kelompok umur sebelumnya.Penyakit
penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak),
selanjutnya penyakit infeksi dan pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan
pernapasan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan
penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan
pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses
transisi epidemiologik seiring dengan proses transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban
ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat,
dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 63,00 kematian sedangkan penduduk perempuan 55,70
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 70-74 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkantingkat kematian penduduk perempuan Pada kelompok umur 70-74
tahun ini mengalami peningkatan angka kematian dibanding kelompok umur sebelumnya. Penyakit
penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak),
selanjutnya penyakit infeksi dan pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan
pernapasan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan
penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan
pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses
transisi epidemiologik seiring dengan proses transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban
ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat,
dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 93,50 kematian sedangkan penduduk perempuan 85,40
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 75-79 tahun. Tingkat kematian penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkantingkat kematian penduduk perempuan. Pada kelompok umur 75-79
tahun ini mengalami peningkatan angka kematian dibanding kelompok umur sebelumnya.Penyakit
penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak),
selanjutnya penyakit infeksi dan pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan
pernapasan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan
penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan
pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses
transisi epidemiologik seiring dengan proses transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban
ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat,
dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 200,01 kematian sedangkan penduduk perempuan 199,99
kematian per 1000 penduduk pada kelompok umur 80+ tahun. Tingkat kematian penduduk laki-laki
hampir sama dengantingkat kematian penduduk perempuan. Pada kelompok umur 80+ tahun ini
mengalamipeningkatan angka kematian dibanding kelompok umur sebelumnya.Penyakit penyebab
utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi(jantung/pembuluh darah otak), selanjutnya
penyakit infeksi dan pernapasan. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan pernapasan lebih
tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan Pada tahun 2000 terjadi perubahan penyebab
kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh
darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses transisi
epidemiologik seiring dengan proses transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban ganda
dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana
pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Tingkat kematian awalnya pada kelompok umur 0-4 tahun cukup
tinggi (lebih tinggi daripada kelompok umur 65-69 tahun), kemudian mengalami penurunan yang
cukup drastis pada kelompok umur berikutnya dan angka harapan hidup perlahan mulai meningkat
di setiap kelompok umurnyahingga tingkat kematian tertinggi pada kelompok umur 80+. Tingkat
kematian antara penduduk laki-laki dan perempuan lebih tinggi tingkat kematian pada penduduk
laki-laki walaupun ada beberapa yang tingkat kematian antara penduduk laki-laki dan perempuan
sama.
Tetapi, tingginya tingkat kematian penduduk laki-laki tersebut dibandingkan penduduk
perempuan berbanding lurus dengan jumlah kematian penduduk laki-laki yang memang lebih tinggi
daripada jumlah kematian penduduk perempuan.
Anak tertua
DS:
-
2. DO: Ketidakefektifan Kegelisahan :
- Ketidakmapuan koping b/d Kegelisahan yang
memenuhi ketidakadekuatan dirasakan saat Dukungan emosional :
kebutuhan dasar kesempatan untuk berduka cita (1/4 - Diskusikan
(tidak dapat tidur bersiap terhadap kegelisahan dari dengan klien
dan tidak dapat stressor. berat menjadi tentang
makan) ringan) emosinya
- Perubahan - Buat pernyataan
konsentrasi (tidak yang mendukung
dapat berkonsentrasi dan berempati
dalam bekerja) - Dorong klien
untuk
mengekspresikan
presaan sedih,
cemas, dan
marah
Anak Tengah
Anak tertua
Anak Bungsu
Anak Tengah
NO Hari, Tanggal, Jam Diagnosa Implementasi
Keperawatan
1 1x-xx-20xx Ketidakefektifan Dukungan emosional :
Jam xx.xx WITA koping b/d - 1x 24 jam Buat
ketidakadekuatan pernyataan yang
kesempatan untuk mendukung dan
bersiap terhadap berempati
stressor. - 2 x 24 jam
Temani dan
berikan jaminan
keamanan dan
keselamatan
selama periode
cemas
- 1 x 24 jam
Rangkul dan
sentuh klien
dengan penuh
dukungan
Evaluasi
Pada evaluasi ini kami melakukan tindakan keperawatan mengambil dari jurnal proses
berduka akibat kematian orang yang dicintai yang dialami oleh lansia di kabupaten Ngada. Pada
evaluasi ini di peroleh data bahwa proses berduka yg dialami anak2 ny. (Kd ingt ngaran nya)
berbeda-beda. Dengan penggunaan implementasi yg berpacu pada nic noc Diharapkan dapat
mengatasi diagnosa di masing2 anak Ny...bersosialisasi lebih sering dan lebih intensif melalui
berbagai cara yang masih dapat dilakukannya, baik itu dengan tetangga di lingkungan tempat
tinggalnya maupun dengan kerabat-kerabatnya. Kegiatan ini ditujukan agar klien/anak2 Ny.... tidak
terlalu terfokus pada peristiwa kematian yang telah terjadi dan perlahan-lahan dapat menerima
peristiwa kematian sebagai sesuatu yang wajar dan memang sudah seharusnya terjadi ini kami
ambil Dari jurnal proses berduka akibat kematian org yg di cintai yg dialami oleh lansia di kab.
Ngada
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
e. keluarga bisa dapat berkomunikasi dengan keluarganya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh:
Kelompok II
Dosen Pengampu :
Kelompok : II (Dua)
Diskusikan mengenai:
1) Berdasarkan kasus di atas, jelaskan fase berkabung dialami oleh masing-
masing anak yang masih hidup ?
2) Faktor apa saja yang mungkin mempengaruhi reaksi masing-masing anak
terhadap kematian ibu mereka ?
3) Isyarat apa, selain tanda fisik, yang merupakan ndikasi bahwa nyonya Nurul
sedang sekarat, meski kematiannya terjadi tak terduga ?
4) Bagaimanakah perkemabangan konsep kematian berdasarkan usia ?
5) Proses keperawatan da kehilangan, kematian, serta duka cita ?
BAB II
LAPORAN HASIL STUDI KASUS
1. Shock (Terkejut)
Adalah fase dimana seseorang merasa terkejut dan tidak percaya dengan kabar
kematian yang didengar. Dalam dirinya mengatakan “Tidak”, ini tidak boleh dan
tidak mungkin terjadi.
2. Denial (Penyangkalan)
Adalah fase dimana seseorang merasa kematian keluarga atau teman dekatnya
hanyalah mimpi buruk saja, dan bukan merupakan suatu kenyataan. Menurut
Kubler-Ross, kata ‘meninggal’ merupakan suatu kata yang memperhalus kata
‘mati’ sebagai produk dari budaya masyarakat yang menyangkal kematian.
3. Anger (Kemarahan)
Adalah fase dimana seseorang tidak terima dengan kematian dan mulai
menyalahkan semua pihak yang menyebabkan itu terjadi.
4. Mourning (Berkabung)
Menurut Kubler-Ross, Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama,
bisa berlangsung dalam beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Perasaan
depresi, rasa bersalah, rasa kehilangan, kesepian, panik dan menangis tanpa
pemicu yang jelas bisa saja ditampakkan dalam fase ini, bahkan bisa
termanifestasi dalam penyakit fisik ringan.
5. Recovery (Pemulihan)
Berdasarkan kasus, dari ketiga anak tersebut fase fase yang dialami adalah sebagai
berikut:
1. anak tertua
Anak tertua adalah orang yang tinggal dekat dan sering merawat ibunya, dia
merindukan ibunya dan sesekali menangis, namun dapat kembali bekerja di
minggu berikutnya. Dia pula yang mengatur pemakaman serta mengunjungi
kerabat. Dalam kasus ini, anak tertua adalah yang bersikap paling dewasa diantara
adik adiknya, dia cenderung lebih dapat menerima kondisi yang dialami meskipun
sesekali dia menangis. Anak tertua berada di fase berkabung, ditandai dengan
kondisinya yang masih merindukan ibunya dan sesekali menangis. Namun anak
tertua sudah berproses ke fase recovery, karena anak tertua sudah mampu bekerja
pada minggu berikutnya.
2. Anak tengah
Anak tengah tidak menangis saat menghadiri pemakaman, dan tidak banyak
bicara pada saudara laki-lakinya atau kerabat lainnya. Dalam hal ini,
kemungkinan yang terlihat adalah anak tengah berada pada fase shock, sehingga
belum mampu menunjukkan ekspresi kehilangannya. Anak tengah kemudian
masuk kedalam fase berkabung, hal ini ditandai dengan anak tengah yang masih
merasa lelah dan tidak bersemangat bekerja pada minggu berikutnya saat ia
kembali kerumahnya di kota lain.
3. Anak bungsu
• Penyebab utama kematian bayi berumur 0-6 hari adalah asfiksia (36 persen),
prematur (32 persen) dan sepsis (12 persen). Faktor ibu yang berperan terhadap
kematian perinatal adalah ketuban pecah dini (23 persen), hipertensi maternal
(22 persen), komplikasi kehamilan dan kelahiran (16 persen), gangguan nutrisi
(10 persen) . Untuk penanganan masalah perinatal harus difokuskan terhadap
perbaikan kondisi kesehatan bayi sejak konsepsi dan pertumbu-hannya dalam
rahim, peningkatan nutrisi dan kesehatan ibu, serta pertolongan persalinan
dengan standar mutu yang baik untuk ibu maupun bayi baru lahir . Berarti,
peningkatan kualitas PONED dan PONEK dituntut semakin tinggi seiring
dengan besar-nya masalah kematian perinatal yang dihadapi.
• Faktor penyulit persalinan, penyakit yang diderita bayi, maupun perawatan bayi
di rumah, kondisi ibu saat hamil. Ini terbukti menurut data yang diperoleh
bahwa faktor penyebab kematian sangat beragam seperti melahirkan sungsang,
kelainan sejak dalam kandungan, kondisi ibu saat hamil yang menyebabkan
bayi prematur, BBLR, dan asfiksia.
• Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak kelahiran yang kurang dari 2
tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada
kemungkinan ibu masih menyusui.
• Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan
oleh semua ibu hamil dan keluarganya. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu
tamat SMA. Adapun fenomena yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan
tingkat pendidikan yaitu anak yang dilahirkan merupakan anak pertama yang
dimiliki oleh ibu dengan usia<20 tahun dan usia ideal (21-34 tahun). Meskipun
pendidikan cukup tinggi, jika dilihat menurut usia, kemungkinan pengetahuan
ibu mengenai kehamilan masih sangat rendah dan tidak cukup waktu untuk
mencari pelayanan semaksimal mungkin. Sehingga ibu kurang memperhatikan
kondisinya saat hamil. Kebiasaan ibu yang menganggap bahwa kehamilan
merupakan hal biasa memiliki riwayat pendidikan yang rendah serta ekonomi
yang rendah. Sehingga faktor tersebut secara tidak langsung diduga dapat
mempengaruhi kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan.
• Menyusui sebaiknya dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah
bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang
pengeluaran ASI selanjutnya (Kamila, 2005). Pada kasus kematian bayi hampir
semua bayi tidak mendapatkan ASI. Hal tersebut diakibatkan karena ASI yang
belum keluar sama sekali saat bayi sudah lahir, ASI yang diproduksi sangat
lancar namun bayi tidak sempat diberi ASI, serta bayi mendapatkan campuran
susu formula dari pihak rumah sakit.Penyebab ASI yang tidak bisa keluar
diduga karena bayi lahir prematur sehingga kondisi fisik maupun psikologisnya
dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu sedang menderita sakit, ibu yang
mengalami depresi, cemas sedang ada masalah, mulut bayi yang kecil serta
kurang mendapat dukungan dari suami atau keluarganya dalam menyusui
bayinya. Sehingga ASI yang diproduksinya kurang lancar atau bahkan tidak
bisa keluar sama sekali.
• Pola pengasuhan bayi yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi,
pada hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI dengan
tingkat pendidikan rendah ataupun tinggi hasilnya tidak jauh berbeda. Pada
tingkat pendidikan ibu, baik rendah ataupun tinggi, tidak menjamin bahwa
pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan bayi sudah cukup baik. Disisi lain
informasi yang diberikan petugas kesehatan seputar kehamilan, terutama
mengenai ASI tidak jelas dan kurang lengkap.
Jika dibandingkan dengan kelompok umur yang lain kematian pada kelompok
umur 0-4 tahun cukup tinggi, hal ini dikarenakan dua faktor utama yaitu faktor ibu
dan faktor bayi itu sendiri.
Tingkat kematian penduduk laki-laki 3,80 kematian dan perempuan 3,80 kematian
per 1000 penduduk pada kelompok umur 5-9 tahun. Tingkat kematian laki-laki
dan perempuan pada kelompok umur ini sama.Jika dilihat dari kelompok umur
sebelumnya pada kelompok umur 5-9 tahun angka kematian mengalami
penurunan yang cukup tinggi.Dapat dikatakan angka harapan hidup mengalami
kenaikan. Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya
peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas seperti pendidikan, kesehatan
dsb, perlunya perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi yang
memadai bagi anak-anak (Balita) agar angka harapan hidup bayi terus meningkat.
Tingkat kematian awalnya pada kelompok umur 0-4 tahun cukup tinggi (lebih
tinggi daripada kelompok umur 65-69 tahun), kemudian mengalami penurunan
yang cukup drastis pada kelompok umur berikutnya dan angka harapan hidup
perlahan mulai meningkat di setiap kelompok umurnyahingga tingkat kematian
tertinggi pada kelompok umur 80+. Tingkat kematian antara penduduk laki-laki
dan perempuan lebih tinggi tingkat kematian pada penduduk laki-laki walaupun
ada beberapa yang tingkat kematian antara penduduk laki-laki dan perempuan
sama.
a. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami kesulitan
dalam bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
2. Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur
mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat
kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk
kambuh kembali.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya Kehilangan dan perpisahan dengan
orang berarti di masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan
individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran, dan kehilangan posisi di masyarakat.
Dalam hal ini klien (anak pertama, tengah, dan bungsu) yang menjadi
faktor pencetus adalah kehilangan sosok yang sangat berpengaruh dalam
hidup mereka yakni sang ibu.
c. Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis.
Dari kasus diketahui anak pertama menangis sesekali sedangkan
anak ketiga tidak (kami mengasumsikan bahwa klien tidak menangis
bukan dikarenakan tidak merasa sedih melainkan tidak mampu untuk
menangis)
2. Marah.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
3. Putus asa.
Dari kasus keputusasaan yang dialami klien ditunjukkan dengan
gangguan pada pola tidur dan pola makan serta perubahan pola
komunikasi.
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
Hal ini tidak terkaji dalam kasus
d. Mekanisme Koping
1. Denial
2. Regresi
3. Intelektualisasi/rasionalisasi
4. Supresi
5. Proyeksi
Diagnosa Keperawata
DIAGNOSA
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
Anak Pertama
berkonsentrasi di
tempat kerja
2 a. Anak bungsu tidak
percaya bahwa ibunya
telah meninggal (tidak Kematian orang Dukacita
b. Anak bungsu
mengalami kesulitan
untuk menghadiri
pemakaman
(menghindari berduka)
c. Anak bungsu tidak
dapat berkonsentrasi di
tempat kerja
(penurunan fungsi
dalam peran)
Intervensi Keperawatan
Intervensi
No. NDx Outcome Keperawatan
B. Implementasi Keperawatan
EVALUASI
Menurut Jurnal dengan Judul “Pengalaman Kehilangan dan Berduka Pada Ibu
yang Mengalami Kematian Bayi di Depok” Oleh Zakiyah Mujahidah, Achir Yani
S. Hamid dan Yossie Susanti E.P pada pasien yang berjumlah 10 orang dengan
usia 20-40 Tahun dalam penelitian ini merupakan ibu-ibu yang pernah
mempunyai pengalaman kehilangan berupa kematian bayi. Kematian bayi yang
dialami oleh para partisipan berada dalam kurun waktu 2005-2015. Usia kematian
bayi berada antara 0-18 bulan dengan kasus yang berbeda-beda. Semua partisipan
mengalami tahapan berduka berupa tahapan penolakan, tahapan marah, tahapan
tawar menawar, tahapan depresi dan terakhir yaitu tahapan penerimaan.
Lima partisipan menunjukkan sikap penolakan pada saat kematian bayinya. Pada
tahapan ini muncul sikap pengingkaran terhadap kematian anaknya, perasaan
sedih, tidak percaya dan tidak menentu. Beberapa partisipan menyatakan respon
yang muncul setelah kematian bayi mereka adalah bangkit dari kesedihan.
Sementara beberapa partisipan lainnya menyatakan respon mereka adalah adanya
suatu sikap/keyakinan terhadap kesehatan yang mereka jadikan acuan untuk
mengantisipasi gangguan yang mengancam kesehatan bayi. Hampir keseluruhan
dari partisipan menyatakan memperoleh dukungan. Sumber dukungan yang
diperoleh datang dari orang-orang terdekat seperti suami, keluarga, teman ataupun
tetangga. Bentuk dukungan yang diterima bermacam-macam dengan tujuan untuk
selalu menyemangati. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh salah seorang
partisipan :“Dari orangtua apalagi mertua ya, Alhamdulillah sih makanya semua
keluarga mendukung saya, intinya kita semangat aja jangan eee,,,apa,,jangan
mikirin yang udahudah kayak gitu, kembali semangat jangan sampai terjadi lagi
gitu,”(P4)
Kaitannya pada kasus Ny. Nurul ketiga anaknya belum bisa menerima
kematian ibunya sehingga menyebabkan rasa duka yang mendalam dan juga pada
kasus tersebut tidak dijelaskan peran orang tua laki-laki sehingga tidak ada
dukungan keluarga teman atau kerabat, anak-anak Ny. Nurul sering menangis dan
saat kembali bekerja masih merasa lelah dan tidak bersemangat sehingga perlu
dukungan semangat dari orang-orang terdekat untuk bangkit dan menjalani hidup
tanpa ibunya. Peristiwa kematian ibu yang dihadapi oleh anak-anak Ny. Nurul
bukanlah hal yang mudah untuk dilaluinya. Guncangan emosi dan jiwa bisa dan
sangat mungkin dialami oleh anak-anaknya setelah peristiwa tersebut. Sehingga
perlu digunakan strategi koping dengan dukungan spiritual agar anak-anak Ny.
Nurul dapat melewati tahap berduka dan dapat bekerja dengan baik seperti
semula.
Daftar Pustaka
Zakiyah Mujahidah, Achir Yani S. Hamid dan Yossie Susanti E.P. Pengalaman
Kehilangan dan Berduka Pada Ibu yang Mengalami Kematian Bayi di
Depok. Volume 3, No. 2, November 2015; 124-136
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015.Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Dochterman, J. M., dan Buluchek, G. M. 2004. Nursing Interventions
Classifiation (NIC). 5th ed. Amerika : Mosby Elseiver
Moorhad, S., Jhonson, M., Maas, M., dan Swanson, L. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th ed. United states of America: Mosby Elsevir.
Nanda Internasional. 2015. Diagnosa keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-
2017. 10th ed. Jakarta:EGC