Makalah Kel1 AlHadist
Makalah Kel1 AlHadist
DISUSUN OLEH :
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb,
Syukur alhamdulillah puji dan syukur kami limpah curahkan kepada Allah SWT
atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW sehinga kami dapat menyelesaikan tugas perdana ini
tepat pada waktunya dalam penyusunan makalah “AL-HADITS” yang insyaallah
akan bermanfaat menambah wawasan bagi pembacanya. Kami akui ada beberapa
hambatan yang kami hadapi dan berkat dukungan berbagai pihak, makalah inipun
mamp anda nikmati, maka kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, mempermudah
selesainya makalah ini
2. Orang tua yang setiap saat mendoa’akan dan selalu mendukung kami
setiap saat, dimanapun berada.
3. Pak Waway Qodratulloh selaku dosen agama yang memberi tugas ini
Kami harap makalah ini selanjutnya dapat dipergunakan dengan sebaik mungkin
bagi pembacanya, kami menerima kritik dan saran mengingat tugas ini masih belum
sempurna. Karena kekurangan adalah tempatnya manusia dan kesempurnaan
hanyalah milik-Nya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................... 1
Kata Pengantar................................................................................................... 2
Daftar Isi...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................5
BAB II ISI
2.1 Pengertian Hadits dan Sunnah..............................................................6
2.2 Kedudukan Hadits terhadap Al-qur’an.................................................7
2.3 Macam-macam Sunnah.........................................................................7
2.4 Tingkatan Hadits ..................................................................................13
2.5 Istilah dalam Ilmu Hadits .....................................................................13
2.6 Sejarah Penulisan Hadits ......................................................................15
2.7 Kitab-kitab Hadits ................................................................................18
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan...........................................................................................24
Daftar Pustaka......................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
Semua umat Islam telah sepakat bahwa Hadits Rasul adalah sumber
dan dasar hukum Islam setelah Al – Qur’an.Umat Islam diwajibkan
mengikuti dan mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti
dan mengamalkan Al – Qur’an.. Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas
antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua
periwayatannya berlangsung secara mutawatir. Sedangkan periwayatan
Hadits sebagian berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi
berlangsung secara ahad.
Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat
Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin bisa memahami
syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua
sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak
diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu
keduanya.
Banyak kita jumpai ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang
memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum islam
selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, dan diamalkan baik dalam bentuk
perintah maupun larangannya.
4
1.3 Tujuan Penelitian
5
BAB II
ISI
6
yang hanya mengumpulkan dan membahas hadits-hadits palsu saja (dengan
tujuan sebagai ‘peringatan’ bagi pembaca agar berhati-hati jangan sampai
menggunakan hadits-hadits palsu tersebut).
Macam Sunah atau hadist bisa dibedakan menjadi tiga yakni sunnah
qauliyyah, sunnah fi'liyyah dan sunnah taqririyyah.
Berikut ini penjelasan mengenai ketiga sunah atau hadist tersebut disertai
contohnya :
7
Yaitu segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
dalam bentuk perbuatan. Sunnah ini dapat ditemukan dalam hadist - hadist
Nabi yang memerintahkan kepada sahabat untuk mengikuti perbuatan nabi
Muhammad SAW.
Contoh:
Dari tiga jenis sunah di atas , menurut para ulama , sunah qauliyyah
merupakan yang paling tinggi tingkatannya, disusul fi'liyyah dan taqriyyah
8
Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna
ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak
janggal.
Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah
disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah:
Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan
maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.
9
Ishaq as-Suba'i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha' bagi penduduk
kalangan Makkah.
Jumhur ulama :
Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi) tidak begitu
kuat
ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat
serta kejanggalan matannya.
Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada
sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat
kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu
jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.
10
Hadits Hasan Naik Derajat Menjadi Shahih
Bila sebuah hadits hasan li dzatihi diriwayatkan lagi dari jalan yang
lain yang kuat keadaannya, naiklah dia dari derajat hasan li dzatihi kepada
derajat shahih. Karena kekurangan yang terdapat pada sanad pertama, yaitu
kurang kuat hafalan perawinya telah hilang dengan ada sanad yang lain
yang lebih kuat, atau dengan ada beberapa sanad lain.
Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat syarat hadits Shahih atau hadits Hasan. Hadits Dhaif merupakan
hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk
dijadikan dasar hukum.
Penyebab Tertolak
Ada beberapa alasan yang menyebabkan tertolaknya Hadits Dhaif,
yaitu:
11
Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih
berturut-turut disebut hadits mu’dlal
Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathia’
12
membolehkan kita memakai hadits dhaif untuk menetapkan suatu amal yang
hukumnya sunnah.
Padahal yang benar adalah masalah keutamaan suatu amal ibadah.
Jadi kita tetap tidak boleh menetapkan sebuah ibadah yang bersifat sunnah
hanya dengan menggunakan hadits yang dhaif, melainkan kita boleh
menggunakan hadits dha'if untuk menggambarkan bahwa suatu amal itu
berpahala besar.
Sedangkan setiap amal sunnah, tetap harus didasari dengan hadits
yang kuat. Lagi pula kalau pun sebuah hadits itu boleh digunakan untuk
memberi semangat dalam beramal, maka ada beberapa syarat yang juga
harus terpenuhi, antara lain:
o Derajat kelemahan hadits itu tidak terlalu parah. Perawi
yang telah dicap sebagai pendusta, atau tertuduh sebagai
pendusta atau yang terlalu sering keliru, maka haditsnya
tidak bisa dipakai. Sebab derajat haditsnya sudah sangat
parah kelemahannya.
o Perbuatan amal itu masih termasuk di bawah suatu dasar
yang umum. Sedangkan sebuah amal yang tidak punya
dasar sama sekali tidak boleh dilakkan hanya berdasarkan
hadits yang lemah.
o Ketika seseorang mengamalkan sebuah amalan yang
disemangati dengan hadits lemah, tidak boleh diyakini
bahwa semangat itu datangnya dari nabi SAW. Agar kita
terhindar dari menyandarkan suatu hal kepada Rasulullah
SAW sementara beliau tidak pernah menyatakan hal itu.
13
2.5.2 Matan Hadits
Kata rawi atau arawi, berati orang yang meriwayatkan atau yang
memberitakan hadis. Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang
merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan hadits.
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir
sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga
disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya
merupakan sanad bagi yabaqah berikutnya.
Akan tetapi yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari
dalam dua hal yaitu:
14
b. Dalam penyebutan silsilah hadits
Untuk susunan sanad, berbeda dengan peyebutan silsilah susunan
rawi.
Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang yang
lasung meyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada
rawi yang disebut rawi pertama ialah para sahabat Rasul SAW. Dengan
demikian penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya.
Artinya rawi pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah rawi terakhir
Ilmu rijalul hadits adalah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan-
keadaan perowi, perjalanan hidup mereka baik dari kalangan sahabat dan
tabi’in. Dalam definisi lain dapat disimpulkan bahwa ilmu rijalul hadits
adalah sejarah perowi-perowi hadits dan mazhab-mazhab yang mereka
pegang yang dengan mempelajari sejarahnya dapat diterima atau ditolaknya
riwayat mereka.
Tidaklah sempurna ilmu seseorang dalam bidang hadits apabila dia tidak
mengetahui atau mendalami ilmu ini.
15
Hadist merupakan salah satu pilar utama dalam agama islam setelah
Al Quran. Pentingnya hadist dalam islam membuat Rasulullah serta para
sahabat dan orang orang yang mengikuti jalannya menaruh perhatian besar
atasnya. Penulisan hadist adalah satu bukti perhatian besar Rasulullah dan
para sahabat akan hadist.
Sejarah penulisan dimulai pada awal masa kenabian, awalnya
Rasulullah melarang para sahabatnya menulis hadist, seperti riwayat dari
Abu Said Al Khudry,
“Janganlah kalian menulis dari ku, dan barangsiapa yang telah menulis
dari ku selain al Quran maka hapuslah”. (HR. Muslim).
ُ أَتَ ْكتُب: الُواjjَ َريْشٌ َوقjُ فَنَهَ ْتنِي ق، ُهjظ َ ُد ِح ْفjلم أُ ِريjjت أَ ْكتُبُ ُك َّل َش ْي ٍء أَ ْس َم ُعهُ ِم ْن َرسُو ِل هللاِ صلى هللا عليه وسُ ُك ْن
،ب ِ اjjَت َع ِن ْال ِكت ُ ْكj فَأ َ ْم َس، اjض
َ َوال ِّر، ب َ ُك َّل َش ْي ٍء تَ ْس َم ُعهُ َو َرسُو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم بَ َش ٌر يَتَ َكلَّ ُم فِي ْالغ
ِ َض
ْ ُ أ َ بِأjj فَأَوْ َم، ت َذلِكَ لِ َرسُو ِل هللاِ صلى هللا عليه وسلم
اjj ِد ِه َمjَي بِيj ا ْكتُبْ فَ َوالَّ ِذي نَ ْف ِس: ا َلjjَ فَق، ِهjبُ ِع ِه ِإلَى فِيjص ُ ْفَ َذكَر
ٌّ يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ إِالَّ َح.
ق
“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku
ingin menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku, mereka berkata,
“Engkau menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah
seorang manusia, kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam
keadaan lapang”. Mulai dari sejak itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku
bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan masalah ini, kemudian beliau
bersabda sambil menunjukkan jarinya ke mulutnya, “tulislah! Demi yang jiwaku
ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaran”. (HR.
Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim).
16
Mereka menjamak semua hadits pelarangan dan pembolehan, dan
berpendapat bahwa Rasulullah melarang penulisan hadits karena beberapa sebab
diantaranya :
1. Pelarangan penulisan hadits terjadi jika hadits di tulis dalam lembaran
yang sama
bersama Al Quran.
2. Pelarangan penulisan hadits terjadi saat wahyu Al Quran masih turun,
karena Nabi takut tercampurnya Al Quran dengan hadist.
3. Pelarang penulisan hadits terjadi karena Nabi takut kaum muslimin
akan sibuk terhadap hadist melebihi kesibukkannya terhadap Al Quran.
4. Pelarangan penulisan hadits dikhususkan untuk yang mempunyai
hafalan yang kuat dan di bolehkan jika tidak memiliki hafalan yang kuat.
Pendapat kedua
Ulama berpendapat bahwa hadits-hadits tentang pelarangan penulisan
haditstidak ada yang shohih, karena menurut sebagian para Ulama hadist dari Abu
Sa’id di atas adalah mauquf seperti yang di nukilkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab
Fathul Bari.
Pendapat ketiga
Dari para ulama seperti Imam Al Baghowi, Ibnu Qutaibah, Imam Nawawi,
dan Syaikhul Islam Ibnu Taimyah mengatakan bahwa hadits -hadits pelarangan
itu terhapus dengan hadits -hadits pembolehan penulisan hadits , bahkan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menukil bahwa ini adalah pendapat jumhur ulama.
Kesimpulan :
Dari semua pendapat Ulama, bahwasanya penulisan hadits itu di bolehkan,
bahkan di sunnahkan menulisnya dan sudah terjadi di zaman Rasulullah.
Bahkan terdapat Ijma dari para ulama akan bolehnya penulisan Hadist Nabi
seperti yang di cantumkan oleh Al Qodi Iyadh dalam kitab Ikmal AlMu’lim, Ibnu
Solah dalam kitab Ulumu Al Hadist, Ibnu Atsir dalam kitab Jami’ Al Usul, dan
Imam Dzahabi dalam kitab Siyar, Juga Al Iraqi dalam Alfiyah.
Pada zaman Sahabat radhiallahu’anhum terdapat beberapa kemajuan
pengumpulan dan penulisan hadist, itu di tandai dengan adanya Suhuf atau
lembaran lembaran yang di milki oleh sebagian sahabat seperti :
Shohifah Abu Bakar As Sidiq (Lembaran Abu Bakar As Siddiq)
Di riwayatkan dari Anas Bin Malik Sesungguhnya Abu Bakar pernah
mengutusnya untuk mengambil sedekah dari kaum muslimin, dan menuliskan di
lembaran tersebut faraid Sedekah dan disana juga terdapat cap cincin Rasulullah”.
Sohifah Ali Bin Abi Tholib (Lembaran Ali Bin Abi Tholib)
Di riwayatkan oleh Abi Juhaifah
17
ا فيjjلم أو مjjل مسjj إال كتاب هللا أو فهم أعطيه رج، ال: قلت لعلي هل عندكم كتاب ؟ قال:عن أبي جحيفة قال
العقل وفكاك األسير وال يقتل مسلم بكافر: قلت فما في هذه الصحيفة ؟ قال: قال. هذه الصحيفة.
“Aku bertanya kepada Ali Bin Tholib, apakah engkau mempunyai sesuatu
yang tertulis dari Rasulullah?”. Ali menjawab, “ Tidak, kecuali Kitabullah, atau
pemahaman yang ku berikan kepada seorang muslim, atau yang ada di lembaran
ini”.
Aku berkata, apa yang di dalam lembaran itu?, beliau menjawab,
“ Al Aql, serta hukum tentang tawanan perang, dan janganlah seorang
muslim membunuh orang kafir”.
Sohifah Abdullah bin Amr bin Ash atau di kenal dengan Sohifah
Sodiqoh (Lembaran Kebenaran)
Di riwayatkan dari Mujahid, “Aku pernah mendatangi Abdullah bin Amr,
kemudian aku membaca lembaran yang berada di bawah tempat tidurnya, lalu ia
melarangku, akupun bertanya kepadanya mengapa melarangku membacanya,
beliau menjawab,
هذه الصادقة هذه ما سمعت من رسول هللا صلى هللا عليه ليس بيني وبينه أحد
“Ini adalah lembaran (yang berisi) kebenaran, ini adalah yang aku dengar
langsung dari Rasulullah”.
Muslim Sunni melihat enam kitab hadis utama ini sebagai himpunan hadis
yang terpenting. Berikut merupakan senarai kitab-kitab tersebut, mengikut aturan
ketulenan:
18
1. Sahih Bukhari, himpunan Imam Bukhari (m. 870), mengandungi 7275
ahadith
2. Sahih Muslim, himpunan Imam Muslim (m. 875), mengandungi 9200
ahadith
3. Sunan al-Sughra, himpunan Imam Nasa'i (m. 915)
4. Sunan Abu Daud, himpunan Imam Abu Daud (m. 888)
5. Jami' at-Tirmizi, himpunan Imam Tirmidzi (m. 892)
6. Sunan Ibnu Majah, himpunan Imam Ibnu Majah (m. 887)
Dua yang pertama, lazimnya dirujuk sebagai Dua Sahih sebagai tanda
ketulenan mereka, mengandungi sekitar 7 ribu hadis semuanya, tanpa mengira
yang berulang, mengikut Ibnu Hajar.
19
As-sunan yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqhi
dan hanya memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sumber bagi para
Fuqaha dalam mengambil sebuah kesimpulan. As-sunan tidak terdapat
pembahasan tentang Sirah, Aqidah, Manaqib, dan lain-lain. As-sunan hanya
membahas masalah fiqhi dan hadis-hadis hukum saja. Al-Kittana mengatakan
bahwa susunan kitab sunan berdasarkan bab-bab tentang fiqhi mulai bab tentang
Iman, Tharah, Sholat, Zakat, Puasa, Haji, dan seterusnya.
Kitab-kitab sunan yang terkenal adalah : Sunan Abu Daud karya Sulaiman
Bin Asy’ast As-Sijistani (W 275 H), Sunan An-nasa’i karya Abdurrahman Ahmad
Bin Syu’aib An-nasa’I (W 303 H), Sunan Ibnu Majah karya Muhammad Bin
Yazid bin Majah Al-Qazwiniy (W 275 H), dan yang lainnya.
Salah satu kitab yang disusun secara sunan adalah kitab Sunan Abu
Dawud. Kitab tersebut disusun berdasarkan fiqhi dan hanya memuat hadis-hadis
marfu’ dan tidak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’, sebab menurutnya
keduanya tidak disebut sunnah. Dalam Sunan Abu Dawud terdapat beberapa kitab
dan setiap kitab terbagi dalam beberapa bab. Adapun perinciannya adalah : 35
Kitab, 1871 Bab, dan 4800 hadis. Ada juga yang mengatakan bahwa hadis dalam
Sunan Abu Dawud berjumah 5274 hadis.
Menurut istilah ahli hadis mushannaf adalah sebuah kitab hadis yang
disusun berdasarkan bab-bab fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’,
mauquf, dan maqtu’. Karena mushannaf adalah kitab hadis yang disusun
berdasarkan kitab fiqih, maka Muwatta’ termasuk didalamnya.
Salah satu contoh hadis yang menggunakan metode ini adalah kitab al
muwatta’ karya Imam Malik. Secara eksplisit tidak ada pernyataan yang tegas
tentang metode yang dipakai oleh Imam Malik dalam menghimpun kitabnya al
muwatta’, namun secara implicit dengan melihat paparan Imam Malik dalam
kitabnya dapat diketahui bahwa metode yang ia gunakan adalah metode
mushannaf atau muwatta’.
Disamping itu Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan
penyeleksian terhadap hadis-hadis yang disandarkan kepada nabi, kepada sahabat
atau fatwa sahabat, fatwa tabi’in, ijma' ahli Madinah, dan pendapat Imam Malik
sendiri. Dalam hal ini ada empat kriteria yang diutarakan oleh Imam Malik dalam
mengkritisi para periwayat hadis yaitu:
o Periwayat hadis bukan orang yang berprilaku jelek
o Bukan ahlul bid’ah
o Bukan orang suka berdusta
o Bukan orang yang tau ilmu tapi enggang mengamalkannya.
20
Meskipun Imam Malik telah berusaha seselektif mungkin dalam
Memfilter hadis-hadis yang ia terima untuk dihimpun, tetap saja
ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan penilaian terhadap
kualitas hadis-hadisnya. Misalnya Sufyan bin Uyainah dan al Suyuti
mengatakan seluruh hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik adalah
sahih karena diriwayatkan dari orang-orang yang dapat dipercaya.
Abu Bakar Al Abhari berpendapat tidak semua hadis dalam kitab al
muwatta’ sahih, ada yang mursal, mauquf, dan maqtu’. Ibnu Hazm berpendapat
bahwa dalam kitab All Muwatta’ terdapat 300 hadis mursal dan 70 hadis dhaif.
Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa didalamnya terdapat hadis mursal
bahkan hadis mungqati’.
Berdasarkan kitab yang telah ditahqiq oleh M. Fuad abdul Baqi’, kitab al
muwatta’ Malik terdiri dari 2 juz, 61 bab, dan 1824 hadis. Berbeda dengan
pendapat M. Syuhudi Ismail yang mengatakan bahwa kitab almuwatta’ terdiri
dari 1804 hadis.
21
Mencari suatu hadis dalam kitab ini sangatlah rumit, tapi dengan terbitnya
Tiftah Kunusi, al-Mu’jam al-Mufahrasy dan Taysirul Manfaah, maka kesukaran
itu pun hilang.
Al-masanid yang dibuat oleh para ulama hadis sangatlah banyak. Menurut
al-Kattani jumlahnya sebanyak 82 musnad dan menurutnya lebih banyak dari itu.
Adapun Musnad yang terkenal adalah : Musnad Imam Ahmad Bin Hambal (W
241 H), Musnad Abu Dawud Sulaiman Bin Dawud Ar-rashili (W 204 H), Musnad
Abu Bakar Abdullah Bin Azzubair Al-humaidy (W 219 H), dan lain-lain.
Musnad-musnad ini sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak hanya
berisi kumpulan-kumpulan hadis shahih saja, tetapi mencakup semua kualitas
hadis dan berurutan sesuai bab fiqhi saja tetapi juga berdasarkan urutan nama
sahabat.
Karena kitab Musnad jumlahnya cukup banyak maka dalam menentukan
title sahabat ada yang berdasarkan alphabet atau abjad berdasarkan sahabat yang
pertama tama masuk Islam, ada yang berdasarkan Al-asyaratul Mubassyirina Fil
Jannah atau sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga dan lain-lain.
Salah satu kitab musnad yang dijadikan kitab Al-ushuliy (sumber) adalah
musnad Ahmad Bin Hambal. Musnad Ahmad Bin Hambal termasuk kitab
termasyhur yang disusun pada periode tahun kelima perkembangan hadis (abad
ketiga Hijriyah). Kitab ini menghimpun dan melengkapi kitab-kitab hadis yang
ada sebelumnya dan merupakan satu kitab yang yang dapat memenuhi kebutuhan
kaum muslimin dalam dalam hal agama dan dunia pada masanya. Seperti halnya
ulama-ulama abad ketiga semasanya, Imam Ahmad Bin Hambal menyusun kitab
haditsnya secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab musnadnya
tersebut tidak semua diriwayatkan olehnya, akan tetapi sebagiannya merupakan
tambahan dari putranya Abdullah dan juga Abu Bakar Al-qat’i.
Musnad Ahmad Bin Hambal memuat 40.000 hadis dan 10.000 diantaranya
dengan berulang serta tambahan dari putranya Abdullah dan Abu Bakar Al-qat’i
kurang lebih 10.000 hadis.
Secara umum terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda tentang derajat
hadis dalam kitab hadis Musnad Ahmad Bin Hambal antara lain :
o Seluruh hadis yang terdapat dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal
dapat dijadikan sebagai Hujjah
o Dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih, dhaif,
dan bahkan maudhu
o Dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih dan
dhaif dan mendekati hasan
Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah Al-Zahadi, Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Ibnu Taimiyah dan Assuyuti.
22
2.7.7 Kitab Al-Mu’jam
Mu’jam disusun mengikut tertib huruf ejaan, atau mengikut susunan nama
guru-guru mereka. Nama guru-guru mereka juga disusun mengikut ejaan nama
atau laqob mereka.
Mu’jam juga hanya mengumpulkan Hadis-hadis Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tanpa melihat kwalitas Hadis-hadisnya.
Contoh kitab-kitab mu’jam ialah Mu’jam Tabrani, Mu’jam kabir, Mu’jam
as-Sayuti, dan Mu’jam as-Saghrir, Mu’jam Abi Bakr, ibn Mubarak, dan
sebagainya.
Kitab rijal yang mengumpulkan orang-orang yang tersebut dalam
meriwayatkan Hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
mengikiut ejaan bersama dengan kuniyyahnya. Ini semua adalah untuk
memastikan kesahihan sesebuah Hadis.
23
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Hadits dan sunnah merupakan dua hal yang berbeda dimana sunnah
merupakan model kehidupan Nabi sedangkan Hadits adalah periwayatan dari
model kehidupan Nabi yang ditulis oleh para ulama, namun keduanya sama-sama
berasal dari Nabi Muhammad SAW.
Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-qur’an dimana
merupakan penjelas (mubayyin) dari ayat-ayat Al-qur’an maka keduanya harus
dilakukan secara beriringan.
Sunnah itu sendiri dibagi menjadi 3 yaitu Sunnah Qauliyyah, Sunnah
Fi’liyyah, Sunnah Taqririyah. Dari tiga jenis sunah tersebut, menurut para ulama,
sunah qauliyyah merupakan yang paling tinggi tingkatannya, disusul fi'liyyah dan
taqririyyah.
24
Daftar Pustaka
http://e-nasehat.blogspot.co.id/2011/05/perbedaan-makna-as-sunnah-dan-al-
hadits.html?m=1
http://akhmadandikfirdaus.blogspot.co.id/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-
terhadap-al.html?m=1
http://dakwahsyariah.blogspot.com/2014/01/mengenal-kitab-kitab-
hadits.html#ixzz3nOSnMDIh
http://pendidikan.blogspot.co.id/2010/12/kemajuan-ilmu-pengetahuan-dan.html?m=1
https://nuranimahabbah.wordpress.com/2009/08/23/makalah-tentang-hadits/
25
26