Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAHIJ AL MUFASSIRIN

TELAAH MANHAJ IBNU KATSIR DALAM TAFSIR AL-QUR`AN AL-ADHIM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

AHMED HAFIZ AL FIKRI (2020304039)

AIDA GUSTI RIZKI (2030304062)

IRFAN WARDANA (2030304067)

DOSEN PENGAMPU

DEDDY ILYAS, M. Us

PROGRAM STUDI ILMU QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
menganugrahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul “TELAAH
MANHAJ IBNU KATSIR DALAM TAFSIR AL-QUR`AN AL-ADHIM”, ini telah
dapat diselesaikan. Shalawat dan salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari alam kegelapan kepada alam
yang penuh cahaya Islam.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kegiatan


mahasiswa khususnya mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, guna untuk
mendapatkan wawasan yang luas dan pengetahuan yang bebas akan ilmu agama dan
ilmu umum, oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Deddy Ilyas, M. Us, yang mana telah memberikan amanah dan
kepercayaan untuk menyelesaikan makalah ini.

Semoga kiranya amal baik dari dosen-dosen beserta rector beserta seluruh
Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang dibalas oleh Allah dengan imbalan setimpal
dengan apa yang telah disumbangkannya dan semoga mendapat lindungan serta
petunjuk dan ampunan Allah SWT, Aamiin Ya Rabbal `Alamiin.

Palembang, 23 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. II

DAFTAR ISI ............................................................................................................ III

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ............................................................... 2
C. TUJUAN POKOK ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IBNU KATSIR .......................................................... 3


- Para guru dan murid Ibnu Katsir ............................................. 3
- Karya Ilmiah Ibnu Katsir ........................................................ 3
- Komentar para ulama terhadap Ibnu Katsir ............................ 4
B. TENTANG TAFSIR IBNU KATSIR ........................................... 5
C. METODE TAFSIR IBNU KATSIR ............................................. 6
- Bentuk Tafsir ........................................................................... 8
- Metode Tafsir .......................................................................... 9
- Metode Penafsiran ................................................................... 11
D. KARAKTERISTIK TAFSIR IBNU KATSIR .............................. 12
- Sumber .................................................................................... 12
- Corak ....................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................. 13
B. SARAN ......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Biografi serta riwayat hidup Ibnu Katsir ialah, Ismail bin Amru Al-
Quraisyiy Ibnu Katsir Al-Bashriy sudah itu Ad-Damsyikiy Imamuddin Abul Fida.
Seorang hafidz dan ahli hadis Syafi‟i. lahir pada tahun 705 hijrah dan meninggal
pada tahun 774 hijriah. Gudang ilmu disematkan padanya, karena ia Seorang ahli
fikih, ahli hadis , ahli sejarah , dan ahli tafsir. Julukan sebagai ahli hadis dan
fuqaha juga diberikan oleh Hafidz ibnu hajar. Saat dia masih hidup
karangankarangannya memenuhi negeri pada waktu itu dan setelah dia
meninggalpun karangankarangannya masih banyak yang memanfaatkan. Kota
Damaskus merupakan tempat dimana Ibnu Katsir tumbuh besar. ketika disana
beliaupun banyak menimba ilmu pada para ulama di antaranya adalah Syaikh
Burhanuddin Ibrahim al-fazari, Isa bin Muth‟im, Ibn Syirazy, Ibn Asyakir, Ishaq
bin alAmid, Ibn Zarrad, Al- hafidz adz- Dzahabi dan Syaikhul Islam Ibnu
taymiyyah
Adapun latar Belakang Penulisan Ibnu Katsir menyusun kitab tafsirnya yang
diberi nama Tafsir al-Qur’an alAzhim. Beliau menjelaskan urgensi tafsir, para
ulama tafsir dari sahabat dan tabi‟in, dan metode tafsir yang paling baik dalam
pendahuluan kitabnya. Selain itu dalam pendahuluan kitab tafsirnya juga
dikatakan pula bahwa kewajiban yang terpikul di pundak para ulama ialah
menyelidiki makna-makna kalamullah dan menafsirkannya, menggali dari
sumber-sumbernya serta mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya,
sebagaimana yang disebutkan dalam kalam-Nya:

‫اس َو ََل تَ ْكت ُ ُم ْونَهٗ ۖٗ فَ َن َبذُ ْوهُ َو َر ۤا َء‬ِّ ‫ب لَت ُ َب ِّينُ َّنهٗ ِّلل َّن‬َ ‫ّٰللا ِّم ْيثَاقَ الَّ ِّذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِّك ٰت‬ ُ ‫َواِّ ْذ ا َ َخذَ ه‬
َ‫س َما َي ْشت َُر ْون‬ ُ
َ ‫ظ ُه ْو ِّر ِّه ْم َوا ْشت ََر ْوا ِّب ٖه ثَ َم ًنا قَ ِّلي ًًْل ۗ فَ ِّب ْئ‬
Artinya :

1
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi Kitab (yaitu), “Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi Kitab
itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,” lalu mereka
melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan
harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan.
Sikap kaum ahli kitab sebelum kita dicela oleh Allah Swt. karena mereka
berpaling dari Kitabullah yang diturunkan kepada mereka, mengejar
keduniawiaan serta menghimpunnya, dan kesibukkannya terhadap semua hal yang
tidak ada kaitannya dengan apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala melalui kitab-Nya. Kaum muslim mempunyai kewajiban untuk
menghentikan semua perbuatan yang menyebabkan mereka (kaum ahli kitab)
dicela oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kewajiban lainnya yaitu mengerjakan
hal-hal yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu mempelajari
Kitabullah yang diturunkan kepada kita, mengajarkannya, memahaminya dan
memberikan pengertian tentangnya. Dengan kalam Allah di atas, maka untuk
menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam kalam Allah dan tafsirnya
wajib dilakukan oleh ulama.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Siapakah Ibnu Katsir?


2. Apakah manhaj Tafsir hasil ta`lif Ibnu Katsir?
3. Apa saja substansi dan karakteristik di dalam Tafsir Al Qur`anul `Azhim?
4. Seperti apakah metodologi penafsiran Ibnu Katsir di dalam Kutubnya?
C. TUJUAN POKOK

1. Mengenal biografi Mufassir Ibnu Katsir


2. Menelaah Manhaj Tafsir Ibnu Katsir
3. Mempelajari hakikat substansi dan karakteristik di dalam Tafsir Al Qur`an Al
Azhim
4. Memahami sistem metodologi penafsiran oleh Ibnu Katsir di dalam Kutubnya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IBNU KATSIR

Nama lengkapnya `Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir bin
Dhau bin Katsir bin Zara` al-Qaisi al-Bashri al-Dimsyiqi al-Syafi`i, yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir. Lahir tahun 701 H. Wafat
tahun 774 H pada usia 73 tahun. Ibnu Katsir mulai menimba ilmu di Damaskus
Syria.
1) Para guru dan murid Ibnu Katsir
Ibnu Katsir memiliki banyak guru di antaranya, yaitu Ibnu Taimiyyah, al-
Hajjar, dan az-Zahabi. Semasa muda, Ibnu Katsir menduduki banyak jabatan
penting di bidang pendidikan, ia juga menjadi guru besar di masjid Umayyah
Damaskus.
Ibnu Katsir memiliki murid yang sangat banyak. Hal ini karena beliau
pernah menjabat sebagai guru besar pada sebuah sekolah ”Daarul Hadits al-
Asyrafiyyah” dan sekolah “Ummu Shalah serta at-Tankaziyyah”. Di antara nama
muridnya yang terkenal adalah Syihabuddin Ibnu Hijji.
2) Karya Ilmiah Ibnu Katsir
Ibnu katsir memiliki banyak karya tulis dalam beragam cabang ilmu yang
mencakup bidang :
1. Ulumul Qur`an
2. Hadits
3. Tauhid
4. Fiqih
5. Sirah
6. Biografi
7. Sejarah

3
Adapun nama-nama kitab tersebut, sebagai berikut :

1. Tafsir al-Qur`anil Adzim, atau yang dikenal dengan nama Tafsir Ibnu
Katsir.
2. Fadhailul Qur`an wa Tarikhu wa Kitabatihi wa Lughatihi.
3. Al-Ahkam al-Kubro fi al-Hadits.
4. Al-Ahkam al-Shugro fi al-Hadits.
5. Syahru Shahih al-Bukhari.
6. Musnad al-Syaikhan.
7. Al-Bidayah wan-Nihaayah.
8. Nihayatul Bidaayah wa Nihaayah.
3) Komentar dari para ulama terhadap Ibnu Katsir

Adapun komentar para ulama kepada Ibnu Katsir yakni sebagai berikut :

1. Az-Zahabi berkata tentang sifat Ibnu katsir, “Ia pandai memberikan


fatwa, juga dalam berdebat, menguasai fiqih, tafsir, nahwu dan sangat
menguasai ilmu Rijal Hadits...” Imam az-Zahabi dalam “Thabaqatul
Hufadz” berkata, “ Ibnu Katsir seorang yang ahli fiqih yang sangat
teliti, ahli hadits yang cermat, dan ahli tafsir yang sangat kritis”.
2. Imam Syaukhani dalam “al-Badru at-Thaali” berkata, “Ibnu Katsir
sangat pandai dalam fiqih, tafsir, nahwu, sangat faham dalam ilmu
Rijal Hadits, selain mengajar ia juga memberikan fatwa”.
3. Imam as-Suyuthi berkata, “Tidak ada orang yang menulis tafsir
dengan metode seperti yang ditulis oleh Ibnu Katsir”.
4. Imam Ali ash-Shabuni (Dr. Tafsir Fakultas Syari`ah wa Dirasah
Islamiyah Universitas al-Malik Abdul `Aziz) mengemukakan tafsir al-
Qur`an yang beliau tulis merupakan salah satu Tafsir al-Qur`an bil
Ma`tsur yang terbaik. Di dalamnya mencakup antara riwayah dan
dirayah. Yakni menafsirkan ayat al-Qur`an dengan ayat al-Qur`an,
kemudian dengan hadits-hadits masyhur yang diambil dari kumpulan

4
kitab-kitab hadits yang mulia lengkap dengan sanad-sanadnya. Di
samping itu, dengan terbuka beliau menyebutkan derajat hadits-
haditsnya, mana yang shahih dan mana yang dha`if. Di samping itu,
beliau juga menyertakan atsar (perkataan para sahabat dan tabi`in).1
B. TENTANG TAFSIR IBNU KATSIR

Ibnu Katsir adalah salah seorang ulama tafsir yang kemampuannya diakui
oleh para ulama lainnya. Imam Az-Zahabi berkata tentang beliau, “Dia pandai
memberikan fatwa, ahli dalam berdebat, menguasai fiqh, tafsir, nahwu dan sangat
menguasai ilmu hadits...”
Kitab tafsir Ibnu Katsir menjadi pilihan karena memiliki beberapa kelebihan
dari kitab-kitab tafsir lainnya. Tafsir Ibnu Katsir kaya akan hikmah dan faedah.
Imam Ali Ash-Shabuni mengemukakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab
tafsir al-Qur`an bil ma`tsur yang terbaik, yang menafsirkan ayat al-Qur`an dengan
ayat al-Qur`an, kemudian dengan hadits-hadits masyhur yang diambil dari
kumpulan kitab-kitab hadits. Di samping itu, dengan terbuka beliau menyebutkan
status hadits-haditsnya, mana yang shahih dan mana dha`if. Beliau juga
menyertakan atsar para sahabat dan tabi`in.
Imam as-Suyuthi menyebutkan : “Tidak ada orang yang menulis tafsir
dengan metode seperti yang ditulis oleh Ibnu Katsir”.2
Sebelum pemaparan tentang metode penafsiran Ibnu Katsīr, terlebih dahulu
di jelaskan terkait dengan sejarah/seputar penulisan tafsir Ibnu Katsīr. Pada
umumnya para penulis sejarah tafsir menyebut Tafsir Ibn Katsīr dengan nama
Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm. Namun, berdasarkan literature-literatur yang ada, tafsir
yang ditulis oleh Ibnu Katsīr ini belum ada kepastian mengenai judulnya. Karena
nampaknya Ibn Katsīr tidak pernah menyebut secara khusus nama kitab tafsirnya,
seperti yang biasa dilakukan oleh penulis-penulis klasik lainnya yang menulis
judul kitabnya pada bagian mukaddimah, akan tetapi, Ali al-Shabuny

1
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Dari Juz 1 Sampai Juz 30
2
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Dari Juz 1 Sampai Juz 30

5
berpandangan bahwa nama tafsir itu adalah pemberian dari Ibnu Katsir sendiri3
Oleh karena itu, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi bahwa bisa jadi nama
tafsirnya dibuat oleh ulama-ulama setelahnya, yang tentunya judul tersebut bisa
menggambarkan tentang isi dari kitab tafsir itu. Dan bisa jadi juga tafsīr al-
Qur’ānu al-Adzīm ditulis oleh Ibnu Katsir sendiri (selanjutnya tafsir Ibn Katsīr).
Terlepas dari kesimpangsiuran tersebut, karena tidak adanya bukti secara empiric
tentang nama kitab tafsir ini, dan tidak adanya akses untuk bisa meneliti lebih
jauh. Yang pastinya ada kitab tafsir yang ditulis sendiri oleh Ibn Katsīr. Ketika
berbicara tentang geneologi keilmuan, adalah suatu yang niscaya bahwa
pemikiran seseorang pasti, sengaja atau tidak disengaja akan dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran sebelumnya. Misalnya, Filsafat Islam sangat dipengaruhi
oleh filsafat Yunani yang jauh lebih dulu berekembang. Sedangkan dalam
tafsirnya, Ibnu Katsir banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama terdahulu Ibn Katsīr
terpenagruh oleh tafsir Ibnu Ahiyyah, tafsir Ibnu Jarir al-Tabari, Ibnu abi Hatim,
dan beberapa ulama terdahulu lainnya.4 Dan tentunya secara umum pemikirannya
banyak dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah selaku gurunya. Tafsir Ibn Katsīr terdiri
dari 8 jilid5 (dalam cetakan/terbitan lain disebutkan hanya empat jilid), jilid 1
berisi tafsir surah alFātihah (1) dan al-Baqarah (2), jilid ke-2 berisi tafsir surah ali
Imrān (3) dan al-Nisa’ (4), jilid ke-3 berisi tafsir surah al-Māidah (5) sampai al-
A’raf (7), jilid ke-4 berisi tafsir surah al-Anfāl (8) sampai surah al-Nahl (16),
jilid ke-5 berisi penjelasan surah al-Isra’ (17) sampai alMu’minūn (23), jilid ke 6
berisi tafsir surah al-Nur (24) sampai surah Yasin (36), jilid ke-7 berisi tafsir
surah al-Shaffāt (37) sampai surah al-Wāqi’ah (56), jilid ke-8 berisi tafsir surah
al-Hadīd (57) sampai surah al-Nās (114).
C. METODE TAFSIR IBNU KATSIR
Ibn Katsīr Dalam meliahat periode munculnya tafsir Ibn Katsīr, penulis
membacanya dengan periodesasi penafsiran yang dibuat oleh Abdul Mustaqim

3
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyat.,. 71
4
Muhammad Husain Al-Zahabi, Tafsīr wal mufassirūn Juz 1, 175
5
Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Umar Ibn Katsir al-Quraisy al Dimasyqy, Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm, (Dar al-
Tayyibah: tt)

6
dalam bukunya Dinamika Sejarah Tafsir alQur’ān.6 Yang juga dari periodesasi itu
dimungkinkan juga bisa membaca karakteristik penafsiran pada era pertengahan.
Berdasarkan periodesasi tersebut maka Tafsir Ibn Katsīr dapat digolongkan ke
dalam tafsir era peretngahan. atau dalam buku lain yang juga ditulis oleh Abdul
Mustaqim diistilahkan dengan era afirmatif dengan nalar ideologis. 7 Karakteristik
penafsiran di era tersebut menurut Abdul Mustaqim adalah banyak dipengaruhi
atau lebih didominasi oleh kepentingan-kepentingan politik, golongan, mazhab,
ideology keilmuan,8 karena itulah diistilahkan era afirmatif dengan nalar
ideologis. Namun menurut hemat penulis karakteristik tiap periode ini agaknya
tidak juga bisa digeneralisasikan bahwa semua tafsir di era pertengahan sarat
dengan kepentingan-kepentingan politik atau golongan. Tafsir Ibnu Katsir
misalnya ketika menafsirkan ayat tentang antropomorphisme, Ibnu Katsir

menafsirkan kalimat ِّ ‫َي ُد‬


‫للا‬ dalam surat al-fath ayat 10, hal itu tidak sama
sebagaiman asy’ariyah menafsirkan kalimat itu, padahal mazhab yang dianut oleh
Ibnu Katsir sendiri adalah Ahlusunnah wal Jama’ah. Ibn Katsīr menafsirkan surat
al-fath ayat 10 itu, ia mengatakan:

‫ و‬,‫ هو حاضر معهم يسمع اقوالهم و يرى مكانهم‬: ‫يد للا فوق ايديهم اي‬
‫ فهو تعالى هى المبايع بواسطة رسول‬,‫يعلم ضمائرهم و ظواهرهم‬
Tuhan berada bersama mereka, Allah mendengarkan perkataan mereka,
allah mengetahui yang nampak dan tersembunyi. Dialah Allah sebagi tempat
berbaiat dengan perantaraan rasulNya.9
Dengan melihat penafsiran tersebut, menurut penulis Ibnu Katsir
dalam konteks ini tidak berada pada posisi sebagai asy’ariyah dan juga tidak

6
Dalam bukunya, Abdul Mustaqim membuat sebuah periodesasi terkait Mazāhib al-Tafsīr dengan ke
dalam tiga periode. Pertama periode Klasik (dari abad I-II/6-7 M) di era ini membahas tentang tafsir di
era Nabi, era Sahabat dan Tabi’in. kedua, periode pertengahan (dari abad III-IX H/9-15 M). dan ketiga
periode Modern –Kontemporer (dari abad XII-XIV H/18-21 M). Lihat, Abdul Mustaqim, Dinamika
Sejarah tafsir al-Qur’an “Studi Aliran-aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan Hingga Modern-
Kontemporer”, (Yogyakarta: Ponpes LSQ kerja sama Adab Press, 2012)
7
Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKIS, 20012), 45
8
Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer., 46.
9
Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Umar Ibn Katsir al-Quraisy al Dimasyqy, Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm., 329

7
berada dalam posisi mu’tzailah10, Ibnu katsir menafsirkan ِّ ‫ َي ُد‬tidak berarti
‫للا‬
kekuasaan seperti yang ditafsirkan oleh kalangan Mu’tazilah dan juga tidak
menafsirkan sebagai tangan tuhan yang tidak bisa digambarkan atau didefenisikan
seperti prinsip/ ajaran yang dibawa oleh asy’ariyah. Ibnu katsir mencoba keluar
dari kedua pandangan itu dengan mencoba menakwilkan seperti yang telah
disebutkan di atas. Oleh karena itu, bahwa tafsir Ibn Katsīr terpengaruh dari
kepentingan-kepentingan golongan, hal itu mungkin tidak dalam konteks ini.
Berkaitan dengan kecenderungan/metodologi yang digunakan oleh Ibn Katsīr
dalam tafsirnya, penulis akan menguraikan satu per satu yang berkaitan dengan
komponen internal tafsir Ibnu Katsīr yang terdiri dari bentuk tafsir dan metode
tafsir dengan menggunakan pemetaan dari Nasharuddin Baidan.
1) Bentuk tafsir
Mengenai bentuk tafsir, berdasarkan pemetaan oleh Nasharuddin Baidan
bahwa bentuk tafsir ada dua yakni tafsir bil ma’tsūr (berdasarkan riwayat), dan
yang kedua tafsir bil ra’yi (akal). Dengan melihat sejarah penafsiran al-Qur’ān,
bentuk tafsir bil ma’tsūr bisa dikatakan adalah bentuk yang pertama lahir dalam
penafsiran al-Qur’an11, hal ini menurut penulis lebih dikarenakan masa yang tidak
terlalu jauh dari Nabi sehingga penafsiran-penafsirannya lebih banyak melihat
hadis-hadis Nabi (selaku penafsir pertama al-Qur’ān) dan pendapat-pendapat para
sahabat dan para tabi’in (dalam ilmu Hadis disebut hadis mauqūf dan maqhtu’).
walaupun kemudian masa pertengahan adalah masa pergeseran dari bil ma”tsūr ke
tafsir bil ra’yi.12 Jika melihat Tafsir Ibn Katsīr walaupun masuk kedalam era
pertengahan, dimana era ini tafsir bil ra’yi sudah sedikit mendominasi13, akan

10
Prinsip-prinsip yang dipegangi oleh as’ariyah dan Mu’tazilah terkait dengan ayat antropomorphisme itu
berbeda. Jika Mu’tzailah menafsirkan kata Yadun adalah kekauasaan, berbeda dengan Asy’ariyah,
As’ariyah berpandangan bahwa Tangan tuhan tidak boleh ditafsirkan sebagai kekuasaan, menurutnya
tuhan mempunyai mata dan tangan yang tak dapat diberikan gambaran atau defenisi. Lihat, harun
Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 2010), 137-138.
11
Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an “Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat yang Beredaksi
Mirip”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 57.
12
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur’an., 90.
13
Dominasi tafsir Tafsir Bil Ra’yi pada era pertengahan lebih dikarenakan kondisi perpolitikan pada
waktu itu, Khalifah al-Makmun pada masa itu menetapkan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab Negara.

8
tetapi tafsir Ibn Katsīr kecenderungannya lebih menggunakan bentuk tafsir bil
ma’tsūr , menurut Adz-Zahabi Tafsir Ibn katsīr, menggunakan metode
menafsirkan al-Qur’ān dengan alQur’ān, menafsirkan al-Qur’ān dengan hadis,
menafsirkan al-Qur’ān dengan melihat ijitihad-ijtihad para sahabat dan tabi’in14,
menurut Ibn Katsīr dalam muqaddimah tafsirnya menyebut bahwa metode
tersebut adalah metode yang terbaik dalam penafsiran al-Qur’an.15 Metode
menafsirkan al-Qur’ān dengan al-Qur’ān, al-Qur’ān dengan hadis dan seterusnya
adalah merupakan prinsip-prinsip yang dipakai pada bentuk tafsir bil ma’tsur.
Walupun sebenarnya tidak menutup kemungkinan ada bentuk-bentuk bil ra’yi
dalam penafsirannya, sebagai contoh penakwilannya tentang ayat
antropomorphisme di atas menunjukkan bahwa Ibn Katsīr juag menggunakan
ra’yu dalam penafsirannya. Akan tetapi dengan melihat tafsirannya secara
keseluruhan, bentuk bil ma’tsūr lebih mendominasi. Hal itu dibuktikan banyaknya
hadis-hadis yang digunakan oleh Ibn Katsīr dalam penafsirannya. Hal ini bisa jadi,
dikarenakan bahwa Ibn Katsīr adalah seorang yang pakar dibidang hadis (dan
diberi gelar sebagai muhaddis).
2) Metode Tafsir
Metode tafsir adalah berkaitan dengan model penyajian. Nasaruddin Baidan
membagi metode tafsir dalam empat bagian yaitu metode global (Manhaj Ijmāli)
16
, Metode Analitis (Manhaj Tahlīli)17, Metode Tematik (Manhaj Mawdhu’i)18,

Tentunya dengan kepuitusan itu berimplikasi pada model-model penafsiran. Seperti yang telah diketahui
bahwa Mu’tazilah lebih mengedepankan akal dalam penafsirannya. Oleh Karen itu pada era ini lebih
didominasi bentuk tasfsir bil ra’yi. Lihat, Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur’an., 97.
14
Mani’ Abd Halim Mahmud, Manhā j al-Mufassirīn terj. Syahdianor dan Faisal Saleh, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), 60.
15
Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Umar Ibn Katsir al-Quraisy al Dimasyqy, Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm terj.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy (ttp: tp,), xvi.
16
Metode Ijmali atau global adalah metode yang digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur’an dengan penjelasan secara global. Metode ini hanya menggambarkan makna secara literal
(literal meaning). Lihat, Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), 45.
17
Metode analitis atau metode tahlili adalah metode yang menjelaskan kandungan al-Qur’an secara
keseluruhan. Dan seorang penafsir menafsirkan alQur’an secara runtut dari awal hingga akhir sesuai
dengan mushaf usmani. Lihat, Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir., 42
18
Metode Maudhu’I atau metode tematik adalah metode yang digunakan untuk menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan tema-tema tertentu di dalam al-Qur’an. Metode ini termasuk metode

9
dan Metode Komparatif (Manhaj Muqāran)19. Dalam penyajian tafsir Ibn Katsīr
ini menggunakan metode analitis (tahlili). Ibn Katsīr dalam tafsirnya
menyajikannya secara runtut mulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah sampai al-
Nas sesuai dengan mushaf Usmani. Dengan tidak mengabaikan aspek asbāb al-
nuzūl dan juga munasabat ayat atau melihat hubungan ayat-ayat al-Qur’ān antara
satu sama lain.20 Namun demikian, metode penafsiran kitab ini juga bisa
dikatakan semi tematik21, karena dalam pembahasannya mengelompokkan
ayatayat (sesuai urutan ayat) yang dianggap memiliki keterkaitan, kadang dua
ayat, kadang tiga ayat dan kadang pula empat ayat. Sebagai contoh surat al-
Baqarah ayat 120-121

ِّ َّ ‫ارى َحتَّى تَتَّ ِّب َع ِّم َّلتَ ُه ْم قُ ْل ِّإ َّن ُه َدى‬


‫ّٰللا ه َُو‬ َ ‫ص‬ َ ‫ع ْنكَ ْال َي ُهو ُد َوَل ال َّن‬
َ ‫ضى‬ َ ‫َولَ ْن ت َْر‬
ِّ َّ َ‫ْال ُه َدى َولَ ِّئ ِّن اتَّ َب ْعتَ أ َ ْه َوا َء ُه ْم َب ْع َد الَّذِّي َجا َءكَ ِّمنَ ْال ِّع ْل ِّم َما لَكَ ِّمن‬
‫ّٰللا ِّم ْن‬
َ‫ًلو ِّت ِّه أُولَئِّك‬
َ ‫َاب َي ْتلُو َنهُ َح َّق ِّت‬ َ ‫) الَّذِّينَ آتَ ْينَا ُه ُم ْال ِّكت‬120( ‫ير‬ ٍّ ‫َص‬ِّ ‫َو ِّلي ٍّ َوَل ن‬
َ‫يُؤْ ِّمنُونَ ِّب ِّه َو َم ْن َي ْكفُ ْر ِّب ِّه فَأُولَئِّكَ ُه ُم ْالخَا ِّس ُرون‬
Artinya :
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu. Orang-orang yang telah Kami berikan
Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya,
mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka
mereka itulah orang-orang yang rugi.

yang paling banyak digunakan di era kontemporer. Lihat, Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir.,
47.
19
Metode Muqaran atau metode komparasi. Yaitu metode dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an
kemudian mengkajinya dengan melihat pandangan-pandangan dari para mufassair sekaligus menjelaskan
kecenderungan para mufassir tersebut. Lihat, Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir., 46.
20
Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir., 42.
21
Dedi Nurhaedi dkk, Studi Kitab Tafsir, 138.

10
Kedua ayat tersebut disatukan karena memilki keterkaitan antara ayat satu
dengan ayat yang lainnya.
3) Metode Penafsiran
Metode Penafsiran Mempunyai cirri khas tersendiri, itulah metode tafsir
yang ditempuh oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. mengetengahkan ayat,dilakukan
oleh beliau pada awalnya kemudian menafsirkannya dengan ungkapan yang
mudah dan ringkas. Jika memungkinkan baginya memperjelas ayat tersebut
dengan ayat lain, maka dia mengetengahkannya, lalu perbandingan di antara
kedua ayat yang bersangkutan ia lakukan sehingga menghasilkan makna yang
jelas dan pengertian yang dimaksud menjadi gamblang.ketika penjabarannya dia
sangat menekankan tafsir dengan cara ini yang mereka sebut dengan istilah tafsir
“Qur‟an dengan Qur‟an”. Ayat-ayat yang saling berkaitan dalam satu makna
ditemukan paling banyak dikemukakan oleh kitab tafsir ini dibandingkan dengan
kitab-kitab tafsir lainnya yang dikenal.22 Setelah selesai tafsir ayat dengan ayat,
hadis-hadis yang berpredikat marfu‟ yang ada kaitannya dengan makna ayat
mulai dikemukakan,di antara hadis-hadis yang telah dikemukakan itu, lalu ia
menjelaskan suatu hadis yang dapat dijadikan sebagai hujjah dan hadis yang tidak
dipakai hujjah kemudian berbagai pendapat tentang ayat tersebut dari para
sahabat, para tabi‟in dan ulama‟ salaf yang sesudah mereka dikemukakan untuk
mengiringinya. Pentarjihan antara yang satu dengan yang lainnya terkait dengan
pendapatpendapat tersebut dilakukan olehnya, dan mendhaifkan sebagian riwayat
serta mensahihkan sebagian yang lainnya, sebagian para perawiia juga menilainya
dengan adil dan mendhaifkan sebagian yang lainnya. Hal ini tidak lain berkat
penguasaannya terhadap berbagai ilmu hadis dan keadaan para perawinya.
Termasuk di antara keistimewaan tafsir Ibnu Kastir ialah Dia memperingatkan
akan adanya kisah-kisah israiliyat yang mungkar di dalam kitab tafsir ma‟tsur.
Iapunmemperingatkan pembacanya agar bersikap waspada terhadapa kisah seperti
itu secara global. Kita jumpai Ibnu Kastir memperingatkan kepada kita suatu

22
Ibid, hlm. IX

11
kisah yang cukup panjang lagi aneh, menerangkan tentang pencarian mereka
terhadap sapi yang tertentu dan sapi itu keberadaannya ditangan seorang lelaki
bani Israil yang sangat berbakti kepada orang tuanya, hingga akhir kisah. Lalu
Ibnu Kastir meriwayatkansemua pendapat yang menanggapi hal ini dari sebagian
ulama‟ salaf. Setelah itu ia mengatakan, yang teksnya berbunyi sebagai berikut
:”riwayat-riwayat ini bersumber dari ubaidah, abul aliyah, as-saddi, dan lain-
lainnya mengandung perbedaan pendapat. bahwasannya kisahkisah tersebut
diambil dari kitab-kitab bani israil itulah yang ditunjukkan oleh makna
lahiriyahnya, dan termasuk kategori kisah yang boleh dinukil; tetapi tidak boleh
dibenarkan, tidak boleh pula didustakan. Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan
pegangan terkecuali apa yang selaras dengan kebenaran yang ada pada kita. hanya
Allah-lah yang Maha Mengetahui.23” Dalam tafsirnya terhadap kalamullah Ibnu
Katsir menggunakan hadis dan riwayat, menggunakan ilmu Jarh wa Ta‟dil,
melakukan komparasi berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya, serta
mempertegas kualitas riwayat-riwayat hadis yang shahih dan yang dhaif.24

D. KARAKTERISTIK TAFSIR IBNU KATSIR


Sumber
Sumber yang digunakan oleh Ibnu Katsir dalam penfsirannya menggunakan dua
sumber yaitu penafsiran bi al-ma‟tsur dan bi ar-ra‟yi. Adapun yang dimaksud
dengan tafsir bi al-ma‟tsur adalah tafsir yang diberikan oleh Al-Qur‟an, sunnah
Nabi, perkataan para sahabat dan tabi‟in.
Corak
Corak penfsiran dalam kitab Ibnu Katsir adalah menitikberatkan masalah fiqh.
Beliau mengetengahkan perbedaan pendapat dikalangan ulama fiqh dan
menyelami madzhab-madzhab serta dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh
mereka,

23
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar Lc
(Bandung;Sinar Baru Algensindo,2000). Hlm. IX-XI
24
Manna Khalil Al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 456

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ibnu Katsir adalah salah seorang ulama tafsir yang kemampuannya diakui
oleh para ulama lainnya. Imam Az-Zahabi berkata tentang beliau, “Dia pandai
memberikan fatwa, ahli dalam berdebat, menguasai fiqh, tafsir, nahwu dan sangat
menguasai ilmu hadits...”
Kitab tafsir Ibnu Katsir menjadi pilihan karena memiliki beberapa kelebihan
dari kitab-kitab tafsir lainnya. Tafsir Ibnu Katsir kaya akan hikmah dan faedah.
Imam Ali Ash-Shabuni mengemukakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab
tafsir al-Qur`an bil ma`tsur yang terbaik, yang menafsirkan ayat al-Qur`an dengan
ayat al-Qur`an, kemudian dengan hadits-hadits masyhur yang diambil dari
kumpulan kitab-kitab hadits. Di samping itu, dengan terbuka beliau menyebutkan
status hadits-haditsnya, mana yang shahih dan mana dha`if.
Dalam penyajian tafsir Ibn Katsīr ini menggunakan metode analitis (tahlili).
Ibn Katsīr dalam tafsirnya menyajikannya secara runtut mulai dari surat al-
Fatihah, al-Baqarah sampai al-Nas sesuai dengan mushaf Usmani. Dengan tidak
mengabaikan aspek asbāb al-nuzūl dan juga munasabat ayat atau melihat
hubungan ayat-ayat al-Qur’ān antara satu sama lain.25 Namun demikian, metode
penafsiran kitab ini juga bisa dikatakan semi tematik26, karena dalam
pembahasannya mengelompokkan ayatayat (sesuai urutan ayat) yang dianggap
memiliki keterkaitan, kadang dua ayat, kadang tiga ayat dan kadang pula empat
ayat. Sebagai contoh surat al-Baqarah ayat 120-121

25
Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir., 42.
26
Dedi Nurhaedi dkk, Studi Kitab Tafsir, 138.

13
ِّ َّ ‫ارى َحتَّى تَتَّ ِّب َع ِّملَّتَ ُه ْم قُ ْل إِّ َّن ُه َدى‬
‫ّٰللا ه َُو‬ َ ‫ص‬ َ ‫ع ْنكَ ْال َي ُهو ُد َوَل ال َّن‬
َ ‫ضى‬ َ ‫َولَ ْن ت َْر‬
ِّ َّ َ‫ْال ُه َدى َولَ ِّئ ِّن اتَّ َب ْعتَ أ َ ْه َوا َء ُه ْم َب ْع َد الَّذِّي َجا َءكَ ِّمنَ ْال ِّع ْل ِّم َما لَكَ ِّمن‬
‫ّٰللا ِّم ْن‬
َ‫ًلو ِّت ِّه أُولَئِّك‬
َ ‫َاب َي ْتلُو َنهُ َح َّق ِّت‬ َ ‫) الَّذِّينَ آتَ ْينَا ُه ُم ْال ِّكت‬120( ‫ير‬ ٍّ ‫َص‬ِّ ‫َو ِّلي ٍّ َوَل ن‬
َ‫يُؤْ ِّمنُونَ ِّب ِّه َو َم ْن َي ْكفُ ْر ِّب ِّه فَأُولَئِّكَ ُه ُم ْالخَا ِّس ُرون‬
Artinya :
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu. Orang-orang yang telah Kami berikan
Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya,
mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka
mereka itulah orang-orang yang rugi.
Kedua ayat tersebut disatukan karena memilki keterkaitan antara ayat satu
dengan ayat yang lainnya. yang dimaksud dengan tafsir bi arra‟yi adalah bentuk
penafsiran melalui pemikiran ataupun ijtihad.
B. SARAN
Ketika ingin belajar memahami dan mengkaji al-Qur`an, maka wajib bagi
kita untuk mempelajari dasar-dasar tafsir dan metode-metode para mufassir dalam
menafsirkan al-Qur`an, serta mempelajari qawa`id at-Tafsir dan Ushulut-Tafsir,
maka dengan itu kita akan mengetahui manhaj-manhaj para mufassir dan metode-
metode para ulama dan mengetahui langkah-langkah dalam menafsirkan al-
Qur`an.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Dari Juz 1 Sampai Juz 30


Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyat.
Muhammad Husain Al-Zahabi, Tafsīr wal mufassirūn Juz 1
Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Umar Ibn Katsir al-Quraisy al Dimasyqy, Tafsīr al-Qur’ān al-
Adzīm, (Dar al-Tayyibah)
Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKIS, 20012)
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 2010)
Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an “Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat
yang Beredaksi Mirip”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur’an.
Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir.
Dedi Nurhaedi dkk, Studi Kitab Tafsir,
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun
Abu Bakar Lc (Bandung ; Sinar Baru Algensindo, 2000)
Manna Khalil Al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005)

15

Anda mungkin juga menyukai