Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia yang
tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan baik,
shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw. pembawa
risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat manusia
didunia dan diakhirat.

Makalah ini membahas tentang “Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan”.


Saya sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, maka
dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa/i. Semoga juga
menjadi amal yang baik dan diterima disisi Allah SWT. Amiin.

Penulis

Kelompok

i
DAFTAR ISI

Halam
an

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2

A. Pengertian Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan................................. 2


B. Pencurian Harta Kekayaan.................................................................... 4
C. Penggelapan Harta Kekayaan............................................................... 11

BAB III : PENUTUP...................................................................................... 14

A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Penutup................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kejahatan terhadap harta benda adalah penyerangan terhadap kepentingan
hukum orang atas harta benda milik orang. Dalam buku II KUHP telah dirumuskan
secara sempurna, artinya dalam rumusannya memuat unsur-unsur secara lengkap,
baik unsur-unsur obyektif maupun unsur-unsur subyektif. Unsur obyektif dapat
berupa; unsur perbuatan materiil, unsur benda atau barang, unsur keadaan yang
menyertai obyek benda, unsur upaya untuk melakukan perbuatan yang dilarang,
unsur akibat konstitutif. Unsur subyektif dapat berupa; unsur kesalahan, unsur
melawan hukum.
Seperti tindak pidana yang lain, pencurian dan penggelapan selain mempunyai
unsur-unsur pokok seperti diatas. Terdapat pula unsur-unsur khusus yang bersifat
memberatkan atau meringankan kejahatan itu. Dalam kenyataannya bentuk-bentuk
yang meringankan seperti unsur nilai obyek kurang dari Rp 250,00- relatif sangat
kecil. Apakah hal ini telah melindungi harta kekayaan kita? Dalam tindak pidana
penggelapan yang diperluas sub pembahasannya, dengan diundangkannya UU No 20
tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi sebagai tanggapan atas maraknya praktek
penggelapan oleh pejabat publik. Makalah ini mengurai tindak pidana penggelapan
dan pencurian dengan pendekatan yang sangat sederhana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kejahatan terhadap harta kekayaan?
2. Bagaimanakah pencurian harta kekayaan ?
3. Bagaimanakah penggelapan harta kekayaan ?

C. Tujuan Dan Manfaat


1. Untuk mengetahui pengertian kejahatan terhadap harta kekayaan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pencurian harta kekayaan.
3. Untuk mengetahui bagaimana penggelapan harta kekayaan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan


Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan
terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik
tertindak), dimuat dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan,
penggelapan barang, penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan
penghancuran atau pengrusakan barang, dan penadahan (begunsting).1 Berbeda
sedikit dengan Wirjono, yang dimaksud dengan kejahatan-kejahatan dan
pelanggaran-pelanggaran mengenai harta kekayaan orang adalah tindak-tindak
pidana yang termuat dalam KUHP :
Titel XXII : buku II tentang pencurian
Titel XXIII : buku II tentang pemerasan dan pengancaman
Titel XXIV : buku II tentang penggelapan barang
Titel XXV : buku II tentang penipuan
Titel XXI : buku II tentang merugikan orang berpiutang dan berhak
Titel XXVII : buku II tentang penghancuran dan perusakan barang
Titel XXX : buku II tentang pemudahan (begunstiging)
Persamaan dari ketujuh macam kejahatan dan satu macam pelanggaran adalah
bahwa dengan tindak-tindak pidana ini, merugikan kekayaan seseorang atau badan
hukum. Oleh karena itu semua tindak pidana ini merupakan pelanggaran hukum
dalam bidang hukum perdata, berupa penggantian dari kerugian oleh si pelaku
kepada korban. 
Kedelapan tindak pidana tersebut dalam bidang hukum pidana dapat dibagi
menjadi dua macam perbuatan : Pertama, perbuatan tidak memenuhi suatu perjanjian
(wanprestasi), sebagian besar dari penggelapan barang dan merugikan orang
berpiutang dan berhak. Kedua, perbuatan melanggar hukum perdata (onrechtmatige
daad dari pasal 1365 BW), sebagian besar dari tindak pidana lainnya: pencurian,

1
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Harta Benda, (Malang; Bayu Media, 2006), hal. 67

2
pemerasan dan pengancaman, penipuan, penghancuran atau perusakan barang,
pemudahan, dan pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman.
Unsur-unsur khas dalam tindak pidana terhadap kekayaan orang lain ;
1. Pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya.
2. Pemerasan (afpersing): memaksa orang lain dengan kekerasan untuk
memberikan sesuatu.
3. Pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk
memberikan sesuatu.
4. Penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk
memberikan sesuatu.
5. Penggelapan barang (verduistering) : memiliki barang yang sudah ada
ditangannya (zich toe-eigenen)
6. Merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang berutang berbuat sesuatu
terhadap kekayaannya sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor).
7. Penghancuran atau pengrusakan barang: melakukan perbuatan terhadap orang
lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu.
8. Pemudahan (penadahan): menerima atau memperlakukan barang yang
diperoleh orang lain secara tindak pidana.
9. Pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman: adanya tanah yang ditanami dan
merusak dengan melaluinya.
Rumusan tentang kejahatan terhadap harta kekayaan diterangkan secara
lengkap, baik unsur-unsur obyektif, maupun unsur subyektif sebagai berikut;
Unsur-unsur obyektifnya antara lain;
1. Unsur perbuatan materiil seperti perbuatan mengambil pada pencurian,
perbuatan memiliki pada penggelapan, perbuatan menggerakkan (hati) pada
penipuan, perbuatan memaksa pada pemerasan dan pengancaman, perbuatn
menghancurkan dan merusakkan pada penghancuran dan perusakan benda.
2. Unsur benda atau barang
3. Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda, yakni unsur milik orang
lain yang menyertai atau melekat pada unsur obyek benda tersebut.

3
4. Unsur upaya-upaya yang digunakan dalam melakukan perbuatan yang
dilarang, seperti kekerasan atau ancaman kekerasan dalam kejahatan
pemerasan dan lain-lain.
5. Unsur akibat konstitutif, berupa unsur yang timbul setelah dilakukannya
perbuatan yang dilarang (perbuatan materiil).2
Sedangkan unsur- unsur subyektif dari kejahatan terhadap harta kekayaan
adalah:
1. Unsur kesalahan, yang dirumuskan dengan kata-kata seperti: dengan maksud
pada kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan pengancaman, atau dengan
sengaja pada kejahatan penggelapan, perusakan dan penghancuran barang,
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga pada kejahatan penadahan.
2. Unsur melawan hukum, yang dirumuskan secara tegas dengan perkataan
melawan hukum dalam kejahatan-kejahatan pencurian, pemerasan,
pengancaman, penggelapan dan perusakan barang.

B. Pencurian Harta Kekayaan


1. Pencurian dalam bentuk pokok
Tindak pidana in diatur oleh pasal 362 KUHP yang memuat pengertian
pencurian yang berbunyi : "Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda
paling banyak Rp 900,-"
a. Unsur-unsur obyektif
1) Hij atau barang siapa
Seperti diketahui, unsur obyektif yang pertama dari tindak pidana
pencurian adalah hij yang lazimnya diterjemahkan dengan kata “barang
siapa”. Kata “hij” menunjukkan orang, yang apabila memenuhi semua
unsur tindak pidana pencurian dalam pasal 362, maka ia dapat dipidana

2
Soeharto, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 1983), hal. 96

4
penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda setinggi-
tingginya Rp.900,00.
2) Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan
dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkan nya ke tempat
lain. Simons maupun Pompe, menyamakan bahwa arti mengambil
dengan istilah wegnemen dalam KUHP Jerman yang berarti tidak
diperlukan pemindahan tempat dimana barang berada, tetapi hanya
memegang saja belum cukup, tersangka harus menarik barang itu
kepadanya dan menempatkannya dalam kekuasaannya.
3) Unsur benda
Mengenai obyek pencurian pada awalnya menurut penjelasan pasal 362
KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak dan benda-denda
berwujud. Benda tidak bergerak, dapat menjadi obyek pencurian
apabila sudah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak,
misalnya sebatang pohon yang telah ditebang atau daun pintu rumah
yang telah lepas atau dilepas. Apabila bertindak terlebih dahulu
menebang pohon atau melepas daun pintu kemudian diambilnya, maka
disamping ia telah melakukan pencurian, ia juga telah melakukan
kejahatan benda (pasal 406 KUHP), dalam hal in terjadi perbarengan
perbuatan (pasal 65 KUHP). 
4) Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain.
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lian, cukup sebagian
saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri, seperti sebuah
sepeda milik A dan B, kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B
lalu menjualnya. Akan tetapi bila semua sepeda tersebut telah berada
dalam kekuasaannya, kemudian menjualnya maka bukan pencurian
yang terjadi melainkan penggelapan (pasal 372).
5) Wujud perbuatan memiliki barang
Unsur obyektif terakhir dari tindak pidana pencurian adalah adanya
“wujud perbuatan memiliki barang“. Perbuatan ini dapat berwujud

5
macam-macam, seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan,
memakai sendiri, menggadaikan dan bahkan bersifat negatif, yaitu tidak
berbuat apa-apa terhadap barang itu, tetapi juga tidak mempersilakan
orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya.
b. Unsur-unsur subyektif
1) Maksud untuk memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur
maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa
unsur kesalahan dalam pencurian yang kedua unsur memiliki. Dua
unsur tersebut dapat dibedakan dan tidak terpisahkan, maksud dari
perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk
memilikinya. Sebagai suatu unsur subyektif, memiliki adalah untuk
memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang
miliknya. 
2) Melawan hukum
Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu
ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak
melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah
sadar memiliki benda orang lain (dengan cara demikian) itu adalah
tindakan melawan hukum. Melawan hukum baik dicantumkan secara
tegas dalam rumusan maupun tidak, apabila suatu perbuatan itu sudah
dibentuk sebagai larangan dalam undang-undang, maka tetap ada. Dan
bila dicantumkan dalam rumusan seperti halnya pencurian, maka harus
dibuktikan di persidangan.3
2. Pencurian ringan
Pencurian ringan (gepriviligeerde diefstal) dimuat dalam pasal 364 KUHP
yang rumusannya sebagai berikut; "Perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam
pasal 362 dan 363 butir 4, begitupun perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam
pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah tempat kediaman atau

3
Prodjodikoro,Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung; Refika
Aditama, 2003), hal. 163

6
pekarangan yang tertutup yang ada kediamannya, jika harga barang yang dicuri tidak
lebih dari Rp 250,00 diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling
lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 900,00"
Sedangkan dalam bukunya Jonkers terdapat sedikit perbedaan, pasal 364
menamakan pencurian ringan bagi pencurian biasa yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih bersama-sama. Atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal 363 nomor 5.
Apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau di pekarangan tetap.
Dimana rumah kediaman bila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari Rp.250,00
dan hukumannya maksimal 3 bulan penjara atau denda 60 rupiah.
Unsur yang harus selalu ada dalam pencurian ringan ialah benda tidak lebih dari Rp
250,00. Dalam WvT pencurian ringan tidak diatur hanya KUHP kita yang mengatur
hal ini. Untuk masa kini benda seharga Rp 250,00 pada saat ini relatif sangat kecil.
Maka daripada itu kejahatan-kejahatan ringan perlu dihapus dari KUHP.4
3. Macam-Macam Pencurian
Pencurian dalam bentuk diperberat (gequalificeerde) adalah bemtuk
pencurian yang dirumuskan dalam pasal 363 dan 365 KUHP: Ayat (1) "diancam
dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun:
a. Pencuri ternak
b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal ter6dampar, kecelakaan
kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang.
c. Pencurian pada waktu malam dalam suatu tempat kediaman atau
pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, yang dilakukan
oleh orang yang ada di sini tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang
berhak
d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
e. Pencurian yang untuk masuk ke tempat untuk melakukan kejahatan atau
untuk sampai pada barang-barang yang diambilnya, dilakukan dengan

4
Sugandi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hal. 231

7
merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci
palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
Ayat (2) "jika pencurian yang diterangkan dalam butir tiga disertai dengan
salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5 maka dikenakan pidana penjara paling
lama 9 tahun". Pencurian yang terdapatnya gabungan dari faktor-faktor yang
memperberat dengan pidana penjara paling lama 9 tahun;
a. Faktor saat pelaksanaannya, yaitu waktu malam ditambah faktor tempat
melakukannya yaitu dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan
yang tertutup yang di dalam nya ada tempat kediamannya dan ditambah
lagi salah satu dari dua faktor.
b. Faktor pertama sebagaimana tersebut pada ayat 1 sub 4, yaitu dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Faktor kedua terdapatnya
faktor-faktor yang disebutkan dalam ayat 1 sub lima, yaitu bila cara
masuknya ke tempat pencurian atau tempat sampainya pada obyek benda
yang dicurinya dilakukan dengan: membongkar, merusak, memanjat,
memaki anak kunci palsu, memakai pakaian jabatan palsu.
Pasal 365 merumuskan;
1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun di hukum
pencurian yang didahului, disertai, diikuti kekerasan atau ancaman
kekerasan terhadap orang lain dengan dimaksud untuk
mempersiapkan atau memudahkan pencuri itu, atau si pencuri jika
tertangkap basah. Supaya ada kesempatan untuk. Melarikan diri atau
supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya."
2) "Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun;
Ke-1 - Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah
rumah kediaman atau di pekarangan tertutup dimana ada rumah
kediaman atau jalan umum atau di dalam kereta api, atau trem yang
sedang berjalan.
Ke-2 - Jika perbuatan itu dilakukan dua orang atau lebih bersama-
sama.

8
Ke-3 - Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan
itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan memakai
anak kunci, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu. Ke-4 - Jika
perbuatan itu berakibat luka berat.
3) Dijatuhkan hukuman selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan
itu membuat mati orang.
4) Hukuman mati atau seumur hidup atau penjara seumur hidup atau
penjara selama-lamanya 20 tahun, dijatuhkan jika perbuatan itu
berakibat ada orang yang terluka atau mati, dan lagi perbuatan itu
dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula
disertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor satu dan
nomor dua". 
Pencurian Oleh Dua Orang atau Lebih Bersama-Sama. Hal ini menunjuk pada
dua orang atau lebih yang bekerjasama dengan melakukan tindak pidana pencurian,
misalnya mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak
bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului pencurian, tapi tidak
cukup apabila mereka secara bersamaan waktu mengambil barang-barang.
Dengan digunakannya kata geepleegd (dilakukan), bukan kata
began(dilakukan), maka pasal ini berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang
masuk istilah medeplegen (turut melakukan). Pasal 55 ayat 1no 1KUHP dan syarat
bekerja sama memenuhi. Jadi pasal 363 ayat 1no 4 KUHP tidak berlaku apa bila
hanya seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (modeplichtige) dari pasal
55 ayat 1no 2 KUHP.5
4. Pencurian Dalam Lingkungan Keluarga
Pencurian dalam kalangan keluarga ini diatur dalam pasal 367 KUHP, yang
dirumuskan sebagai berikut;
a. Jika pelaku atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah
suami atau istri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja

5
Soesilo, KUHP, (Bogor: Politea, 1996), hal. 132

9
dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pelaku atau
pembantunya tidak mungkin diadakan pidana.
b. Jika kita adalah suami isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau
terpisah harta kekayaan, atau dia adalah saudara sedarah atau semenda,
baik dalam garis lurus, maupun dalam garis menyimpang derajat kedua,
maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada
pengaduan yang terkena kejahatan.
c. Jika menurut lembaga matriarchal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang
lain daripada bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas berlaku
juga pada orang itu. Menurut pasal 367 diatas dapat disimpulkan beberapa
bentuk pencurian dalam keluarga;
1) Bentuk pertama sebagaimana yang diatur dalam ayat 1. apabila
terdapat unsur-unsur sebagai berikut;
a) Semua unsur pencurian bentuk pokok (pasal 362)
b) Adanya unsur khusus yakni;
 Adanya hubungan antara pelaku atau pembantunya dengan
korban sebagai suami atau istri yang tidak terpisah meja dan
tempat tidur atau tidak terpisah harta kekayaannya.
 Unsur benda obyeknya adalah milik suami atau milik isteri
tersebut.
2) Bentuk yang kedua sebagaimana yang diatur dalam ayat 2 pasal 367;
Unsur-unsur baik obyektif maupun subyektif pencurian dalam bentuk
pokok (pasal 362) ditambah lagi unsur-unsur khusus yang bersifat
alternatif yaitu;
a) Unsur pelaku atau menjadi pelaku pembantunya adalah suami atau
istri yang terpisah tempat dan tidur atau terpisah harta
kekayaannya.
b) Unsur pelaku atau menjadi pelaku pembantunya adalah keluarga
sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis
menyimpang derajat kedua.

10
C. Penggelapan Harta Kekayaan
Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan (veruistring),
terdiri penggelapan 6 pasal (372 s/d 377). Dan beberapa pasal lain yang juga
mengenai penggelapan yaitu pasal 415 dan pasal 417, tindak pidana jabatan yang kini
ditarik ke dalam tindak pidana korupsi oleh Undang-undang no. 31 Th. 1999 dan
Undang-undang no. 20 Th. 2001.
1. Penggelapan Dalam Bentuk Pokok
Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 yang
dirumuskan sebagai berikut; "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lainnya yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan
penjara pidana paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00."
2. Penggelapan Dalam Kalangan Keluarga
Dalam kejahatan harta benda, pencurian, pengancaman, penggelapan,
penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi;
a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap pelakunya maupun
pelaku pembantunya (pasal 367 ayat 121)
b. Tindak pidana aduan. Tanpa ada pengaduan, baik terhadap pelaku utama
maupun pelaku pembantunya tidak dilakukan penuntutan (pasal 367 ayat
2). Dalam Wetboek van Strafrecht, dikemukakan dua alasan bagi
ditetapkannya kejahatan aduan yang relatif ini, yakni:
1) Alasan susila, yaitu mencegah terjadinya hal pemerintah
menempatkan orang-orang yang mempunyai hubungan yang sangat
dalam (intim) antara yang satu dengan yang lain, berhadapan muka di
depan hakim pidana.
2) Alasan materiil (stoffelijk), yaitu de facto (feitelijk) ada semacam
condominium antara suami dan istri.6

6
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,
(Bandung; Sinar Baru, 1989), hal. 115

11
Perlu diketahui bahwa pada kejahatan penggelapan, baik dalam bentuk pokok
maupun dalam bentuk yang diperberat, dalam hal penjatuhan pidana oleh
hakim, kepada pelakunya dapat pula dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. Pidana pengumuman putusan hakim
b. Pidana pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana disebut dalam pasal 35
no. 1-4 KUHP.
c. Jika dilakukan dalam menjalankan mata pencaharian, maka dapat dicabut
haknya untuk menjalankan pekerjaannya itu. 
3. Penggelapan Berupa Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2001
"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp
750.000.000,00 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil orang lain,
atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut."
Unsur-unsur obyektif;
a. Pegawai negeri meliputi;
1) Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP.
2) Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam UU tentang
kepegawaian.
3) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
4) Orang yang menerima gaji atau upah dari satu korporasi yang menerima
bantuan keuangan negara atau daerah.
b. Perbuatan yang dilarang berupa; menggelapkan, perbuatan membiarkan
diambil dan perbuatan membiarkan digelapkan, perbuatan membantu
orang lain dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
c. Unsur obyek; uang dan surat berharga.
d. Benda yang disimpan karena jabatannya.

12
Unsur subyektif; kesengajaan (opzettelijk). Kesengajaan adalah salah satu
bentuk dari kesalahan yang dalam doktrin dpt berwujud dalam tiga bentuk yaitu;
kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), kesengajaan sebagai kemungkinan
(opzet bij mogelijheids bewustzijn) yang sering disebut disebut dengan dolus
eventualis, dan kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheids bewustzijn).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah kejahatan-kejahatan dan
pelanggaran mengenai harta kekayaan orang adalah tindak-tindak pidana yang
termuat dalam buku II KUHP seperti; pencurian dan pemerasan, pengancaman,
penipuan, penggelapan barang, merugikan orang berpiutang dan berhak,
penghancuran dan perusakan barang pemudahan, pelanggaran tentang tanah-tanah
tanaman.

B. Penutup
Demikian isi pembahasan makalah kami ini, tentunya masih banyak terdapat
kesalahan dalam penyampaian materi. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang
membangun jiwa penulis sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua, khususnya bagi kami sebagai pemakalah sendiri. Aminn...

14
DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, Adami, 2006. Kejahatan terhadap Harta Benda, Malang; Bayu Media
Lamintang,1989, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, Bandung; Sinar Baru
Prodjodikoro,Wirjono, 2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung;
Refika Aditama
Soeharto, 1993, Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika
Soesilo,1996 KUHP, Bogor: Politea
Sugandi,1981, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional

15

Anda mungkin juga menyukai