Anda di halaman 1dari 21

Referat

Aneurisme Aorta

Oleh

Tri Ayati

21360093

Preceptor:

dr.Rony Oktarizal, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RSUD JENDRAL AHMAD YANI KOTA METRO
FK UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Referat:
Aneurisma Aorta

Oleh:
Tri Ayati S.Ked (21360093)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Bedah, Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Kota Metro,
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Periode 11 Juli – 17 September 2022.

Metro, Juli 2022

dr. Rony Oktarizal, Sp.B

I
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Rony Oktarizal, Sp.B selaku preceptor yang
telah memberikan bimbingan selama penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis telah berusaha untuk menyempurnakan karya tulis ini dengan baik. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi yang
membacanya.

Metro, Juli 2022

Tri Ayati, S.Ked

II
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan································································ i
Kata Pengantar······································································· ii
Daftar Isi············································································ iii

BAB I PENDAHULUAN ······································································1


1.1 Latar Belakang ···············································································1
1.2 Tujuan ·························································································1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ···················································· 2


2.1 Aorta ············································································· 2
2.1.1 Anatomi ···························································· ············ 2
2.2 Aneurisme Aorta ......................................................................... ......... 3

2.2.1 Definisi......................................................................................................................... 3

2.2.2 Epidemiologi................................................................................................................ 3
2.2.3 Klasifikasi ........................................................................................ ... 4
2.2.4 Etiologi............................................................................................... ... 6

2.2.5 Gejala dan tanda .................................................................................... 6


2.2.6 Patofisiologi ...................................................................................... 8

2.2.7 Diagnosis............................................................................................ 10
2.2.8 Penatalaksanaan................................................................................... 12
2.2.9 Prognosis............................................................................................ 15

BAB III KESIMPULAN ······································································16

III
BAB I

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang

Aneurisma adalah pelebaran dan melemahnya area pembuluh arteri (misalnya,

aorta), yang meningkatkan risiko robek dan perdarahan ke dindingnya (yaitu, diseksi)

atau ke jaringan sekitarnya. Diseksi atau ruptur aneurisma aorta mungkin terjadi dalam

situasi, seperti olahraga, di mana ada peningkatan mendadak dalam tekanan darah

(Jonathan et al, 2020).

Aneurisma aorta merupakan terjadinya dilatasi aorta dengan peningkatan

diameter lebih dari 50% atau lebih dibandingkan dengan pembuluh darah didekatnya

yang tidak dilatasi. Lapisan elatstin fragmentasi/disrupsi komplit akibat aktivitas

proteolitik, disertai dengan peningkatan lapisan kolagen, hilangnya lapisan otot halus di

lamina media, serta penyebaran luas infiltrasi sel-sel radang. Hal ini dapat terjadi karena

proses atheroskelrosis pada usia 65 tahun dan laki lebih banyak daripada perempuan 6:1.

Faktor risiko utama sebagai penyebab adalah hipertensi. Penyebab lain adalah trauma

septik, dan kelainan bawaan seperti pada aneurisma thorakalis. Rekontruksi bedah

vaskular ditunjukan untuk mengembalikan fungsi secara anatomis aliran darah kedistal/

tungkai ( Purhito, 2016 ).

2) Tujuan

1. Untuk memenuhi tugas Kepanitraan Klinik Ilmu bedah Rumah Sakit Umum Daerah

Jenderal Ahmad Yani Kota Metro

2. Unutk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi orang lain yang membacanya

terutama tentang aneurisma aorta

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aorta

2.1.1 Anatomi

Aorta adalah saluran utama yang membawa hampir 200 juta

liter darah ke tubuh. Hal ini dibagi oleh diafragma menjadi aorta toraks

dan abdominal (Gambar 1). Dinding aorta secara histologis terdiri dari

tiga lapisan: tunika intima yang dilapisi oleh endotelium; tunika media

yang tebal ditandai oleh lembaran konsentris serat elastis dan kolagen;

dan tunika adventitia luar yang terutama mengandung kolagen, vasa

vasorum, dan limfatik (Raimund et al, 2014).

gambar 1

Aorta memainkan peran penting dalam kontrol resistensi

vaskular sistemik dan denyut jantung, melalui reseptor tekanan-responsif

yang terletak di aorta asendens dan lengkung aorta. Peningkatan tekanan

aorta menyebabkan penurunan denyut jantung dan resistensi vaskular

sistemik, sedangkan penurunan tekanan aorta menyebabkan peningkatan

denyut jantung dan resistensi vaskular sistemik ( Raimund et al, 2014).


2
Diameter aorta semakin kecil pada portio toraks menuju bagian

abdomen dan porsio infrarenal. Penurunan ukuran ini akibat

berkurangnya elastin pada tunika media, begitu juga dengan kolagen.

Bentuknya ada fusiform dan sakular ( Rahimi, 2016).

gambar 2

2.2 Aneurisma Aorta

2.2.1 Definisi
Aneurisma aorta mengacu pada dilatasi patologis segmen aorta yang

memiliki kecenderungan untuk mengembang dan pecah. Tingkat dilatasi masih

bisa diperdebatkan, tetapi satu kriteria adalah peningkatan diameter setidaknya

50% lebih besar. Aneurisma aorta dijelaskan dalam hal ukuran, lokasi,

morfologi, dan penyebabnya ( Atul et al, 2016).

2.2.2 Epidemiologi

Insiden aneurisma aorta abdominal (AAA) telah meningkat selama

dua dekade terakhir, sebagian karena penuaan, peningkatan jumlah perokok,

pengenalan program skrining, dan peningkatan alat diagnostik. Gangguan ini

lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita, dengan tingkat prevalensi

diperkirakan 1,3-8,9% pada pria dan 1,0-2,2% pada wanita. Namun, aneurisma

3
aorta thorakal (TAA) diperkirakan memiliki insiden setidaknya 5-10 per

100.000 orang per tahun. Menurut lokasi, TAAs diklasifikasikan ke dalam

aneurisma aorta ascending, yang paling umum (60%), diikuti oleh aneurisma

aorta descending (35%) dan lengkungan aorta (<10%). Aneurisma aorta

thoracoabdominal mengacu pada aneurisma aorta toraks descending yang

meluas secara distal untuk melibatkan aorta abdominal ( Atul et al, 2014).

2.2.3 Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, aneurisma dibagi menjadi dua jenis,

yaitu “true aneurysm” yang mencakup ketiga lapisan dinding arteri dan

“false aneurysm” (pseudoaneurisma) yang tidak mencakup ketiga

lapisan dinding arteri dan biasanya diakibatkan sekunder oleh trauma,

infeksi dan rusaknya hasil operasi bypass anastomosis (Townsend, et al,

2021 ).

Berdasarkan bentuknya, aneurisma dibagi atas fusiform di mana

dilatasi yang terjadi difus, dan sakular yaitu dilatasi terjadi secara

eksentrik sehingga penampakan arteri tetap terlihat normal (Townsend,

et al, 2021 ).

Etiologi gambar 3 (A) Pseudoaneurisma, (B) Sakular, (C) Fusiform

4
Berdasarkan letak yang tersering aorta torasika dan aorta abdominalis.
Aneurisma torasika dapat menyerang aorta torasika desenden dibawah arteri
subklavia kiri, aorta asenden diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta
desenden paling sering terserang. Aoneurisma aorta abdominal dibagi
menjadi aneurisma aorta infrarenal ---aneurisma mengenai sebagian
segmen aorta dibawah arteri renalis; aneurisma aorta juxtarenal—
mengenai seluruh segmen aorta dibawah arteri renalis; aneurisma aorta
pararenalis--sampai mengenai pangkal arteri renalis; aneurisma aorta
suprarenalis—aneurisma meluas sampai diatas artei renalis. Pada aneurisma
aorta abdominal lokasi tersering adalah infrarenal (Gloviczki, P & Ricotta, JJ,
2007).

gambar 4 Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II) Juxtarenalis; III) Pararenalis; IV)
Suprarenalis. ( diambil dari Sabiston Textbook of Surgery)

5
2.2.4 Etiologi

1. Aneurisme Aorta Abdominalis

AAA terutama disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti: aterosklerosis dan

hipertensi, tetapi dalam beberapa kasus mungkin akibat trauma, kondisi

bawaan, atau dapat terjadi dalam kondisi seperti sindrom Marfan (tetapi dalam

kasus Sindrom Marfan sering muncul lebih lambat dari ascending aneurisma

aorta).

2. Aneurisma Toraks

Ada lebih banyak penyebab potensial untuk TAA daripada AAA. Penyebab

utama termasuk sindrom genetik (misalnya, Marfan, Loeys-Dietz, dan Turner),

TAA /diseksi familial (misalnya, katup aorta bicuspid dan koarktasio aorta);

infeksi (misalnya, sipilis); penyakit degeneratif akibat aterosklerosis dan

hipertensi; trauma mekanis; dan kondisi inflamasi (misalnya, arteritis giant cell,

arteritis Takayasu, Kawasaki) (Jonathan et al, 2020).

2.2.5 Gejala dan Tanda

Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering

tanpa gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan

(ruptur aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah

( aortic dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba (Tseng, 2009).

a. Aneurisma Aorta Abdominalis.

Aneurisma asimptomatik, aneurisma ini biasanya ditemukan saat

pemeriksaan fisik rutin dengan dideteksinya pulsasi aorta yang prominen.

Lebih sering aneurisma asimptomatik ditemukan sebagai penemuan insidental

saat pemeriksaan USG abdomen atau CT scan. Denyut perifer biasanya

normal, tetapi penyakit arteri oklusif pada renal atau ekstremitas bawah sering

6
ditemukan pada 25% kasus. Aneurisma arteri popliteal terdapat pada 15%

kasus pasien dengan aneurisma aorta abdominalis (O’Connor, 2010).

Aneurisma simptomatik, nyeri midabdominal atau punggung bawah atau

keduanya dan adanya pulsasi aorta prominen dapat mengindikasikan

pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau aneurisma aorta inflamatorik.

Aneurisma inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari aneurisma aorta dan

dikarakteristikkan dengan inflamasi ekstensif periaortic dan retroperitoneal

dengan sebab yang belum diketahui. Pada pasien ini terdapat demam ringan,

peningkatan laju endap darah, dan riwayat infeksi saluran pernapasan atas yang

baru saja; pasien sering sebagai perokok aktif. Infeksi aneurisma aorta (baik

dikarenakan oleh emboli septik atau kolonisasi bakteri aorta normal dari

aneurisma yang ada) sangat jarang terjadi tetapi harus diperkirakan pada pasien

dengan aneurisma sakular atau aneurisma yang bersamaan dengan fever of

unknown origin (O’Connor, 2010).

Ruptur aneurisma, pasien dengan ruptur menderita nyeri hebat pada

punggung, abdomen, dan flank serta hipotensi. Ruptur posterior terbatas pada

retroperitoneal dengan prognosis yang lebih baik daripda ruptur anterior ke

rongga peritoneum. Sembilan puluh persen meninggal sebelum tiba di rumah

sakit. Satu-satunya kesempatan untuk menolong adalah perbaikan bedah

emergensi (O’Connor, 2010 & Nelson, 2009).

b. Aneurisma Aorta Thoracica

Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma, dan

kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan ditemukan

dalam prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien mengeluh

nyeri substernal, punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu,

7
stridor, atau batuk akibat penekanan pada trakhea, disphagia akibat penekanan

pada esophagus, hoarseness akibat penekanan pada nervus laryngeus recurrent

sinistra, atau edema leher dan lengan akibat penekanan pada vena cava

superior. Regurgitasi aorta karena distorsi anulus valvula aortikus dapat terjadi

dengan aneurisma aorta ascenden (Tseng, 2009).

2.2.6 Patofisiologi

Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk

peredaran darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar, dan

trauma yang berulang sebagai cerminan gelombang arterial pada distal aorta

dapat mencederai dinding aorta dan menyebabkan degenerasi aneurisma.

Hipertensi sistemik juga dapat mencederai, dan mempercepat ekspansi

aneurisma (Wassef,2001).

Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan

stress dinding sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace

menyatakan bahwa tekanan dinding proporsional terhadap tekanan dikali radius

dari arterial (T = P x R). Peningkatan diameter, diikuti dengan peningkatan

tekanan dinding, sebagai respon terhadap peningkatan diameter. Meningkatnya

tekanan, maka meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan tekanan (hipertensi

sistemik) dan meningkatnya ukuran aneurisma memicu tekanan pada dinding

dan lebih lanjut meningkatkan risiko ruptur (Wassef,2001).

Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis belum

dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis dikarakteristikkan dengan

destruksi elastin dan kolagen pada tunika media dan adventitia, hilangnya sel

otot polos tunika media dengan penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat

8
limfosit dan makrofag transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama

yang mendasari aneurisma (Wassef,2001).

Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta abdominalis:

- Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta—pembentukan

aneurisma melibatkan proses yang komplek dari destruksi tunika media aorta

dan jaringan penyokongnya melalui degradasi elastin dan kolagen. Pada model

in vivo dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis, meliputi aplikasi

calcium chloride dan perfusi elastase intraluminal, telah digunakan untuk

meningkatkan peran berbagai protease selama pembentukan aneurisma. Model

tersebut, sebaik yang telah dipelajari juga pada jaringan aorta manusia,

menunjukkan bahwa berbagai matrix metalloproteinase proteinases (MMPs),

berasal dari makrofag dan sel otot polos aorta, memainkan peran terintegrasi

dalam pembentukan aneurisma. Disolusi kolagen intersisial mengikuti ekspresi

dari collagenase MMP-1 dan MMP-13 pada aneurisma aorta abdominalis

manusia. Elastase MMP-2 (gelatinase A), MMP-7 (matrilysin), MMP-9

(gelatinase B), dan MMP-12 (elastase makrofag) juga meningkat pada jaringan

aneurisma aorta. Matrix metalloproteinase proteinases-12 (MMP-12),

diekspresikan tinggi pada aneurisma aorta abdominalis manusia dan dapat

berperan penting dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan, tingginya kadar

MMP-2, ditemukan pada aneurisma aorta yang kecil, menunjukkan peran

MMP-2 pada pembentukan awal aorta. Terakhir elastase MMP-9 yang dapat

diinduksi meningkat pada jaringan aorta, juga pada serum pasien aneurisma.

Selama pembentukan aneurisma, keseimbangan remodeling dinding pembuluh

antara MMPs dan inhibitornya yaitu Tissue Inhibitors of Metalloproteinases

(TIMPs), menentukan degradasi elastin dan kolagen. Lebih lanjut mekanisme

9
biologis yang menginisiasi proteolitik enzim pada aorta belum diketahui

(Wassef,2001).

gambar 5 Peran matrix metalloproteinases pada patogenesis aneurisma aorta abdominalis

2.2.7 Diagnosis

1) Ultrasonografi adalah alat yang sangat baik untuk skrining, tanpa resiko

dan dengan biaya rendah. Pengukuran diameter harus dilakukan pada

bidang yang tegak lurus terhadap sumbu arteri, untuk menghindari

10
perkiraan diameter yang terlalu tinggi. Dianggap sebagai 'standar emas'

di masa lalu, Keterbatasannya adalah dosis radiasi yang tinggi, beban

kontras, dan sifat invasifnya. Teknik ini tidak memberikan informasi

tentang trombus atau kantung aneurisma, dan mungkin salah menilai

diameter aorta. Contrast-enhanced ultrasound, sangat berguna pada

pasien setelah perbaikan aneurisma endovaskular (EVAR) dalam

mendeteksi.

2) Computed tomography (CT) memberikan pencitraan yang sangat baik

dari aorta, dengan reproduktifitas pengukuran diameter yang lebih besar

daripada USG, dan tetap menjadi alat penting dalam diagnosis,

manajemen, dan pengawasan penyakit aorta. terutama dengan

penggunaan tambahan agen kontras iodinasi untuk melakukan CT

angiography (CTA), memberikan banyak informasi anatomi;

mendeteksi kalsifikasi pembuluh darah, trombus, dan penyakit oklusi

arteri bersamaan dan memungkinkan rekonstruksi dan analisis

multiplanar dan tiga dimensi untuk perencanaan operasi. Kerugiannya

termasuk paparan radiasi yang substansial, terutama dalam pengaturan

pemeriksaan serial, dan penggunaan media kontras beryodium dalam

populasi berkaitan dengan insiden penyakit ginjal komorbiditas yang

tinggi

3) MRI memberikan alternatif pada CT untuk pencitraan aorta, MRI yang

ditingkatkan kontras memungkinkan akuisisi gambar yang cepat,

Kerugiannya termasuk non-visualisasi kalsifikasi dan kontraindikasi

yang biasa (misalnya implan logam) ( Townsend, 2021)

11
2.2.8 Penatalaksanaan

1) Farmakoterapi :

- Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 12 0mmHg

atau kurang

- Propanolol untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan

menurunkan kontraktilitas miokard.

- Analgesik, kontrol nyeri sangat penting untuk perawatan pasien yang

berkualitas. Ini memastikan kenyamanan pasien dan mencegah

eksaserbasi takikardia dan hipertensi. Morfin adalah obat pilihan untuk

analgesia narkotik karena efeknya yang dapat diandalkan dan dapat

diprediksi, aman, dan kemudahan reversibilitas dengan nalokson.

Pembedahan dilakukan jika pengobatan farmako terapi tidak

berhasil untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan

gejala-gejala nyeri semakin memburuk ( Rahimi, 2016 ).

a. Penatalaksanaan pada Unruptured aneurisma

Bahkan pasien yang tidak memiliki gejala dari AAA mereka

mungkin akhirnya memerlukan intervensi bedah karena hasil dari

manajemen medis pada populasi ini adalah kematian 100% dari waktu ke

waktu sebagai konsekuensi dari pecahnya aorta. Selain itu, pasien ini

memiliki potensi kerugian ekstremitas dari embolisasi perifer. Keputusan

untuk mengobati unruptured AAA didasarkan pada risiko operasi, risiko

pecah, dan diperkirakan harapan hidup pasien.

b. Intervensi Bedah

Indikasi operasi : pasien dengan diagnosis aneurisma ≥ 5 cm atau dengan

pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan


12
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat

merupakan tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran

aneurisma yang progresif, kebocoran, dan ruptur. Tujuan tindakan bedah

adalah melaksanakan operasi sebelum komplikasi terjadi.

• Teknik Perbaikan dengan Pembedahan Terbuka (Open Repair).

Terdapat beberapa pendekatan untuk melakukan pembedahan terbuka,

setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

1. Transperitoneal Approach

Teknik ini memudahkan dan lebih fleksibel untuk mengeksplor AAA,

arteri renali, dan kedua arteri iliaca. Dibuat midline incision abdomen

dari xiphoid sampai pubis, panjang insisi tergantung dari besar aneurisme

(Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).

2. Retroperitoneal Approach ,Pendekatan transperitoneal pada pasien

dengan keadaan abdomen yang kurang mendukung untuk menjalani

operasi seperti aneurisma suprarenal yang luas, horseshoe kidney,

peritoneal dialysis, inflammatory aneurysm, atau asites. Pada keadaan

ini dengan pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.

(Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).

gambar 6. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft prostese lurus


13
3. Minimal Incision Aortic Surgery
Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas dan yang
membutuhkan graft bercabang bukan kandidat dengan prosedur ini. Panjang insisi
midline di periumbilikan kurang dari 12 sampai 15 cm, sampai kurang dari 9 cm
insisi proksimal dari umbilikus (Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).

gambar 7. Minimal incision aortic surgery (MIAS)

• Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).

Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma melalui arteri


femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang tidak mengalami
aneurisma dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable stents.
Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk fiksasi stent
(Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).

gambar 8. Teknik EVAR.

14
b. Aneurisma aorta Thoracica
Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau

ukuran yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid harus

dipertimbangkan jika merekomendasikan repair aneurisma yang asimtomatik.

Morbiditas dan mortalitas tinggi dibandingkan dengan aneurisma aorta abdominal.

Insisi aneurisma thoracoabdominal berasosiasi dengan risiko tinggi komplikasi

pulmonal dan manajemen nyeri postoperatif yang lebih ekstensif. Adanya nervus

laryngeus recurrent, nervus phrenicus, dan arteria subklavia membuat trauma terhadap

bangunan tersebut menjadi mungkin. Arteria radicularis major muncul dari arteri

intercostalis antara T8 dan L1 dan sebagai arteri medulla spinalis yang dominan pada

80% pasien, menunjukkan adanya risiko paraplegi selama repair aneurisma thoracica.

Repair endovascular dari aneurisma aorta thoracica mengurangi risiko

kardiopulmonal, tetapi lokasi aneurisma yang sulit dapat menggantikan repair

endovascular dengan metode terkini. Penelitian terbaru mengembangkan branched

stent graft untuk perbaikan dari aneurisma arkus dan thorakoabdominal (Tseng, 2009).

2.2.9 Prognosis

Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang

berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur

aneurisma abdominal. Mortalitas setelah open elective atau endovascular repair adalah

1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5 cm

mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai konsekuensi

dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun setelah tindakan

bedah adalah 60-80%. 5-10% pasien akan mengalami pembentukan aneurisma

lainnya berdekatan dengan graft.


15
BAB III

Kesimpulan

Aneurisma aorta yaitu dilatasi patologis segmen aorta yang memiliki kecenderungan untuk

mengembang dan pecah dengan peningkatan diameter setidaknya 50% lebih besar. Berdasarkan

letak yang tersering aorta torasika dan aorta abdominalis. Aneurisma terbentuk secara

perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa gejala. Jika aneurisma mengembang secara

cepat, maka terjadi robekan (ruptur aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding

pembuluh darah ( aortic dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba seperti nyeri midabdominal

atau punggung bawah atau keduanya dan adanya pulsasi aorta prominen dapat

mengindikasikan pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau aneurisma aorta

inflamatorik. Aneurisma Aorta Thoracica, beberapa pasien mengeluh nyeri substernal,

punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu, stridor, atau batuk akibat penekanan

pada trakhea, disphagia akibat penekanan pada esophagus, hoarseness akibat penekanan pada

nervus laryngeus recurrent sinistra, atau edema leher dan lengan akibat penekanan pada vena

cava superior. Computed tomography (CT) memberikan pencitraan yang sangat baik dari

aorta, dengan reproduktifitas pengukuran diameter yang lebih besar daripada USG, dan tetap

menjadi alat penting dalam screening. Penatalaksanaan seperti antihipertensif , analgesik, dan

pembedahan yang dilakukan jika pengobatan farmakoterapi tidak berhasil untuk mencegah

pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala nyeri semakin memburuk (

Rahimi, 2016 ).

16
DAFTAR PUSTAKA

Atul Mathur, Varun Mohan, Deepak Ameta, Bhardwaj Gaurav, Pradeep Haranahalli J Transl Int Med.
2016 Apr 1; 4(1): 35–41.

Gloviczki, P & Ricotta, JJ. Aneurysmal Vascular Disease. In Sabiston Textbook of Surgery.18thed.2007.

Jonathan K. Ehrman, PhD; Antonio B. Fernandez, MD; Jonathan Myers, PhD; Paul Oh, MD; Paul D.
Thompson, MD; Steven J. Keteyian, PhD (2020). Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation
and Prevention 2020;40:215-223

Kadoglou, NP & Liapis, CD. Matrix Metalloproteinases: Contribution to Pathogenesis, Diag: Pathogenesis
of Abdominal Aortic Aneurysm. 2004. http://www.medscape.com/viewarticle/475262_2. Diakses
tanggal 22 Juli 2022

O'Connor, R.E. Aneurysm, Abdominal. 2010. http://emedicine.medscape.com/article/756735-overview.


Diakses tanggal 22 Juli 2022

Puruhito, (2016) Buku Ajar Primer: Ilmu Bedah Thoraks, Kardiak, Dan Vaskular. 1 ed. Surabaya:
Airlangga University Press

Raimund Erbel, Victor Aboyans, Eduardo Bossone (2014) ESC Guidelines on the diagnosis and
treatment of aortic diseases. European Heart Journal. 2873–2926 doi:10.1093/eurheartj/ehu281

Tracci MC, Cherry KJ. Section XII: Vascular. Chapter 61: The Aorta. In: Townsend CM, Beauchamp
RD, Evers BM, Mattox KL.Sabiston Textbook of Surgery. 20th ed. Philadelphia: Elsevier;
2021. p.1774

Tseng ,E. Thoracic Aortic Aneurysm. 2009. http://emedicine.medscape.com/article/424904-overview.


Diakses tanggal 22 Juli 2022

Wassef M, Baxter T, et.al. Pathogenesis of abdominal aortic aneurysms: A multidisciplinary research


program supported by the National Heart, Lung, and Blood Institute. J of Vasc Surg. 2001.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11668331. Diakses tanggal 22 Juli 2022.

17

Anda mungkin juga menyukai